Share

Bab 6

Author: Fitriyani
last update Last Updated: 2021-09-13 21:54:54

Mengabaikan Perintah Mami

 

"Anne sakit, apa kamu nggak mau jenguk dia?" Mami datang, tanpa sempat bertanya tentang kabarku sama sekali.

 

Apa dia nggak tahu, dengan kejadian terakhir saat aku berkunjung ke rumah? 

 

Mati-matian aku menekan rasa cinta yang masih membumbung tinggi, terhadap Angga. Lagi, Mami datang dengan membawa kabar perihal sang adik.

 

"Entar juga sembuh 'kan? Udah biasa itu, aku lagi nggak ada mood bagus untuk ke sana." 

 

"Ayolah Ann, sedikit saja kamu mengalah." Mami berdecak kesal. "Mami pusing, capek juga menghadapi kamu yang akhir-akhir ini nggak bisa diatur."

 

Jelas saja, cinta yang membuat diriku sadar Mi! Kehilangan Angga, membukakan mata hati atas ketidak adilan Mami selama ini? 

 

 

Mami boleh sukses membangun butik dengan brand ternama, tapi, anjlok dalam mendidik anak. Berat di sebelah, menanamkan banyak luka di hatiku sebagai seorang kakak. 

 

Dan ... Kepergian Papi, ada andil besar Mami di dalamnya. Kalau tidak, mungkin beliau masih di sini berkumpul dalam keluarga yang utuh. 

 

"Sama, Anna juga capek Mi." Aku beranjak dari kursi, mengambil segelas minuman untuk Mami. "Tanpa Mami sadari, selama ini selalu menorehkan luka di hatiku. Membedakan kami, dalam segala hal."

 

"Kamu ini kenapa Anna, mendadak melow? Jelas beda dong, Anne sakit. Dan kamu tahu itu, sebisa mungkin kita harus memenuhi keinginan dia sebelum kepergiannya." Lagi, Mami berdalih layaknya Tuhan. Yang tahu akan usia seseorang habis di angka ke berapa!

 

Sebenarnya percuma saja, aku bicara sama Mami. Hatinya nggak akan terbuka, akam selalu tertutup demi Anne. 

 

"Anna. Mami datang bukan untuk berdebat," ucapnya sambil memegang kedua pundakku. "Adikmu sakit. Dan kamu cukup tahu apa saja yang telah Mami tanamkan sedari kalian kecil!"

 

Bahuku terguncang dengan kuat, menangis sejadinya. Hati kecil sangat berharap, masih ada sedikit rasa kasihan Mami terhadap anaknya.

 

Perasaan, baru kemarin Anne jatuh sakit. Kenapa sekarang harus kambuh lagi? Kamu mau mati saja, nyusahinnya kebangetan! 

 

Harusnya kehadiran Angga, cukup mampu menjaga dan melindungi Anne di sana. Dengan tidak lagi merepotkan aku, dalam segala hal.

 

"Mi ... Kalau boleh aku tahu, sebenarnya Anne itu sakit apa sih?" tanyaku, masih dalam keadaan membelakangi Mami dalam posisi sama-sama berdiri. 

 

Terdengar helaan napas panjang darinya, tanggapan yang biasa Mami berikan. "Adalah. Kamu nggak perlu tahu, penting Anne parah dan butuh kebahagiaan dari orang sekitar."

 

Bukan jawaban itu yang mau aku dengar, Mi. Tapi, sebuah kepastian. Biar aku tahu detail, dan nggak selalu jantungan kala mendengar dia jatuh sakit untuk kesekian kalinya.

 

"Pokoknya, besok kamu harus datang Ann. See you, Mami tunggu. Dan jangan lupa, sebelum mampir ke rumah ambil obat Anne ya!"

 

Oh tidak! 

 

Itu berarti aku harus bertemu lagi dengan dokter Adi? "Nggak mau Mi, aku harus kerja. Cuti mulu dari kemarin!" elakku, sambil mencebik bibir. 

 

Mami menggeram marah, seperti biasa menatapku tajam. "Dengar Anna, Mami paling nggak suka dengan penolakan!"

 

 

Usai mengomel panjang, Mami berlalu bahkan tanpa kata pamit. Ia marah, menuduhku sebagai kakak terkejam. 

 

Apa aku nggak salah dengar? Julukan itu justru lebih pantas, disematkan untuk Mami dan Anne. 

 

Sendiri dalam Kosan yang sepi, aku merenung lama. Merasakan kesedihan paling mendalam, selalu di anak tirikan dalam waktu yang entah hingga kapan!

 

Padahal, aku dan Anne sama-sama anak Mami. Terlahir dari rahim yang sama pula, seharusnya bisa berlaku seadil mungkin!

 

Aku mengepalkan tangan dengan kuat, mulai jengah dan tak mau lagi menuruti segala perintah Anne apalagi Mami. 

 

Dia mau mati, silakan! Nanti aku pasti datang, selama ini mereka sudah sangat keterlaluan. Perlu diberi pelajaran sedikit saja, biar tahu aku juga punya hati dan perasaan.

 

Selamat datang, pribadi Anna yang baru. Kamu kuat, sehat juga cantik. Persis seperti apa yang Mami sering bilang, dan satu lagi. 

 

Aku ... Akan menjadi pemberontak, kehidupan penuh derita membuatku harus melakukan ini.

 

Dan kalian berdua adalah biang onar, terima kasih untuk luka yang selalu kalian torehkan!

 

***

 

"Wih ... Akhirnya kamu masuk juga Ann," ucap Nindy. Teman kantor, juga teman curhat dalam segala hal. 

 

Dibanding dengan Anne, aku merasa lebih nyaman bersama Nindy. Dia apa adanya, menerima aku tanpa embel-embel apapun. 

 

Setidaknya, hari ini aku bisa terbebas dari permainan orang rumah. Aku cukup tahu, Anne pasti sudah menyusun sebuah rencana untuk bisa membuat hatiku kembali panas. 

 

Dan kamu Angga, sudah tahu masih cinta. Tapi, malah pasrah. Jangan salahkan, bila suatu saat nanti akan ada pengganti yang lebih darimu sayang! 

 

"Semua orang Kantor, udah tahu kabar pernikahan Angga sama adikmu itu." Benarkah? Hah, kabar apapun memang lebih cepat masuk telinga. Pantas saja, sepanjang masuk kantor. Semua mata memandangku lekat, sambil berbisik. 

 

Mendesah resah, aku duduk di samping Nindy. Menjabat sebagai karyawan staf biasa, "Okelah. Aku, sudah cukup bisa menghadapi kenyataan ini."

 

Nindy tersenyum, sambil meremas punggung tanganku. "Yang kuat Ann, masih banyak kok cowok yang lebih dari doi. Tentunya, nggak plin-plan!"

 

Untuk sesaat, aku tergelak. Nindy benar, Angga bukan lagi pria idaman seperti dulu. Kala aku selalu bisa membanggakan dirinya, di depan teman-teman. 

 

"Jadi, kamu lebih memilih masuk kerja. Dibanding ngambil obat buat si Anne itu?" tanyanya, dengan penuh antusias. 

 

"Yup, biar tahu rasa. Ponsel juga sengaja aku matiin," kataku, mengukir senyum di bibir. Membayangkan kemarahan Mami juga Anne, biar sekalian dia mati! Ups. 

 

Nindy mengacungkan kedua jempol tangan, bersorak ria hingga mengundang banyak mata untuk memandang.

 

"Ann, si boss manggil kamu tuh." Anto datang, dan memberi pesan yang membuat tubuhku terasa lunglai. 

 

Sambil memberi kode, Nindy membantuku untuk segera berdiri. Tak ingin, mendengar keributan yang biasa aku dan boss lakukan. 

 

Bergegas menuju ruangan, sambil merapalkan doa. Dengan harapan besar, tak akan ada omelan seperti biasa.

 

"Masuk!" Perintahnya, usai pintu diketuk. Jantungku berpacu cepat, sedang malas untuk berdebat.

 

"Cuti seminggu, enak ya. Dikira ini kantor Nenek moyang kamu apa!" desis boss Putra, menatapku tajam. 

 

Aku menelan ludah, masih pagi tapi, udah kena omel. "Boss, adik saya sakit. Tahu sendirilah!"

 

Bukan rasa iba yang aku dapat,  melainkan ceramah dia pagi ini. Mati aku, gini nih kalau jomblo akut. Suka lupa senyum, dan beramah tamah sama karyawan. 

 

"Ma-af boss, lain waktu nggak gitu deh!" janjiku, mengangkat kedua jari tangan. 

 

 

Boss Putra mendengkus sebal, "Oh ya. Selamat ya atas kegagalan pernikahan kamu, nggak nyangka malah ditikung adik sendiri."

 

Argggggh, selain galak ternyata suka julid juga baru tahu aku.

 

Menatapnya dengan perasaan kesal, aku juga ikut mendengkus. Aura permusuhan, jelas tergambar di sini. 

 

 

 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erfinal Fauzi
terlalu....lemah..... udah ditinggal kawin ya sdh.....buang saja.... bego.....bodoh......tolol......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kesayangan Mami   Bab 7

    "Anne ... Papi tahu kamu memang punya penyakit bawaan sedari kecil, tapi, jangan dijadikan alasan! Apalagi, ada hati yang jelas terluka."Bisa kulihat dengan jelas, bagaimana reaksi Anne dan Mami saat ini. Berjengit kaget dengan kedatanganku bersama Papi, ya kini aku bisa berdiri kokoh bersama cinta pertamaku.Papi masih hidup, hanya saja sudah berkeluarga bersama seorang wanita yang tak pernah kusuka.Tante Mita, begitu jutek. Dengan terang-benderang ia memperlihatkan semua itu, di depan Papi.Dan ... Seperti biasa, Papi hanya bisa pasrah. Begitulah, terkadang cinta mampu membutakan mata hati seseorang.Itulah sebabnya, aku mati-matian menahan untuk tidak menemui Papi. Tapi, hari ini aku sedang butuh bantuan."Lama tidak bertemu, rupanya kamu ada sia

    Last Updated : 2021-09-15
  • Kesayangan Mami   Bab 8

    Dengan tubuh bergetar hebat, Papi sedikit memaksaku untuk ikut masuk ke dalam rumahnya.Apa nanti tanggapan Tante Mita, perihal kedatanganku kali ini? Setelah sekian purnama, yang jelas banyak yang berubah dala diri.Ya benar, Anna Pratama Dewi. Bukan lagi perempuan penakut seperti dulu, akan kutunjukan sedang bersama siapa mereka berhadapan.Pintu terbuka lebar, saat seseorang membukanya dengan wajah ditekuk. Belum juga apa-apa, tapi, sudah merasa diajak perang."Masih ingat kamu sama Papi ... Hebat bener, datang disaat dia sedang berjaya," ucap Tante Mita ketus.Aku menelan ludah, berpegang tangan dengan kuat. Merasa ketar-ketir, dia lebih buas dari Mami Dewi.Dan yang paling penting, dia hanya Mami tiri. Ahh, bukankah sama saja? Aku tak perna

    Last Updated : 2021-09-16
  • Kesayangan Mami   Bab 9

    "Cepat katakan, ada hal penting apa? Hingga kalin repot untuk datang ke kantor," tanyaku, tak ingin berbasa-basi.Kutatap ketiganya secara bergantian, berakhir pada Angga. Pria yang sudah sah menjadi adik ipar, wajahnya tak banyak berubah. Terlihat selalu bermuram durja!"Santai Anna, kami ke mari hanya untuk mengajakmu ke suatu tempat. Kami ada rencana untuk pergi ke luar Negeri, sekalian Angga dan Anne honeymoon." Penjelasan Mami, cukup telak mengenai hati.Kenapa pula harus mengajakku untuk ikut serta? Jijik, jika harus ikut dengan mereka. Menyaksikan kemesraan, yang tak ingin kulihat."Maaf, aku kerja. Nggak ada waktu untuk ikut bersama kalian," elakku, menahan kekesalan di dalam dada.Setidaknya be

    Last Updated : 2021-09-17
  • Kesayangan Mami   Bab 10

    "Jadi ini calonmu itu Put? Cantik, langsing, kayaknya baik." Dengan antusias, Bu Hani terus saja memujiku. Senyumnya yang begitu manis, membuat diri merasa nyaman.Di kelilingi boss Putra, Bu Hani, dan Ayahnya. Aku merasa malu, juga merasa bersalah. Bagaimana jika mereka tahu, kalau apa yang kami tampilkan hanya sebuah kepura-puraan?Terlihat bahwa mereka bukan hanya keluarga kaya, tapi, hangat, dan baik. Apa bisa aku menusuknya dengan sebuah kebohongan?Arggggh, semua ini jelas karena kesalahan boss Putra. Dia menyeretku, ke dalam kubangan yang jelas tak ingin kumasuki.Lama hidup menjomblo, bukannya bersyukur ada yang lirik. Ini malah dengan sok, mau menolak.Parahnya ... Aku mau saja, hanya karena takut dipecat. Please Anna, kalau bukan karena ingin menunjukkan pada Mami

    Last Updated : 2021-09-18
  • Kesayangan Mami   Bab 11

    "Jadi ... Anne mengidap penyakit single or multifle fetal demise, satu atau kedua bayi menderita penyakit berbahaya yang mematikan. Begitu dok?" tanyaku, sambil bergidik ngeri. Bahasanya terlalu ribet, untuk aku yang biasa.Sore usai pulang bekerja, aku menyempatkan diri untuk datang ke rumah sakit. Tentu, ingin tahu separah apa penyakit yang sedang Anne derita.Untuk aku berjaga-jaga, dengan harapan lebih bisa tegar demi menolak keinginan Mami dan Anne yang selalu mengorbankan kebahagiaanku.Beruntung, setelah sedikit dipaksa dokter Adi mau sedikit menjelaskan. Meski tidak terlalu detail, sebab ia bilang Mami yang terus mewanti-wanti."Betul .... Kehamilan kembar memiliki resiko yang lebih tinggi, karena dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya," ungkap dokter Adi. Lagi aku hanya

    Last Updated : 2021-09-20
  • Kesayangan Mami   Bab 12

    Aku mencebik bibir, merasakan tusukan kekecewaan yang kian mendalam. Apa maksud Anne, ada di dalam mobil dokter Adi saat ini?Kalau bukan karena dokter yang terus memaksa, untuk menjemputku sepulang kerja. Ogah rasanya, dan melihat saudari kembarku rasa itu makin tergambar nyata."Masuk Ann, nanti aku jelaskan." Lagi, aku terpaksa menurut. Duduk di belakang kemudi, sedang mereka berada di depan membuat rasa yang entah apa ... Mengusik relung jiwa.Apa mungkin, dokter Adi ada maksud untuk mendamaikan aku dengan Anne?Aku sendiri nggak masalah, sepanjang dia bersikap apa adanya walau sakit tengah menerjang."Maaf ya Ann, tadi Anne datang ke RS. Kebetulan dia ada ambil obat, jadilah sekalian ak

    Last Updated : 2021-09-21
  • Kesayangan Mami   Bab 13

    Dua hari berlalu, dan aku tidak lagi mau membalas setiap pesan maupun telpon dari dokter Adi.Masih sakit hati, dengan kelakuan dia kemarin. Kenapa harus manut dengan permintaan Anne?Ahh, ya aku lupa. Dokter tampan itu jelas tahu betul, kondisi Anne yang tidak boleh tergores hatinya sedikitpun.Lagian, kenapa harus dipikirin sih? Aku dan dokter Adi jelas nggak ada hubungan apa-apa.Arggggh dasar Anna, kamu kenapa sih? Nyesel kenal sama dia, semua karena Mami!"Ann ... Nggak tahu kenapa, aku pikir Anne sedang mencoba untuk menggaet dokter Adi." Dahiku mengernyit, mendengar penuturan Nindy di sela jam istirahat kantor.Namun, apa yang Nindy bilang. Bisa jadi tidak meleset, tapi, kenapa harus sekarang?

    Last Updated : 2021-09-22
  • Kesayangan Mami   Bab 14

    "Aku datang ... Karena ada yang ingin dibicarakan," katanya masih berdiri di ambang pintu. Menatapku yang tengah sibuk, menata beberapa barang untuk dibawa ke rumah Papi.Malam itu, aku tidak langsung ikut dengan Papi. Karena harus membereskan banyak hal, juga menegaskan pada Mami tentang aku yang tak mau lagi mencampuri urusan dirinya dengan Anne.Pagi sekali, Angga datang dengan membawa sejuta kerinduan yang seolah ingin aku luapkan.Namun, mati-matian aku menahan. Sadar betul, bahwa kini kami bukan lagi pasangan. Melainkan mantan, dengan status ipar."Silakan masuk Ngga," titahku, untuk sesaat menghentikan aktivitas. Seraya membuka pintu selebar mungkin, "Ada apa?"Setelah sekian lama, baru kali ini aku dan Angga bisa bicara. Hanya berdua tanpa ad

    Last Updated : 2021-09-22

Latest chapter

  • Kesayangan Mami   Bab 71

    Sore itu, tepat saat suami pulang. Aku merenung dengan tangan memegang remote TV, kuabaikan acara di sana. Karena pikiran sibuk menerka tentang Anne, sudah beberapa hari semenjak aku dinyatakan sembuh ia tak kunjung datang.Apa mungkin kemarin adalah satu drama terbarunya? Tidak! Aku berharap, itu hanya pikiran tidak baik yang sempat menyergap diri. Selebihnya, Anne berubah ke arah yang memang jauh lebih baik."Mikirin apa sih? Serius banget," cetus Putra. Duduk di sampingku, dengan sesekali menghela napas."Ahh, sayang. Kamu udah pulang? Maaf, lagi sibuk tadi." Takzim, aku mencium punggung tangannya. Lantas, ia balik mengusap kepalaku tak kalah lembut."Ya, aku tahu itu. Kamu, serius bukan karena nontonin TV. Tapi, karena ada pikiran lain. Ada apa sih? Ceritalah," terkaan Putra. Memang benar, aku mengulas senyum. Meletakan remote, berniat untuk bercerita."Anne, Mas. Dia ke mana ya? Kok, nggak lagi datang?" tanyaku, dengan gund

  • Kesayangan Mami   Bab 70

    Dua hari berlalu, dan aku tak mendapati kabar secuilpun dari Putra. Suami yang harusnya ada kala istri terbaring sakit, kini harapan hanya tinggal harapan. Apalah aku, Anna yang memang sedari dulu selalu tersakiti.Ibu jua tak banyak bicara perihal anak lelakinya, beliau seakan bungkam. Mungkin, tak mau terlalu ikut campur lebih dalam. Atau hal lain yang aku tidak tahu, entahlah terlalu banyak misteri dalam hidup ini.Tubuhku mulai membaik, sudah bisa keluar masuk kamar mandi seorang diri. Anne, masih rajin datang. Merawatku dengan baik, tanpa banyak kata yang kadang kala menyebalkan itu.Kandunganku masih baik-baik saja, menjelang dua minggu hari ini. Sesekali kau bicara via WA bersama dokter Ratna, beliau banyak membantu dan menenangkan diri yang sempat gundah gulana."Anne, Mami kerja bareng Papi. Apa kamu nggak marah?" tanyaku, suatu hari saat ia memberiku sarapan."Nggak, kenapa harus marah? Aku senang, jika itu bisa menebu

  • Kesayangan Mami   Bab 69

    "Cieeee ...." Wanita yang tengah kugoda, melirik dengan senyum di bibir. Tangannya sibuk menari di atas keyboard, penampilan yang dulu pernah menghiasi perlahan berubah ke arah yang jauh lebih baik."Anna, kamu sendirian?" tanyanya, sibuk membereskan peralatan kerja. Waktu makan tiba, semua karyawan wajib istirahat."Diantar sopir, Mi. Semenjak aku hamil, Putra makin rewel." Tersenyum getir, entah aku harus bahagia atau sedih. Mendapati kenyataan ini, sedangkan tekanan untuk memiliki anak lelaki seakan tidak memberi suatu ketenangan."Begitu, bagus dong. Itu namanya suami pengertian, beruntung kamu punya dia." Meraih lenganku, kami melangkah beriringan. Memutuskan makan di kantin, berhamburan dengan karyawan lain.Usai memesan dua porsi menu makan dan minum, kami duduk di pojokan. Menghindari keramaian, sedang Papi mungkin masih di ruangan.Kutatap Mami, lekat. Keceriaan tergambar jelas di wajah, amat berbeda dengan Mami yang kukenal

  • Kesayangan Mami   Bab 68

    Kabar bahagia datang, justru ketika sebulan berlalu usai melakukan program kehamilan. Ada calon bayik, yang sudah mengisi perutku seakan menebar berita baik bagi seisi rumah terlebih suamiku Putra.Seperti halnya malam ini, Aya dan Ayi terus berceloteh riang. Sambil memegangi boneka di tangan, bersandiwara layaknya itu adik mereka kelak. Menanggapi itu, aku tersenyum. Menyeka sudut mata, yang terkadang selalu berair."Aku nggak sabar deh, kepengen lihat dedek bayi. Momy, kapan sih dia lahir?" Ayi bertanya dengan bibir merenggut, kepalanya yang miring seakan menambah kesan menggemaskan."Emm, masih lama sayang. Tapi, kalau Ayi sama Aya sabar. Allah, pasti akan memberinya dengan cepat." Tepukan riuh seakan memenuhi langit kamar, istana megah kami tak pernah sepi semenjak hadirnya kedua putri tercinta.Putra yang tampak bahagia, sesekali mencuri pandang. Berkali-kali mengucap terima kasih, atas kehamilan yang sedang kurasa saat sekarang.

  • Kesayangan Mami   Bab 67

    Hari-hari berlalu, dan pikiranku masih berkutat pada Papi. Tentang permintaan dan keluhan yang sempat beliau lontarkan, merasa nggak berguna justru saat dibutuhkan.Tepat jam sepuluh pagi, aku berkutat di taman yang dipenuhi banyak bunga bermekaran. Si kembar tengah bermain, tak lupa ada Ibu yang selalu berada di samping."Maafkan Putra ya, entah kenapa Ibu merasa ... Dia terlalu memaksakan," ucap beliau, mengusap bahuku lembut."Memaksa apa Bu?""Kehamilan, padahal Ibu cukup tahu kamu belum siap lahir batin. Terlebih kedatangan Papimu, seakan membuat kegamangan." Aku mengangguk lemah, mengusap perut yang belum dikaruniai seorang anak juga. Butuh waktu dan kesabaran, itu yang dokter Ratna ucapkan berkali-kali.Mematikan kran yang sedang terpakai, kami duduk di kursi panjang. Kegiatan yang setiap hari dijalani, sambil memantau anak-anak bermain.Aku nggak paham, apa yang mendasari Putra ingin memiliki anak laki-laki. Bukan t

  • Kesayangan Mami   Bab 66

    "Kamu, mantan dokter. Mau-maunya kerja di kantor? Staff biasa lagi." Aku berdecak, menatap Radit dalam stelan kemeja biru polos.Pria itu mengulum senyum, mengangguk hormat. Hidup yang pahit, telah banyak memberi pelajaran untuknya."Teruskan kerjamu, kalau rajin siapa tahu bisa naik jabatan.""Baik, Bu." Formal sekali dia, tanpa menunggu perintah mantanku itu kembali menatap layar besar di depannya. Bekerja serius, seakan menikmati peran baru.Sepanjang jalan menuju ruang suami, aku mulai berpikir untuk membantu pria itu kembali bekerja sebagai dokter. Sesuai stylenya selama ini, memang agak susah untuk membersihkan nama yang tercoreng.Dulu, karena amarah yang membuncah. Kuputuskan untuk melaporkan semua kelakuannya pada kepala rumah sakit, tak pernah berpikir hal itu akan berimbas pada hidupnya kini.Ahh, bukankah itu sesuai dengan perbuatan dia? Hatiku terluka, dan jelas saja aku menginkankan hal sama pada dirinya. Im

  • Kesayangan Mami   Bab 65

    Tubuhku menegang. Menatap pria yang tengah berdiri tepat di depan pintu rumah, ada angin apa hingga takdir perlu membawanya ke mari? Masih ingat betul, dengan segala pengkhianatan yang pernah ia torehkan. Apalagi, wanita biasa mengingat itu hingga ke detailnya sekalipun. Adanya dia di sini, seakan membuka luka lama. Sekelebat bayang masa lalu, kembali bermunculan. Dulu, kamu gagah dan tampan di balik seragam dokter. Kini, status itu hanya tinggal nama akibat kelakuan yang amat tak bermoral! "Anna, apa kabar?" Memantik senyum di bibir, aku sama sekali tak ada niat untuk membalasnya. Bagiku, Radit sudah mati!"Sangat baik, bahkan semenjak kamu TIDAK ADA!" Menekan kata demi kata, yang kuharap pria itu cukup tahu diri. "Maafkan aku Ann, semua memang salahku.""Ya, kamu memang salah. Dan semua orang tahu itu!" Bibirku bergetar, menatap pria yang sempat kupuja setengah mati. Tak ada bedanya dengan Angga, sama-sama ba***an!Menunduk l

  • Kesayangan Mami   Bab 64

    "Ka-mu ...." Menjerit kecil, netraku seakan menatap tajam pada wanita di depan sana. Sedang yang tengah menjadi sorotan, enteng mengendikan bahu.Harusnya, pagi ini menjadi hal terindah. Melewati sarapan bersama anak-anak, suami, dan mertua. Namun, harapan hanya tinggal harapan.Melangkah cepat, aku terpaksa diam. Tak mau ribut di depan si kembar, yang sempat kaget melihatku menjerit."Pagi Kakak kesayangan," sapanya.Menyunggingkan senyum, "Makanan di sini enak-enak, beda dengan kontrakanku."Aku memutar bola mata malas, mengucap dalam hati bahwa ini kali terakhir ia masuk ke dalam istanaku! "Ya. Pagi juga adik kesayangan, silakan makan yang banyak. Biar tubuh kurusmu, menjadi besar!"Anne mendengkus, aku terkikik. Menikmati sandiwara yang amat menyebalkan, "Mas, rotbaknya mau nambah lagi?" Dahiku mengernyit, berani sekali dia bersikap sok manis.Tangannya bergerak ke sana-ke mari, bagai Nyonya rumah. Aku berdehem,

  • Kesayangan Mami   Bab 63

    "Momy, tadi ada aunty Anne. Dia datang bawa sekotak makanan buat Papa, ituloh kembaran Momy." Ayi berucap riang, menimbulkan emosi di jiwa. Dia lagi? Benar-benar tak tahu malu!Netraku mengitari sekitar halaman, Anne lenyap. Dia sudah berlalu, mungkin untuk menghindari keributan. Sial, wanita itu memang tak pernah bisa menyerah!"Ayi, sini kotak makanan itu buat Momy." Ia memberikan dengan senang hati, sedang aku menggengam dengan rasa tercabik. Kututup pintu, memastikan bahwa Anne benar-benar sudah tidak ada. Hari ini makanan, besok apa lagi?"Kenapa sayang?" Putra menyelidik. Menatapku membawa sesuatu di tangan, baiknya kuapakan makanan ini?Duduk di sampingnya dengan gelisah, aku menaruh barang tersebut pada meja. "Anne, bawain sarapan buatmu."Putra melotot. "Iya, tapi, untuk apa?"Aku mendengkus, "Tentu saja untuk merebut hati suamiku!"Menyilangkan tangan di dada, napasku makin tak beraturan. Harus dengan cara apa

DMCA.com Protection Status