Share

Nggak Punya Etika

Author: YuRa
last update Last Updated: 2024-12-17 21:56:03

Ahmad mengajak Indah mengunjungi orang tua Ahmad. Sekalian mau mengambil pakaian Ahmad. Pak Harno dan Bu Wulan masih sarapan ketika Ahmad dan Indah datang.

"Ayo ikut sarapan," ajak Pak Harno. Ahmad dan Indah pun ikut bergabung, mereka sarapan dengan lahapnya.

Bu Wulan yang dari tadi mengamati kelakuan Indah, menjadi kasihan melihat Indah sangat rakus mengambil makanan. Seperti tidak pernah makan enak saja. Tak ada pembicaraan disela-sela makan. Semuanya fokus dengan makanan masing-masing.

Selesai makan, Indah hanya mengikuti Ahmad saja. Tidak mau membantu membereskan meja makan, persis layaknya tamu. Bu Wulan segera membereskan meja makan, dibantu oleh Tini, ARTnya.

"Perempuan itu nggak punya etika sama sekali. Habis makan, bukannya membantu membereskan meja makan malah ikut Ahmad masuk ke dalam kamar. Dasar nggak punya sopan santun," gerutu Bu Wulan. Tini hanya diam saja sambil mendengarkan celotehan Bu Wulan. Ia juga tidak menyukai Indah, berlagak seperti nyonya besar.

"Kenapa si
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mengambil Uang

    "Mas yang mengambil uang di laci ya?" tanya Novi dengan pelan. Novi mendekati Ahmad yang sudah selesai makan malam. Ia tampak asyik merokok sambil mata menatap di layar ponselnya."Iya, besok aku ganti," jawab Ahmad dengan ketus, tapi mata masih tetap fokus pada ponsel. "Besok kapan?" tanya Novi lagi."Kalau sudah dapat uang, pelit amat sih! Sama suami sendiri kok perhitungan sekali." Ahmad menjawab dengan kesal, kemudian menatap tajam pada Novi."Bukannya pelit, Mas? Uang itu mau dipakai untuk bayar sales rokok besok! Terus besok aku harus membayar pakai apa?" kata Novi dengan nada kesal juga."Kebiasaan sekali Mas Ahmad ini, mengambil uang hasil penjualan di warung untuk kepentingannya sendiri. Mending kalau mengambil uang terus ngomong. Ini, nggak pakai ngomong! Jadi kesannya seperti mencuri uang di warung." Tentu saja Novi hanya berani berkata dalam hati.Selesai salat dan makan malam tadi Novi masuk ke warung untuk mengecek uang yang ada di laci. Novi kaget, ternyata uangnya ti

    Last Updated : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Cerita Burung

    Usia kandungan Novi sudah memasuki bulan kedelapan. Gerakan bayi pun sangat aktif. Novi sering sekali merasa cepat lelah. Novi juga selalu rajin kontrol ke bidan Wiwik yang dekat dengan rumah. Sore ini setelah pulang dari kontrol bersama Dina, ia pergi ke rumah orang tuanya. Hanya beda desa saja, kurang lebih lima belas menit naik motor.Sampai juga ia di rumah orang tuanya. Rumah yang masih tampak seperti dulu. Rumah sederhana tempat Ia dan Septi kakaknya, dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Walaupun hidup dengan penuh kesederhanaan, tapi ia merasa sangat bersyukur. Setidaknya untuk makan sehari-hari tidak kesusahan.Rumah orang tua Novi tampak asri dan sejuk, karena banyak sekali tanaman sayuran dalam polybag yang ditanam ibunya. Jadi untuk makan sehari-hari tidak mengeluarkan biaya banyak. Apalagi ibunya Novi rajin ikut kelompok wanita tani (KWT), sering mendapatkan bantuan bibit sayuran dan polybag."Assalamu'alaikum." Novi mengucapkan salam. Tidak ada jawaban."Assalamu'alai

    Last Updated : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Serba Salah

    "Bukannya Edi itu temannya Mas Ahmad, ya kan Mbak Novi?" tanya Bu Hardi."Iya, Bu." Novi menjawab dengan pelan.Sudah menjadi rahasia umum, kalau Ahmad suaminya Novi sering berjudi hingga pagi. Mereka biasanya mangkal berjudi di warung tuak di pinggir desa mereka. Jangan tanya kenapa nggak diberantas polisi. Karena ada beberapa anggota yang juga suka ikut berjudi. Warung tuak itu memiliki beking seorang polisi, jadi selalu aman-aman saja."Kasihan istrinya Pak Tejo ya?" Asih menimpali."Uangnya Pak Tejo kan banyak." "Hutangnya juga banyak. Rata-rata bos ikan kan kayak gitu. Usahanya lancar, hutang bank juga melimpah, haha."Di daerah sini yang disebut bos ikan itu adalah orang yang memiliki usaha kolam perikanan. Biasanya memang usaha kolamnya dalam skala besar."Betul itu. Kayaknya para bos ikan itu selalu bersaing membeli barang-barang. Coba perhatikan, bos ikan di desa kita, mobilnya Fortuner semua, terus punya motor KLX dan Nmax. Belum lagi para istri bos ikan yang memakai emas s

    Last Updated : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Berguna

    Novi hanya terdiam. Ia sudah tahu arah pembicaraan mertuanya. Pasti akan membicarakan Vera istrinya Alif. Memang Bu Wulan tidak sepaham dengan Vera. Menurutnya Vera itu tipe istri yang mau menang sendiri. Maklumlah Vera berasal dari keluarga berada, terbiasa hidup enak.Bu Wulan menarik nafas panjang."Kemarin sore, waktu Ibu dan Bapak ke rumah Alif, hanya ada Irvin dan Elisa bersama dengan pembantunya. Alif masih di bengkel. Vera pergi arisan dari pagi sampai sore belum pulang. Arisan apa yang memakan waktu seharian? Nggak mikirin anak-anaknya.""Sesibuk-sibuknya seorang ibu, harus tetap memperhatikan anak-anaknya. Sebenarnya Vera itu sibuk apa, sih. Dia kan hanya menganggur di rumah. Terkadang kasihan melihat Alif, memiliki istri seperti itu. Untung Alif itu orangnya penyabar. Tapi Ibu kadang-kadang tidak suka dengan sifat Alif yang selalu mengalah pada Vera. Jadi kesannya tidak tegas dengan Vera."Novi masih terdiam, ia tampak sangat menyimak ucapan mertuanya. Karena ia bingung ma

    Last Updated : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Arisan

    "Untuk dua kali angsuran, ya Pak," kata Novi sambil menyerahkan uang pada Pak Tomo."Iya, Mbak. Jadi sudah lima kali angsuran ya?" kata Pak Tomo sambil membuka-buka bukunya. Pak Tomo pun menerima uang dari Novi dan menuliskan di buku, juga di kwitansi."Ini Mbak, kwitansinya." Pak Tomo menyerahkan kwitansi pada Novi."Terima kasih, Pak."Pak Tomo mengangguk. Kemudian membereskan buku dan kwitansi dan memasukkannya ke dalam tas. "Saya pulang, Mbak." Pak Tomo pun beranjak dari duduknya dan melangkah pergi dari rumah Novi.Pak Tomo merupakan orang kaya di desa ini. Memiliki banyak tanah. Pak Tomo mengkaplingkan tanahnya dan menjualnya secara cash atau kredit. Novi sudah membeli satu kapling tanah yang dibelinya secara kredit, dan yang ini adalah yang kedua. Tentu saja ia tidak menceritakan semua ini pada Ahmad, ia juga meminta Pak Tomo untuk tidak menceritakan pada Ahmad. Pak Tomo paham, karena beliau juga tahu kebiasaan Ahmad yang suka berjudi dan tentu saja menghabiskan banyak uang.K

    Last Updated : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Jangan Jadi Duri

    "Enggak kok, Mbak. Ini memang beli gula dan kopi untuk di rumah." Ekta menjawab dengan pelan."Heran aku sama Ardi, kenapa dia menikah denganmu. Masih mending sama Weni, orangnya baik, nggak suka keluyuran, pintar cari uang juga. Nggak kayak kamu yang hanya bisa menghabiskan uang Ardi. Cepat pulang, dicari sama Ibu." Asih berkata kemudian pergi meninggalkan Ekta yang masih terdiam.Novi melihat Ekta menghapus air matanya."Begitulah watak orang, Ekta. Kalau sudah tidak senang dengan kita, apa yang kita lakukan selalu salah. Tidak ada yang benar.""Iya, Mbak," kata Ekta dengan tersedu-sedu."Sekarang kamu pulang dulu, nanti malah semakin rumit urusannya. Kamu harus sabar dan kuat demi anakmu."Ekta mengangguk kemudian pamit pulang. Novi merasa sedih melihat Ekta. Semoga Ekta kuat dan sabar menghadapi mertua dan ipar. Tak berapa lama, muncul lagi Weni di warung Novi."Mbak, Ekta tadi ngomongin apa?" tanya Weni."Maksudnya?" Novi mengernyitkan dahinya."Apa saja yang diomongin Ekta tadi.

    Last Updated : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tamu

    "Kalau suami biasanya tidak romantis, terus tahu-tahu jadi romantis perlu dicurigai, Bu. Siapa tahu ia menutupi kelakuannya. Jadi istri merasa diperhatikan dan disayang, padahal hanya kedok suami saja." Bu Wanto menimpali."Bu Wanto kok ngomong gitu, sih. Kasihan Mbak Novi, nanti malah kepikiran. Apalagi ia sedang hamil," sahut seorang pembeli."Saya kan bukan mengatakan tentang Ahmad. Kalau Ahmad biasa romantis ya nggak perlu dicurigai." Bu Wanto tampak kesal. Beberapa orang yang di warung itu tampak terdiam, suasana menjadi kaku."Berapa semuanya belanjaan saya," kata Bu Wanto memecahkan suasana."Empat puluh tujuh ribu," sahut Novi."Ya, sudah, dicatat dulu ya. Saya lupa bawa uang," kata Bu Wanto sambil ngeloyor pergi. Novi hanya bisa mengelus dada."Bu Wanto itu aneh, mau ke warung kok nggak bawa uang. Ngomong saja mau ngutang," celetuk Wak Tini."Ya kayak gitu kalau orang sok kaya alias kaya tanggung. Dibilang miskin, bukan. Dibilang kaya kok jauh ya?" Pembeli yang lain menyahuti

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Salah Sebut Nama

    "Mas pikir tamu laki-laki itu selingkuhanku, begitu ya? Jadi Mas mencurigaiku?" Novi berkata dengan penuh emosi.Ahmad pura-pura tidak mendengar, malah sibuk dengan ponselnya. "Dina!" Novi pun memanggil Dina."Iya, Bu. Ada apa?" Dina mendekati Novi."Yang tadi datang kesini siapa ya? Yang ngasih uang dua puluh ribu untuk Dina?" tanya Novi. Memang Alif tadi memberi uang dua puluh ribu untuk Dina. Tapi uang yang diberikan pada Novi, tentu saja tidak disebutkan di depan Ahmad. Bisa berbahaya, nanti pasti Ahmad akan meminjamnya. Dengan berbagai alasan, padahal hanya untuk berjudi."Oh, Pakde Alif tadi kesini lho, Yah. Ngasih Dina uang untuk ditabung di sekolah," kata Dina bersemangat bercerita pada ayahnya."O ya?""Iya, terus motor Pakde Alif juga baru, tadi Dina diajak jalan-jalan sebentar." Dina sibuk berceloteh. Novi hanya terdiam, ia sangat kesal dengan Ahmad yang seolah-olah menyudutkannya. "Benar yang Dina katakan itu?" tanya Ahmad."Benar, Ayah. Dina tidak berbohong, kata Bu gu

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Nggak Punya Etika

    Ahmad mengajak Indah mengunjungi orang tua Ahmad. Sekalian mau mengambil pakaian Ahmad. Pak Harno dan Bu Wulan masih sarapan ketika Ahmad dan Indah datang."Ayo ikut sarapan," ajak Pak Harno. Ahmad dan Indah pun ikut bergabung, mereka sarapan dengan lahapnya.Bu Wulan yang dari tadi mengamati kelakuan Indah, menjadi kasihan melihat Indah sangat rakus mengambil makanan. Seperti tidak pernah makan enak saja. Tak ada pembicaraan disela-sela makan. Semuanya fokus dengan makanan masing-masing. Selesai makan, Indah hanya mengikuti Ahmad saja. Tidak mau membantu membereskan meja makan, persis layaknya tamu. Bu Wulan segera membereskan meja makan, dibantu oleh Tini, ARTnya. "Perempuan itu nggak punya etika sama sekali. Habis makan, bukannya membantu membereskan meja makan malah ikut Ahmad masuk ke dalam kamar. Dasar nggak punya sopan santun," gerutu Bu Wulan. Tini hanya diam saja sambil mendengarkan celotehan Bu Wulan. Ia juga tidak menyukai Indah, berlagak seperti nyonya besar."Kenapa si

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Karma

    "Dek, pamali minta warisan padahal orang tuaku masih sehat walafiat. Apa kamu memang mendoakan orang tuaku cepat meninggal? Kamu seharusnya menerimaku apa adanya. Aku kan memang sudah kere, tapi kamu masih saja tetap mengejarku. Berarti kamu menyesal ya? Dek kita baru beberapa jam menjadi suami istri, tapi kamu sudah terlihat watak aslinya. Aku jadi semakin yakin kalau kamu memang sengaja hamil. Supaya bisa menikah denganku. Iya kan?" kata Ahmad dengan tegas. Indah gelagapan."Bukan begitu, Mas. Aku memang ingin menikah denganmu, karena aku memang mencintaimu. Buktinya aku mencarimu kesini. Aku tidak mau terlalu lama melakukan zina denganmu. Memangnya Mas nggak mencintaiku ya?" kata Indah sambil mendekati Ahmad dan mulai merayu-rayu Ahmad dengan mengelus-elus paha Ahmad. Tentu saja Ahmad tergoda.***Setelah berbincang dengan dokter, Alif menuju ke tempat Vera. Alif memandang wajah Vera yang masih belum sadarkan diri. Vera yang pandai merawat wajah dan tubuhnya, masih tampak cantik, w

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menikah di KUA

    Pak Harno dan istrinya masih bingung dengan situasi ini. "Ada apa ini sebenarnya?" tanya Pak Harno.Shifa yang tampak emosi berkata pada Pak Harno."Maaf, Bapak orangtuanya Pak Alif ya?" tanya Shifa. "Iya," jawab Pak Harno sambil mengangguk."Vera sudah lama berselingkuh dengan suami saya. Terakhir kemarin saya menangkap basah mereka di kamar hotel hanya berdua saja, Vera dalam posisi tidak berpakaian dan ditutupi selimut, pakaian dalam Vera berserakan di lantai. Apa yang mereka lakukan kalau bukan zina? Hari ini, mereka berdua berada dalam mobil suami saya, dan mengalami kecelakaan." Shifa menjelaskan panjang lebar."Oh, berarti foto yang ada di ponsel Bapak itu benar ya?" tanya Bu Wulan.Pak Harno hanya mengangguk saja."Bapak meminta orang untuk mencari informasi tentang Vera dan hasilnya memang mengejutkan. Vera sering pergi berdua dengan seorang laki-laki," kata Pak Harno."Jadi Bapak sudah tahu kalau Vera berselingkuh?" tanya Alif.Pak Harno mengangguk lagi."Kenapa Bapak tida

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Bisa Dipisahkan

    Hari ini Ahmad akan menikah dengan Indah di KUA. Jadwal akadnya nanti jam sebelas siang. Rencananya hanya Alif dan Pak Harno yang datang, mereka langsung ke KUA. Bu Wulan tetap bersikeras tidak mau datang. Tadi pagi Ahmad sudah pergi ke kontrakan Indah. Ia akan menjemput Indah untuk pergi ke KUA bersama."Benar Ibu nggak mau ikut?" tanya Pak Harno yang sudah bersiap untuk berangkat."Enggak." Bu Wulan menjawab dengan singkat."Ya sudah, kita berdua saja," kata Pak Harno pada Alif. Alif mengangguk. Mereka sudah bersiap mau ke KUA.Drtt…drtt ponsel Alif berdering, sebuah panggilan dari Ferdi kakaknya Vera. Alif yang baru mau keluar dari rumah, segera menerima panggilan itu."Halo, Mas," sapa Alif."Alif, Vera kecelakaan. Sekarang ada di rumah sakit," kata Ferdi."Astaghfirullahaladzim," kata Alif dengan gemetaran. Ia langsung lemas mendengar berita itu."Ada apa, Lif?" tanya Bu Wulan."Vera kecelakaan, Bu. Sekarang ada di rumah sakit," kata Alif dengan mata berkaca-kaca. Sudah beberapa

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Keputusan Sepihak

    Alif mendekati ibunya dan meminta Bu Wulan menarik nafas panjang untuk meredam emosinya. Perempuan yang rambutnya sudah penuh dengan uban itu, melakukan apa yang disuruh oleh Alif. "Kamu dengar sendiri kan, Ahmad? Apa kamu mau membuat ibumu sakit-sakitan karena melihat kamu dan Indah tinggal disini?" kata Pak Harno. Indah sangat kesal dengan kata-kata Pak Harno dan Bu Wulan."Kamu tahu kan, beberapa kali Novi kesini mengantar anak-anakmu menemui kami? Kalau kamu dan Indah tinggal disini, Novi pasti akan sungkan kesini. Bapak dan Ibu masih memiliki hati, karena itu kami berusaha untuk menjaga perasaan Novi dan anak-anakmu, terutama Dina. Kamu lihat kan, bagaimana Dina tadi berinteraksi denganmu?" Pak Harno menjelaskan."Tapi aku sedang hamil, Pakde," kata Indah dengan memelas."Itu urusanmu. Makanya jadi perempuan itu bisa menjaga kehormatan, jangan-jangan anak yang kamu kandung itu bukan anaknya Ahmad." Bu Wulan menimpali dengan nada ketus."Bude, aku nggak sebejat itu." Indah berka

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Perempuan Gemblung

    "Indah?" kata Alif dengan kaget, ketika ia membuka pintu. Tampak Indah dengan penampilan yang seperti tidak terawat, tidak seperti dulu yang pernah ia lihat.Indah juga kaget melihat Alif ada disini, ia sangat gugup.“Mas Alif?” Indah berusaha untuk menutupi kegugupannya."Siapa Lif?" tanya Bu Wulan sambil berjalan mendekati Alif. Bu Wulan tampak sangat syok melihat orang yang ada dihadapannya."Mau apa kamu kesini? Bukankah kamu pulang ke rumah orang tuamu?" tanya Bu Wulan dengan ketus.“Iya, aku memang pulang ke rumah orang tua. Tapi sekarang aku kesini lagi. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Pakde dan Bude.” Indah menjawab dengan pelan."Ooo, kamu masih menganggap kami ini keluargamu ya? Kalau memang masih keluarga, seharusnya kamu nggak membuat kacau semua yang ada disini." Bu Wulan berkata dengan sinis dan ketus.Indah hanya bisa menunduk. Bagaimanapun ia yang salah, tapi tetap saja ia tidak mau mengakuinya."Dasar nenek-nenek, lihat saja nanti kalau aku sudah menikah dengan Ma

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Semakin Mempesona

    "Jam setengah sepuluh, Pak." Ahmad menjawab dengan pelan."Mampir kemana?" tanya Pak Harno lagi."Ngumpul sama teman-teman, Pak.""Kamu belum pernah menjenguk anak-anakmu, kan?" tanya Pak Harno.Ahmad menggelengkan kepala. Pak Harno menarik nafas panjang."Kamu kok sangat keterlaluan sih, Ahmad? Cepat selesaikan sarapanmu, kita ke rumah orang tua Novi, menjenguk anak-anakmu," kata Pak Harno. Ahmad hanya terdiam, tidak berani membantah. Karena ucapan bapaknya itu merupakan sebuah perintah yang tidak bisa diganggu gugat.Setelah selesai sarapan, Pak Harno dan Ahmad pergi bersama untuk mengunjungi Dina dan Haikal. Ahmad sangat kesal, ia tidak bisa mengunjungi Indah. Padahal tadi malam ia berjanji kalau pagi ini mau mengunjungi Indah sambil membawakan sarapan.Di sepanjang perjalanan Ahmad hanya diam saja. Tak terasa sudah sampai di rumah orang tua Novi. Sudah lama Ahmad tidak kesini, terakhir kesini ketika ia bersama orang tuanya mengembalikan Novi. Warung Novi tampak lebih besar dari y

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tak Seindah Harapan

    Sore ini Ahmad mengantar Indah periksa ke dokter, untuk memastikan usia kandungan Indah. Tempat praktek dokter tampak begitu ramai, mereka pun harus antri menunggu giliran. Hampir satu jam mereka menunggu, belum juga mendapatkan panggilan. Tak berapa lama ada perempuan hamil yang baru datang langsung di panggil oleh asisten dokter. Ahmad yang tampak capek menunggu segera mendatangi asisten dokter itu."Mbak, saya kan sudah dari tadi antri, kok perempuan itu duluan yang masuk?" tanya Ahmad."Oh, Ibu itu sudah mendaftar duluan, Pak. Kalau Bapak ingin tidak lama mengantri, harus daftar duluan. Jam empat pendaftaran sudah dibuka," kata asisten dokter itu, menjelaskan pada Ahmad. Ahmad langsung terdiam, kemudian duduk lagi. Tak lama perempuan yang tadi masuk, sudah keluar dari ruang periksa."Mas Ahmad?" sapa perempuan itu, ternyata dia itu Lia alias Weni. Ia juga memeriksakan kandungannya.Ahmad yang merasa dipanggil namanya, segera menoleh ke arah suara."Lia? Sama siapa?" tanya Ahmad de

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menolak Kebenaran

    Tindakan Alif memang patut diacungi jempol. Walaupun ia dalam keadaan marah dan emosi, tapi ia masih menjaga martabat istrinya, supaya tidak semakin malu terlihat auratnya. Semua menatap Vera dan Alif."Lihatlah, Mas. Pak Alif berusaha menutup aurat istrinya yang tadi sudah kamu jelajahi. Memalukan sekali perbuatanmu itu, Mas? Apa lagi alasanmu sekarang? Kamu mau berkata kalau aku terlalu cemburu dan mengada-ada lagi? Ngapain kalian berdua di dalam kamar kalau tidak berzina. Apakah hanya mengobrol saja? Kok sampai buka-buka pakaian segala?" kata Shifa panjang lebar. "Bukan urusanmu," sahut Richard."O ya? Kalau bukan urusanku, berarti itu urusannya Pak Alif. Karena kamu bersama dengan istrinya." Shifa tampak mengejek Richard.Tak lama kemudian, Vera sudah keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lengkap."Kamu sudah siap keluar dari rumah, Shifa? Karena saat ini juga aku akan menceraikanmu," tantang Richard."Aku nggak takut dengan ancamanmu. Aku pun siap untuk keluar dari rumah i

DMCA.com Protection Status