Share

Bab 7

Author: Fitriyani
last update Last Updated: 2021-09-15 06:39:06

 

 

"Anne ... Papi tahu kamu memang punya penyakit bawaan sedari kecil, tapi, jangan dijadikan alasan! Apalagi, ada hati yang jelas terluka." 

 

Bisa kulihat dengan jelas, bagaimana reaksi Anne dan Mami saat ini. Berjengit kaget dengan kedatanganku bersama Papi, ya kini aku bisa berdiri kokoh bersama cinta pertamaku.

 

Papi masih hidup, hanya saja sudah berkeluarga bersama seorang wanita yang tak pernah kusuka. 

 

Tante Mita, begitu jutek. Dengan terang-benderang ia memperlihatkan semua itu, di depan Papi. 

 

Dan ... Seperti biasa, Papi hanya bisa pasrah. Begitulah, terkadang cinta mampu membutakan mata hati seseorang.

 

Itulah sebabnya, aku mati-matian menahan untuk tidak menemui Papi. Tapi, hari ini aku sedang butuh bantuan. 

 

"Lama tidak bertemu, rupanya kamu ada siasat untuk membawa Papi. Hebat sekali kamu, Anna," cetus Mami, duduk santai sambil menyilangkan kaki. 

 

Aku tersenyum kecut, tak apa Mami mau menilaiku seperti apa! Yang jelas, aku hanya ingin hidup bebas. 

 

Semua sudah kurelakan untuk Anne, termasuk Angga sekalipun. 

 

"Papi nggak kangen aku? Baru datang langsung marah," rengek Anne. Sambil berhamburan memeluk Papi, muak aku melihat hal itu. 

 

Papi menepis tangan Anne, menjauhkan diri dari pelukan adikku. Loh, tumben bener priaku begitu?

 

"Kamu dengar omongan Papi, Anne. Kasihan kakakmu, dia sudah terlalu baik hingga merelakan Angga." Lagi, perihal cintaku dibahas di sini. Sesak sebenarnya, tapi, mau tidak mau harus diluruskan. 

 

 

Aku bisa merasakan ketegangan di sini, tatapan tajam Mami bertemu dengan Papi. Mereka seolah berbicara melalui sebuah mata, kenapa harus serumit ini sih? 

 

"Senang kamu hah, udah buat Mami makin dibenci Papi?" tuding Anne, yang sudah duduk di sampingku sambil berbisik.

 

Menahan gemuruh di dalam dada, aku terus mencoba untuk menenangkan diri. Tak ingin terlihat jahat di netra Papi, bagaimanapun diri harus bisa merebut hatinya.

 

"Biasa aja ... Coba, sekali-kali kamu jangan lebay. Biar nggak nyusahin banyak orang," cemoohku tak peduli dengan tanggapannya nanti.

 

Semua memang salah Mami, terlalu memanjakan Anne secara berlebihan. Hingga pada akhirnya, membuat dirinya selalu berlaku sakit. 

 

Sebenarnya untuk menemui Papi, bukan hal yang mudah. Apalagi di bawah naungan Tante Mita, ini karena aku langsung inisiatif untuk menemuinya di kantor. 

 

Sedari dulu Mami memang melarangku dan Anne, untuk berhubungan lagi dengan Papi. Ia cukup terluka atas pengkhianatan pria tersebut, panjang ceritanya. 

 

Dan itu jelas akan dibahas, di bab selanjutnya. Sedikit tips untuk para pembaca setia, ikutin terus cerita yang disajikan dengan penuh cinta ini.

 

 

"Sepuluh tahun berlalu, dan kamu ... Masih berani menginjakkan kaki di rumahku," desis Mami. Seolah akan meledakan amarah, yang tak ingin kusaksikan. 

 

 

"Kenapa? Kamu cemburu bukan? Apalagi semenjak Angga denganku, pasti hatimu terbakar." Sial, ke mana adikku yang dulu? Kenapa cinta, mampu mengubahmu sayang?

 

Mami dengan Papi, sedang aku dan Anne juga sama tengah berperang. Kami berempat memang tidak cocok, jika bisa sedari dulu aku ingin tinggal bersama Papi. 

 

"Tutup mulut busukmu itu, sekarang bukan waktunya untuk kita berdebat! Kamu nggak lihat Papi sama Mami heh?" tegurku, mencoba menyadarkan dirinya. 

 

Bukankah kita keluarga? Yang seharusnya bisa saling melindungi, bukan malah sebaliknya. 

 

Saat ini, harapan terbesarku hanya satu. Tak ingin bertemu dengan Angga, orang yang telah tega melukai hati. 

 

"Jelas aku berani ... Kamu sudah berlaku tidak adil terhadap Anna. Semenjak Anne divonis memiliki penyakit," ungkap Papi dengan bibir gemetar. "Sibuk dengan Anne, hingga lupa dengan yang satunya lagi."

 

Benar, apa yang barusan Papi bilang. Sedikit banyaknya telah mewakili hati, air mataku kembali meluncur bebas. 

 

Ingatan tentang ketidak adilan Mami, seolah berputar. Dan, saat itu aku hanya bisa mengalah. Menangis sendu saat tengah malam, tanpa Mami tahu. 

 

Kurang tegar apa aku Mi? Angga saja aku relakan demi Anne, tapi, bukannya kasian sama aku. Kalian makin menindas, berlaku tak tahu diri. 

 

Sekarang, jangan salahkan aku jika kembali datang membawa Papi. Hanya dia, satu-satunya harapan terbesarku.

 

"Sudah cukup! Aku muak, silakan kalian pergi. Mental Anne, tak cukup kuat untuk melawan kalian!" teriak Mami, sambil berdiri dengan terguncang amarah. 

 

 

Percuma Pi! Kita nggak akan bisa menang dari Mami, dia punya kuasa juga mulut luae biasa menyakitkan. 

 

Dengan pasrah, tanpa mau bersitatap wajah dengan Mami. Aku bergegas pergi bersama Papi, lagi kami berpisah dalam aura pertengkaran. 

 

 

Memang, ini merupakan suatu yang biasa. Karena dulu pun kami sering mengalami hal yang sama, itu sebabnya mereka berpisah.

 

Atau, bisa jadi Papi jengah dengan sikap Mami yang selalu membeda-bedakan diriku dan Anne.

 

"Papi gagal lagi Ann, Mamimu selalu keras kepala." Papi berucap, setelah pintu tertutup rapat. 

 

Aku menggeleng lemah, memeluk Papi dengan teramat sayang. "Nggak apa, aku paham Pi. Gimana kondisi keluarga ini."

 

Kami melangkah bersama, meninggalkan rumah mewah dengan segala hal di dalamnya. Merasa lebih lega, karena mungkin beberapa hari ke depan Mami tak akan memaksaku lagi untuk pulang.

 

Sekarang, aku lebih baik tinggal di kosan yang tidak jauh dari kantor. Itu jauh lebih baik, daripada bersama Tante Mita dan Mami. Keduanya, sama-sama wanita yang tidak dirindukan.

 

"Kamu ini, dari dulu selalu saja nurut dengan Mamimu itu. Sampai-sampai, merelakan Angga." Dari dalam mobil, Papi kembali mengungkit perihal pria yang sudah membuat hatiku hancur.

 

Sekarang, aku sudah ikhlas Pi. Mungkin, aku dan Angga bukan jodoh. Apalagi dia sama sekali tak mau memperjuangkan cinta kami!

 

Asli, berjuang sendiri itu sakit. Lebih baik jomblo, aku perlu mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk membuktikan pada Mami. Bahwa aku bisa hidup tanpa dia. 

 

Papi dan Mami memang terbilang kaya, tapi, sedari kecil akibat ketidak adilan Mami aku jadi terbiasa hidup dengan keras. 

 

Berbeda dengan Anne, yang bisanya hanya ongkang-ongkang kaki. Sering keluar masuk RS, menghabiskan jumlah uang yang tidak sedikit. 

 

"Nggak apa Pi, Anna sudah biasa," sahutku sambil tersenyum getir. Kehilangan orang yang dicinta, dalam tenggang waktu yang lama. 

 

Papi mengacak rambutku asal, "Hebat. Kamu selalu bisa menjadi kebanggaan Papi."

 

Benarkah? Kalau gitu, aku akan selalu menjadi anak yang kuat. Biar selalu menjadi satu-satunya, kebanggaan Papi.

 

Kalau Anne bisa jadi kesayangan Mami, aku juga mau menjadi kesayangan Papi. 

 

Bisa jadi karena rindu yang mendalam, aku terus memeluk Papi. Tak ingin terlepas, bahkan berharap perjalanan ini akan masih sangat lama. Sebagai obat atas luka yang selalu Mami beri.

 

 

"Ann, kamu mau tinggal sama Papi?" tanyanya, membuat mendongak tak percaya.

 

Tentu saja aku tidak mau, keluar dari kandang macan masuk ke dalam kandang singa!

 

Wow, menyeramkan. 

 

Related chapters

  • Kesayangan Mami   Bab 8

    Dengan tubuh bergetar hebat, Papi sedikit memaksaku untuk ikut masuk ke dalam rumahnya.Apa nanti tanggapan Tante Mita, perihal kedatanganku kali ini? Setelah sekian purnama, yang jelas banyak yang berubah dala diri.Ya benar, Anna Pratama Dewi. Bukan lagi perempuan penakut seperti dulu, akan kutunjukan sedang bersama siapa mereka berhadapan.Pintu terbuka lebar, saat seseorang membukanya dengan wajah ditekuk. Belum juga apa-apa, tapi, sudah merasa diajak perang."Masih ingat kamu sama Papi ... Hebat bener, datang disaat dia sedang berjaya," ucap Tante Mita ketus.Aku menelan ludah, berpegang tangan dengan kuat. Merasa ketar-ketir, dia lebih buas dari Mami Dewi.Dan yang paling penting, dia hanya Mami tiri. Ahh, bukankah sama saja? Aku tak perna

    Last Updated : 2021-09-16
  • Kesayangan Mami   Bab 9

    "Cepat katakan, ada hal penting apa? Hingga kalin repot untuk datang ke kantor," tanyaku, tak ingin berbasa-basi.Kutatap ketiganya secara bergantian, berakhir pada Angga. Pria yang sudah sah menjadi adik ipar, wajahnya tak banyak berubah. Terlihat selalu bermuram durja!"Santai Anna, kami ke mari hanya untuk mengajakmu ke suatu tempat. Kami ada rencana untuk pergi ke luar Negeri, sekalian Angga dan Anne honeymoon." Penjelasan Mami, cukup telak mengenai hati.Kenapa pula harus mengajakku untuk ikut serta? Jijik, jika harus ikut dengan mereka. Menyaksikan kemesraan, yang tak ingin kulihat."Maaf, aku kerja. Nggak ada waktu untuk ikut bersama kalian," elakku, menahan kekesalan di dalam dada.Setidaknya be

    Last Updated : 2021-09-17
  • Kesayangan Mami   Bab 10

    "Jadi ini calonmu itu Put? Cantik, langsing, kayaknya baik." Dengan antusias, Bu Hani terus saja memujiku. Senyumnya yang begitu manis, membuat diri merasa nyaman.Di kelilingi boss Putra, Bu Hani, dan Ayahnya. Aku merasa malu, juga merasa bersalah. Bagaimana jika mereka tahu, kalau apa yang kami tampilkan hanya sebuah kepura-puraan?Terlihat bahwa mereka bukan hanya keluarga kaya, tapi, hangat, dan baik. Apa bisa aku menusuknya dengan sebuah kebohongan?Arggggh, semua ini jelas karena kesalahan boss Putra. Dia menyeretku, ke dalam kubangan yang jelas tak ingin kumasuki.Lama hidup menjomblo, bukannya bersyukur ada yang lirik. Ini malah dengan sok, mau menolak.Parahnya ... Aku mau saja, hanya karena takut dipecat. Please Anna, kalau bukan karena ingin menunjukkan pada Mami

    Last Updated : 2021-09-18
  • Kesayangan Mami   Bab 11

    "Jadi ... Anne mengidap penyakit single or multifle fetal demise, satu atau kedua bayi menderita penyakit berbahaya yang mematikan. Begitu dok?" tanyaku, sambil bergidik ngeri. Bahasanya terlalu ribet, untuk aku yang biasa.Sore usai pulang bekerja, aku menyempatkan diri untuk datang ke rumah sakit. Tentu, ingin tahu separah apa penyakit yang sedang Anne derita.Untuk aku berjaga-jaga, dengan harapan lebih bisa tegar demi menolak keinginan Mami dan Anne yang selalu mengorbankan kebahagiaanku.Beruntung, setelah sedikit dipaksa dokter Adi mau sedikit menjelaskan. Meski tidak terlalu detail, sebab ia bilang Mami yang terus mewanti-wanti."Betul .... Kehamilan kembar memiliki resiko yang lebih tinggi, karena dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya," ungkap dokter Adi. Lagi aku hanya

    Last Updated : 2021-09-20
  • Kesayangan Mami   Bab 12

    Aku mencebik bibir, merasakan tusukan kekecewaan yang kian mendalam. Apa maksud Anne, ada di dalam mobil dokter Adi saat ini?Kalau bukan karena dokter yang terus memaksa, untuk menjemputku sepulang kerja. Ogah rasanya, dan melihat saudari kembarku rasa itu makin tergambar nyata."Masuk Ann, nanti aku jelaskan." Lagi, aku terpaksa menurut. Duduk di belakang kemudi, sedang mereka berada di depan membuat rasa yang entah apa ... Mengusik relung jiwa.Apa mungkin, dokter Adi ada maksud untuk mendamaikan aku dengan Anne?Aku sendiri nggak masalah, sepanjang dia bersikap apa adanya walau sakit tengah menerjang."Maaf ya Ann, tadi Anne datang ke RS. Kebetulan dia ada ambil obat, jadilah sekalian ak

    Last Updated : 2021-09-21
  • Kesayangan Mami   Bab 13

    Dua hari berlalu, dan aku tidak lagi mau membalas setiap pesan maupun telpon dari dokter Adi.Masih sakit hati, dengan kelakuan dia kemarin. Kenapa harus manut dengan permintaan Anne?Ahh, ya aku lupa. Dokter tampan itu jelas tahu betul, kondisi Anne yang tidak boleh tergores hatinya sedikitpun.Lagian, kenapa harus dipikirin sih? Aku dan dokter Adi jelas nggak ada hubungan apa-apa.Arggggh dasar Anna, kamu kenapa sih? Nyesel kenal sama dia, semua karena Mami!"Ann ... Nggak tahu kenapa, aku pikir Anne sedang mencoba untuk menggaet dokter Adi." Dahiku mengernyit, mendengar penuturan Nindy di sela jam istirahat kantor.Namun, apa yang Nindy bilang. Bisa jadi tidak meleset, tapi, kenapa harus sekarang?

    Last Updated : 2021-09-22
  • Kesayangan Mami   Bab 14

    "Aku datang ... Karena ada yang ingin dibicarakan," katanya masih berdiri di ambang pintu. Menatapku yang tengah sibuk, menata beberapa barang untuk dibawa ke rumah Papi.Malam itu, aku tidak langsung ikut dengan Papi. Karena harus membereskan banyak hal, juga menegaskan pada Mami tentang aku yang tak mau lagi mencampuri urusan dirinya dengan Anne.Pagi sekali, Angga datang dengan membawa sejuta kerinduan yang seolah ingin aku luapkan.Namun, mati-matian aku menahan. Sadar betul, bahwa kini kami bukan lagi pasangan. Melainkan mantan, dengan status ipar."Silakan masuk Ngga," titahku, untuk sesaat menghentikan aktivitas. Seraya membuka pintu selebar mungkin, "Ada apa?"Setelah sekian lama, baru kali ini aku dan Angga bisa bicara. Hanya berdua tanpa ad

    Last Updated : 2021-09-22
  • Kesayangan Mami   Bab 15

    "Makan yang banyak Anna, aku lihat kamu seperti kekurangan gizi. Kurus dan tak bergairah," ucap boss Putra. Terdengar seperti cemoohan, yang cukup telak mengenai hati.Kalau Mami dengar, bisa ngamuk dia. Tapi, memang dalam hal makanan wanita itu selalu memberi yang terbaik.Untuk soal keadilan, tahu sendirilah. Aku lagi nggak ada mood bagus, untuk membahas hal seperti ini. Lagi dan lagi.Malam ini boss Putra, mengajakku makan di salah satu Restoran bintang lima. Setelah sebelumnya minta izin kepada Papi, sempat kesal karena Tante Mita terlihat ganjen.Seharusnya wanita itu sadar, untuk cukup tahu diri agar bersikap layaknya seorang istri yang baik.Lagi, aku hanya bisa mendengkus kesal. Apalagi, boss Putra terlihat beramah-tamah kepada Tante Mita.&nb

    Last Updated : 2021-09-22

Latest chapter

  • Kesayangan Mami   Bab 71

    Sore itu, tepat saat suami pulang. Aku merenung dengan tangan memegang remote TV, kuabaikan acara di sana. Karena pikiran sibuk menerka tentang Anne, sudah beberapa hari semenjak aku dinyatakan sembuh ia tak kunjung datang.Apa mungkin kemarin adalah satu drama terbarunya? Tidak! Aku berharap, itu hanya pikiran tidak baik yang sempat menyergap diri. Selebihnya, Anne berubah ke arah yang memang jauh lebih baik."Mikirin apa sih? Serius banget," cetus Putra. Duduk di sampingku, dengan sesekali menghela napas."Ahh, sayang. Kamu udah pulang? Maaf, lagi sibuk tadi." Takzim, aku mencium punggung tangannya. Lantas, ia balik mengusap kepalaku tak kalah lembut."Ya, aku tahu itu. Kamu, serius bukan karena nontonin TV. Tapi, karena ada pikiran lain. Ada apa sih? Ceritalah," terkaan Putra. Memang benar, aku mengulas senyum. Meletakan remote, berniat untuk bercerita."Anne, Mas. Dia ke mana ya? Kok, nggak lagi datang?" tanyaku, dengan gund

  • Kesayangan Mami   Bab 70

    Dua hari berlalu, dan aku tak mendapati kabar secuilpun dari Putra. Suami yang harusnya ada kala istri terbaring sakit, kini harapan hanya tinggal harapan. Apalah aku, Anna yang memang sedari dulu selalu tersakiti.Ibu jua tak banyak bicara perihal anak lelakinya, beliau seakan bungkam. Mungkin, tak mau terlalu ikut campur lebih dalam. Atau hal lain yang aku tidak tahu, entahlah terlalu banyak misteri dalam hidup ini.Tubuhku mulai membaik, sudah bisa keluar masuk kamar mandi seorang diri. Anne, masih rajin datang. Merawatku dengan baik, tanpa banyak kata yang kadang kala menyebalkan itu.Kandunganku masih baik-baik saja, menjelang dua minggu hari ini. Sesekali kau bicara via WA bersama dokter Ratna, beliau banyak membantu dan menenangkan diri yang sempat gundah gulana."Anne, Mami kerja bareng Papi. Apa kamu nggak marah?" tanyaku, suatu hari saat ia memberiku sarapan."Nggak, kenapa harus marah? Aku senang, jika itu bisa menebu

  • Kesayangan Mami   Bab 69

    "Cieeee ...." Wanita yang tengah kugoda, melirik dengan senyum di bibir. Tangannya sibuk menari di atas keyboard, penampilan yang dulu pernah menghiasi perlahan berubah ke arah yang jauh lebih baik."Anna, kamu sendirian?" tanyanya, sibuk membereskan peralatan kerja. Waktu makan tiba, semua karyawan wajib istirahat."Diantar sopir, Mi. Semenjak aku hamil, Putra makin rewel." Tersenyum getir, entah aku harus bahagia atau sedih. Mendapati kenyataan ini, sedangkan tekanan untuk memiliki anak lelaki seakan tidak memberi suatu ketenangan."Begitu, bagus dong. Itu namanya suami pengertian, beruntung kamu punya dia." Meraih lenganku, kami melangkah beriringan. Memutuskan makan di kantin, berhamburan dengan karyawan lain.Usai memesan dua porsi menu makan dan minum, kami duduk di pojokan. Menghindari keramaian, sedang Papi mungkin masih di ruangan.Kutatap Mami, lekat. Keceriaan tergambar jelas di wajah, amat berbeda dengan Mami yang kukenal

  • Kesayangan Mami   Bab 68

    Kabar bahagia datang, justru ketika sebulan berlalu usai melakukan program kehamilan. Ada calon bayik, yang sudah mengisi perutku seakan menebar berita baik bagi seisi rumah terlebih suamiku Putra.Seperti halnya malam ini, Aya dan Ayi terus berceloteh riang. Sambil memegangi boneka di tangan, bersandiwara layaknya itu adik mereka kelak. Menanggapi itu, aku tersenyum. Menyeka sudut mata, yang terkadang selalu berair."Aku nggak sabar deh, kepengen lihat dedek bayi. Momy, kapan sih dia lahir?" Ayi bertanya dengan bibir merenggut, kepalanya yang miring seakan menambah kesan menggemaskan."Emm, masih lama sayang. Tapi, kalau Ayi sama Aya sabar. Allah, pasti akan memberinya dengan cepat." Tepukan riuh seakan memenuhi langit kamar, istana megah kami tak pernah sepi semenjak hadirnya kedua putri tercinta.Putra yang tampak bahagia, sesekali mencuri pandang. Berkali-kali mengucap terima kasih, atas kehamilan yang sedang kurasa saat sekarang.

  • Kesayangan Mami   Bab 67

    Hari-hari berlalu, dan pikiranku masih berkutat pada Papi. Tentang permintaan dan keluhan yang sempat beliau lontarkan, merasa nggak berguna justru saat dibutuhkan.Tepat jam sepuluh pagi, aku berkutat di taman yang dipenuhi banyak bunga bermekaran. Si kembar tengah bermain, tak lupa ada Ibu yang selalu berada di samping."Maafkan Putra ya, entah kenapa Ibu merasa ... Dia terlalu memaksakan," ucap beliau, mengusap bahuku lembut."Memaksa apa Bu?""Kehamilan, padahal Ibu cukup tahu kamu belum siap lahir batin. Terlebih kedatangan Papimu, seakan membuat kegamangan." Aku mengangguk lemah, mengusap perut yang belum dikaruniai seorang anak juga. Butuh waktu dan kesabaran, itu yang dokter Ratna ucapkan berkali-kali.Mematikan kran yang sedang terpakai, kami duduk di kursi panjang. Kegiatan yang setiap hari dijalani, sambil memantau anak-anak bermain.Aku nggak paham, apa yang mendasari Putra ingin memiliki anak laki-laki. Bukan t

  • Kesayangan Mami   Bab 66

    "Kamu, mantan dokter. Mau-maunya kerja di kantor? Staff biasa lagi." Aku berdecak, menatap Radit dalam stelan kemeja biru polos.Pria itu mengulum senyum, mengangguk hormat. Hidup yang pahit, telah banyak memberi pelajaran untuknya."Teruskan kerjamu, kalau rajin siapa tahu bisa naik jabatan.""Baik, Bu." Formal sekali dia, tanpa menunggu perintah mantanku itu kembali menatap layar besar di depannya. Bekerja serius, seakan menikmati peran baru.Sepanjang jalan menuju ruang suami, aku mulai berpikir untuk membantu pria itu kembali bekerja sebagai dokter. Sesuai stylenya selama ini, memang agak susah untuk membersihkan nama yang tercoreng.Dulu, karena amarah yang membuncah. Kuputuskan untuk melaporkan semua kelakuannya pada kepala rumah sakit, tak pernah berpikir hal itu akan berimbas pada hidupnya kini.Ahh, bukankah itu sesuai dengan perbuatan dia? Hatiku terluka, dan jelas saja aku menginkankan hal sama pada dirinya. Im

  • Kesayangan Mami   Bab 65

    Tubuhku menegang. Menatap pria yang tengah berdiri tepat di depan pintu rumah, ada angin apa hingga takdir perlu membawanya ke mari? Masih ingat betul, dengan segala pengkhianatan yang pernah ia torehkan. Apalagi, wanita biasa mengingat itu hingga ke detailnya sekalipun. Adanya dia di sini, seakan membuka luka lama. Sekelebat bayang masa lalu, kembali bermunculan. Dulu, kamu gagah dan tampan di balik seragam dokter. Kini, status itu hanya tinggal nama akibat kelakuan yang amat tak bermoral! "Anna, apa kabar?" Memantik senyum di bibir, aku sama sekali tak ada niat untuk membalasnya. Bagiku, Radit sudah mati!"Sangat baik, bahkan semenjak kamu TIDAK ADA!" Menekan kata demi kata, yang kuharap pria itu cukup tahu diri. "Maafkan aku Ann, semua memang salahku.""Ya, kamu memang salah. Dan semua orang tahu itu!" Bibirku bergetar, menatap pria yang sempat kupuja setengah mati. Tak ada bedanya dengan Angga, sama-sama ba***an!Menunduk l

  • Kesayangan Mami   Bab 64

    "Ka-mu ...." Menjerit kecil, netraku seakan menatap tajam pada wanita di depan sana. Sedang yang tengah menjadi sorotan, enteng mengendikan bahu.Harusnya, pagi ini menjadi hal terindah. Melewati sarapan bersama anak-anak, suami, dan mertua. Namun, harapan hanya tinggal harapan.Melangkah cepat, aku terpaksa diam. Tak mau ribut di depan si kembar, yang sempat kaget melihatku menjerit."Pagi Kakak kesayangan," sapanya.Menyunggingkan senyum, "Makanan di sini enak-enak, beda dengan kontrakanku."Aku memutar bola mata malas, mengucap dalam hati bahwa ini kali terakhir ia masuk ke dalam istanaku! "Ya. Pagi juga adik kesayangan, silakan makan yang banyak. Biar tubuh kurusmu, menjadi besar!"Anne mendengkus, aku terkikik. Menikmati sandiwara yang amat menyebalkan, "Mas, rotbaknya mau nambah lagi?" Dahiku mengernyit, berani sekali dia bersikap sok manis.Tangannya bergerak ke sana-ke mari, bagai Nyonya rumah. Aku berdehem,

  • Kesayangan Mami   Bab 63

    "Momy, tadi ada aunty Anne. Dia datang bawa sekotak makanan buat Papa, ituloh kembaran Momy." Ayi berucap riang, menimbulkan emosi di jiwa. Dia lagi? Benar-benar tak tahu malu!Netraku mengitari sekitar halaman, Anne lenyap. Dia sudah berlalu, mungkin untuk menghindari keributan. Sial, wanita itu memang tak pernah bisa menyerah!"Ayi, sini kotak makanan itu buat Momy." Ia memberikan dengan senang hati, sedang aku menggengam dengan rasa tercabik. Kututup pintu, memastikan bahwa Anne benar-benar sudah tidak ada. Hari ini makanan, besok apa lagi?"Kenapa sayang?" Putra menyelidik. Menatapku membawa sesuatu di tangan, baiknya kuapakan makanan ini?Duduk di sampingnya dengan gelisah, aku menaruh barang tersebut pada meja. "Anne, bawain sarapan buatmu."Putra melotot. "Iya, tapi, untuk apa?"Aku mendengkus, "Tentu saja untuk merebut hati suamiku!"Menyilangkan tangan di dada, napasku makin tak beraturan. Harus dengan cara apa

DMCA.com Protection Status