Share

Bab 5

Author: Siska_ayu
last update Last Updated: 2022-08-22 10:30:14

Saat itu usiaku hampir dua belas tahun. Aku sudah mulai mengerti bahwa nenek tidak suka ibuku dekat dengan Om Haryo. Sebenarnya aku juga tidak suka. Aku lebih suka sama Pak Asep yang disebut nenek tadi. Dia guru bahasa Indonesia di sekolahku. Dia orang yang baik. Terkadang aku diberi uang kalau membantunya membawakan buku-buku berisi tugas ke ruangannya. Buat jajan katanya. Dia juga tidak pernah marah, sekalipun murid-muridnya terkadang nakal. Dia hanya akan menasehati dengan lembut. Tapi kenapa ibu justru tidak menyukainya?

Benar saja, selang beberapa hari setelah pembicaraan nenek dan ibu waktu itu, ibu mengajakku pindah ke rumah yang kami tempati dulu bersama bapak. Rumah yang kata ibu dibangun saat usiaku baru lima tahun. Rumah itu memang sederhana, hanya rumah semi permanen dengan ukuran cukup kecil. Tapi di rumah itu banyak sekali kenangan antara aku dan bapak.

"Ibu, apa boleh kalau Rindu tinggal di sini saja sama nenek?" pintaku saat ibu mengajakku pindah. Sebenarnya aku lebih betah tinggal bersama nenek. Jarak ke sekolah juga lebih dekat dari rumah nenek. Hanya butuh waktu kurang lebih sepuluh menit. Sementara dari rumah yang dulu butuh waktu lebih dari dua puluh menit. Aku cape harus jalan kaki setiap hari.

"Kalau kamu tinggal sama nenek, lalu yang bantuin ibu mengerjakan pekerjaan rumah siapa?" Mata ibu melotot menatapku. Membuat nyaliku langsung ciut dan menunduk.

"Ayo buruan beresin bajumu. Gak usah banyak protes. Nanti keburu sore. Rumahnya harus dibersihkan dulu. Pasti kotor banget."

Aku mengangguk lalu mulai memasukkan baju-bajuku satu persatu ke dalam tas besar yang ibu sediakan. Baju-baju yang warnanya sudah pudar karena aku jarang sekali membeli baju baru.

"Rindu, hati-hati, ya. Jaga ibumu. Bantu dia mengerjakan pekerjaan rumah. Jangan lupa solat juga mengaji," pesan nenek saat aku pamit dan mencium punggung tangannya.

"Baik, Nek," jawabku sopan. "Nenek juga hati-hati di sini, ya. Rindu pasti sering main ke rumah nenek," lanjutku lagi.

Nenek mengangguk sambil tersenyum meskipun di sudut matanya sudah mulai terlihat bulir bening yang menggenang.

"Santi, jaga anakmu baik-baik. Jadilah contoh yang baik untuk putrimu itu. Agar dia tumbuh menjadi anak solehah," pesan nenek pada ibu.

"Ayo, Rindu," ajak ibu tanpa menanggapi pesan nenek. Aku menatap nenek iba. 

Aku pun berjalan mengikuti ibu. Sesekali menoleh ke belakang ke tempat di mana nenek masih berdiri memperhatikanku. Nenek melambaikan tangannya padaku lalu mengusap kedua sudut matanya. Sepertinya nenek menangis. Kasian nenek tinggal seorang diri. Pasti kesepian.

Rumah nenek dan rumahku yang dulu memang tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu lima belas menit jika naik angkot. Hanya saja aku harus selalu jalan kaki kalau mau ke rumah nenek karena gak punya uang untuk naik angkot. Andai saja aku punya uang, pasti bisa sering-sering main ke rumah nenek.

Angkot yang kutumpangi bersama ibu berhenti di dekat rumahku. Kami berdua turun membawa tas masing-masing. Bau pengap langsung menyeruak menusuk Indra penciumanku saat pertama kali melangkahkan kaki ke dalam rumah itu. Aku dan ibu mulai membersihkan setiap sudut rumah itu. Banyak debu karena rumah ini cukup lama tidak ditempati. Hanya sesekali ibu ke sini untuk mengecek kondisi rumah. Terkadang mengajakku terkadang juga ibu sendirian.

Sudah seminggu aku menempati kembali rumah yang penuh dengan kenangan ayah ini. Saat sedang sepi dan sendirian aku selalu teringat nenek. Aku hanya bisa mendoakannya semoga nenek selalu sehat.

Setelah kembali pindah ke rumah ini, aku tidak pernah melihat ibu pergi bekerja. Selalu ada di rumah setiap hari. Memainkan handphone baru yang diberi Om Haryo beberapa hari yang lalu. Sesekali ibu keluar rumah bersama Om Haryo. Terkadang pulang malam. Jika aku tanya mau ke mana, ibu selalu menjawab mau makan malam. Tapi tak pernah sekalipun membawa makanan untukku. Sementara aku di rumah hanya makan nasi yang dicampur garam saja Entah jam berapa ibu pulang aku tidak ingat. Karena mungkin aku sudah tidur.

"Bu, kenapa Rindu tidak pernah melihat ibu pergi bekerja lagi?" tanyaku penasaran.

"Kalau ada yang ngasih ibu uang, kenapa ibu harus cape bekerja?" timpal ibu. "Om Haryo sering ngasih ibu uang. Dia juga sering ngajak ibu belanja. Sering ngajak ibu makan enak. Dia itu banyak duitnya. Gak kayak bapak kamu, udah kere, pengkhianat lagi," lanjut ibu.

Selalu seperti itu. Ibu pasti mengumpat bapak. Kadang aku berpikir, kenapa bapak tidak membawaku waktu itu.

Ibu sepertinya lebih bahagia sekarang. Wajahnya terlihat lebih cantik. Kulitnya makin putih. Baju-bajunya pun terlihat bagus. Hanya saja, terlalu seksi menurutku.

Mungkin benar kata ibu. Om Haryo itu banyak uangnya. Buktinya dia bisa memberikan ibu uang. Mobilnya juga bagus. Tapi aku tidak tahu dia bekerja apa.

Meskipun banyak uang, entah kenapa aku tetap tidak suka Om Haryo dekat-dekat dengan ibu. Apalagi jika aku memergoki mereka sedang bermesraan. J*jik rasanya. Sudah berkali-kali aku protes dan mengingatkan ibu. Tapi ibu tidak pernah mau mendengarku. Anak berusia dua belas tahun yang dipaksa bersikap dewasa sebelum waktunya.

*****

Ingatanku tentang masa lalu buyar saat aku mendengar langkah kaki mendekat menuju kamarku. Saat gorden kamarku disibak ibu, aku buru-buru memejamkan mata. Ibu terasa duduk di pinggir ranjang.

Kepalaku mulai dibelai ibu lembut. Hal yang sudah lama sekali tidak ibu lakukan padaku. Mataku mulai memanas saking bahagianya. Namun, sebisa mungkin aku tahan karena takut ketahuan ibu.

"Maafkan ibu, Rindu. Selama ini, ibu hanya memberikan penderitaan dan kesedihan kepadamu. Setiap melihatmu, ibu teringat pada bapakmu. Dan itu membuat luka di hati ibu kembali terasa. Semua ini gara-gara bapakmu. Andai saja dia tidak menyakiti ibu dan meninggalkan kita. Hidup kita tidak akan seperti ini." Ibu bergumam.

Ibu bangkit dari duduknya, mencium keningku pelan, lalu menyelimuti tubuhku. Setelah itu dia keluar dari kamarku.

Tanpa terasa air mata sudah menetes dari kedua sudutnya. Hatiku berbunga-bunga. Bahagia. Setelah sekian lama bisa merasakan kembali ciuman dan belaian lembut ibu.

Apa ibu sudah kembali lagi seperti dulu? Atau mungkin besok pagi akan kembali kasar dan sering memarahiku? Tetaplah seperti ini, ibu. Aku mohon. Aku rindu ibu yang dulu. Rindu sekali.

Benar kata ibu. Semua ini gara-gara bapak. Hidupku berubah sejak bapak pergi meninggalkanku dan ibu. Bapak jahat. Aku benci bapak. Aku juga benci pelak*r yang sudah membawa bapak.

Kalau ibu jadi menikah dengan Om Haryo, berarti ibuku juga pelak*r? Tidak. Aku tidak mau mempunyai ibu pelak*r. Masa kecilku hancur gara-gara pelak*r. Aku harus bisa melarang ibu menikah dengan Om Haryo. Tapi bagaimana caranya? Ya Alloh, tolong bantu aku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ghovi Ahmad
mkin seruuu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 6

    Kumandang adzan subuh membuatku langsung terjaga. Entah tidur jam berapa aku semalam. Rasanya mataku perih karena kurang tidur. Kepala juga sedikit keleyengan. Bagaimana mungkin aku bisa tidur nyenyak setelah peristiwa naas yang menimpa ibuku. Namun, aku tetap harus bangun untuk melaksanakan solat subuh. Aku juga harus mengerjakan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke sekolah.Perlahan aku turun dari ranjang, lalu berjalan menuju kamar mandi. Basuhan air pada wajah membuatku sedikit segar. Gegas aku solat dua rakaat. Kemudian mengangkat kedua tanganku."Ya Alloh, lindungi ibuku juga nenekku. Sehatkan mereka. Ya Alloh, tolong bantu aku. Aku tidak mau ibu menikah Om Haryo. Aku tidak mau ibu jadi pelak*r. Aku mohon ya Alloh," lirihku dalam doa. Kuusap wajahku dengan kedua tangan.Setelah merapikan kembali mukena dan sajadah, aku segera pergi ke dapur. Mulai memasak nasi, menjarang air untuk minum, lalu merendam cucian. Sambil menunggu nasi dan air minum matang, aku mencuci piring dulu. La

    Last Updated : 2022-08-26
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 7

    Ibu terlihat salah tingkah memandang Pak Asep."Rindu dianterin Pak Asep, Bu," ujarku."Kebetulan ada perlu sebentar ke rumah kepala sekolah, jadi sekalian antar Rindu," kata Pak Asep pada ibu."Terima kasih, ya. Ayo, masuk dulu." Ibu sedikit bergeser dari tempatnya berdiri. Memberi jalan padaku dan Pak Asep untuk masuk."Silakan duduk. Aku ambilkan minum dulu. Mau teh atau kopi? Kebetulan tadi habis belanja," tanya ibu."Air putih saja," jawab Pak Asep sambil duduk di sofa.Sementara aku memilih untuk masuk ke dalam kamar."Ayo diminum." Terdengar ibu sudah kembali."Terima kasih. San, gimana kabarmu?" Pak Asep bertanya pada ibu."Alhamdulillah baik. Kamu gimana?""Aku juga baik. Maaf, muka kamu sedikit pucat. Apa kamu sedang sakit?" tanya Pak Asep pada ibu."Oh, enggak. Mungkin cuma kurang tidur aja," bantah ibu."Kalau kamu sakit, biar aku antar ke dokter," tawar Pak Asep."Gak perlu. Beneran gak apa-apa, kok. Makasih," tolak ibu."Ya sudah. Kalau kamu butuh bantuan, hubungi aku aj

    Last Updated : 2022-08-26
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 8

    Benar saja, selang seminggu kedatangan Om Haryo ke rumah, ibu dan Om Haryo kini menikah. Aku sudah berusaha membujuk ibu setiap hari agar mengurungkan niatnya. Namun, semua sia-sia. Ibu tetap pada pendiriannya untuk menikah dengan Om Haryo."Ini semua demi masa depanmu, Rindu." Selalu itu alasan yang ibu bilang padaku. Entah masa depan seperti apa yang di maksud.Hari ini, di sebuah masjid yang tak jauh dari rumah ibu, Om Haryo dan ibu menikah. Kata orang-orang mereka menikah siri atau menikah agama. Entahlah, aku sama sekali tidak mengerti.Dari arah belakang, aku menatap ibu yang berada di depan sana dengan tatapan nanar. Mengenakan kebaya putih dipadukan dengan rok batik corak, ibu terlihat sangat cantik. Bersisian dengan Om Haryo yang mengenakan jas hitam dan celana kain dengan warna senada.Nenek yang duduk di sampingku, berkali-kali mengusap punggung tanganku. Aku tahu nenek sama sedihnya denganku. Karena dia juga tidak menyukai calon suami dari anaknya itu.Pernikahan ibu hanya

    Last Updated : 2022-08-27
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 9

    "Rin." Ibu masuk ke dalam kamarku saat aku sedang membereskan pakaianku. Wanita yang sudah melahirkanku dua belas tahun lalu itu duduk di tepi ranjang dengan wajah sendu."Maafkan ibu. Ibu tidak tahu kalau ternyata Mas Haryo akan melarangmu untuk ikut bersama ibu."Aku menghentikan aktivitasku memasukkan baju ke dalam tas. Lalu berbalik membuat posisiku dan ibu berhadapan."Tidak apa-apa, Bu. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Itu juga keputusan ibu, bukan?" Aku sengaja sedikit menekan nada bicaraku."Tapi bukan ini yang ibu inginkan." Ibu masih berusaha membela dirinya."Dari awal Rindu sudah melarang ibu untuk menikah dengan Om Haryo. Karena Rindu sudah bisa melihat kalau dia tidak menyayangi Rindu. Tapi ibu tetap bersikeras untuk menikah dengannya." Aku kembali mengingatkan ibu."Maafkan ibu kalau keputusan ibu menyakitimu." Ibu memegang tanganku. Menatap mataku begitu lekat. Aku bisa melihat kesedihan di dalam matanya."Tidak apa-apa, Bu. Rindu hanya bisa mendoakan ibu, semoga ibu

    Last Updated : 2022-08-27
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 10

    Aku mengatakan yang sejujurnya. Nenek memang selalu menjagamu dengan baik. Dia tidak pernah membiarkan aku kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah seperti ibu dulu. Tapi kami selalu melakukannya bersama. Berbagi tugas."Syukurlah. Ibu tau kamu akan baik-baik saja. Kamu itu anak yang kuat. Ibu lega mendengarnya. Jadi ibu tidak terlalu khawatir meskipun jauh dari kamu." Ibu tersenyum simpul. Memperlihatkan lesung pipi yang membuatnya terlihat lebih cantik."Tapi kamu juga harus sering-sering jenguk Rindu, Santi. Kasian dia," proses nenek."Iya, Bu," jawab ibu."Bu, sebentar lagi ada acara perpisahan di sekolah Rindu. Orang tua wajib datang." Meski ragu ibu akan datang, aku tetap memberi tahunya."Ibu usahakan datang, ya," jawab ibu dengan senyum sedikit dipaksakan.Aku membalas senyumannya depan anggukkan."Rindu, mau ngelanjutin sekolah ke SMP, Bu," ucapku lagi."Ehmm, nanti, ibu bicarakan lagi sama ayahmu, ya. Ibu akan bujuk dia untuk biayain sekolah kamu." Ibu menjawab seolah tak yakin

    Last Updated : 2022-08-29
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 11

    Semakin malam batuk nenek semakin bertambah banyak. Aku terus saja berada di sampingnya. Membaluri punggungnya dengan minyak kayu putih supaya hangat sambil memijatnya perlahan."Nek, besok kita ke puskesmas, ya? Rindu khawatir." Aku berkata dengan nada cemas."Tidak perlu, Rindu. Nenek cuma batuk biasa. Insyaallah besok juga mendingan." Nenek menjawab dengan terbata diselingi batuk. Lagi-lagi kulihat ada darah di kain yang dipakai menutup mulut nenek."Tapi batuk Nenek selalu mengeluarkan darah. Rindu tidak mau terjadi sesuatu pada Nenek. Rindu gak punya siapa-siapa lagi selain Nenek." Air mata mulai menetes di kedua pipiku."Rindu, kan masih punya ibu. Rindu gak akan sendirian. Rindu jaga diri baik-baik, ya. Selalu doakan nenek setiap habis solat," pesan nenek."Kenapa Nenek bilang seperti itu? Nenek juga akan baik-baik saja. Nenek akan selalu menemani Rindu di sini, di rumah ini." Aku menatap mata nenek yang terlihat memerah.Nenek hanya tersenyum samar tanpa berkata.Malam ini aku

    Last Updated : 2022-08-29
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 12

    Ibu memandangku sendu. Matanya terlihat berkaca-kaca. Tapi yang dikatakan Om Haryo itu memang benar adanya. Dulu, akulah yang mengerjakan semua pekerjaan rumah."Mas." Ibu menatap Om Haryo lekat. Seolah memohon agar apa yang dikatakannya tidak benar-benar serius."Kalau kamu setuju, silakan anakmu itu tinggal di rumah ini. Tapi kalau keberatan, dia boleh pergi ke mana saja. Atau mungkin mau nyari bapak kandungnya?" Om Haryo menyunggingkan sebelah bibirnya. Sinis."Gak apa-apa, kok, Bu. Rindu gak keberatan. Yang penting Rindu ada tempat untuk berteduh, terutama bisa melanjutkan sekolah." Aku buru-buru bersuara. Takut perdebatan antara ibu dan ayah tiriku itu merembet kemana-mana. Apalagi Om Haryo sudah membahas bapak yang entah di mana sekarang."Nah, itu Rindu saja tidak keberatan. Sudah Untung aku mengizinkannya tinggal di sini. Bisa makan gratis. Bisa melanjutkan sekolah. Padahal itu bukan tanggung jawabku. Itu tanggung jawab bapak kandungnya," gerutu Om Haryo.Ibu hanya menunduk. S

    Last Updated : 2022-08-30
  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 13

    Kegiatan belajar sudah kembali dimulai. Beruntung Om Haryo mengizinkan aku untuk tetap bersekolah. Meskipun dengan syarat semua pekerjaan rumah harus sudah selesai dan tanpa bantuan ibu yang sedang hamil muda.Sebelum subuh aku sudah bangun. Dikarenakan rumah ini lebih besar dan luas dari rumah nenek atau rumah ibu yang sebelumnya, jadi butuh waktu lebih banyak untuk membersihkannya. Memasak makanan pun tidak cukup satu macam lauk seperti dulu. Paling tidak ada dua atau tiga macam lauk yang harus terhidang di meja makan.Jarak dari rumah Om Haryo ke sekolahku pun lebih jauh dibanding dari rumah nenek dulu. Beruntung ibu memberiku uang bekal sehingga aku bisa naik angkot dan tidak perlu jalan kaki. Ya, meskipun itu artinya aku tidak bisa jajan di sekolah. Tapi tak apa. Toh aku sudah sarapan dari rumah.Di SMP aku masih satu sekolah dengan geng centil yang sampai sekarang masih suka mem-bully diriku. Untungnya kali ini tidak sekelas. Pun dengan Andika yang suka menolongku. Kami berbeda

    Last Updated : 2022-08-31

Latest chapter

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Tamat

    Untuk sesaat, Andika sempat tertegun. Namun, sesaat kemudian, dia langsung berdiri dan menyambut uluran tangan Mas Raihan meskipun terlihat salah tingkah. Mereka berdua bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing."Yuk, kita pulang," ajak Mas Raihan sambil merangkul bahuku.Aku mengangguk."Dik, aku pulang dulu, ya," pamitku pada Andika yang berubah muram.Andika mengangguk lesu. Ada lengkungan senyum yang terlihat dipaksakan di sudut bibirnya.Aku berjalan bersisian dengan Mas Raihan. Tangannya merangkul bahuku mesra. Saat akan masuk ke dalam mobil, aku kembali menoleh ke arah Andika. Dia masih duduk termenung memandangiku sendu. Ada rasa bersalah yang menggelayut hebat di dada. Pertemuan pertama kami, dilandasi kecanggungan seperti ini."Apa dia Andika yang sama dengan sahabatmu dulu?" tanya Mas Raihan saat kami sudah di dalam mobil. Ada nada cemburu dalam suaranya."Iya. Kenapa?" Tanyaku pura-pura tak bisa membaca aura cemburu yang dipancarkannya."Oh, gak apa-apa. Mas seneng

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 69

    KETIKA IBUKU MENIKAH LAGIBab 69Hamil? Rasanya gak mungkin. "Kamu ini ngomong apa sih, Ri? Lihat, kakak iparmu sampai kaget gitu!" tegur Mas Raihan sambil meraih tissue dan mengelap sisa teh yang tersisa di bibirku."Loh, apanya yang salah? Wajar kan kalau Rindu hamil? Dia kan sudah punya suami. Kalau masih gadis, baru panik," sahut Riana tak terima. "Kalian ini aneh," gerutunya sambil berlalu pergi.Aku dan Mas Raihan hanya saling pandang. Tentu saja kami sama-sama bungkam tentang rahasia ranjang kami. Tidak ada yang tau bahwa belum pernah terjadi pertempuran apapun di ranjang itu. Hingga bisa dipastikan aku masih tersegel sampai detik ini.Mas Raihan benar-benar menepati janjinya untuk tidak meminta haknya sampai aku benar-benar siap. Kami hanya menghabiskan malam bersama dengan mendekap tubuh satu sama lain. Setelah Riana pergi, kami sama-sama tertawa. Menyadari bahwa apa yang disangkakan Riana itu mustahil."Kamu gak apa-apa kan, Sayang?" Mas Raihan memindai wajahku.Aku mengge

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 68

    Handel pintu mulai bergerak. Dan pintu pun terbuka."Wa'alaikum salam. Maaf cari --."Pertanyaan ibu terhenti saat memandangku. Matanya mulai berkaca-kaca. Kedua tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka.Aku tertegun. Terkesiap menatap wajah ibu yang sudah sekian lama kurindukan. Buliran bening pun mulai lolos satu persatu dari pelupuk. "Apa kamu Rindu anak ibu?" tanyanya dengan pipi tirus yang bersimbah air mata.Dalam hati aku terenyuh. Ibu masih mengenali putrinya ini meski jarak memisahkan kami tiga tahun lamanya. Mungkin karena memang tidak terlalu banyak yang berubah dariku.Aku mengangguk sambil bercucuran air mata. Sedetik kemudian aku menghambur memeluk tubuhnya. "Ibu ...." Aku menangis dalam dekapannya. Dekapan hangat yang selama ini aku rindukan bahkan sejak aku masih kecil.Isakan ibu makin lirih dengan bertambah eratnya pelukan kami. Tangan ibu mengusap-usap punggungku."Rindu anakku!" Ibu merintih menyebut namaku. Seakan selama ini ia begitu terluka saat jauh da

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 67

    Kakiku rasanya berat untuk melangkah membuka pintu. Namun, suara ketukan lagi-lagi terdengar meskipun pelan. Setelah mengatur pernapasan setenang mungkin, akhirnya pintu itu kubuka. Aku sedikit bernapas lega saat melihat Riana yang berdiri, bukan Mas Raihan."Kenapa, Ri?" tanyaku setenang mungkin."Icha udah tidur?" Kepalanya mengintip ke dalam kamar."Udah.""Syukurlah. Biar aku yang tidur di sini. Kamu ke atas saja. Masa pengantin baru tidurnya terpisah gini?" tutur Riana sambil menerobos masuk ke dalam kamar."Tapi, Ri ...." "Udah. Gak usah pake tapi segala. Sana buruan!" Riana mendorong tubuhku untuk keluar dari kamar.Karena bingung sekaligus malu harus ke kamar atas, akhirnya aku memilih duduk di sofa ruang TV. Menikmati tayangan yang sama sekali tidak menarik untuk ditonton. "Hai, kenapa malah di sini?"Karena terlalu fokus pada lamunan, hingga aku tak sadar kalau Mas Raihan sudah ada di belakangku.Aku menoleh. Tersenyum kikuk."Iya, Mas. Icha baru saja tertidur."Ya, tadi R

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 66

    Bapak langsung terkejut mendengar penuturan Tuan Raihan. Matanya menatapku dengan kening berkerut. Menyelidik memandangku dengan tatapan rasa tak percaya."Benarkah kamu Rindu, anak bapak?" tanya bapak dengan suara bergetar.Aku diam. Hanya air mata yang mengalir deras yang berbicara. Seolah berkata, benar. Ini aku putrimu. Putri yang kau terlantarkan lebih dari sepuluh tahun lamanya."Katakan, Nak! Benarkah kamu putriku?" Bapak sekali lagi bertanya. Matanya sudah nampak berkabut. Ah, bapak. Saking lamanya sampai tidak mengenali sedikit pun anakmu ini.Aku hanya mengangguk lemah. Buliran bening semakin deras membasahi pipi."Ya Alloh ... Nak. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu anak bapak?" Bapak mulai menangis. Lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu berjalan mendekat ke arahku. Tiba-tiba tubuhnya ambruk dan berlutut di kakiku."Maafkan bapak, Nak. Maafkan bapak! Bapak Rindu sekali sama Rindu. Maafkan bapak. Bapak memang bukan ayah yang baik. Selama ini bapak tega mengabaikanmu sampa

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 65

    POV RinduMendengar perkataan Tuan Raihan, jantungku serasa berhenti berdetak untuk sejenak. Namun, sesaat kemudian, kembali berdebar dengan begitu hebatnya. Apa aku tak salah dengar? Tuan Raihan melamarku? Memintaku menjadi istrinya? Aku mencubit lenganku dengan sedikit keras."Awww." Sakit. Ternyata ini nyata dan bukan mimpi. "Rindu. Maukah kamu menikah denganku?" Lagi Tuan Raihan bertanya. Membuatku kembali limbung dan seolah terperosok ke pusat bumi. Aku benar-benar bingung harus menjawab apa. Bibirku kelu. Ini terlalu mendadak. Aku bahkan tidak pernah terpikirkan hal ini sebelumnya.Menikah? Di usiaku yang baru saja menginjak remaja. Aku mematung. Otakku berputar berpikir keras untuk menentukan jawaban. Tuan Raihan berjalan menghampiri Raisa. Menuntun tangannya, kemudian berhenti tepat di hadapanku. Berjongkok."Sekali lagi aku bertanya. Maukah kamu menjadi istriku dan ibu dari anakku?" Tatapan Tuan Raihan begitu memohon. Pun si cantik Raisa. Ada harapan besar yang terlukis di

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 64

    "Apa yang kamu katakan, Ri? Menikah?" Kak Raihan bangkit dari duduknya, lalu berjalan mondar-mandir dengan ekspresi bingung."He'em. Rindu udah lulus SMA. Dia bukan gadis dibawah umur lagi. Gak ada yang salah kan?" Aku ikut berdiri."Tapi, Ri. Yang kakak lihat, Rindu begitu semangat mengejar cita-citanya. Kakak gak mau jadi penghalang dia untuk mewujudkan cita-citanya itu." Aku berjalan beberapa langkah, berhenti tepat di depan Kak Raihan."Kak, memangnya kalau sudah menikah, Rindu gak bisa mengejar cita-citanya, ya? Dia kan masih bisa kuliah meskipun sudah menikah." Aku meyakinkan Kak Raihan."Coba kakak pikir. Di mana lagi kakak mau cari wanita seperti Rindu? Dia cantik, pintar, solehah, sudah diterima semua keluarga kakak terutama Icha. Apalagi yang kurang dari Rindu?" lanjutku menggebu-gebu.Kak Raihan nampak berpikir. "Beri kakak waktu untuk memikirkannya.""Kak! Waktu kita tuh gak banyak. Beberapa hari lagi Rindu udah mau pergi. Kopernya aja udah disiapin di sudut kamar. Kalau

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 63

    Ditatap seperti itu oleh dua orang, nyaliku mendadak ciut. Keringat dingin mulai keluar dari sela-sela jilbab. Jantungku tak hentinya berlompatan serasa mau keluar dari tempatnya."Katakan saja, Rindu. Ada apa?" Tuan Raihan yang dari tadi diam akhirnya bersuara. Mungkin sudah jenuh menungguku yang tak kunjung berkata."Sebenarnya ... saya mau bilang, kalau saya keterima beasiswa di perguruan tinggi di Jogjakarta. Dan bulan depan, saya harus sudah di sana." Aku berkata dengan suara gemetar."Maksud kamu apa? Saya belum paham?" tanya Tuan Raihan."Maksud saya, saya mau mengundurkan diri sebagai pengasuh Raisa. Makanya saya bilang dari sekarang, agar Tuan punya waktu untuk mencari pengasuh baru," sahutku hati-hati."Loh. Kenapa mendadak seperti ini, Rindu? Saya pikir kamu mau melanjutkan kuliah di Jakarta saja bareng Riana. Kenapa kamu juga tidak pernah membicarakan ini sebelumnya?" tanya Tuan Raihan."Saya sudah pernah membicarakan ini dengan Riana, Tuan." Aku melirik Riana yang masih t

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 62

    Aku sedikit tergagap mendapat banyak pertanyaan sekaligus dari Riana. Karena sebenarnya aku juga belum siap untuk menceritakannya. Toh masih ada waktu beberapa bulan ke depan."Rin, kok diam?" Riana mengguncang tubuhku pelan. Wajahnya nampak tegang menunggu jawaban dariku."Eh, itu Ri. Aku kan cuma tanya. Itu juga seandainya. Siapa tau nanti aku keterima kuliah di luar kota kan?" "Memangnya kamu berniat daftar kuliah di luar kota?""Ya ... namanya juga nyari beasiswa. Jadi harus dicoba di semua universitas negeri.""Tapi kamu kan bisa nyari beasiswa di Jakarta aja," protes Riana tampak tak terima."Kalau gak keterima gimana?""Kak Rai masih sanggup kok biayain kuliah kamu.""Ri ... aku tuh gak enak kalau harus terus-terusan merepotkan Tuan Raihan. Aku ini bukan siapa-siapa. Aku bukan tanggung jawabnya. Aku cuma seorang pengasuh anaknya. Jadi harus tau diri. Aku gak mau dianggap ngelunjak. Apalagi dianggap memanfaatkan keadaan untuk meraih cita-cita aku. Setelah lulus SMA nanti, setid

DMCA.com Protection Status