Elsie menatap kepergian Bastian dari tempatnya berdiri. Meskipun ia terkejut Bastian pergi ke kantor hari itu, tetapi ia pikir ada baiknya juga jika Bastian tidak ada di rumah. Dengan begitu, ia tidak perlu berpura-pura dan bisa bersantai menjadi dirinya.Lagipula suaminya itu memang selalu saja serius jika berhubungan dengan pekerjaannya. Jadi wajar saja jika dia tidak akan betah berlama-lama di rumah apalagi setelah beberapa lama tidak mengunjungi kantornya.“Ibu Elsie, apa baby K perlu saya bukan ajubya atau cukup seperti ini?” Hana bertanya memunta pendapat Elsie.Elsie melirik dan menemukan wajah lucu dan menggemaskan bayi itu. Ia berdecak pelan dan dalam hati mengumpat anak itu.Jika saja wajahnya tidak mengingatkannya pada perempuan sialan itu, mungkin ia tidak akan sesebal itu! Siapa sangka setelah lahirnya, anak itu memiliki perpaduan wajah Bastian dan Kanaya yang cukup kental?!Elsie berharap semakin lama wajah anak itu akan semakin mirip Bastian.Tapi… di mana perempuan it
Kali ini ganti Ravioli tersenyum miring melihat kegundahan di mata Elsie.“Suamimu saja tidak ingat siapa dia! Apa yang perlu kau kuatirkan?”“Lagipula—perempuan itu, dia tidak akan berani menampakkan dirinya lagi.”“Perawat dan Dokter di klinik itu sudah sangat jelas mengatakan jika Bastian lah yang merencanakan semua itu.”“Kamu pikir, apakah perempuan itu akan berani menampakkan batang hidungnya di depan Bastian setelah apa yang terjadi?”Elsie masih saja tidak setuju. “Tapi tetap saja, aku tidak akan pernah tenang sebelum dia—”“Elsie…” Ravioli memotong ucap Elsie. Ia berpindah tempat duduk di sebelah Elsie. Dipegangnya dagu Elsie dengan sedikit keras sambil ia menatap wajahnya.Ravioli tersenyum menyeringai. Kekesalannya yang tadi ia rasakan seakan menghilang saat ia menatap wajah putih bersih perempuan dihadapannya. Elsie tampak lezat sekali. Ia kembali teringat saat mereka berjibaku beberapa waktu yang lalu.Elsie melengos. Ia bisa merasakan jika Ravioli mulai bergairah. Pria
Selepas kepergian Haidar, Bastian memanggil Ezra di kantornya.“Ya Bos, ada yang bisa saya bantu?”“Bagaimana dengan tugas yang aku berikan?” tanya Bastian sambil duduk bersandar dengan kaki mengunci membentuk angka empat.Ezra tahu Bosnya itu tidak bertanya mengenai pekerjaan kantor. Sebab Bastian selalu percaya padanya dan juga Haidar. Dan memang tidak ada masalah dengan pekerjaan kantor. Terlebih dukungan Azhar sebagai Komisaris Direksi, Dewan direksi tidak akan membuat ulah.“Seperti yang Bos inginkan, Victor telah pergi, dan saat ini Bareta tidak lagi memiliki CEO. Ravioli belum menunjuk siapa pun untuk saat ini.”“Bagus, jalan kan rencana ke dua!”“Baik Bos.”“Sudah ada kabar dari Jay?”“Jay mengatakan mereka sudah menemukan identitas perawat gadungan itu, dan sedang melacak keberadaannya. Jika perawatt itu ditemukan, sebentar lagi kita akan segera mengetahui keberadaan ibu Kanaya.”“Apa ada pergerakan di apartemen Ayunda?”“Maaf Bos, kami belum melihat Ibu Kanaya di sana.”Bast
Elsie melirik bayi mungil yang ada di depannya.Kenapa dia tampak senang sekali? Apa dia tidak tau poop nya bau sekali! Uueeeekk!! Gerutu Elsie di dalam hati. Ia baru saja selesai mengganti popok bayi itu. Elsie terpaksa melakukannya sendiri. Selain Hana tidak ada, saat itupun ada Miranda dan Haidar yang memperhatikannya.Bagaimana mungkin ia menolak mengurus anak itu? Menyebalkan sekali! Awas saja nanti!“Els, apa kamu tidak mau mencoba menyusuinya lagi? Coba makan sayuran yang banyak, siapa tahu asimu bisa lebih banyak.” Miranda datang menghampiri dan berdiri di sebelah Elsie.Elsie langsung merubah ekspresi wajahnya yang sempat geram saat menatap Baby K menjadi tampak sedih. “Bukannya Elsie tidak mau Mah, seperti yang dokter katakan, karena kelainan hormon yang Elsie punya, ASI Elsie tidak bisa keluar banyak. Padahal Elsie sudah makan banyak sekali sayuran dan buah.”Miranda melirik dada Elsie, sembari ia mengangkat Baby K dan menggendongnya. “Apa kamu yakin, tidak keluar walaupun
Bastian menaruh Baby K dengan hati-hati ke dalam ranjang bayi. Putranya itu tidur dengan tenang sementara mulutnya kerap bergerak-gerak. “Kamu tahu di mana kira-kira mama berada?”gumam Bastian sambil mengelus pipi lembut putranya itu. Bastian tersenyum dan matanya tidak sengaja menatap baju onesie putih yang dikenakan Baby K. Baju itu adalah salah satu buah karya tamu yang datang ke acara baby Shower Elsie. Bastian memegang baju onesie itu dan ia teringat jika saat itu Kanaya pun sempat berada di tenda DIY. Tetapi saat ia datang ke sana, ia tidak lagi menemui Kanaya. Tetapi bukan itu yang tengah dipikirkannya. Melainkan apa yang Kanaya lakukan di tenda itu? Apa ia membuat sesuatu untuk Baby K di sana? Bastian langsung berdiri tegak, dan melangkahkan kakinya ke arah lemari pakaian Baby K. Satu persatu ia memeriksa baju onesie yang ada di lemari itu. Namun setelah mengecek semua baju onesie yang ada di sana, ia tidak menemuka apa yang ia cari, atau ia pikir ada di sana. Bastian m
Bastian tahu persis suara siapa itu tanpa ia perlu menoleh.“Ssttt… dia baru saja tidur.” Bastian imridak ingin banyak bicara dengan Elsie di sana. Ia pun berjalan menuju kamar utama melalui pintu penghubung melewati Elsie.Elsie melongok memperhatikan bayi itu sesaat sebelum ia berjalan mengikuti Bastian.Sambil menutup pintu penghubung, Elsie melirik Bastian. Harus diakuinya, Bastian memang memiliki postur tubuh yang sangat ideal. Ototnya kering, dan bentuk tubuhnya proporsional. Belum lagi wajahnya yang tampan.Jika berbicara harta, Bastian bukan kaleng-kaleng. Dan semua itu membuatnya menjadi sosok pria sempurna yang menjadi idaman wanita manapun.Sayangnya, meski Bastian memiliki semua itu, Bastian bukanlah tipe pria yang bisa Elsie ajak bersenang-senang menikmati kehidupan dunia malam dengan kebebasan. Bagi Elsie, Bastian terlalu serius dan lurus. Itu sebabnya ia memilih berselingkuh dengan Rico.Akan tetapi kali ini Elsie tidak ada pilihan lain. Ia harus bisa mempertahankan B
“Acara syukuran kelahiran anak pertama Bastian Aryo Dwipangga dan Elsiana Zhiva rencananya akan diadakan malam nanti di Grand ballroom Hotel Royal.” “Acara yang akan memperkenalkan penerus keluarga Dwipangga ini akan diadakan secara tertutup, dan hanya mengundang keluarga, kolega serta kerabat terdekat saja.” Terdengar suara reporter sebuah stasiun televisi menyiarkan secara langsung dari depan halaman Hotel Royal. Kanaya berdiri tidak jauh dari layar televisi itu, menatap beberapa potongan rekaman masa lalu kebersamaan Bastian dan Elsie yang ditampilkan di layar kaca. Mereka berdua bagaikan sepasang suami istri yang sangat serasi. Dalam berbagai kesempatan terlihat Bastian sangat menjaga Elsie dalam setiap gerak-gerik mereka. Cara Bastian memperlakukan Elsie dilansir menuai banyak komentar positif terhadap hubungan mereka. Bahkan Netizen memberi julukan Bastian sebagai suami idaman. Dan saat ini, keduanya diketahui oleh publik sudah memiliki seorang putra, yang mana menjadi p
“Rizal, bagaimana kamu bisa mendapatkan undangan ini? Acara itu— bukan kah acara itu tertutup untuk umum?” Seperti dikatakan reporter berita tadi, jika acara itu hanya mengundang keluarga, kolega dan kerabat terdekat saja. Bagaimana mungkin Rizal bisa mendapatkannya? Reno menarik nafas dalam. “Karena mereka memang mengundangku, Kanaya.” Ia melirik undangan yang ada di tangan Kanaya. Melihat gestur Rizal, Kanaya serta merta melihat kembali ke arah undangan itu. Kali ini tatapan matanya tertuju pada nama penerima undangan. “Reno Afrizal? Namamu Reno Afrizal?” tanya Kanaya dengan bingung. Tiba-tiba ia teringat kembali dengan inisial nama yang ia lihat di balik frame foto di apartemen 506 milik Rizal. G.D dan R.A. R.A pastilah Reno Afrizal. Tetapi apa hubungan Rizal dengan keluarga Dwipangga? Reno mengangguk menjawab pertanyaan Kanaya itu. Namun tatapan mata Reno yang menyimpan sesuatu, membuat Kanaya merasa ada sesuatu yang lebih dari seorang Reno Afrizal. Dan hal itu membuat
Perlahan Bastian memindahkan Baby K ke tangan Kanaya, memastikan Kanaya memegangnya dengan benar. Kanaya sudah pernah menggendong Alea, sehingga ia tahu bagaimana memggendong seorang bayi yang masih sangat kecil. Akan tetapi, menggendong buah hatinya untuk pertama kali tidak akan pernah bisa disamakan dengan apa pun juga. Awalnya tangan Kanaya bergetar saat ia menggendong Baby K. Untungnya, Bastian menggenggam tangannnya itu dan memberinya anggukan penuh keyakinan. Berangsur-angsur gemetar di tangannya menghilang, dan ia bisa menimang buah hatinya itu. Kanaya menatap tidak putus pada Baby K, sementara airmata bahagia terus mengalir di pipinya. “Ini Mama, Nak…” ucapnya dengan lirih sebelum mendaratkan kecupan yang lama, penuh rasa sayang di kening bayi mungil itu. Kecupan demi kecupan ia daratkan di wajah Baby K, sementara ia menggendongnya, memeluknya dalam dekapannya. “Mama sayang kamu Nak… mama rindu kamu…” Akhirnya ia bisa bisa memeluk, menggendong dan mencium buah hatin
Kanaya ingat hari itu kala dokter memvonis ibunya tidak dapat lagi tertolong kecuali dengan transplantasi jantung. Ia begitu putus asa hari itu, tidak tahu darimana ia bisa mendapatkan uang 20 miliar, jumlah yang sangat fantastis untuk seseorang biasa seperti dirinya. Sebuah kebetulan ia mendengar tawaran menjadi ibu pengganti siang itu di taman rumah sakit. Yang ternyata, tidak hanya menjadi jalan keluar kesembuhan ibunya, namun juga pertemuannya dengan Bastian, laki-laki cinta pertamanya. Jika saat itu ia tidak sedang membutuhkan uang, ia mungkin tidak akan pernah berpikir untuk menjadi seorang ibu pengganti. Apalagi dengan pembuahan alami yang dijalaninya saat ini. Apakah itu takdir? Kanaya tidak tahu. Akan tetapi hatinya berdebar dengan penuh kehangatan mendengar kalimat itu keluar dari bibir Bastian. Seakan Bastian ingin menegaskan jika jalan apa pun yang akan mereka tempuh, pada akhirnya pertemuan mereka tidak akan bisa dihindari. Dan saat ini, Kanaya ingin takdir itu
Kanaya menunggu dengan gelisah di dalam apartemen 1011 Thrillville. Ia menunggu kepulangan Bastian. Pria itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu dan sampai saat ini belum kembali. Di mana dia? Kenapa lama sekali? Saat sesang menatap keluar jendela, pintu apartemen itu terbuka, dan Bastian melangkah masuk. Melihat kedatangan Bastian, wajah Kanaya langsung berseri-seri. Ia pun bergegas menghampirinya. “Bas, kamu kembali!” Kanaya begitu senang sehingga senyum merekah di bibirnya. Ia memegang kedua lengan Bastian dengan antusian, lalu melihat ke belakang Bastian. Namun tidak ada seorang pun yang berada bersamanya. “Bas… di mana—?” Kanaya bingung, heran dan kecewa karena tidak melihat Baby K. Bukankah Bastian sudah berjanji akan membawa Baby K padanya pagi ini? Lalu, di mana dia? Kenapa dia kembali hanya seorang diri? “Ayo sayang, dia sudah menunggumu.” Bastian menarik tangan Kanaya bersamanya ke arah pintu. “Bas, dia— dia di bawah? Kenapa tidak dibawa naik?” Kanaya bertambah h
“Hana, siapkan perlengkapan Baby K, dia akan pergi pagi ini!” perintah Bastian tanpa menghiraukan keinginan Elsie sembari fokus memperhatikan Baby K. Saat itu, raut wajah Baby K sudah tidak semerah tadi, dan tatapan matanya sudah tidak lagi bersedih. Dan ia sudah hampir menghabiskan susunya, bahkan menggapaikan tangannya memegangi jari telunjuk Bastian. Ia begitu senang bermain dengan jati itu. Ujung bibir Bastian melengkung ke atas melihat respon putranya itu. “B-bas… Bastian, apa maksudmu dia akan pergi? Apa— apa kita akan pergi ke suatu tempat?” Elsie begitu terkejut dengan ucapan Bastian. Bastian tidak pernah memberitahu jika mereka akan pergi. Pergi kemana, dan mengapa tiba-tiba? “Aku akan membawa Baby K bersamaku,” jawab Bastian sambil menatap putranya itu. “Lagipula bukankah kamu sedang lelah? Aku memberimu waktu untuk beristirahat agar dia tidak lagi mengganggu istirahatmu,” tambah Bastian sambil diam-diam tersenyum sinis. Apa? Elsie seperti tidak percaya dengan pendeng
“Ah, merepotkan saja!” geramnya. Akan tetapi ia tidak bergerak dari tempatnya berdiri dan sibuk menscroll berita kejadian tadi malam. Ia membaca lagi dengan lebih detil mengenai kasus Ravioli, berharap bisa menemukan celah yang bisa menyelamatkannya jika Ravioli menyeretnya. Sementara itu, tangis Baby K semakin keras terdengar, sehingga membuatnya bertambah geram. “Hana!!” teriak Elsie dengan kesal memanggil baby sitter anak itu. Kemana baby sitter sialan itu? Batinnya dengan kesal. Karena tangisan Baby K tak kunjung reda, dengan menghentakkan kakinya ia berjalan menuju kamar Baby K. Sampai di sana, Hana tampak sedang mengganti popok bayi mungil yang sedang menangis itu. “Kenapa lagi dia? Berisik sekali!” bentak Elsie dengan kesal. “Baby K poop Bu, dan sepertinya dia juga haus,” jawab Hana yang masih merapikan baju Baby K. Ia baru sempat mengganti popoknya dan belum sempat membuatkan susu untuk bayi mungil itu. Elsie kembali berdecak dan berjalan menghampiri mereka. Ketika ma
Di kamar mandi, Elsie mencoba menghubungi Bastian, namun dua kali menghubungi, Bastian tidak mengangkat panggilan teleponnya. Semalam setelah selesai acara di Hotel Royal, Bastian pergi bersama ketiga sahabatnya. Mereka mengatakan jika sudah lama mereka tidak berkumpul dan ingin mengadakan Boy’s night, menghabiskan malam bersama sekaligus merayakan sehatnya kembali Bastian. Dan sebagai istri yang baik, ia tidak bisa melarang Bastian. Apa kata orang jika ia terlihat mengekang dan tidak percaya pada suaminya sendiri? “Kemana Bastian? Apa dia belum bangun?” gumam Elsie sambil melirik penunjuk waktu di telepon genggamnya. Jika mereka bangun sampai larut malam dan bahkan begadang sampai pagi, mungkin saja Bastian belum bangun pagi itu. Tapi tidak apa. Selama Bastian tidak ingat perempuan itu, tidak masalah jika ia pergi hangout semalaman bersama teman-temannya, batin Elsie sambil menatap wajahnya di cermin di depan wastafel. Ia tersenyum mengingat kejadian tadi malam saat Bastian b
Bastian mengusap airmata itu. “Besok pagi, Sayang. Besok pagi aku akan membawanya padamu.” Kanaya masih menatapnya dengan penuh harap, sementara Bastian menatapnya dengan lembut sembari mengelus pipinya perlahan. “Malam ini biarkan dia beristirahat, Naya. Biarkan dia beristirahat agar bisa menemui ibunya besok pagi.” Kanaya akhirnya mengangguk menyetujui. Ia tahu Bastian benar. Bukan ide yang tepat untuk membawa Baby K larut malam seperti ini. Ia hanya perlu bersabar sampai besok pagi. Bastian menghembusakan nafas lega. Ia lalu menarik Kanaya duduk di ranjang bersamanya, kemudian menyodorkan telepon genggamnya. “Kalau kamu ingin melihatnya.” Kanaya tentu ingin melihatnya. Ia menerima telepon genggam itu dan melihat sosok bayi mungil di layar telepon genggam Bastian. Kanaya menoleh, menatap Bastian seperti tengah memastikan kembali jika sosok itu adalah anak mereka. “Ya, itu Baby K. Lihatlah. Ada banyak foto dia di sana.” Bastian membantu Kanaya men-scroll ke samping galeri
Bastian memutar bola matanya. Tentu ia tahu Reno masih saudaranya. Jika yang menyembunyikan Kanaya orang lain, Bastian tidak akan hanya mengecohnya saja! Ia pasti akan membuat perhitungan serius dengannya! Bastian mendesah kasar. Reno, dia itu memang selalu saja mencari masalah dan membuatnya kesal. Namun, kapan ia pernah benar-benar keras menghukumnya? “Berhenti mengkhawatirkannya. Lagipula, aku tidak melakukan apa pun padanya. Aku hanya mengambil kembali apa yang menjadi milikku. Itu saja,” ujar Bastian sambil menarik pinggang Kanaya merapat padanya. Walaupun ia tidak bisa bisa benar-benar keras menindak Reno, tetapi ia tidak ingin menampakkannya. Akan tetapi ia pun tidak ingin Kanaya menjadi khawatir. Senyum Kanaya melebar mengetahui apa yang Bastian maksud dengan “miliknya”. “Aku bukan barang, Pak Bastian. Dan aku bukan milik siapa-siapa…” Kanaya mengerling, meledek istilah yang Bastian gunakan untuknya, meskipun ia tahu apa yang Bastian maksudkan. “Kamu memang bukan ba
Kenapa Bos menghubunginya? Ada apa? Bukankah dia sedang bersama pujaan hatinya, melepas rindu saat ini? Dengan harap-harap cemas Ezra mengangkat panggilan itu, dan setengah berbisik menjawab, “Halo, Bos?” Di apartemen Thrillville, Bastian merasa khawatir karena ASI Kanaya terus merembes keluar pakaian yang dikenakannya. Dan Istrinya itu meringis kesakitan setiap kali buah dadanya tersenggol, walaupun hanya sedikit saja. Bagaimana Bastian bisa tenang membiarkan Kanaya tidur kesakitan malam itu? “Zra, aku mau kamu carikan pompa ASI sekarang juga!” perintah Bastian dari ujung sambungan telepon itu. Wajah Ezra memerah mendengar perintah bosnya itu. Pompa apa? “Pom—pa ASI, Bos?” tanyanya dengan suara setengah berbisik. Masa malam-malam begini harus cari pompa—ASI? Yang benar saja! “Apa aku harus mengulangnya? Dan kenapa kamu bicara berbisik-bisik? “ tanya Bastian yang kesal dengan respon Ezra. Ezra berdehem. “Saya sedang berada di apartemen A, Bos. Saya akan kirim orang un