Begitu Karina tiba di ruang dansa kelab, dia dihentikan oleh dua pemabuk."Lho, wajah gadis ini sungguh manis. Kamu sendirian? Ayo bermain dengan kami sebentar."Bau tajam rokok dan alkohol dari kedua pria itu membuat Karina merasa pusing. Dia menatap dua pemabuk itu dengan tatapan waspada, mempertimbangkan apa yang harus dia lakukan di situasi seperti ini.Dia diam saja karena takut membuat dua orang itu kesal. Mata ambernya menyapu sekeliling ruang dansa, seperti sedang mencari sesuatu.Melihat Karina diam saja, kedua pria itu semakin tidak bermoral. Salah satunya mengulurkan tangannya, ingin meraih tangan Karina sambil berkata, "Ayo pergi, gadis manis. Aku akan mengajakmu melakukan sesuatu yang menarik."Karina mengernyit, menghindari tangan pria itu dengan tenang. Aroma alkohol yang menyengat hidungnya, membuat Karina merasa mual."Tuan, aku datang bersama teman, kalian bisa cari orang lain."Karina berbohong.Sayang sekali, sangat mustahil untuk berbicara baik-baik dengan pemabuk.
Karina tentu tidak mengetahui apa yang telah dilakukan Zayn.Karina mengangkat bahunya dan berkata, "Kamu nggak punya kewajiban untuk membantuku, kenapa aku harus marah padamu?""Heh, kalau begitu kenapa wajahmu masam seperti itu?" tanya Zayn yang hendak mencubit pipi Karina.Karina dengan cepat mengelak dan menatap Zayn dengan marah. Dia masih bisa menahan diri ketika Rafael mencubit pipinya. Namun, jangan berpikir dia akan membiarkan siapa pun bisa sesuka hati mencubit pipinya!"Tuan Zayn, menurutku, kamu harus jaga sikapmu sedikit.""Oh?" Zayn mengangkat alisnya.Karina memandang Zayn dengan serius dan berkata, "Kak Abila sangat menyukaimu. Hari ini kamu sudah bilang ingin menjadikannya pacarmu, jadi tolong perlakukan dia dengan baik. Jangan lakukan apa pun yang akan membuatnya sedih.""Nggak kelihatan ya, ternyata kalian berdua punya hubungan persahabatan yang begitu kuat." Poin yang ditangkap Zayn sepenuhnya salah.Karina mengerutkan keningnya. Dia tidak percaya bahwa Zayn tidak m
'Orang ini benar-benar arogan!'Karina ingin sekali meninju wajah playboy di depannya ini. Dengan begitu, ketampanannya akan hilang dan dia tidak akan bisa menipu para wanita jatuh cinta padanya lagi.Sayang sekali, Karina hanya bisa membayangkan karena dia tidak punya kekuatan melakukan itu.Tidak ada gunanya berbicara dengan orang yang memiliki pandangan berbeda. Karina pun memilih mengabaikan Zayn dan kembali berjalan lurus ke depan. Zayn tetap mengikutinya dari belakang dengan jarak yang tidak jauh maupun tidak dekat.Namun, perasaan ada seseorang mengikuti dari belakang tentu membuat Karina merasa sedikit tidak nyaman."Bisa berhenti mengikutiku?" seru Karina yang pada akhirnya tidak bisa menahan dirinya.Zayn menatap wajah Karina yang terlihat kesal itu, terkekeh dan berkata, "Siapa bilang aku mengikutimu? Jalan ini milik keluargamu? Nggak boleh orang lain jalan di sini?""Kalau begitu jangan terlalu dekat denganku.""Aku ingin jalan di mana itu urusanku, 'kan? Heh, Karina, kenap
Pada saat ini, senyuman Zayn menghilang sepenuhnya."Karina, apa kamu tahu kalau sikapmu sekarang membuat orang ingin menidurimu?"Setelah mendengar ini, Karina sangat marah hingga dia hampir muntah darah. Namun dia tetap mempertahankan ekspresi senyumnya dan berkata, "Sayang sekali, aku adalah wanitanya Rafael. Kalaupun kamu punya niat jahat itu, kamu nggak punya nyali melakukannya."Zayn marah, tetapi dia tertawa dan berkata, "Karina, kita bisa coba kalau aku benar-benar menidurimu, apa Rafael akan menjadikan Keluarga Anuma sebagai musuh?"Ekspresi Zayn tidak terlihat seperti sedang bercanda.Menyadari itu, raut wajah Karina menjadi sedikit pucat. Dia bertanya-tanya di dalam hatinya apakah Zayn benar-benar sedang marah?Dia mundur dengan ketakutan. Tidak ada petugas satpam yang berpatroli di tempat ini. Jika benar-benar terjadi sesuatu, dia tidak akan bisa melakukan apa-apa.Saat Zayn mendekat ke arahnya selangkah demi selangkah, Karina menjadi semakin gugup. Dia berusaha terlihat te
"Berapa banyak kekurangan yang kumiliki dibandingkan dengan Nona Delisa bukanlah hakmu untuk menilai. Kamu juga nggak bisa memengaruhi siapa yang dipilih Rafael." Karina berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Kamu nggak perlu selalu mencari masalah denganku hanya karena aku bersama Rafael dan kamu merasa ini nggak adil untuk Nona Delisa. Pada akhirnya kamu nggak bisa mengubah apa pun."Pandangan Zayn sama sekali tidak beralih dari Karina. Setelah beberapa saat, dia tertawa dan berkata, "Heh, mulutmu memang tajam."Karina tidak menghiraukan ucapan itu, menyipitkan matanya dan berkata dengan tenang, "Zayn, kubilang sekali lagi, selama kamu masih punya hati nurani, biarkan Kak Abila menyerah sepenuhnya atau perlakukan dia dengan baik."Zayn tertawa, lalu menirukan nada bicara Karina dan mengembalikan kata-kata Karina sebelumnya, "Bagaimana hubunganku dengan Abila itu bukanlah urusanmu. Karina, kamu jangan ikut campur urusan orang lain.""Kamu!" Karina memelototinya dengan marah.
Rafael melanjutkan ucapannya kepada Zayn tanpa ragu-ragu, "Aku nggak akan pernah lupa bahwa dia melepaskan tanganku terlebih dulu."Zayn terkejut, teringat akan sesuatu, dan berkata sambil tersenyum masam, "Kamu masih menyalahkan dia karena meninggalkanmu demi kariernya?"Mata Rafael sedikit menyipit dan dia tersenyum kecil. Ketika dia menoleh ke belakang, dia bergumam, "Aku sangat berterima kasih padanya karena telah melepaskan tanganku. Kalau nggak, aku nggak akan ...."Suara Rafael semakin kecil saat mengatakan itu, bahkan Zayn tidak dapat mendengar ucapannya dengan jelas. Setelah itu, Rafael berbalik pergi, melambaikan tangannya sambil berkata, "Kamu kadang-kadang harus memenuhi tanggung jawabmu sebagai putra dari Keluarga Anuma. Hati-hati, jangan sampai para temanmu itu menghancurkanmu."Setelah mobil Rafael melaju pergi, Zayn masih berdiri di tempat untuk beberapa saat.'Nggak kusangka apa kondisiku seburuk itu sampai perlu orang lain mengingatkanku?' Zayn samar-samar tersenyum,
"Kamu berani!" Rafael menatap Karina dengan marah.'Apa dia pikir aku masih belum cukup marah?' Melihat Karina tersenyum, tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan, ekspresi Rafael menjadi masam."Ternyata kamu benaran berpikir seperti itu ya?" Karina tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa."Hmph."Rafael menatap Karina dengan dingin, memalingkan wajahnya, seakan-akan dia benar-benar marah.Karina mengedip-ngedipkan matanya, lalu duduk mendekat ke arah Rafael dan berkata, "Lho, kamu benaran marah? Rafael, sejak kapan kamu menjadi begitu pemarah?"Bukankah Karina hanya bercanda?Jika Rafael mengatakan dengan tegas bahwa Karina hanya boleh jatuh cinta padanya, Karina tidak membantahnya, bukan?Karina meraih lengan Rafael dan menggoyangkannya, seperti membujuk seorang anak kecil yang sedang mengambek, dan berkata, "Jangan marah, kamu bakal cepat tua kalau marah terus. Kalau seperti itu, aku mungkin jatuh cinta pada orang lain."Rafael menoleh, wajah tampannya seakan-akan terlapisi
Reaksi Rafael merupakan tipe orang yang merasa senang, tetapi tidak mau mengaku.Karina menatap Rafael, menyeringai kecil dan berkata, "Oh? Kalau begitu, ke depannya aku nggak akan seperti ini lagi.""Apa kamu berani?"Rafael memelototi Karina.Karina tersenyum, terlihat makin bahagia, dan berkata, "Benar-benar sulit meladenimu. Aku nggak mengutarakan perasaanku, kamu selalu curiga. Aku mengutarakan perasaanku, kamu malah bilang itu membuatmu merinding, jadi aku harus bagaimana?""Harus utarakan!" seru Rafael dengan tegas. Kemudian, dia menambahkan, "Tapi kamu hanya boleh menggombal padaku. Kalau sampai aku tahu kamu memperlakukan pria lain seperti ini ....""Aku tahu, kamu akan membuangnya ke sungai, 'kan?" Karina sudah sangat paham apa yang akan dikatakan Rafael."Bagus kalau kamu tahu," ujar Rafael dengan sangat bangga sambil mengangkat dagunya.Setelah itu, mereka berdua lanjut bermesraan.Sang sopir hanya bisa diam-diam meratapi dirinya yang masih lajang dan harus melihat orang la