Karina tentu tidak mengetahui apa yang telah dilakukan Zayn.Karina mengangkat bahunya dan berkata, "Kamu nggak punya kewajiban untuk membantuku, kenapa aku harus marah padamu?""Heh, kalau begitu kenapa wajahmu masam seperti itu?" tanya Zayn yang hendak mencubit pipi Karina.Karina dengan cepat mengelak dan menatap Zayn dengan marah. Dia masih bisa menahan diri ketika Rafael mencubit pipinya. Namun, jangan berpikir dia akan membiarkan siapa pun bisa sesuka hati mencubit pipinya!"Tuan Zayn, menurutku, kamu harus jaga sikapmu sedikit.""Oh?" Zayn mengangkat alisnya.Karina memandang Zayn dengan serius dan berkata, "Kak Abila sangat menyukaimu. Hari ini kamu sudah bilang ingin menjadikannya pacarmu, jadi tolong perlakukan dia dengan baik. Jangan lakukan apa pun yang akan membuatnya sedih.""Nggak kelihatan ya, ternyata kalian berdua punya hubungan persahabatan yang begitu kuat." Poin yang ditangkap Zayn sepenuhnya salah.Karina mengerutkan keningnya. Dia tidak percaya bahwa Zayn tidak m
'Orang ini benar-benar arogan!'Karina ingin sekali meninju wajah playboy di depannya ini. Dengan begitu, ketampanannya akan hilang dan dia tidak akan bisa menipu para wanita jatuh cinta padanya lagi.Sayang sekali, Karina hanya bisa membayangkan karena dia tidak punya kekuatan melakukan itu.Tidak ada gunanya berbicara dengan orang yang memiliki pandangan berbeda. Karina pun memilih mengabaikan Zayn dan kembali berjalan lurus ke depan. Zayn tetap mengikutinya dari belakang dengan jarak yang tidak jauh maupun tidak dekat.Namun, perasaan ada seseorang mengikuti dari belakang tentu membuat Karina merasa sedikit tidak nyaman."Bisa berhenti mengikutiku?" seru Karina yang pada akhirnya tidak bisa menahan dirinya.Zayn menatap wajah Karina yang terlihat kesal itu, terkekeh dan berkata, "Siapa bilang aku mengikutimu? Jalan ini milik keluargamu? Nggak boleh orang lain jalan di sini?""Kalau begitu jangan terlalu dekat denganku.""Aku ingin jalan di mana itu urusanku, 'kan? Heh, Karina, kenap
Pada saat ini, senyuman Zayn menghilang sepenuhnya."Karina, apa kamu tahu kalau sikapmu sekarang membuat orang ingin menidurimu?"Setelah mendengar ini, Karina sangat marah hingga dia hampir muntah darah. Namun dia tetap mempertahankan ekspresi senyumnya dan berkata, "Sayang sekali, aku adalah wanitanya Rafael. Kalaupun kamu punya niat jahat itu, kamu nggak punya nyali melakukannya."Zayn marah, tetapi dia tertawa dan berkata, "Karina, kita bisa coba kalau aku benar-benar menidurimu, apa Rafael akan menjadikan Keluarga Anuma sebagai musuh?"Ekspresi Zayn tidak terlihat seperti sedang bercanda.Menyadari itu, raut wajah Karina menjadi sedikit pucat. Dia bertanya-tanya di dalam hatinya apakah Zayn benar-benar sedang marah?Dia mundur dengan ketakutan. Tidak ada petugas satpam yang berpatroli di tempat ini. Jika benar-benar terjadi sesuatu, dia tidak akan bisa melakukan apa-apa.Saat Zayn mendekat ke arahnya selangkah demi selangkah, Karina menjadi semakin gugup. Dia berusaha terlihat te
"Berapa banyak kekurangan yang kumiliki dibandingkan dengan Nona Delisa bukanlah hakmu untuk menilai. Kamu juga nggak bisa memengaruhi siapa yang dipilih Rafael." Karina berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Kamu nggak perlu selalu mencari masalah denganku hanya karena aku bersama Rafael dan kamu merasa ini nggak adil untuk Nona Delisa. Pada akhirnya kamu nggak bisa mengubah apa pun."Pandangan Zayn sama sekali tidak beralih dari Karina. Setelah beberapa saat, dia tertawa dan berkata, "Heh, mulutmu memang tajam."Karina tidak menghiraukan ucapan itu, menyipitkan matanya dan berkata dengan tenang, "Zayn, kubilang sekali lagi, selama kamu masih punya hati nurani, biarkan Kak Abila menyerah sepenuhnya atau perlakukan dia dengan baik."Zayn tertawa, lalu menirukan nada bicara Karina dan mengembalikan kata-kata Karina sebelumnya, "Bagaimana hubunganku dengan Abila itu bukanlah urusanmu. Karina, kamu jangan ikut campur urusan orang lain.""Kamu!" Karina memelototinya dengan marah.
Rafael melanjutkan ucapannya kepada Zayn tanpa ragu-ragu, "Aku nggak akan pernah lupa bahwa dia melepaskan tanganku terlebih dulu."Zayn terkejut, teringat akan sesuatu, dan berkata sambil tersenyum masam, "Kamu masih menyalahkan dia karena meninggalkanmu demi kariernya?"Mata Rafael sedikit menyipit dan dia tersenyum kecil. Ketika dia menoleh ke belakang, dia bergumam, "Aku sangat berterima kasih padanya karena telah melepaskan tanganku. Kalau nggak, aku nggak akan ...."Suara Rafael semakin kecil saat mengatakan itu, bahkan Zayn tidak dapat mendengar ucapannya dengan jelas. Setelah itu, Rafael berbalik pergi, melambaikan tangannya sambil berkata, "Kamu kadang-kadang harus memenuhi tanggung jawabmu sebagai putra dari Keluarga Anuma. Hati-hati, jangan sampai para temanmu itu menghancurkanmu."Setelah mobil Rafael melaju pergi, Zayn masih berdiri di tempat untuk beberapa saat.'Nggak kusangka apa kondisiku seburuk itu sampai perlu orang lain mengingatkanku?' Zayn samar-samar tersenyum,
Di sebuah kamar hotel VIP, suasana di dalamnya dipenuhi ambiguitas kenikmatan dan beberapa pakaian berserakan di lantai.Sinar matahari yang masuk dari jendela, samar-samar menyinari selimut yang menutupi pria dan wanita yang sedang tidur di kasur yang besar.Suara ketukan pintu yang tergesa-gesa membuat kening Karina Valerio berkerut. Dia membalikkan badannya dengan perasaan tidak nyaman.Kepalanya terasa sangat sakit, tubuhnya terasa nyeri seperti habis tertindih sesuatu. Ketika dia mengangkat tangannya untuk mengusap kepalanya, dia menyadari ada sesuatu yang hangat menempel di belakangnya.Karina Valerio pun terbangun dengan kaget, tubuhnya menjadi kaku seperti patung. Dia perlahan menundukkan kepalanya, mendapati ada sebuah tangan besar terlentang di depan dadanya.Sekujur tubuhnya seketika merinding. Ketika rasa panik menyerang dirinya, dia pun berteriak dengan keras.Suara teriakan itu langsung membuat pria di sampingnya terbangun. Begitu si pria melihat Karina, sorot matanya sek
Semua orang menghela napas lega, seolah-olah mereka mendapatkan pengampunan. Mereka terbirit-birit keluar dari kamar, seolah-olah mereka akan ditelan oleh binatang buas jika mereka terlambat selangkah.Karina juga buru-buru mengambil pakaiannya yang terlempar ke mana-mana. Dia masih bingung dengan situasi ini, tetapi nalurinya mengatakan bahwa dia harus segera meninggalkan tempat berbahaya ini. Dia masih memegang erat selimut yang menutupi dirinya dengan satu tangan.Rafael tidak bergerak, hanya menatap Karina yang sedang panik itu. Terlihat jelas ada beberapa bekas merah di bagian punggung Karina yang tidak tertutup selimut. Melihat itu, Rafael merasa sedikit kesal. Dia pun memanggil Karina dengan dingin, "Hei!"Karina seketika membeku di tempat dan mulai gemetar. Dia tidak berani berbalik untuk melihat Rafael.Dia ketakutan dan merasa tidak berdaya. Dia ingat dengan jelas bahwa kemarin dia sedang merayakan ulang tahun Simon bersama teman-teman sekampus. Namun, mengapa pagi ini begitu
'Penjahat?''Pelanggan bordil?''Atau pria mesum?'Karina terlalu takut untuk melanjutkan pemikirannya. Dia menyalakan pancuran dan membiarkan air mengalir membasahi tubuhnya.Di bawah air pancuran, warna bekas ciuman di tubuhnya semakin merah, seperti bunga mawar merah yang baru mekar. Seakan-akan menunjukkan betapa gila dan intensnya semalam. Melihat semua bekas ciuman itu, sekujur tubuh Karina semakin gemetar.Dia merasa dunianya menjadi gelap dan orang yang selama ini dia kagumi semakin menjauh darinya.Perlahan-lahan dia menurunkan tubuhnya, meringkuk seperti anak kecil yang tidak berdaya. Hanya ada satu hal yang muncul di benak Karina sekarang.Hidupnya sudah tamat.Di sisi lain, Rafael sudah berpakaian lengkap, hanya rambutnya masih sedikit berantakan. Meskipun begitu, dia tidak terlihat seperti orang yang baru saja bangun. Dia duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya yang jenjang itu di atas meja kopi sambil memainkan sebuah liontin berantai perak. Liontin itu berbentuk hati d