“Bu, bukannya aku tidak patuh. Aku sangat menghargai keinginan Ibu, tapi aku tidak mungkin meninggalkan Savina karena dia sedang mengandung cucu Ibu!” Firman berbicara dengan netra berbinar. Laki-laki itu sangat bahagia ketika menyampaikan kabar kehamilan Savina.“A-apa? H-hamil?” tanya Bu Leni dengan wajah pias. Wanita itu sangat terkejut dengan penuturan putranya.“Iya, Bu. Alhamdulillah akhirnya Vina hamil dan aku akan menjadi seorang Ayah. Itu artinya Ibu akan menjadi seorang nenek. Ibu pasti senang kan?” tanya Firman dengan nada penuh semangat. Laki-laki itu tersenyum bahagia ketika berhadapan dengan wanita yang sudah melahirkannya.Bu Leni hanya mengangguk dengan perasaan tak menentu. Apa benar menantunya sedang hamil? Kalau benar, berarti dia akan semakin sulit untuk memisahkan Firman dengan Savina.“Bu, apa Ibu senang dengan berita ini?” tanya Firman dengan netra berbinar. Ia yakin kalau wanita di hadapannya pasti merasa bahagia mendapatkan kabar baik darinya.“Y-ya, Ibu meras
Firman memeluk Savina sebelum dirinya memasuki taksi yang tengah menjemputnya. Laki-laki itu tahu kalau istrinya sedang bersedih dengan kepergiannya.“Vin, jangan menangis. Mas, pergi untuk dirimu dan anak kita. Mas, akan sering menghubungimu selama berada di luar kota,” Firman membujuk Savina untuk menghentikan tangisnya. Laki-laki itu tahu kalau istrinya sangat sedih ditinggalkan olehnya.“Mas, aku tidak apa-apa. Sebaiknya Mas, segera berangat. Aku takut Mas, akan ketinggalan pesawat!” Savina menghapus air matanya dengan tatapan sendu. Ia harus terlihat tegar ketika melepas kepergian suaminya.“Vin, jaga baik-baik anak kita. Setelah semua pekerjaan selesai, aku pasti akan segera kembali ke sini!” ucap Firman dengan tatapan sendu. Laki-laki itu kembali mengecup puncak kepala istrinya dan mengucapkan salam perpisahan.Savina melepas suaminya dengan perasaan sedih. Di saat dirinya baru saja menerima berita bahagia karena kehamilannya, Mas Firman justru harus pergi ke luar kota untuk m
Pak Amir baru saja pulang dari masjid ketika dari kejauhan dirinya samar-samar melihat seseorang yang tengah berbaring di tepi jalan. Awalnya ia mengira ada orang gila yang sengaja tiduran di pinggir jalan, namun setelah mendekat dirinya merasa heran karena wanita itu tampak tergolek lemah dengan darah yang merembes di kakinya.“Astaghfirullah, Neng Vina!” seru Pak Amir dengan wajah terkejut. Ia segera mencari pertolongan kepada warga yang sedang melintas. Laki-laki itu meminta Bu Salimah, istrinya untuk pergi ke rumah Bu Leni.“Bu, tolong kabari Bu Leni kalau menantunya mengalami kecelakaan. Sepertinya Neng Vina habis mengalami tabrak lari!” ucap Pak Amir dengan napas tersengal-sengal.“I-iya, Pak. Ibu akan pergi ke rumah Bu Leni sekarang.” Bu Salimah segera berjalan cepat menuju ke rumah Bu Leni. Wanita itu terlihat panik mengingat kondisi Savina sepertinya tidak baik-baik saja.“Tok! Tok! Tok!” Bu Salimah mengetuk pintu rumah Bu Leni. Wanita itu juga mengucapkan salam berkali-kali
“Maaf, apa ini keluarga Ibu Savina?” tanya dokter itu dengan nada ramah.“Betul, kami keluarganya!” jawab Rista dengan nada ketus. Jujur dirinya merasa enggan mengakui Savina sebagai keluarganya. Wanita itu tidak akan pernah sudi memiliki adik ipar seperti Savina.“Bagaimana keadaan Savina, Dok?” tanya Bu Leni dengan perasaan was-was.“Maaf, saya sudah berusaha namun janin itu tidak dapat diselamatkan,” dokter itu berbicara dengan tatapan sendu. Ada penyesalan yang tergambar di wajahnya.“A-apa? M-maksud Dokter cucuku tidak dapat diselamatkan?” tanya Bu Leni dengan wajah terkejut.“Ya, saya dan tim dokter yang lain sudah berusaha, namun ternyata Tuhan lebih sayang dengan janin itu. Semoga Ibu dan keluarga sabar menghadapi semua ini.” dokter itu kembali berbicara dengan nada parau. Ia sangat paham dengan rasa kehilangan yang tengah dirasakan Bu Leni dan menantunya.Bu Leni hanya mengangguk dan berusaha menguatkan hatinya. Wanita itu mengangguk sebagai bentuk penghormatan kepada dokter
Firman tampak memapah istrinya memasuki rumah Bu Leni. Laki-laki itu begitu sabar mendampingi Savina selama menjalani pemulihan di rumah sakit. Ia bahkan berusaha menghibur Savina meski istrinya sangat sulit untuk tersenyum dan terkesan ingin menghindar darinya.“Mas, terima kasih sudah mengurusku dengan baik. Aku merasa menjadi beban untukmu dan keluargamu. Seharusnya aku yang merawatmu, tapi yang terjadi justru sebaliknya.” Savina berbicara dengan tatapan nanar. Wanita itu merasa bersalah karena sudah merepotkan Firman dan keluarganya.“Vin, kamu bicara apa? Aku ini suamimu dan sudah sepantasnya aku mengurus dan merawatmu. Aku melakukan semua ini dengan ikhlas. Sekarang lebih baik pulihkan kondisimu dan jangan berpikir yang macam-macam!” Firman meminta istrinya untuk beristirahat. Ia tidak ingin Savina banyak beraktivitas mengingat kondisinya belum benar-benar pulih.Setelah menyelimuti tubuh Savina, Firman keluar dari kamar dan meninggalkan wanita itu sendirian. Sebagai seorang sua
“Assalamualaikum!” ucap Nayra ketika memasuki kamar Savina. Wanita itu menatap Savina yang masih terbaring di ranjangnya.Savina tampak terkejut. Ia hampir tidak percaya kalau ada seorang wanita cantik yang tengah memasuki kamarnya. Seketika jantungnya berdetak kencang ketika ia menyadari sosok yang tengah mendekat ke arahnya. Ya, dia tahu kalau wanita itu adalah Nayra, mantan kekasih suaminya.“W-waalaikumussalam,” jawab Savina dengan nada bergetar. Lidahnya terasa kelu ketika melihat kedatangan Nayra.“Savina, apa kabar? Aku dengar dari Firman, kamu katanya sedang sakit.” Nayra tampak tersenyum penuh arti. Ia bahkan tengah menatap lekat wajah Savina yang tampak gugup.“K-kabarku baik,” Savina menjawab singkat dengan dada yang berdebar kencang. Ia semakin yakin kalau Nayra akan merebut posisinya. Firman bahkan sengaja mengabari wanita itu tentang kondisi dirinya. Apa Firman memang menginginkan pernikahan mereka segera berakhir dan menggantikan posisinya dengan Nayra? Kalau benar, sun
“Mas, apa benar kamu akan menikahi Nayra?” lirih Savina dengan tatapan kosong. Bibirnya tampak bergetar dengan air mata yang mengalir deras di wajahnya.Firman trekejut dengan wajah pias. Laki-laki itu masih terdiam dengan jantung yang berdetak semakin kencang. Ada perasaan sesak yang seketika menyergap di dalam dadanya.“Vin, maksud kamu apa? Kenapa kamu berbicara seperti itu?” tanya Firman dengan tatapan lekat. Ia seakan tengah mengendalikan diri untuk terlihat normal di hadapan istrinya.“Mas, aku tahu kalau kamu akan menikahi Nayra karena aku tidak mampu memberikan keturunan. Aku bahkan tidak mampu mewujudkan keinginan ibumu. Aku bahkan menjadi menantu yang gagal.” Savina terisak di hadapan Firman dan meratapi nasibnya.“Vin, ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Apapun yang terjadi, perasaanku kepadamu masih tetap sama. Aku mencintiamu dan selamanya akan seperti itu.” Firman berusaha meyakinkan Savina kalau rasa cintanya masih sama. Ia bahkan berani menjamin kalau cintanya tidak
“Bagaimana? Apa kamu menerima Nayra sebagai madumu?” bisik Bu Leni dengan senyum penuh kemenangan.Savina berusaha membendung air mata yang hampir tumpah. Napasnya terasa berat karena himpitan yang begitu besar di dalam dadanya. Ingin sekali dirinya berteriak dan menangis di pangkuan orang tuanya. Bagaiman mungkin seorang wanita seperti Bu Leni tega berbuat kejam kepadanya? Ini adalah sebuah pukulan telak baginya.“Kenapa kamu masih diam? Apa kamu tidak setuju dengan rencana pernikahan suamimu? Dengan atau tanpa restu darimu, Firman akan tetap menikah dengan Nayra!” ucap Bu Leni dengan nada penuh penekanan.“Bu, aku ingin meminta cerai kepada Mas Firman. Aku tidak mau dimadu!” Savina berbicara dengan tatapan tajam. Wanita itu berusaha meredam rasa sakit yang tengah menyayat-nyayat hatinya. Ia bahkan tidak sudi untuk menjadi keset di keluarga suaminya. Selama ini, dirinya sudah cukup lama diam dan mengalah dan hari ini, Savina memutuskan untuk melawan keputusan kejam ibu mertuanya.“O,