KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 71POV NayaKami masih menangis di depan kamar Lela. Sedangkan di dalam ada dokter dan beberapa perawat yang sedang melakukan pemeriksaan. Walaupun kami tau jika Lela sebenarnya sudah tiada. Tapi Dokter pasti akan tetap melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Mataku sembab dan terasa sangat lelah. Mas Arman masih menangis sesenggukan di sampingku. Sedangkan Pak Putra hanya diam dengan wajah datarnya. Dia sama sekali tidak terlihat sedih atau merasa kehilangan. Ya wajar menurutku, karena dia tidak pernah dekat dengan Adiknya itu. Bahkan dia malah membencinya karena sikap Lela tempo hari.Tapi jauh di dalam sini, aku berucap pada diriku sendiri. Jika aku sudah memaafkan semua kesalahan Lela padaku. Semua dendam yang pernah tertanam di dalam hati. Kini sudah hilang, tidak ada lagi dendam ataupun kebencian pada Lela.Kini aku malah teringat dengan Diki, dia telah menjadi yatim di usia balita. Mau menghubungi Herman juga aku tidak mempunyai nomor teleponnya. B
Ketika Istri Berhenti PeduliPak Putra mengambil kembali ponselnya dari tanganku. Sedangkan aku masih berdiri di sampingnya karena syok. Bagaimana bisa ada dua orang yang sangat mirip tapi tidak kembar."Dia Widya. Tapi kamu tenang saja, saya tau kamu sudah menikah dan memiliki anak," ucap Pak Putra dengan nada suara yang lebih tenanSetelahg. Sepertinya dia sudah jauh lebih baik dari tadi."Apakah Widya memiliki orang tua atau keluarga?" tanyaku pada Pak Putra yang sedang menyimpan ponselnya di dalam saku jaket kulit miliknya."Iya, dia sama seperti kamu. Anak tunggal, hanya saja kedua orangtuanya sudah pindah ke luar negeri setelah dia meninggal," jawab Pak Putra menjelaskan."Kenapa kami bisa sangat mirip, padahal kami tidak memiliki hubungan darah," aku terus memikirkan bagaimana wajahku bisa sangat mirip dengan wanita itu."Entahlah, kuasa Allah. Tidak ada yang tidak mungkin bukan?" jawab Pak Putra yang membuatku beristighfar.Kenapa aku tidak berpikir seperti Pak Putra. Padahal j
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 72POV Naya"Ibu mertuamu dimana, Nay? Apa dia tidak ingin mencium Lela untuk terakhir kalinya?" tanya Umi padaku. Saat ini jenazah Lela sudah dirumah Umi dan Abi. Tadi saat di rumah sakit Ibu berkali-kali pingsan karena tidak sanggup kehilangan Lela.Dia berbicara antara sadar dan tidak sadar. Ibu terus meracau memanggil nama Lela. Sesekali Ibu tertawa sendiri, kemudian kembali menangis. Makanya tadi saat dirumah sakit, aku memutuskan untuk naik mobil ambulans menemani jenazah Lela.Sedangkan Ibu, pulang bersama Mas Arman. Ibu lebih tenang jika berada di dekat Mas Arman daripada Pak Putra dan Pak Hartono. Padahal mereka adalah keluarga kandung Ibu. Mungkin karena efek sudah lama tidak bertemu dan bersama. Makanya Ibu juga merasa asing dengan mereka. Begitu juga sebaliknya, walaupun ada gurat kecewa di wajah Pak Putra.Apalagi saat Ibu mengatakan jika dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Wajah Pak Putra dan Pak Hartono langsung memerah
"Tidaak! Jangan kubur anak saya. Dia masih hidup!" Tiba-tiba Ibu datang dan berteriak dari jauh. Kami semua terkejut dan melihat Ibu yang datang dengan penampilan yang sangat berantakan.Wajahnya merah, bahkan Ibu tidak memakai jilbab. Padahal tadi Umi sudah menyerahkan satu set gamis beserta jilbab. Agar Ibu bisa menutup aurat di acara pemakaman Lela."Stop. Kalian semua pembunuh. Jangan kubur Lela, dia masih hidup. Lelaaa!" teriak Ibu sambil terisak. Terpaksa acara pemakaman Lela dihentikan. Pak Hartono yang dari tadi terdiam, berjalan menghampiri Ibu yang sedang berontak karena dipegang oleh beberapa santri."Cukup, Jubaidah! Jangan buat masalah lagi. Lela sudah tenang, relakan," tegas Pak Hartono sambil memegang kedua bahu Ibu."Tidak. Lela anakku masih hidup. Kalian semua pembunuh," sungut Ibu yang membuat suasana semakin menegang.Beberapa pelayat ada yang bingung dengan kejadian ini. Ada di antara mereka yang langsung pulang karena proses pemakaman terlalu lama."Diam. Tolong
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 1"Naya, mana sarapannya?" tanyaku pada Naya yang sedang menyusui putra pertama kami yang berusia sepuluh bulan."Nggak ada, Mas," jawabnya enteng. Dia malah menyandarkan tubuh kurusnya pada sandaran kursi sambil memejamkan mata.Tingkahnya sangat membuatku emosi, padahal aku harus berangkat kerja. Tentu saja harus mendapatkan asupan makanan. Kalau tidak penyakit lambungku akan kambuh."Kenapa nggak ada? Aku mau berangkat kerja ini," decakku kesal.Hening. Naya tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah tertidur sambil menyusui Daffa. Semakin membuatku kesal dengan tingkahnya. Masih pagi dia sudah ngantuk lagi. Hanya itu saja kerjanya dirumah, tidur.Brak!Aku menggebrak meja makan dengan keras sehingga menimbulkan suara gaduh. Daffa yang tadinya tertidur sekarang menangis. Mungkin karena dia terkejut.Naya sibuk mendiamkan Daffa, dia berusaha menyusui kembali agar Daffa kembali tertidur."Jadi istri nggak becus! Kamu tau aku ada penyakit asam lambung. Ja
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 2Hari ini aku merasa sangat lelah sekali. Karena banyaknya pekerjaan, terpaksa aku harus membawa pulang kerumah.Setelah sampai kerumah, aku melihat ada sandal Ibu dan Lela di depan. Tumben mereka kesini, pikirku. Karena ini sudah hampir magrib. Biasanya mereka kesini jika hanya perlu denganku.Karena dari dulu Ibu tidak menyukai Naya. Menurut Ibu aku lebih cocok dengan Intan, anak temannya. Tapi aku bersikukuh untuk tetap menikah dengan Naya. Karena Naya adalah tipe perempuan yang patuh dan baik.Dia juga lulusan pondok pesantren. Ayahnya juga seorang ustadz. Menjadi kebanggaan tersendiri untukku karena berhasil mendapatkan hatinya. Karena dulu banyak sekali laki-laki yang berusaha mendekatinya.Dari mulai para donatur pesantren, sampai para ustadz disana. Tetapi aku yang dipilih oleh Naya."Kami hanya minta sedikit, besok kamu minta uang lagi sama Rahman buat beli." Terdengar suara Ibu yang berteriak dari dalam."Kamu jangan macam-macam ya, Naya. D
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 3"Mungkin semua yang aku rasain itu tidak benar-benar nyata adanya, Mas. Sehingga hanya aku yang rindu, tapi kamu tidak. Hanya aku yang peduli, tapi kamu tidak. Hanya aku yang khawatir, tapi kamu tidak!""Kamu tau kenapa Ibu dan Lela tadi kemari? Mereka mengambil beras yang tadi aku beli eceran di warung. Itu mengapa aku tidak masak nasi malam ini."Deg!Bagai disambar petir rasanya saat mendengar semua keluhan Naya. Benarkah semua tuduhan yang dikatakan oleh Maya tentang Ibu dan Lela?"Kamu jangan nuduh yang bukan-bukan, Nay. Aku tau kamu dan Ibu juga Lela dari dulu nggak pernah akur. Tapi jangan gini caranya," ucapku yang membuat Naya tersenyum sinis."Ck, capek ngomong sama kamu, Mas." Setelah mengatakan itu Naya kembali membelakangiku. Dia sibuk dengan ritualnya memasak.Aroma mie goreng menguar ke indera penciuman. Rasanya pasti sangat enak, apalagi saat ini diluar sedang hujan. Naya memang sangat pengertian, walaupun sedang marah. Tapi dia masi
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 4"Nggak mungkin, Nay. Oke. Gini aja, gimana kalau uang nafkahnya aku tambahin lagi?" tanyaku membuat penawaran."Nggak! Aku nggak mau. Kalau kamu nggak mau ngasih aku yang kelola gaji kamu. Yaudah, aku sama Daffa mau pulang aja kerumah Abi."Deg!Apa Naya akan pulang kerumah orang tuanya? Terus siapa nanti yang akan mengurus semua kebutuhanku?"Kamu ngancam aku?" desisku tidak percaya dengan ucapan Naya barusan. Bagiamana bisa dia mengancam aku dengan ancaman begitu."Aku serius, Mas!" tegasnya lagi."Cukup ya, Nay. Aku nggak mau bertengkar cuma gara-gara masalah sepele," ucapku menyudahi pembicaraan yang menurutku tidak ada ujungnya.Kemudian aku berdiri dan berjalan ke dapur. Rencananya aku akan minum air putih banyak-banyak. Agar rasa laparku sedikit terobati."Sepele kamu bilang, Mas? Rumah tangga kita sedang tidak baik-baik saja, Mas." Naya kembali mengatakan sesuatu yang membuatku terpaksa berhenti melangkah. Kubalikkan tubuhku menghadap ke ar
"Tidaak! Jangan kubur anak saya. Dia masih hidup!" Tiba-tiba Ibu datang dan berteriak dari jauh. Kami semua terkejut dan melihat Ibu yang datang dengan penampilan yang sangat berantakan.Wajahnya merah, bahkan Ibu tidak memakai jilbab. Padahal tadi Umi sudah menyerahkan satu set gamis beserta jilbab. Agar Ibu bisa menutup aurat di acara pemakaman Lela."Stop. Kalian semua pembunuh. Jangan kubur Lela, dia masih hidup. Lelaaa!" teriak Ibu sambil terisak. Terpaksa acara pemakaman Lela dihentikan. Pak Hartono yang dari tadi terdiam, berjalan menghampiri Ibu yang sedang berontak karena dipegang oleh beberapa santri."Cukup, Jubaidah! Jangan buat masalah lagi. Lela sudah tenang, relakan," tegas Pak Hartono sambil memegang kedua bahu Ibu."Tidak. Lela anakku masih hidup. Kalian semua pembunuh," sungut Ibu yang membuat suasana semakin menegang.Beberapa pelayat ada yang bingung dengan kejadian ini. Ada di antara mereka yang langsung pulang karena proses pemakaman terlalu lama."Diam. Tolong
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 72POV Naya"Ibu mertuamu dimana, Nay? Apa dia tidak ingin mencium Lela untuk terakhir kalinya?" tanya Umi padaku. Saat ini jenazah Lela sudah dirumah Umi dan Abi. Tadi saat di rumah sakit Ibu berkali-kali pingsan karena tidak sanggup kehilangan Lela.Dia berbicara antara sadar dan tidak sadar. Ibu terus meracau memanggil nama Lela. Sesekali Ibu tertawa sendiri, kemudian kembali menangis. Makanya tadi saat dirumah sakit, aku memutuskan untuk naik mobil ambulans menemani jenazah Lela.Sedangkan Ibu, pulang bersama Mas Arman. Ibu lebih tenang jika berada di dekat Mas Arman daripada Pak Putra dan Pak Hartono. Padahal mereka adalah keluarga kandung Ibu. Mungkin karena efek sudah lama tidak bertemu dan bersama. Makanya Ibu juga merasa asing dengan mereka. Begitu juga sebaliknya, walaupun ada gurat kecewa di wajah Pak Putra.Apalagi saat Ibu mengatakan jika dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Wajah Pak Putra dan Pak Hartono langsung memerah
Ketika Istri Berhenti PeduliPak Putra mengambil kembali ponselnya dari tanganku. Sedangkan aku masih berdiri di sampingnya karena syok. Bagaimana bisa ada dua orang yang sangat mirip tapi tidak kembar."Dia Widya. Tapi kamu tenang saja, saya tau kamu sudah menikah dan memiliki anak," ucap Pak Putra dengan nada suara yang lebih tenanSetelahg. Sepertinya dia sudah jauh lebih baik dari tadi."Apakah Widya memiliki orang tua atau keluarga?" tanyaku pada Pak Putra yang sedang menyimpan ponselnya di dalam saku jaket kulit miliknya."Iya, dia sama seperti kamu. Anak tunggal, hanya saja kedua orangtuanya sudah pindah ke luar negeri setelah dia meninggal," jawab Pak Putra menjelaskan."Kenapa kami bisa sangat mirip, padahal kami tidak memiliki hubungan darah," aku terus memikirkan bagaimana wajahku bisa sangat mirip dengan wanita itu."Entahlah, kuasa Allah. Tidak ada yang tidak mungkin bukan?" jawab Pak Putra yang membuatku beristighfar.Kenapa aku tidak berpikir seperti Pak Putra. Padahal j
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 71POV NayaKami masih menangis di depan kamar Lela. Sedangkan di dalam ada dokter dan beberapa perawat yang sedang melakukan pemeriksaan. Walaupun kami tau jika Lela sebenarnya sudah tiada. Tapi Dokter pasti akan tetap melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Mataku sembab dan terasa sangat lelah. Mas Arman masih menangis sesenggukan di sampingku. Sedangkan Pak Putra hanya diam dengan wajah datarnya. Dia sama sekali tidak terlihat sedih atau merasa kehilangan. Ya wajar menurutku, karena dia tidak pernah dekat dengan Adiknya itu. Bahkan dia malah membencinya karena sikap Lela tempo hari.Tapi jauh di dalam sini, aku berucap pada diriku sendiri. Jika aku sudah memaafkan semua kesalahan Lela padaku. Semua dendam yang pernah tertanam di dalam hati. Kini sudah hilang, tidak ada lagi dendam ataupun kebencian pada Lela.Kini aku malah teringat dengan Diki, dia telah menjadi yatim di usia balita. Mau menghubungi Herman juga aku tidak mempunyai nomor teleponnya. B
"Maksudnya gimana ya, Pak?" tanya Mas Arman tersenyum aneh. Aku juga merasa aneh dengan sikap mereka dari tadi."Jadi dulu, setelah dia melahirkan Putra. Dia pamit karena suatu urusan. Dan setelah itu dia tidak pernah kembali lagi pada kami. Di menghilang bak ditelan bumi. Saya pikir dia sudah meninggal, karena tidak kunjung kembali. Tapi nyatanya, dia masih hidup. Walaupun kami dipertemukan dengan cara seperti ini. Tapi itu cukup membuat saya bahagia. Ternyata anak saya masih hidup dan sudah mempunyai anak di tempat lain. Kamu adalah cucu saya juga." Pak Hartono menjelaskan semuanya sehingga membuat aku dan Mas Arman terkejut. Berarti Ibu masih mempunyai keluarga. Dan tidak main-main, dia punya keluarga yang sangat kaya raya."Anda sedang tidak bercanda kan, Pak?" tanya Mas Arman memastikan."Saya serius. Kamu bisa tanyakan lagi nanti sama Ibu. Dia akan siuman sebentar lagi. Tadi terpaksa dokter menyuntikkan obat penenang. Karena dia terus menangis memanggil anaknya," jelas Pak Hart
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 70POV NayaKami berlari mengejar langkah dokter yang semakin menjauh. Perutku rasanya sedikit nyeri bagian bawah karena berlari menyusuri lorong rumah sakit. Ternyata Lela sudah dibawa kembali ke ruang operasi.Aku dan Mas Arman menunggunya dengan harap-harap cemas. Jujur, jika ditanyakan apakah aku membenci Lela. Jawabannya iya, karena dari dulu dia menginginkan aku berpisah dari Mas Arman. Dia selalu menghasut supaya Mas Arman menceraikan aku. Apalagi setelah kejadian kemarin, ketika dia ingin menjualku pada laki-laki hidung belang. Rasa benciku semakin bertambah-tambah rasanya.Tapi jika sekarang ada yang menanyakan, apakah aku mencemaskan Lela. Jawabannya juga iya, aku sangat mencemaskan dia. Jujur, saat ini aku sungguh menginginkan dia untuk sembuh kembali. Walaupun setelah dia sembuh dan sehat dia akan menggangu hidupku. Rasanya aku rela, karena melihat penderitaan yang dia alami sekarang membuatku sadar. Jika doaku selama ini mungkin telah dik
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 69POV Naya"Baik, Pak. Kami akan segera ke sana. Terimakasih banyak informasinya." Entah dengan siapa Mas Arman bicara di telepon. Sepertinya sangat serius, terlihat jelas raut wajah Mas Arman yang seperti tegang atau terkejut.Aku kembali menyiapkan makan siang. Hari ini aku sengaja membuat menu sederhana makanan kesukaan Mas Arman. Katanya dia sudah lama sekali tidak makan beberapa sayuran dengan lalapan terasi. Dulu ketika kami masih duduk di rumah yang sudah terjual. Aku sering membuatkan Mas Arman makanan kampung seperti ini.Tapi semenjak Daffa lahir, aku jadi jarang ada waktu untuk bersuka ria di dapur. Umi dan Abi tadi pagi pamit untuk pergi ke acara khitanan anak saudara Abi. Sekalian mereka mengajak Daffa ikut serta. Padahal hari ini rencananya aku akan mengajak Mas Arman dan Daffa untuk jalan-jalan ke pantai. Hanya saja Daffa lebih memilih pergi bersama Kakek dan Neneknya.Aku hanya bisa pasrah saat melihat Daffa lebih memilih Umi daripada
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 68POV Putra"Wira, Lo bisa ngerjain ini nggak? Soalnya mendadak ada telepon dari pihak hotel." Aku yang sedang repot dengan semua pekerjaan di kantor terpaksa meninggalkannya pada Wira–sahabatku."Kok mendadak?" tanya Wira saat aku sedang bersiap-siap."Iya, barusan Kakek telpon. Katanya di gudang belakang hotel itu terjadi penyekapan pada seorang wanita gitu. Dan kondisinya parah banget, mana gudang itu milik Kakek juga," jawabku pada Wira yang menunggu penjelasan."Astaghfirullah, yaudah Lo hati-hati ya. Biar ini Gue yang urus," balas Wira mengambil alih pekerjaanku."Tengkiyu, Bro. Nanti kalau udah siap Gue langsung balik sini lagi," pamitku seraya melangkah keluar dari ruangan Wira."Santai aja, Bro." Aku berjalan dengan sedikit tergesa, karena ini adalah masalah besar yang harus aku hadapi sendiri. Untung saja ini hari Minggu, jadi aku bisa keluar dari kantor. Karena akan diadakan event ulang tahun kantor, makanya aku dan Wira harus berkerja le
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 67"Lela!" teriakku saat melihat tubuh Lela yang tergeletak begitu saja di lantai. Seluruh tubuhnya terlihat lebam-lebam, bahkan beberapa bagian tubuhnya mengeluarkan darah segar. Segera aku buka ikatan tangan dan kaki Lela. Aku sangat panik, bagaimana jika Lela sudah meninggal. Tidak, dia tidak boleh meninggalkan aku sendirian di dunia ini. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."Tolooong!""Tolong!" Aku berteriak sekuat tenaga, hingga akhirnya beberapa polisi datang dan langsung menolong kami.Segera aku membuka sweater yang menempel ditubuh kemudian menutup bagian tubuh Lela yang sensitif. Air mataku terus mengalir tanpa henti. Rasanya aku sudah sangat lelah hari ini."Hati-hati, Pak. Dia tidak memakai baju," ucapku lirih pada beberapa anggota polisi yang sudah masuk. Mereka menggangguk paham, kemudian salah satu di antara mereka melepaskan jaket. Kembali menempelkan jaket tersebut pada tubuh Lela yang masih terlihat polos.Salah satu anggota pol