“Apa maksudnya diam, Bu? Lisa membuat karir yang selama ini kubangun hancur seketika.” Tina memekik keras, hingga suaranya menggema dalam rumah.Tina dan Mike langsung bergegas pulang setelah mendengar jawaban di telepon. Mereka tak menyangka Nania terkesan membela Lisa. Sayangnya, memang Nania menunjukkan keseriusan ucapannya. Nania menatap nanar pada Tina. Tentu saja model cantik itu tak terima. Bahkan Mike ikut menatap marah pada Nania.“Ada apa denganmu, Nania? Kenapa kamu jadi seperti ini? Putri cacatmu sudah membuat Tina hancur,” ucap Mike kesal, seolah tengah berusaha menyentuh hati istrinya.“Berhenti mengatakan Lisa cacat!” balas Nania murka. Tentu saja mereka tersentak. Nania berubah dengan begitu cepat. Keduanya bahkan menatap wanita paruh baya itu penuh selidik, menelusur penyebab perubahan sikap Nania.“Bu, apa yang membuatmu begitu marah? Kenapa kamu tiba-tiba membela Lisa? Bukankah dia cacat dan kamu sendiri yang berkeyakinan kalau putri cacatmu itu akan membawa sial,
“Jason, aku sudah menemukan orang yang mungkin mau berinvestasi di perusahaanmu.”Alex langsung memasuki ruangan kerja sepupunya. Pada siapa lagi Jason meminta tolong selain pada sepupunya. Perusahaan keluarga Alex lebih memiliki banyak jangkauan.Jason sudah menceritakan semua masalah perusahaannya, bahkan ulah Clark yang tak terima. Awalnya Jason mengira Alex akan marah saat tahu Clark melakukannya karena membela Lisa. Akan tetapi, sepupu sekaligus sahabatnya itu tetap mendukung dan tak marah pada Lisa.“Tapi ada satu syarat yang diminta investor tersebut, dan itu adalah masalah serius untukmu,” ucap Alex seraya menyerahkan tab miliknya.Tiba-tiba kedua bola mata Jason membulat sempurna saat melihat layar tab milik Alex yang berisi informasi investor. Alex bahkan terkejut dengan perubahan ekspresi sepupunya. “Ada yang salah, Jason? Kenapa kamu terlihat sangat terkejut sekali?” tanyanya.“Pria ini?” Jason berkata seraya menunjukkan foto yang terlampir di sana. “Dia seorang investor d
“Lisa, kamu yakin menerima permintaan Jason?” tanya Ryan memastikan.Lelaki itu menyampaikan langsung tujuan Jason meminta Lisa menjadi penerjemah bahasa untuk pertemuan dengan Gabriel. Lisa mengangguk yakin, tanpa berpikir panjang. Tentu saja Ryan terkejut.“Apa yang kamu pikirkan? Lelaki itu yang sudah membuatmu hancur, Lisa? Kenapa kamu masih peduli dengannya?” tanya Ryan dengan wajah tak bisa menahan kesal. “Apa yang ada dalam pikiranmu, Lisa?”Ryan bukan marah pada Lisa. Hanya saja, dia terlalu terkejut, seolah Lisa menaruh harapan pada Jason. Dia hanya mengungkapkan seberapa kesal dan marahnya pada lelaki yang membuat wanita di hadapannya sakit hati.Tentu saja, Ryan menjadi saksi bagaimana Lisa sakit hati tanpa diceritakan. Ryan tahu bagaimana dulu, Lisa sangat mengagumi Jason, saat mereka masih tumbuh di panti asuhan. Hingga dia memilih mundur saat tahu wanita itu menerima permintaan Nania menikah dengan Jason.Lalu sekarang, setelah Ryan merasa berhasil menyentuh hati Lisa? S
Jason terdiam memandangi kue di hadapannya. Dia yakin mereka sengaja menyajikan tersebut untuknya untuk menjebak atau menghancurkannya. Akan tetapi, Jason akan menerimanya.Mungkin mereka menguji keberanian dalam mengambil keputusan di balik kesempatan yang datang. Jason lantas melirik pada Lisa, wanita itu memberikan tatapan cemas. Lisa bahkan memberikan isyarat, dia akan mengatakan pada Gabriel jika Jason alergi buah strawberry.“Tidak perlu!” Jason berkata tanpa suara, tetapi bisa diartikan oleh Lisa.Fokus Jason tertuju pada Gabriel, lelaki itu tersenyum dan mempersilahkan agar Jason menikmati hidangannya. Dalam hati, hanya ada dua kemungkinan. Ryan yang menunjukkan rasa tak suka atau Gabriel yang mengujinya.Jason menerima tantangan itu, dia meraih sendok dan memotong sedikit kue lalu memakannya. Dia menunjukkan ekspresi seolah menikmati hidangan itu, hingga Gabriel tersenyum sendang. Bahkan lelaki itu menunggu Jason berkomentar.“Rasanya sangat lembut, aku menyukainya. Terima ka
Dengan hati-hati, Lisa merangkul tubuh Jason, memapahnya keluar dari mobil dan memasuki villa. Tubuh lelaki itu semakin lemas tak berdaya, tetapi bibirnya tak lelah meminta Lisa untuk pergi meninggalkannya.“Jason, kamu sudah mengganti kata sandi villamu atau belum?” tanya Lisa seraya mencoba memasukkan kata sandi yang dahulu saat masih tinggal di sana.Ternyata Jason tak menggantinya. Pelan-pelan dia membawa tubuh Jason memasuki kamar tidurnya dan membaringkannya di atas ranjang. Lisa bahkan melepaskan sepatu, jas dan dasi pada tubuh Jason.Tangannya pun membuka beberapa kancing kemeja Jason agar lelaki itu tak kesulitan bernapas. Kemudian Lisa langsung bergegas ke dapur mencari baskom dan mengisinya dengan air es, menyiapkan perlengkapan mengompres untuk menurunkan suhu tubuh Jason. Untunglah tak ada yang berubah dari dapur dan villa itu sehingga Lisa lebih leluasa.“Sepertinya tak ada yang membersihkan villa ini setelah aku pergi,” ucap Lisa menyadari banyaknya debu di sana.Namun,
Semakin lama ciuman itu menjadi panas. Pikiran Lisa menolak, tetapi hati dan tubuhnya menikmati. Jason menciumnya penuh gairah dan Lisa membalasnya.Lisa terlalu menikmati ciuman Jason, hingga tak menyadari pakaiannya mulai terlepas oleh tangan nakal lelaki di hadapannya. Tenaga Jason sudah kembali dan dia menjadi lebih bergairah. Dia menidurkannya di atas ranjang dan mencium lembut leher hingga anggota tubuh lainnya. Tak ada penolakan dari Lisa, dia justru menikmatinya dan tak ingin berhenti. Berbeda dari dulu saat dia menolak semua perlakuan Jason. Mungkin karena dulu lelaki itu memperlakukannya secara kasar.Namun, Lisa tak ingin mengingat dulu. Dia menikmatinya. Bahkan tubuhnya seolah meminta lebih dan dengan senang hati Jason akan memberikannya.“I love you, Lisa,” ucap Jason dengan napas tersengal dan menatap lekat kedua netra wanita di bawah tubuhnya.Lisa tak kuasa menolak gairah yang dibangkitkan Jason. Tatapan Jason membuatnya tak ingin menyerah. Dia tak menjawab dan memili
Ryan menepikan mobilnya agar tak mengganggu pengguna jalan lain. Dia lantas menatap Lisa yang kini menunduk. “Apakah rasa cinta membutakan pandangan matamu, Lisa? Bajingan itu sudah menghancurkan hidupmu, tetapi kamu masih memiliki rasa kasihan? Bagaimana denganku?”“Aku memperjuangkanmu, karena aku sayang padamu. Tapi, apa yang kamu lakukan sekarang? Kamu bukan sudah menghancurkan perjuanganku,” ungkap Ryan dengan air mata yang menetes. “Aku kecewa padamu, Lisa.”Lisa menoleh. Jelas sekali tatapan kekecewaan Ryan. Memang semua yang diucapkan Ryan benar. Dia sendiri pun tak bisa memahami isi pikirannya. Hanya karena kasihan dan menyadari Jason menyesal, dia melupakan semuanya. Lisa melupakan orang yang sudah berjuang untuknya.“Maaf, Ryan. Aku sudah di luar batas. Sungguh, aku tak bermaksud membuatmu kecewa. Sungguh, aku menyesal ... tolong maafkan aku,” ucap Lisa tulus. Air mata kesungguhannya menetes.“Kamu yakin menyesal?” tanya Ryan memastikan dan langsung dijawab anggukan Lisa.
Jason panik setengah mati, tetapi mencoba untuk tenang. Dia pasti menemukan petunjuk tentang keberadaan Lisa. Hingga dia teringat dengan panti asuhan tempat Lisa dulu tinggal.Selama dalam perjalanan, Jason menghubungi Alex untuk membantunya mencari apartemen tempat Lisa tinggal dan semua informasi tentang Ryan. Jason yakin sekali, lelaki yang membawa Lisa pergi. Hatinya berdebar kencang tak karuan saat memarkirkan kendaraannya di halaman panti asuhan.Dia ingat sekali, beberapa kali mengunjungi panti asuhan dan beberapa pertemuan dengan Lisa. Sejujurnya saat dulu Jason mengagumi Lisa yang selalu terlihat ceria dan menghibur anak-anak kecil di panti asuhan itu. Namun, rasa kagum itu menghilang saat tahu gadis itu menggantikan Tina di hari pernikahannya. Jason justru melampiaskan sakit hatinya pada Lisa dan alasan cacat menjadi satu-satunya alasan untuk membenci gadis tak bersalah itu. Semua kesalahannya bermunculan, merangkai menjadi penyesalan yang semakin besar. Dia berharap Lisa b
Hari ini Lisa benar-benar menikmati harinya bersama Sean dan Nania. Mereka menikmati beberapa wahana permainan menyenangkan. Hidup Lisa kini terasa berwarna, seolah menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang.Nania bahkan tak sungkan merangkul dan menggenggam tangannya. Ketiganya seolah tak merasa lelah, apa lagi melihat tawa riang Sean yang selalu menggemaskan. Hingga akhirnya Nania menunjukkan rasa lelahnya.“Sepertinya aku sudah tua. Kita istirahat sebentar, ya,” pinta Nania dengan napas tersengal, tetapi senyumannya terus mengukir.Sean ingin protes, tetapi melihat wajah neneknya yang benar-benar kelelahan, dia pun akhirnya memutuskan untuk menurut. Kemudian Lisa menawarkan mereka untuk beristirahat di salah satu restoran. Mereka perlu minuman segar untuk mengurangi rasa lelah dan mengisi tenaga.“Kamu mau pesan apa, Sayang?” tanya Lisa seraya menunjukkan daftar menu pada Sean.“Eskrim ini sepertinya enak,” jawabnya menunjuk gambar eskrim yang menggugah seleranya.Lisa pun menga
Tim penyelam anak buahnya Ryan berhasil menemukan mobil Raymond berada jauh di dasar danau. Dengan bantuan alat berat berhasil diangkat. Betapa terkejutnya mereka saat menemukan kondisi tubuh Raymond yang sudah hampir tak bisa dikenali masih terikat di bangku mobil.Langsung saja mereka memberikan laporan pada Ryan. Tentu saja Ryan panik dan terkejut, bahkan kepalanya terasa berdenyut keras. Sesekali dia menatap ke arah pintu, memastikan Lisa tak menguping pembicaraan di telepon.“Apakah kalian bersama polisi?” tanyanya.“Tidak, Tuan. Kami menunggu perintahmu,” jawab anak buahnya.“Bagus. Jangan sampai polisi terlibat karena hanya akan memperkeruh suasana,” jawab Ryan diakhiri embusan napas lega. Dia memaksa akal dan pikirannya bekerja dengan keras untuk menemukan solusi.“Tuan. Sepertinya Raymond sengaja dibunuh. Sabuk keselamatannya tak bisa dibuka dan kemungkinan besar kuncinya terdapat lem. Tak ada yang hilang dari mobilnya, kecuali ponselnya,” kata anak buahnya lagi.Ryan menghel
Sean pun bersedia memaafkan Ryan. Kemudian mereka langsung pulang ke apartemen milik Ryan. Sebuah penthouse yang disiapkan untuk tinggal dengan Lisa dan Sean.Bahkan Ryan sudah mendekorasi kamar Sean dengan karakter kartun kesukaannya. Tentu saja Sean sangat menyukainya dan perlahan rasa marahnya menghilang.“Kamu suka dengan kamarmu?” tanya Ryan.“Tentu saja, Ayah. Ini sangat luar biasa,” jawab Sean antusias.Dia berjingkrak girang. Lisa yang melihat wajah ceria Sean, langsung tersenyum senang. Kebahagiaan Sean adalah segalanya untuknya.“Terima kasih, Ryan,” ucap Lisa tulus.“Sama-sama, Lisa,” balas Ryan langsung. “Biarkan Se
“Jangan cemas, Bibi! Aku pasti bisa mengatasi ini semua,” ucap Ryan meyakinkan. “Percayakan semuanya padaku!”Maria hanya menatapnya cemas. Namun, dia hanya mengangguk dan menepuk pundak Ryan seraya berkata. “Semoga saja kami masih tahu batasannya dan bisa menghargai semua ini, Nak. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”“Amin. Terima kasih, Bibi.” Ryan berkata tulus.Kemudian dia bangkit. “Aku akan menemui Lisa dan Sean, meminta maaf. Mereka pasti ketakutan karena ulahku tadi,” ucapnya dengan wajah sesal.Sementara telinga Lisa sudah lebih baik, tetapi tatapan cemas Nania dan Sean belum mereda. Melihat perhatian Nania, Lisa benar-benar tersentuh. Ibunya kembali seperti dulu, penuh cinta dengan tatapannya.
Ryan terkejut. Dia akhirnya sadar sudah membuat keributan karena rasa takutnya yang berlebihan. Wajahnya panik dan bingung.“Ryan, apa yang kamu lakukan?” Maria muncul dengan tatapan tak percaya.“Maaf, aku lepas kontrol,” ucap Ryan menyesali tindakannya.Kemudian Maria menoleh pada Lisa yang masih memegangi telinganya. Lisa mengeluarkan alat bantu dengarnya, berhadap bunyi dengungnya menghilang. Sedikit lebih baik.“Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanya Nania panik muncul di belakang tubuhnya.Lisa hanya mengangguk. Maria meminta Nania dan Sean untuk membawa Lisa ke dalam. Dia lantas menatap Ryan yang masih terdiam dengan raut wajah bersalah.“Ada apa denganmu, Ryan? Kenapa kamu menjadi arogan dan emosional?” tanya Maria dengan tatapan marah. Ryan menunduk. Bibirnya bergetar dan air mata penyesalannya mengalir deras. “Aku ... aku tak tahu, Bibi Maria. Tiba-tiba saja aku merasa sangat takut, hingga tak bisa mengendalikan diriku,” jawabnya jujur.Maria menoleh ke belakang. Lisa sudah tak
“Terima kasih atas informasinya.”Jason berkata seraya menyerahkan ponsel tersebut. Tentu saja Tina terkejut, Jason tak menunjukkan rasa tertarik. Padahal sebelumnya, pria beraang tegas itu bereaksi sangat terkejut.“Kamu bisa pergi dan tak perlu lagi ke sini,” ucap Jason lagi seraya melirik pintu gerbang yang terbuka.“Apa? Kamu mengusirku?” tanya Tina dengan wajah syok. “Aku memberikanmu informasi yang sangat penting dan kamu hanya mengatakan terima kasih. Yang benar saja?”“Lalu kamu mau aku harus bertindak seperti apa?” Tina berdecak seraya mengusap rambutnya. Jason benar-benar berbeda dan ini tak sesuai dengan harapannya. “Kita bisa bekerja sama menangkap pelakunya, Jason,” katanya mencoba kembali tenang.“Tidak perlu, Tina! Aku bisa menangani masalahku sendiri. Kamu urus saja masalahmu,” jawab Jason langsung, tanpa ragu. “Aku tak ingin terlibat dengan hidupmu lagi.”Tanpa menunggu reaksi dari Tina, Jason langsung menarik handle pintu dan segera masuk. Dia meninggalkan Tina tanp
“Paman baik!” Suara anak lelaki memanggil Jason dan langsung membuatnya menolah. Dia adalah salah satu anak panti asuhan yang sering bermain dengan Jason. “Paman kembali lagi? Ayo kita main lagi,” ajaknya.“Oh, maaf, Sayang. Aku harus segera pergi. Aku kembali untuk memberikan ini.” Jason berkata seraya memberikan dua box donat yang masih dipegangnya.Jason sangat dekat sekali dengan mereka. Anak itu pun tersenyum girang menerima pemeriannya. “Bagikan dengan teman-temanmu yang adil, ya!” pesannya.“Terima kasih, Paman baik,” jawabnya girang.Jason mengangguk tersenyum pada anak tersebut sebelum dia kembali masuk ke dalam. Sejujurnya dia penasaran dengan anaknya Lisa, tetapi ini bukan waktu yang tepat, menurutnya. Dia cemas jika Ryan akan bangun dan akan menimbulkan kesalahpahaman dengan Lisa.Setidaknya Jason sudah cukup tenang dan lega melihat Lisa jauh lebih baik. Ya, Jason bisa melihat Lisa kini banyak tersenyum, tak lagi banyak diam dan murung seperti dulu.Lebih baik dia bergega
“Aku tahu, kalau penyesalanku ini terlambat. Sudah terlalu banyak luka yang kuberikan padamu, Lisa. Mungkin saja aku tak pantas untuk mendapatkan maaf darimu,” ucap Nania dengan air mata yang mengalir deras.Dia sungguh menunjukkan rasa penyesalan yang paling dalamnya. “Tapi, aku harap kamu mau memaafkanku, Lisa,” katanya lagi.“Setiap hari aku selalu berdoa agar Tuhan memberikanku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku dan menebus dosaku padamu. Aku menunggumu di sini dan aku berharap Tuhan mengabulkan doaku.” Suara Nania penuh harap dan ketulusan.Lisa terdiam. Dia melihat kesungguhan ibunya, hingga air matanya pun ikut menetes. Namun, ia merasa bingung harus bagaimana.“Ibu, dia siapa?” Sean bertanya seraya menarik lengannya dan langsung mengalihkan fokusnya.Sebelum Lisa menjawab, Nania sudah bertanya. “Lisa apakah dia?” Namun, Nania langsung terdiam. Dia menahan rasa penasarannya. Sadar, Lisa belum memberikan jawabannya. Nania menunduk, tak berani menebak jawaban Lisa. Air ma
“Ada apa, Ryan? Sepertinya kamu mencemaskan sesuatu?” Pertanyaan Lisa langsung menyadarkan Ryan dari rasa cemasnya. Tampaknya dia terlalu berlebihan memikirkan rasa takutnya. Dia lantas tersenyum mencoba mencoba terlihat tenang.“Tidak ada. Mungkin aku merasa lelah saja. Sudah lama ku tak melakukan perjalan jauh,” jawab Ryan berbohong.“Oh, aku kira kamu sedang menghadapi masalah serius,” kata Lisa terdengar lega. “Kalau begitu, istirahatlah dulu. Perjalanan kita masih jauh, cukup untukmu beristirahat.”Ryan tertegun sejenak. Dia menatap Sean yang masih tertidur pulas dalam pangkuan Lisa. “Jangan cemaskan aku dan Sean. Kamu juga perlu beristirahat,” kata Lisa lagi memastikan.“Tapi, bagaimana denganmu?” tanya Ryan menjadi cemas dan sungkan.“Aku baik-baik saja, Ryan!” jawab Lisa langsung.Sejujurnya, Ryan ingin protes. Namun, dia memilih menyandarkan tubuhnya dan pura-pura tertidur. Dengan begini, dia bisa menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus dilakukannya selanjutnya.Yang