Share

Bab 2

Author: Siska_ayu
last update Last Updated: 2022-08-22 10:28:45

Suara gedoran di pintu semakin kencang. Aku yang tidak mengerti apa-apa hanya bergeming. Memperhatikan ibu yang semakin terlihat ketakutan.

"Buka. Buka pintunya! Kalau tidak aku dobrak sekalian." Orang di luar sana kembali berteriak. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"Bu, Rindu takut." Aku mendekati Ibu. Lalu bersembunyi di balik punggungnya. Meskipun aku tahu, ibu juga ketakutan. Terlihat dari tubuhnya yang gemetar dan keringat yang semakin membanjiri wajah cantiknya.

"Ma, sudah, Ma. Hentikan. Malu didengar orang." Samar aku mendengar suara yang tak asing. Ya, tidak salah lagi. Itu suara Om Haryo.

"Bu, itu suara Om Haryo," kataku pelan.

Ibu hanya mengangguk lemah. Wanita yang melahirkanku dua belas tahun yang lalu itu terlihat menghirup napas panjang. Kemudian mengembuskannya perlahan. Begitu terus berkali-kali.

"Ma, sudah. Ayo kita pulang." Lagi suara Om Haryo terdengar.

"Enggak, Mama tidak akan pulang sebelum ketemu sama gund*kmu itu." Suara keras seorang wanita terdengar lagi. Diiringi gedoran pada pintu entah untuk yang ke berapa kalinya.

Perlahan ibu mulai melangkahkan kakinya menuju pintu. Tangannya terulur hendak membuka pintu. Tapi kemudian ditariknya kembali. Begitu terus berkali-kali. Sampai akhirnya, ibu benar-benar membuka pintu itu dengan tangan yang terlihat gemetar.

Aku masih berdiri di balik punggung ibu. Sedikit mengintip keluar. Tiba-tiba saja rambut ibu ditarik oleh wanita yang bertubuh sedikit tambun.

"Aw ... sakit. Lepaskan." Ibu menjerit kesakitan sambil berusaha melepas tangan wanita itu dari rambut ibu.

"Sakit? Sakit, hah? Lebih sakit mana dengan hatiku yang suaminya kau rebut?" jawab wanita itu.

"Jangan sakiti ibuku, aku mohon." Aku menghampiri wanita itu.

"Ma, sudah, lepaskan." Om Haryo pun ikut mendekat. Berusaha untuk melepaskan tangan wanita itu dari rambut ibu.

Ibu masih meringis kesakitan. Aku tidak tega melihatnya seperti itu. Orang-orang mulai berkerumun. Membuat suasana semakin ramai.

"Dasar wanita j*l*ng. Berani-beraninya menggoda suami orang. Bangga kamu jadi pelak*r? Rasakan ini." Wanita itu semakin brutal menjambak rambut ibuku. Dia juga berkali-kali men*mpar pipi ibuku.

"Maafkan aku, aku mohon. Lepaskan. Sakit." Ibuku terus memohon. Namun wanita itu terus saja menghujani ibuku dengan j*mbakan juga t*mparan. Om Haryo pun semakin tidak berkutik.

"Oh, ternyata pelak*r. Pantas saja. Haj*r, Bu, biar kapok."

"Cantik-cantik bisanya jadi perebut suami orang. Gak laku ya sama yang single?"

"Pelak*r memang pantas diperlakukan seperti itu. Tuman. Nanti ngembat suami yang lain."

Riuh terdengar komentar orang yang menyaksikan. Bagi mereka, mungkin ini tontonan gratisan yang menyenangkan. Padahal bagiku, tentu saja ini sangat memalukan. Terlebih lagi menyakitkan. Bagiku juga ibuku.

"Tolong lepaskan ibuku, Tante." Aku berlutut memegang kaki wanita itu. Air mata sudah berderai membasahi kedua pipi. Tak kuat lagi rasanya melihat wanita yang membesarkanku itu merintih kesakitan.

"Ibumu ini seorang pelak*r. Dia sudah menggoda suamiku. Apa dia gak takut kalau anak perempuannya ini kelak akan mendapatkan karmanya?" Wanita yang ternyata istri Om Haryo itu menatap tajam ke arahku yang masih memegangi kakinya.

Aku semakin mengeratkan tanganku pada kaki istri Om Haryo. Air mata juga semakin mengalir deras.

"Maafkan ibuku. Lepaskan ibu, Tante, aku mohon." Lagi aku sambil sesenggukan. Aku mendongakkan kepalaku menatap wajahnya yang terlihat merah padam karena amarah.

Dalam keremangan malam dan pandanganku yang buram karena terhalang air mata, samar aku melihat seseorang yang begitu kukenal berdiri tak jauh dariku. Dia Andika. Teman sekolahku. Andika menatapku dengan sendu. Buru-buru aku mengalihkan pandanganku darinya.

"Ada apa ini? Kenapa ribut malam-malam begini." Tiba-tiba lelaki paruh baya datang dari arah kerumunan.

"Ada pelak*r Pak RT," sahut salah seorang warga yang berada di kerumunan.

"Bubar, bubar. Semuanya bubar," titah Pak RT. Membuat orang-orang yang semula berkerumun pergi satu persatu.

"Huhhh." Terdengar beberapa orang mengumpat karena tontonan gratisnya dibubarkan.

"Ayo berdiri, Nak." Pak RT memegang bahuku kemudian membantuku berdiri.

"Tolong lepaskan Ibu Santi. Kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik di dalam. Tidak enak ditonton banyak orang seperti tadi," tutur Pak RT bijak.

"Biarin. Biar semua orang tau kalau wanita ini pelak*r," jawab istrinya Om Haryo menggebu. Kilatan amarah masih terlihat jelas dari matanya.

"Sabar, Bu. Tenang. Semua ini tidak akan selesai dengan jalan kekerasan seperti ini. Ayo kita masuk dan cari jalan keluarnya." Pak RT masih berusaha membujuk istrinya Om Haryo dengan lembut.

"Ayo, Bu. Turuti kata Pak RT." Om Haryo yang dari tadi tidak bisa berbuat apa-apa akhirnya kembali bersuara.

Akhirnya istrinya Om Haryo melepaskan cengkeramannya pada rambut ibu, kemudian mendorong tubuh ibu hingga terjerembab.

Aku mendekat. Mengulurkan tanganku pada ibu. "Ayo, Bu." Aku menatap ibu dengan nelangsa. Rambutnya yang semula tergerai indah kini acak-acakan. Di kedua sudut bibirnya terlihat sedikit darah. Ibu meraih tanganku. Kemudian bangkit dengan lesu. Aku menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah. Diikuti Pak RT, Om Haryo juga istrinya. Perlahan aku membantu ibu untuk duduk di sofa. Pak RT, Om Haryo dan istrinya pun turut duduk.

"Rindu, tidurlah. Besok kamu harus sekolah," titah ibu sambil mengusap kedua sudut bibirnya.

Aku hanya mengangguk pasrah. Lalu berjalan masuk ke dalam kamarku. Namun, tentu saja aku tidak akan tidur dulu. Aku akan mendengarkan apa yang akan dibicarakan mereka. Aku tidak mau ibuku disakiti lagi. Cukuplah ayah kandungku yang menyakiti hati ibu. Juga menelantarkan aku.

"Baiklah. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Pak RT memulai pembicaraan.

"Suami saya selingkuh dengan wanita murah*n itu Pak RT. Saya tidak terima." Suara istrinya Om Haryo terdengar.

"Benar itu, Pak?" tanya Pak RT.

"Be-benar Pak RT," jawab Om Haryo terdengar gugup.

"Nah, Pak RT dengar sendiri kan? Saya benar-benar tidak menyangka kalau suami saya berani bermain ser*ng," timpal istrinya Om Haryo.

"Ini masalah rumah tangga. Saya tidak berhak ikut campur. Bicarakanlah baik-baik dengan kepala dingin. Apa yang sekarang diinginkan ibu, ataupun diinginkan bapak. Namun, karena ini terjadi di lingkungan saya, terpaksa saya ikut campur. Saya hanya minta, jangan sampai terjadi lagi hal memalukan seperti ini. Berbuat keributan di muka umum. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik, dicari jalan keluarnya." Pak RT berbicara dengan bijak.

"Pak RT tidak mengerti perasaan saya. Saya sakit hati. Saya tidak terima," jawab istri Om Haryo emosi.

"Saya mengerti perasaan ibu. Lalu, sekarang apa yang ibu inginkan?" tanya Pak RT.

"Saya ingin suami saya tidak pernah menemui wanita itu lagi. Dan kamu, wanita murah*n, jangan coba-coba dekati suami saya lagi," hardik istri Om Haryo.

Aku sedikit mengintip dari balik gorden. Terlihat ibu hanya menunduk tanpa bersuara.

"Heh, denger enggak apa yang saya bilang?" bentak istri Om Haryo pada ibu. Ibu terlihat tersentak, lalu mengangkat wajahnya yang terlihat menyedihkan.

Ibu mengangguk pelan.

"Jadi pelak*r aja berani, giliran didatangi istri sah nyalinya langsung ciut. Dasar j*l*ng." Istri Om Haryo masih saja memaki ibu.

"Sudah, Ma. Hentikan. Semua ini salahku. Aku yang terus-terusan mendekati Santi. Padahal dulu dia sudah menolak," bela Om Haryo.

"Dasar suami tak tahu diri. Bu*ya. Kurang apa selama ini aku sama kamu, Pa?" Istri Om Haryo menangis meraung.

"Maaf, Ma. Tapi aku sudah tidak kuat lagi dengan sikapmu yang semena-mena. Sering berbicara dengan nada tinggi. Juga sikapmu yang selama ini terlalu mengekang. Kamu juga selalu sibuk dengan teman-teman arisanmu, pergi shoping atau pelesiran. Aku mencintai Santi. Aku akan menikahinya. Terserah kamu setuju atau tidak. Kamu bisa menggugat cerai kalau tak setuju," ucap Om Haryo panjang lebar.

"Tega kamu, Pa." Tangisan istri Om Haryo semakin terdengar pilu. Wanita yang terlihat lebih tua dari ibuku itu terus menangis sambil memukul-mukul dada Om Haryo yang duduk di sampingnya. Aku sungguh kasihan melihatnya.

"Maaf kalau saya ikut campur. Apa tidak ada jalan keluar lagi, Pak? Coba dipikirkan lagi. Sayang kalau rumah tangga bapak sama ibu kandas begitu saja karena kehadiran orang ketiga," saran Pak RT.

"Tidak Pak RT. Sebenarnya sudah lama sekali saya ingin berpisah dari istri saya. Saya juga sudah bertekad untuk menikahi Santi dari beberapa bulan yang lalu. Hanya menunggu waktu yang tepat," jawab Om Haryo tenang. Meskipun istri yang di sampingnya masih terisak menangis.

Pak RT terlihat menghirup napas panjang sebelum akhirnya kembali berkata. "Baiklah kalau begitu. Bagaimana Bu Sinta, apa Ibu mau menikah dengan Pak Haryo meskipun ibu mengetahui kalau beliau masih mempunyai istri?" Pak RT menatap ke arah ibuku.

Related chapters

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 3

    Suasana kini sudah sepi. Hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar nyaring. Memekakkan telinga di tengah sunyinya malam. Hampir setengah jam yang lalu Pak RT, Om Haryo dan istrinya pergi dari rumah ini. Tentunya setelah mendapat jawaban dari ibuku.Tanpa kuduga ibu mengangguk. Itu artinya ibu bersedia menikah dengan Om Haryo. Itu juga berarti Om Haryo akan menjadi ayahku. Aku melihat kesedihan di mata istri Om Haryo. Kesedihan yang sama dengan yang ibuku rasakan dulu. Lima tahun yang lalu.Jam di dinding sudah menunjuk ke angka sebelas malam. Namun, rasanya mataku sulit sekali untuk terpejam. Kilasan kejadian tadi terus saja terbayang di pelupuk mata. Membuat hatiku lagi-lagi berdenyut nyeri.Ya Alloh, kenapa semua ini harus terjadi padaku? Bahkan aku hanya merasakan kasih sayang bapak sampai usiaku menginjak tujuh tahun saja. Padahal aku sangat menyayangi bapak. Setiap hari aku merindukan bapak. Berharap bapak kembali pulang seperti dulu.Teringat dulu ketika aku masih kecil. Seti

    Last Updated : 2022-08-22
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 4

    Sejak saat itu kata pelak*r sudah tak asing lagi di telingaku. Saat itu aku tak tahu apa itu pelak*r. Hingga aku memberanikan diri bertanya kepada nenek."Nek, pelakor itu apa?" tanyaku polos.Wajah nenek yang sedang menenun tikar terlihat langsung berubah."Kenapa tanya itu, Rindu?" Nenek malah balik bertanya."Soalnya setiap kali Rindu tanya tentang bapak sama ibu, pasti bilangnya diambil pelak*r. Rindu mau cari pelak*r itu. Mau minta bapak untuk pulang lagi ke rumah. Rindu kangen sama bapak. Rindu kesepian gak ada bapak." Aku mulai terisak.Nenek turun dari kursi tempatnya menenun tikar, lalu mendekatiku."Pelak*r itu wanita yang sudah mengambil bapak dari ibumu. Dia istri bapakmu juga, sama seperti ibumu. Nanti kalau Rindu sudah semakin besar, Rindu pasti akan mengerti." Nenek membelai pucuk kepalaku lembut."Apa pelak*r itu orang jahat?" Aku menatap mata nenek."Ehm, nenek mau lanjutin menenun tikar. Nanti gak selesai?" Nenek tidak menjawab pertanyaanku dan langsung duduk kembali

    Last Updated : 2022-08-22
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 5

    Saat itu usiaku hampir dua belas tahun. Aku sudah mulai mengerti bahwa nenek tidak suka ibuku dekat dengan Om Haryo. Sebenarnya aku juga tidak suka. Aku lebih suka sama Pak Asep yang disebut nenek tadi. Dia guru bahasa Indonesia di sekolahku. Dia orang yang baik. Terkadang aku diberi uang kalau membantunya membawakan buku-buku berisi tugas ke ruangannya. Buat jajan katanya. Dia juga tidak pernah marah, sekalipun murid-muridnya terkadang nakal. Dia hanya akan menasehati dengan lembut. Tapi kenapa ibu justru tidak menyukainya?Benar saja, selang beberapa hari setelah pembicaraan nenek dan ibu waktu itu, ibu mengajakku pindah ke rumah yang kami tempati dulu bersama bapak. Rumah yang kata ibu dibangun saat usiaku baru lima tahun. Rumah itu memang sederhana, hanya rumah semi permanen dengan ukuran cukup kecil. Tapi di rumah itu banyak sekali kenangan antara aku dan bapak."Ibu, apa boleh kalau Rindu tinggal di sini saja sama nenek?" pintaku saat ibu mengajakku pindah. Sebenarnya aku lebih

    Last Updated : 2022-08-22
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 6

    Kumandang adzan subuh membuatku langsung terjaga. Entah tidur jam berapa aku semalam. Rasanya mataku perih karena kurang tidur. Kepala juga sedikit keleyengan. Bagaimana mungkin aku bisa tidur nyenyak setelah peristiwa naas yang menimpa ibuku. Namun, aku tetap harus bangun untuk melaksanakan solat subuh. Aku juga harus mengerjakan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke sekolah.Perlahan aku turun dari ranjang, lalu berjalan menuju kamar mandi. Basuhan air pada wajah membuatku sedikit segar. Gegas aku solat dua rakaat. Kemudian mengangkat kedua tanganku."Ya Alloh, lindungi ibuku juga nenekku. Sehatkan mereka. Ya Alloh, tolong bantu aku. Aku tidak mau ibu menikah Om Haryo. Aku tidak mau ibu jadi pelak*r. Aku mohon ya Alloh," lirihku dalam doa. Kuusap wajahku dengan kedua tangan.Setelah merapikan kembali mukena dan sajadah, aku segera pergi ke dapur. Mulai memasak nasi, menjarang air untuk minum, lalu merendam cucian. Sambil menunggu nasi dan air minum matang, aku mencuci piring dulu. La

    Last Updated : 2022-08-26
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 7

    Ibu terlihat salah tingkah memandang Pak Asep."Rindu dianterin Pak Asep, Bu," ujarku."Kebetulan ada perlu sebentar ke rumah kepala sekolah, jadi sekalian antar Rindu," kata Pak Asep pada ibu."Terima kasih, ya. Ayo, masuk dulu." Ibu sedikit bergeser dari tempatnya berdiri. Memberi jalan padaku dan Pak Asep untuk masuk."Silakan duduk. Aku ambilkan minum dulu. Mau teh atau kopi? Kebetulan tadi habis belanja," tanya ibu."Air putih saja," jawab Pak Asep sambil duduk di sofa.Sementara aku memilih untuk masuk ke dalam kamar."Ayo diminum." Terdengar ibu sudah kembali."Terima kasih. San, gimana kabarmu?" Pak Asep bertanya pada ibu."Alhamdulillah baik. Kamu gimana?""Aku juga baik. Maaf, muka kamu sedikit pucat. Apa kamu sedang sakit?" tanya Pak Asep pada ibu."Oh, enggak. Mungkin cuma kurang tidur aja," bantah ibu."Kalau kamu sakit, biar aku antar ke dokter," tawar Pak Asep."Gak perlu. Beneran gak apa-apa, kok. Makasih," tolak ibu."Ya sudah. Kalau kamu butuh bantuan, hubungi aku aj

    Last Updated : 2022-08-26
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 8

    Benar saja, selang seminggu kedatangan Om Haryo ke rumah, ibu dan Om Haryo kini menikah. Aku sudah berusaha membujuk ibu setiap hari agar mengurungkan niatnya. Namun, semua sia-sia. Ibu tetap pada pendiriannya untuk menikah dengan Om Haryo."Ini semua demi masa depanmu, Rindu." Selalu itu alasan yang ibu bilang padaku. Entah masa depan seperti apa yang di maksud.Hari ini, di sebuah masjid yang tak jauh dari rumah ibu, Om Haryo dan ibu menikah. Kata orang-orang mereka menikah siri atau menikah agama. Entahlah, aku sama sekali tidak mengerti.Dari arah belakang, aku menatap ibu yang berada di depan sana dengan tatapan nanar. Mengenakan kebaya putih dipadukan dengan rok batik corak, ibu terlihat sangat cantik. Bersisian dengan Om Haryo yang mengenakan jas hitam dan celana kain dengan warna senada.Nenek yang duduk di sampingku, berkali-kali mengusap punggung tanganku. Aku tahu nenek sama sedihnya denganku. Karena dia juga tidak menyukai calon suami dari anaknya itu.Pernikahan ibu hanya

    Last Updated : 2022-08-27
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 9

    "Rin." Ibu masuk ke dalam kamarku saat aku sedang membereskan pakaianku. Wanita yang sudah melahirkanku dua belas tahun lalu itu duduk di tepi ranjang dengan wajah sendu."Maafkan ibu. Ibu tidak tahu kalau ternyata Mas Haryo akan melarangmu untuk ikut bersama ibu."Aku menghentikan aktivitasku memasukkan baju ke dalam tas. Lalu berbalik membuat posisiku dan ibu berhadapan."Tidak apa-apa, Bu. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Itu juga keputusan ibu, bukan?" Aku sengaja sedikit menekan nada bicaraku."Tapi bukan ini yang ibu inginkan." Ibu masih berusaha membela dirinya."Dari awal Rindu sudah melarang ibu untuk menikah dengan Om Haryo. Karena Rindu sudah bisa melihat kalau dia tidak menyayangi Rindu. Tapi ibu tetap bersikeras untuk menikah dengannya." Aku kembali mengingatkan ibu."Maafkan ibu kalau keputusan ibu menyakitimu." Ibu memegang tanganku. Menatap mataku begitu lekat. Aku bisa melihat kesedihan di dalam matanya."Tidak apa-apa, Bu. Rindu hanya bisa mendoakan ibu, semoga ibu

    Last Updated : 2022-08-27
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 10

    Aku mengatakan yang sejujurnya. Nenek memang selalu menjagamu dengan baik. Dia tidak pernah membiarkan aku kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah seperti ibu dulu. Tapi kami selalu melakukannya bersama. Berbagi tugas."Syukurlah. Ibu tau kamu akan baik-baik saja. Kamu itu anak yang kuat. Ibu lega mendengarnya. Jadi ibu tidak terlalu khawatir meskipun jauh dari kamu." Ibu tersenyum simpul. Memperlihatkan lesung pipi yang membuatnya terlihat lebih cantik."Tapi kamu juga harus sering-sering jenguk Rindu, Santi. Kasian dia," proses nenek."Iya, Bu," jawab ibu."Bu, sebentar lagi ada acara perpisahan di sekolah Rindu. Orang tua wajib datang." Meski ragu ibu akan datang, aku tetap memberi tahunya."Ibu usahakan datang, ya," jawab ibu dengan senyum sedikit dipaksakan.Aku membalas senyumannya depan anggukkan."Rindu, mau ngelanjutin sekolah ke SMP, Bu," ucapku lagi."Ehmm, nanti, ibu bicarakan lagi sama ayahmu, ya. Ibu akan bujuk dia untuk biayain sekolah kamu." Ibu menjawab seolah tak yakin

    Last Updated : 2022-08-29

Latest chapter

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Tamat

    Untuk sesaat, Andika sempat tertegun. Namun, sesaat kemudian, dia langsung berdiri dan menyambut uluran tangan Mas Raihan meskipun terlihat salah tingkah. Mereka berdua bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing."Yuk, kita pulang," ajak Mas Raihan sambil merangkul bahuku.Aku mengangguk."Dik, aku pulang dulu, ya," pamitku pada Andika yang berubah muram.Andika mengangguk lesu. Ada lengkungan senyum yang terlihat dipaksakan di sudut bibirnya.Aku berjalan bersisian dengan Mas Raihan. Tangannya merangkul bahuku mesra. Saat akan masuk ke dalam mobil, aku kembali menoleh ke arah Andika. Dia masih duduk termenung memandangiku sendu. Ada rasa bersalah yang menggelayut hebat di dada. Pertemuan pertama kami, dilandasi kecanggungan seperti ini."Apa dia Andika yang sama dengan sahabatmu dulu?" tanya Mas Raihan saat kami sudah di dalam mobil. Ada nada cemburu dalam suaranya."Iya. Kenapa?" Tanyaku pura-pura tak bisa membaca aura cemburu yang dipancarkannya."Oh, gak apa-apa. Mas seneng

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 69

    KETIKA IBUKU MENIKAH LAGIBab 69Hamil? Rasanya gak mungkin. "Kamu ini ngomong apa sih, Ri? Lihat, kakak iparmu sampai kaget gitu!" tegur Mas Raihan sambil meraih tissue dan mengelap sisa teh yang tersisa di bibirku."Loh, apanya yang salah? Wajar kan kalau Rindu hamil? Dia kan sudah punya suami. Kalau masih gadis, baru panik," sahut Riana tak terima. "Kalian ini aneh," gerutunya sambil berlalu pergi.Aku dan Mas Raihan hanya saling pandang. Tentu saja kami sama-sama bungkam tentang rahasia ranjang kami. Tidak ada yang tau bahwa belum pernah terjadi pertempuran apapun di ranjang itu. Hingga bisa dipastikan aku masih tersegel sampai detik ini.Mas Raihan benar-benar menepati janjinya untuk tidak meminta haknya sampai aku benar-benar siap. Kami hanya menghabiskan malam bersama dengan mendekap tubuh satu sama lain. Setelah Riana pergi, kami sama-sama tertawa. Menyadari bahwa apa yang disangkakan Riana itu mustahil."Kamu gak apa-apa kan, Sayang?" Mas Raihan memindai wajahku.Aku mengge

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 68

    Handel pintu mulai bergerak. Dan pintu pun terbuka."Wa'alaikum salam. Maaf cari --."Pertanyaan ibu terhenti saat memandangku. Matanya mulai berkaca-kaca. Kedua tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka.Aku tertegun. Terkesiap menatap wajah ibu yang sudah sekian lama kurindukan. Buliran bening pun mulai lolos satu persatu dari pelupuk. "Apa kamu Rindu anak ibu?" tanyanya dengan pipi tirus yang bersimbah air mata.Dalam hati aku terenyuh. Ibu masih mengenali putrinya ini meski jarak memisahkan kami tiga tahun lamanya. Mungkin karena memang tidak terlalu banyak yang berubah dariku.Aku mengangguk sambil bercucuran air mata. Sedetik kemudian aku menghambur memeluk tubuhnya. "Ibu ...." Aku menangis dalam dekapannya. Dekapan hangat yang selama ini aku rindukan bahkan sejak aku masih kecil.Isakan ibu makin lirih dengan bertambah eratnya pelukan kami. Tangan ibu mengusap-usap punggungku."Rindu anakku!" Ibu merintih menyebut namaku. Seakan selama ini ia begitu terluka saat jauh da

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 67

    Kakiku rasanya berat untuk melangkah membuka pintu. Namun, suara ketukan lagi-lagi terdengar meskipun pelan. Setelah mengatur pernapasan setenang mungkin, akhirnya pintu itu kubuka. Aku sedikit bernapas lega saat melihat Riana yang berdiri, bukan Mas Raihan."Kenapa, Ri?" tanyaku setenang mungkin."Icha udah tidur?" Kepalanya mengintip ke dalam kamar."Udah.""Syukurlah. Biar aku yang tidur di sini. Kamu ke atas saja. Masa pengantin baru tidurnya terpisah gini?" tutur Riana sambil menerobos masuk ke dalam kamar."Tapi, Ri ...." "Udah. Gak usah pake tapi segala. Sana buruan!" Riana mendorong tubuhku untuk keluar dari kamar.Karena bingung sekaligus malu harus ke kamar atas, akhirnya aku memilih duduk di sofa ruang TV. Menikmati tayangan yang sama sekali tidak menarik untuk ditonton. "Hai, kenapa malah di sini?"Karena terlalu fokus pada lamunan, hingga aku tak sadar kalau Mas Raihan sudah ada di belakangku.Aku menoleh. Tersenyum kikuk."Iya, Mas. Icha baru saja tertidur."Ya, tadi R

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 66

    Bapak langsung terkejut mendengar penuturan Tuan Raihan. Matanya menatapku dengan kening berkerut. Menyelidik memandangku dengan tatapan rasa tak percaya."Benarkah kamu Rindu, anak bapak?" tanya bapak dengan suara bergetar.Aku diam. Hanya air mata yang mengalir deras yang berbicara. Seolah berkata, benar. Ini aku putrimu. Putri yang kau terlantarkan lebih dari sepuluh tahun lamanya."Katakan, Nak! Benarkah kamu putriku?" Bapak sekali lagi bertanya. Matanya sudah nampak berkabut. Ah, bapak. Saking lamanya sampai tidak mengenali sedikit pun anakmu ini.Aku hanya mengangguk lemah. Buliran bening semakin deras membasahi pipi."Ya Alloh ... Nak. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu anak bapak?" Bapak mulai menangis. Lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu berjalan mendekat ke arahku. Tiba-tiba tubuhnya ambruk dan berlutut di kakiku."Maafkan bapak, Nak. Maafkan bapak! Bapak Rindu sekali sama Rindu. Maafkan bapak. Bapak memang bukan ayah yang baik. Selama ini bapak tega mengabaikanmu sampa

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 65

    POV RinduMendengar perkataan Tuan Raihan, jantungku serasa berhenti berdetak untuk sejenak. Namun, sesaat kemudian, kembali berdebar dengan begitu hebatnya. Apa aku tak salah dengar? Tuan Raihan melamarku? Memintaku menjadi istrinya? Aku mencubit lenganku dengan sedikit keras."Awww." Sakit. Ternyata ini nyata dan bukan mimpi. "Rindu. Maukah kamu menikah denganku?" Lagi Tuan Raihan bertanya. Membuatku kembali limbung dan seolah terperosok ke pusat bumi. Aku benar-benar bingung harus menjawab apa. Bibirku kelu. Ini terlalu mendadak. Aku bahkan tidak pernah terpikirkan hal ini sebelumnya.Menikah? Di usiaku yang baru saja menginjak remaja. Aku mematung. Otakku berputar berpikir keras untuk menentukan jawaban. Tuan Raihan berjalan menghampiri Raisa. Menuntun tangannya, kemudian berhenti tepat di hadapanku. Berjongkok."Sekali lagi aku bertanya. Maukah kamu menjadi istriku dan ibu dari anakku?" Tatapan Tuan Raihan begitu memohon. Pun si cantik Raisa. Ada harapan besar yang terlukis di

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 64

    "Apa yang kamu katakan, Ri? Menikah?" Kak Raihan bangkit dari duduknya, lalu berjalan mondar-mandir dengan ekspresi bingung."He'em. Rindu udah lulus SMA. Dia bukan gadis dibawah umur lagi. Gak ada yang salah kan?" Aku ikut berdiri."Tapi, Ri. Yang kakak lihat, Rindu begitu semangat mengejar cita-citanya. Kakak gak mau jadi penghalang dia untuk mewujudkan cita-citanya itu." Aku berjalan beberapa langkah, berhenti tepat di depan Kak Raihan."Kak, memangnya kalau sudah menikah, Rindu gak bisa mengejar cita-citanya, ya? Dia kan masih bisa kuliah meskipun sudah menikah." Aku meyakinkan Kak Raihan."Coba kakak pikir. Di mana lagi kakak mau cari wanita seperti Rindu? Dia cantik, pintar, solehah, sudah diterima semua keluarga kakak terutama Icha. Apalagi yang kurang dari Rindu?" lanjutku menggebu-gebu.Kak Raihan nampak berpikir. "Beri kakak waktu untuk memikirkannya.""Kak! Waktu kita tuh gak banyak. Beberapa hari lagi Rindu udah mau pergi. Kopernya aja udah disiapin di sudut kamar. Kalau

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 63

    Ditatap seperti itu oleh dua orang, nyaliku mendadak ciut. Keringat dingin mulai keluar dari sela-sela jilbab. Jantungku tak hentinya berlompatan serasa mau keluar dari tempatnya."Katakan saja, Rindu. Ada apa?" Tuan Raihan yang dari tadi diam akhirnya bersuara. Mungkin sudah jenuh menungguku yang tak kunjung berkata."Sebenarnya ... saya mau bilang, kalau saya keterima beasiswa di perguruan tinggi di Jogjakarta. Dan bulan depan, saya harus sudah di sana." Aku berkata dengan suara gemetar."Maksud kamu apa? Saya belum paham?" tanya Tuan Raihan."Maksud saya, saya mau mengundurkan diri sebagai pengasuh Raisa. Makanya saya bilang dari sekarang, agar Tuan punya waktu untuk mencari pengasuh baru," sahutku hati-hati."Loh. Kenapa mendadak seperti ini, Rindu? Saya pikir kamu mau melanjutkan kuliah di Jakarta saja bareng Riana. Kenapa kamu juga tidak pernah membicarakan ini sebelumnya?" tanya Tuan Raihan."Saya sudah pernah membicarakan ini dengan Riana, Tuan." Aku melirik Riana yang masih t

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 62

    Aku sedikit tergagap mendapat banyak pertanyaan sekaligus dari Riana. Karena sebenarnya aku juga belum siap untuk menceritakannya. Toh masih ada waktu beberapa bulan ke depan."Rin, kok diam?" Riana mengguncang tubuhku pelan. Wajahnya nampak tegang menunggu jawaban dariku."Eh, itu Ri. Aku kan cuma tanya. Itu juga seandainya. Siapa tau nanti aku keterima kuliah di luar kota kan?" "Memangnya kamu berniat daftar kuliah di luar kota?""Ya ... namanya juga nyari beasiswa. Jadi harus dicoba di semua universitas negeri.""Tapi kamu kan bisa nyari beasiswa di Jakarta aja," protes Riana tampak tak terima."Kalau gak keterima gimana?""Kak Rai masih sanggup kok biayain kuliah kamu.""Ri ... aku tuh gak enak kalau harus terus-terusan merepotkan Tuan Raihan. Aku ini bukan siapa-siapa. Aku bukan tanggung jawabnya. Aku cuma seorang pengasuh anaknya. Jadi harus tau diri. Aku gak mau dianggap ngelunjak. Apalagi dianggap memanfaatkan keadaan untuk meraih cita-cita aku. Setelah lulus SMA nanti, setid

DMCA.com Protection Status