Share

Kedatangan Tamu

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 21:18:31

"Novi, kami tidak menghalangi kamu menikah lagi. Kamu berhak untuk hidup bahagia. Tapi pilihlah laki-laki yang tidak terikat pernikahan. Kamu tahu kan maksud Ibu?" Bu Wulan menjelaskan.

"Iya, Bu. Saya tidak mau menjadi istri kedua. Sangat menyakitkan bagi istri pertama."

"Betul itu. Ibu lega sekali mendengar jawaban langsung darimu. Berarti cerita orang-orang itu tidak benar. Katanya kamu mau menikah dengan Ustadz Yusuf karena semua permintaanmu akan dipenuhi olehnya. Hidupmu akan terjamin dan nggak capek-capek lagi mencari uang. Memang ya, orang kali bercerita itu selalu ditambahi bumbu biar makin sedap." Bu Wulan berkata sambil tertawa lepas.

Novi bahagia mendengar mantan mertuanya bisa tertawa seperti itu. Ia tahu kalau mertuanya itu sedang banyak pikiran. Anak-anaknya hidupnya sedang bermasalah.

"Saya bekerja dengan ikhlas demi anak-anak, Bu. Mungkin orang melihat saya ngoyo mencari uang, padahal saya benar-benar menikmati pekerjaan saya."

"Biarlah orang menilaimu seperti apa, ya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayue Sekartaji
lanjut thor,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Salah Menilai

    "Apakah Mbak Zahra kesini hanya untuk merendahkan saya?" kata Novi dengan tenang. Ia tidak takut berhadapan dengan Zahra. Ini adalah rumahnya, ia sebagai tuan rumah berhak untuk mengusir tamu yang tidak sopan."Oh, kamu menantang aku ya?" kata Zahra dengan sorot mata yang tajam. Tatapan mata yang penuh dengan kebencian."Tidak ada yang menantang Mbak Zahra. Hanya saja dari tadi ucap Mbak Zahra merendahkan saya. Apa sebenarnya tujuan Mbak Zahra kesini?" tanya Novi."Memintamu untuk menolak lamaran Mas Yusuf." Zahra mengungkapkan tujuannya menemui Novi. Novi tersenyum, sebenarnya ia sudah menduga maksud kedatangan Zahra. Ia pun memandang perempuan yang duduk berhadapan dengannya. Perempuan itu sebenarnya cantik, tapi terlihat sangat angkuh, mungkin karena ia orang kaya."Pasti Mbak Zahra belum tahu berita yang sebenarnya," kata Novi dalam hati."Jadi Mbak Aisyah mengutus Mbak Zahra kesini ya?" selidik Novi."Enggak. Mbak Aisyah nggak tahu kalau aku kesini. Mbak Aisyah juga nggak mungki

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Memastikan Lamaran

    "Ini ayam geprek kesenanganku, Mas. Mas beli dimana?" tanya Indah dengan sumringah sambil menerima bungkusan dari Ahmad.Padahal dari tadi ia sudah emosi dan gelisah karena Ahmad tidak pulang-pulang. Mau menelponnya, tapi ponsel Ahmad ketinggalan di rumah. Ahmad sampai di rumah langsung memberikan dua porsi ayam geprek dari Novi tadi. Tidak mungkin ia berkata jujur, pasti Indah akan marah-marah. Tapi lambat laun ia akan memberitahu Indah kalau ia mengunjungi anak-anaknya."Ada deh. Makanlah semuanya," sahut Ahmad."Benar Mas? Untuk aku semua?" tanya Indah untuk memastikannya."Iya. Makanlah yang kenyang. Biar anak kita nggak kelaparan."Indah segera makan dengan lahap. Ia begitu menikmati ayam geprek ini. Ayam geprek kesukaannya, sudah beberapa hari ini ia tidak makan ayam geprek, karena Lala sedang sakit, jadi tidak mungkin menyuruh Lala membelikan ayam geprek. Perempuan yang sedang hamil itu tidak tahu kalau ayam geprek langganannya adalah milik Novi. Bisa dibayangkan kalau sampai

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Gara-gara Ustadz Yusuf

    "Dasar laki-laki, tidak cukup dengan satu wanita. Maunya memiliki lebih dari satu, tanpa memikirkan perasaan istrinya," kata Novi dalam hati sambil melirik Pak Fahri yang menyandarkan kepala di sofa. Entah apa yang didengarkan oleh Pak Fahri, ia begitu menikmatinya. "Saya masih berharap Dek Novi memikirkannya lagi. Tidak usah terburu-buru mengambil keputusan."Novi hanya terdiam, ia bingung mau berkata apa lagi. Sepertinya Ustadz Yusuf tidak bisa menerima penolakan. "Benar-benar keras kepala," kata Novi dalam hati.Karena sudah mulai larut, Ustadz Yusuf akhirnya berpamitan pada Novi. Mau berpamitan dengan Pak Budi, ternyata sudah tidur."Assalamualaikum, Dek Novi," kata Ustadz Yusuf berpamitan pulang, sambil melangkah keluar dari ruang tamu."Waalaikumsalam," jawab Novi. Kemudian ia segera menutup pintu dan menguncinya. Kalau ia tetap di luar akan ada tetangga yang melihat dan ia bakal jadi bahan ghibahan lagi. Karena menerima tamu laki-laki yang merupakan suami orang."Sudah pulang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Kecelakaan

    Tiiin…. Suara klakson motor mengagetkan Novi, ia tidak bisa mengendalikan diri."Mau mati ya?" teriak pengendara motor yang melaju dengan kencang.Novi yang mulai oleng mengendarai motor semakin kaget mendengar teriakan orang itu, jantungnya berdetak dengan kencang. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pikirannya benar-benar kosong, ia hanya menatap pengendara motor itu yang sudah menghilang dari pandangan matanya.Brak!! Yang ia rasakan, tubuhnya terkena benda keras dan ia pun terjatuh mencium kerasnya aspal jalanan.Orang-orang pun berlarian dan berteriak-teriak."Kecelakaan.""Oh, yang kecelakaan pelakor.""Karma seorang pelakor.""Biarin aja, nggak usah ditolong."Beberapa orang berkata-kata sambil menonton Novi yang mengalami kecelakaan. Air mata menetes di pipi Novi, menangis karena luka hati dan fisiknya."Hei, orang kecelakaan kok malah dilihat saja," teriak seorang laki-laki yang datang mendekati tempat kejadiam. Orang tersebut tampak cemas melihat darah yang keluar dari t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Doakan Yang Terbaik

    "Evi, tolong kamu sama Haikal dulu, ya? Mbah Kung mau mengurus Mbah Uti dulu," kata Pak Budi pada Evi."Iya, Mbah," kata Evi, kemudian ia masuk ke kamar Novi untuk menemani Haikal.Terdengar suara langkah kaki yang sangat tergesa-gesa, memasuki ruangan."Ada apa, Pak?" tanya Septi yang baru masuk ke dalam rumah, dibelakangnya ada Yanti."Adikmu kecelakaan," kata Pak Budi. Septi terkejut mendengar ucapan bapaknya, begitu juga Yanti."Kecelakaan? Kapan? Dimana? Bagaimana kondisinya? Sekarang Novi dimana?" cecar Septi dengan panik."Bapak juga nggak tahu kondisinya, sekarang Novi ada di rumah sakit. Yanti, kamu nggak usah buka warung. Tutup warungnya, beresin belanjaan Novi dan tolong tunggu di sini menemani Haikal." Pak Budi memberi arahan pada Yanti, Yanti pun mengangguk.Di rumah sakit, Lastri masih setia menunggu. Ia dan Pak Fahri beserta dua remaja berpakaian SMA menunggu di luar UGD. Novi sendiri masih ditangani oleh dokter.Lastri tampak mondar-mandir, sesekali duduk. Pak Fahri s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ingat Anakmu

    Ceklek! Pintu UGD dibuka, tampak dokter dan satu orang perawat keluar dari UGD.Bu Murni segera mendekati dokter dan perawat itu."Dok, bagaimana kondisi anak saya?" tanya Bu Murni."Oh, anak Ibu yang mengalami kecelakaan ya?" tanya dokter perempuan yang cantik dengan hijab berwarna mustard. Dokter tersebut bertanya dengan suara yang lembut dan enak didengar."Iya, Dok," jawab Bu Murni sambil mengangguk. Sesekali tampak ia menghapus air mata yang mengalir dengan sendirinya. Matanya sampai bengkak karena kebanyakan menangis."Masa kritisnya sudah lewat, tapi masih belum sadar." Dokter berkata sambil tersenyum untuk menenangkan ibu pasien, "kami akan berusaha yang terbaik untuk anak Ibu.""Boleh saya melihatnya, Dok?" tanya Bu Murni dengan penuh harap. Melihat perempuan setengah baya itu dengan wajah sangat cemas, dokter pun mengizinkannya."Boleh, gantian ya? Dua orang saja." Dokter memberikan jawaban, wajah Bu Murni memperlihatkan senyum lebar."Baik, Dok. Terima kasih," kata Bu Murni

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Semoga Baik-baik Saja

    "Gimana Novi?" tanya Pak Budi dengan penasaran. "Sudah sadar, Pak. Aku mau cari ruangan dulu," kata Septi. Semua mata yang dari tadi memandang Septi, akhirnya bernafas lega mendengar kata-kata Septi."Biar saya yang mencari ruangan, Mbak," kata Farel mengajukan diri untuk membantu. Pak Budi memberi isyarat pada Septi untuk menuruti perkataan Farel."O iya, Mas. Silahkan," jawab Septi. Farel tersenyum dan melangkah pergi untuk mencari kamar. "Bapak, masuklah," ucap Septi mempersilahkan Pak Budi masuk ke ruang UGD. Pak Budi segera masuk ke ruangan."Mbak Septi, gimana Novi?" tanya Lastri yang masih setia menunggu."Tadi waktu Novi sadar, ia tampak tidak merespon kami. Aku cemas sekali, Mbak? Aku takut kalau Novi benar-benar tidak mengenali kami. Tapi Alhamdulillah, akhirnya Novi bisa mengingat kami. Kata perawat, Novi hanya syok saja." Novi menjelaskan pada Lastri."Syukurlah. Aku sangat cemas, takut terjadi sesuatu pada Novi." Lastri mengungkapkan kecemasannya. "Kita sama-sama berdo

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sangat Bersyukur

    "Bagi Ibu kamu masih anak kecil Ibu yang cengeng dan manja, juga mandiri. Maafkan Bapak dan Ibu yang tidak bisa memberikan kemewahan pada kalian," kata Bu Murni dengan mata berkaca-kaca."Pantesan Novi cengeng, keturunan dari Ibu," celetuk Pak Budi. Novi dan Septi tertawa mendengar celetukan bapaknya, sedangkan Bu Murni tampak bersungut-sungut kesal. "Tuh kan, hujan turun," lanjut Pak Budi ketika melihat air mata Bu Murni menetes di pipi. Novi dan Septi semakin lebar tertawanya. Novi sangat bahagia melihat orang tuanya masih bisa bercanda dan selalu terlihat bahagia. Terkadang Novi iri melihat orang tuanya yang sampai detik ini mereka masih seperti dulu. Selalu saling menggoda dan bercanda. Ia pun membandingkan dengan kehidupan rumah tangganya yang hancur berantakan. Seketika mata Novi menghangat, ia pun berusaha mati-matian supaya tidak menangis."Bu, Haikal kemana? Kok nggak diajak?" tanya Novi mengalihkan pembicaraan."Tadi pagi-pagi sudah dijemput Lastri. Katanya kasihan kalau

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sah (Happy Ending)

    Hari ini Novi dan Farel mencari perlengkapan untuk mengisi rumah baru mereka. Hanya yang penting-penting dulu. Mereka berangkat dari rumah sekitar jam sembilan. Kebetulan Haikal tidak ikut, hanya mereka berdua, jadi bisa leluasa memilih furniture tanpa harus mengkhawatirkan Haikal yang bakal kecapekan. Sampailah mereka di toko furniture. Novi melihat-lihat tempat tidur untuk kamar mereka."Kasur ini bagus nggak untuk kamar Dina?" tanya Farel."Bagus, Mas. Tapi kita cari yang lain dulu," kata Novi. Sebenarnya Novi tadi sangat senang melihat kasur ini, tapi begitu melihat harganya, membuat Novi terperanjat."Kenapa?""Kita cari yang sebelah situ dulu, cari yang agak murah," bisik Novi."Tapi ini bagus." Farel tetap mempertahankan ini."Mas, kalau beli yang itu, terlalu mahal. Cari yang sederhana saja." Novi tetap pada pendiriannya.Akhirnya Farel mengalah. Mereka pun melihat-lihat lagi, mencari yang sesuai dengan keinginan dan budget."Nah kalau untuk kamar kita, yang ini saja. Ini kua

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menjaga Hati

    "Mas, semua ini membuatku sangat terharu. Terlalu berlebihan," kata Novi."Enggak Sayang. Ini semampuku, hanya mampu membuatkan rumah yang kecil untuk keluarga kecil kita. Tapi insyaallah rumah yang kita bangun ini akan menjadi rumah yang penuh dengan kebahagiaan.""Amin.""Aku juga nggak mau kita jauh dari Bapak Ibu. Lagi pula usahamu kan disini, jadi tidak repot.""Apa Mas nggak malu punya istri penjual ayam geprek?""Nggak usah dibahas yang seperti itu. Pokoknya aku sudah siap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku nggak mau membatasi kegiatanmu. Yang penting kamu senang, dan ingat prioritasmu adalah menjadi istri dan ibu. Bukan mencari nafkah. Mencari Nafkah itu tugasku.""Siap, Bos!" kata Novi sambil cengengesan."Alhamdulillah ya Mas, tadi malam Bu Irma ikut datang," lanjut Novi."Bukan Bu Irma, tapi Mama.""Iya, Mama.""Sebenarnya Mama itu baik. Kita harus pintar-pintar mengambil hatinya. Suatu saat nanti Mama pasti akan luluh," kata Farel dengan menatap Novi."Kamu tahu

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Rencana Masa Depan

    "Apa kalian sudah benar-benar mantap? Nanti kalian mau tinggal dimana setelah menikah?" tanya Pak Dewa."Nanti kami akan tinggal di bedengnya Novi, memulai semuanya dari nol."Novi memang memiliki bedengan untuk disewakan, kebetulan ada yang baru saja pindah, jadi ada bedeng yang kosong.Irma mencibir mendengar ucapan anaknya."Memang kamu bisa tinggal ditempat seperti itu," cemooh Irma."Insyaallah bisa, Ma. Namanya juga baru menikah dan belajar untuk memulai hidup baru, harus serba prihatin."Pak Dewa tersenyum dan manggut-manggut."Bagus! Itu namanya laki-laki sejati. Papa bangga sama kamu. Apa yang kamu butuhkan untuk menikah nanti? Bilang saja sama Papa! Mau pesta di gedung apa, biar Papa yang mengurusnya," kata Pak Dewa dengan antusias."Huh! Banyak gaya, masa mau pesta di gedung. Padahal setelah pesta tinggal di bedeng!" Irma berkata dengan sinis.Farel tersenyum dan sangat maklum dengan watak mamanya itu."Enggak usah, Pa! Acaranya hanya akad nikah saja di rumah Pak Budi. Meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menemui Calon Mertua

    "Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ikhlaskan

    "Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Mau Bermusuhan

    Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Bukalah Hatimu

    "Mas, kita nggak mungkin bisa bersama. Perbedaan kita terlalu banyak. Aku takut nanti akan menjadi masalah besar. Aku…."Drtt…drtt…Belum selesai Novi berbicara, terdengar ponsel Farel berbunyi. Farel melihat sekilas ke arah ponselnya, tapi hanya mengacuhkan saja. Ia fokus lagi menatap Novi.Drtt…drttDrtt…drtt"Angkatlah panggilan itu, siapa tahu penting," kata Novi."Bukan hal penting kok."Drtt…drttAkhirnya Farel menonaktifkan nada deringnya."Kamu takut dengan Mama? Jangan khawatir, aku akan berusaha melunakkan hati Mama.""Kalau tidak berhasil?""Kita tetap menikah, toh aku juga sudah tidak tinggal di rumah Mama. Kita nanti akan memulai rumah tangga dari awal. Mengontrak rumah, menabung untuk membeli rumah.""Mudah sekali Mas bicara seperti itu. Begitu menjalaninya nanti banyak mengeluh.""Asalkan bersamamu, aku yakin mampu menjalani semuanya.""Gombal!""Aku bukan merayu, tapi memang aku sudah siap lahir batin hidup sederhana.""Mas, semua tak seindah dan semudah yang Mas bayan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Masih Menunggu Jawaban

    Farel segera menggandeng tangan Novi dan mengajaknya mendekati anak-anak lagi. Dada Novi bergemuruh, hatinya berbunga-bunga. Tapi masih saja ada sedikit kekhawatiran."Nggak usah grogi kayak gitu, nanti kamu akan terbiasa dengan gandengan tanganku," ledek Farel, Novi hanya tersipu."Kok Ibu gandengan dengan Om, nggak boleh! Itu omnya adek, bukan omnya Ibu," kata Haikal mendekati Farel dan berusaha melepaskan gandengan tangan mereka.Farel semakin terkekeh melihat Haikal yang merasa cemburu dengan ibunya sendiri."Adek sayang sama Om ya?" tanya Farel."Iya! Om tidur di rumah adek ya, biar bisa ngelonin adek."Deg! Novi kaget mendengar jawaban Haikal."Om juga sayang sama adek, Ibu dan Mbak Dina." Farel menanggapi pertanyaan Haikal."Kalau sayang kok nggak mau tinggal di rumah adek?" Haikal masih penasaran dengan jawaban Farel."Nanti kalau Om sudah punya rumah sendiri, Om akan mengajak adek, Ibu dan Mbak Dina tinggal bersama.""Rumahnya bagus nggak Om?" tanya Haikal dengan antusias."

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mencari Jodohnya Sendiri

    Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status