Tasya melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kantor Samudera menjadi tujuannya. Namun, sebelum itu dia juga telah menelepon Ramzi agar bisa ikut bersamanya. Tasya merasa, dia membutuhkan backingan, dan Ramzi adalah orang yang tepat.
Selain sahabat, Ramzi juga orang yang paling mengerti Samudera. Tasya yakin, dengan Ramzi bersamanya, Samudera tidak akan memperpanjang masalah ini. Ya, pasti!
Mana mungkin Samudera mengorbankan persahabatannya dengan Ramzi hanya untuk seorang janda, tidak mungkin.
Getaran telepon genggamnya sedikit mengalihkan perhatian Tasya. Tertera nama Ramzi di sana. ‘Aku tunggu kamu di parkiran.’ Seperti itu isi pesan yang di kirimkan Ramzi. Tasya pun tidak menyia-nyiakan waktu dan langsung mengetik balasan. ‘Oke, sedikit lagi aku sampai.’ Kamudian dia kembali menyimpan handphone nya, dan fokus pada jalan.
Mobil Tasya memasuki pelataran parkir Aditama Corp. Dari jauh dia sudah melihat kehadiran Ramzi, pria itu mengenakan stelan
“Nona Tasya, siapa yang ingin memfitnah Anda? Bahkan sejak tadi, kami tidak menyebut nama anda sekalipun. Jadi, kenapa Anda punya pikiran seperti itu? Bukannya Anda korban di sini?” Reinhart berkata demikian sambil terkekeh. Tasya yang mendengar perkataan Reinhart menjadi gugup. ‘Bodoh!’ batinnya. Tasya berusaha menormalkan raut wajahnya. “A-aku memang korban, ya korban! A-aku hanya....” “Jadi... Tidak masalah bukan, kalau pak Ramzi membuka amlop itu, korban?” Reinhart menekan kata ‘korban’, dan memandang Tasya dengan tatapan mencemooh. Saat dua orang itu tengah berdebat, Ramzi sudah membuka dan tengah membaca isi dari berkas-berkas yang ada di salam amplop. Wajah pria itu yang tadi penuh amarah, berangsur-angsur menjadi pucat pasih. Tidak ada bedanya dengan Tasya, wanita itu menjadi sangat ketakutan. Wajahnya pun sudah pucat saat Ramzi membuka amplop, apalagi sampai saat ini, Ramzi tidak mengatakan apa-apa. “Z-Zi....” Tasya mencoba meraih tan
Saat Reinhart dan Jonatan kewalahan menghadapi James, Tasya dan Ramzi, Samudera justru tengah melajukan mobilnya menuju kediaman utama Aditama bersama Agni dan Aska. Untuk memenuhi undangan Mayang beberapa waktu lalu di Rumah Sakit. Karena tidak tau apa yang harus dibawa, mengingat latar belakang keluarga Samudera yang tidak biasa. Agni memilih membuat cheesecake saja untuk mereka. Sebenarnya Samudera melarang dia membawa buah tangan apapun, tapi bagi Agni sedikit tidak sopan jika datang dengan tangan kosong. Dan Samudera yang dasarnya memang bucin akut, hanya bisa pasrah dengan keputusan Wanitanya. Namun ada satu masalah lagi, Agni mengalami krisis percaya diri. Sejak tadi, dia terus sama merasa gugup dan merasa penampilannya kurang bagus. Samudera dan Aska sampai kewalahan menghadapi tingkah Agni. “Menurut kamu, baju aku bagus tidak, Sam?” Agni bertanya pada Samudera. Samudera yang sedang menyetir, tidak bisa menahan geli mendengar pertanyaa
Karena kedatangan mereka yang terbilang masih sore, Agni dan Mayang memanfaatkan waktu yang ada untuk mengobrol saja. Mayang, Celline dan Agni tengah membahas hal-hal menyangkut urusan wanita. Dari mulai fashion hingga makanan. Sementara Aska tengah dikuasai oleh Lautan. Beberapa kali Rio ikut menggoda Aska sampai anak itu tertawa terbahak-bahak. Dan Lautan akan mulai mengusir Rio karena sudah mengganggu waktunya bersama Aska. Sungguh, pemandangan yang indah bagi Agni. Namun, ada hal yang sedikit mengganggu Agni sejak tadi. Hal itu adalah Samudera. Sejak kedatangan mereka, Agni tidak melihat Samudera berbicara dengan orang tuanya, bahkan menyapa mereka saja tidak. Sekarang saja, Samudera sedang mengasingkan diri. Dan duduk di dekat kolam renang sambil mengutak-atik telepon genggamnya. Sangat aneh menurut Agni. Mayang yang menyadari Agni tengah memandang Samudera, tersenyum tipis. Dia bahagia, tapi juga sedih. Agni pasti sadar akan keanehan yan
“Itu... Aska,” lirih Celline.Lirihan Celline membuat mereka semakin memusatkan perhatian pada tangan Tasya. Dan mereka tidak bisa menahan geram, saat melihat Tasya tengah merenggut rambut Aska dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain memegang pisau buah.Kondisi Aska sangat memprihatikan, entah apa yang Tasya lakukan pada anak itu, terlihat sedikit lebab di pipi kanan Aska. Namun, anak itu tidak terlihat terganggu sama sekali, bahkan dia tidak meringis saat Tasya menjambak rambutnya.Dan hal itu justru membuat Agni dan Samudera khawatir.Agni yang sudah kehilangan akal karena melihat putranya di perlakukan seperti binatang, mengambil langkah maju. Namun, langkah Agni terhenti saat Tasya meletakan pisau di tangannya pada leher Aska.“Ayo maju, kenapa berhenti, takut?” Tasya tertawa dengan keras, melihat wajah khawatir mereka.“Kenapa? Maju dong, katanya jago....” ucapnya lagi, kemudian kembali ter
Setelah Samudera dan Agni pulang, Lautan dan Mayang kembali masuk untuk melihat keadaan Tasya. Dan ya, seperti perkiraan mereka. Keadaan Tasya, jauh dari kata baik.Tasya sudah di pindahkan ke sofa ruang keluarga, terdapat banyak sekali ‘hasil karya’ Agni di wajah Tasya. Lautan hanya bisa menggelengkan kepalanya.Tampaknya calon menantunya itu bukan wanita biasa. Dari bahasa tubuhnya, Agni sepertinya seseorang yang mempunyai basic keterampilan beladiri. Terlihat dari cara dia menyeret kemudian membanting Tasya dengan mudahnya tadi.Sementara Celline, gadis cantik itu tidak henti-hentinya berdecak kagum, setelah melihat aksi heroik Agni. “Aku kayaknya terlalu naif, pas mikir kak Sam milih kak Agni hanya karena cantik. Aku lupa, kalau sekedar cantik saja tidak bisa menarik perhatiannya kakak. Iya ‘kan, Bang?”Rio ikut mengangguk. “Kamu benar. Aku juga sempat terkecoh dengan wajah lugunya kak Agni,” jawab Mario diser
“Ya, aku begini karena dia. Karena wanita yang tidak sadar telah di jadikan barang tukar untuk kepentingan keluarga kalian. Wanita yang selama ini tidak sadar sudah di jual untuk kepentingan perusahaan kalian.” Rani sampai meneteskan air matanya.“Dia akhirnya bisa keluar dari neraka ini. Tapi kenapa ibu ingin menariknya kembali? Jika ibu ingin menyelamatkan perusahaan ibu, kenapa ibu tidak mengorbankan salah satu cucu ibu? Andin misalnya?” Rani berkata sambil melirik Andin.Andin yang saat itu duduk di sudut bersama para sepupunya, tersentak mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Rani, ibunya.“RANI CUKUP!” Shaka ikut berdiri, setelah mendengar ucapan Rani.“Kenapa? Apa ada yang salah, hm?” Rani tidak segan menantang Shaka. “Aku benar, bukan? Yang akan bangkrut itu keluarga Pramono. Kenapa Agni yang harus dijadikan korban LAGI? Lagi Shaka, LAGI!”Rani menekan ujung jari telunjuknya d
“Tutup mulut kamu!” Ruangan yang tadi sunyi, semakin senyap saat Friska melayangkan tamparan di pipi Rani. “Jaga sikap kamu Rani. Bicara sesuai porsi kamu, jangan melebihi batas.” Friska menatap Rani tajam. “Jangan karena seorang wanita miskin, kamu melupakan siapa diri kamu. Wanita bermartabat tidak akan berteriak seperti tadi. Ingat Rani, kamu itu wanita terhormat, menantu dari keluarga terpandang. Tidak seharusnya kamu kehilangan kendali, dan melupakan tata Krama seperti itu.” Friska tidak melepaskan pandangannya dari Rani. Begitu juga dengan anggota keluarga Pramono yang lain. Mereka tengah memandang Rani yang sejak tadi menunduk dengan sebelah tangan menutup pipi, bekas tamparan Friska. Hening sesaat, hingga Rani kembali tertawa seperti orang tidak waras. “Wanita bermartabat... Menantu dari keluarga terpandang... Tata Krama?” Rani mengulang ucapan Friska, disertai tawa keras yang lebih mirip orang frustasi daripada bahagia. Tawa R
“Baik, Nek. Aku akan mencari Agni sampai ketemu.” Friska mengusap kepala Andi dengan penuh kasih sayang. “Bagus. Kamu memang cucu kesayangan nenek,” ucap Friska dengan senyum cerah. Laras yang melihat kebodohan Andi, tidak bisa menahan rasa jijiknya. Pria yang dia perjuangkan sampai mengorbankan persahabatannya, tidak lebih dari seorang pengecut bodoh yang serakah. Setelah puas dengan jawaban Andi, tanpa melihat yang lain, Friska berbalik dan masuk kedalam kamarnya. Rani yang melihat kebodohan putranya, menjadi goyah. Dia hampir jatuh karena tidak sanggup menopang tubuhnya sendiri. Untung saja, Kinan cepat tanggap dan menahan tubuh Rani. “Tante... Tante, sakit?” tanya Kinan dengan wajah khawatir. Rani menggelengkan kepalanya. “Tante baik-baik saja, Kin. Makasi ya,” ucap Rani dengan senyum tulus. Kinan balas tersenyum, kemudian membisikkan sesuatu ditelinga Rani. Rani membelalakkan matanya saat mendengar bisikan Kinan. “