Share

Bab 9

Penulis: Fitriyani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 

 

"Cepat katakan, ada hal penting apa?  Hingga kalin repot untuk datang ke kantor," tanyaku, tak ingin berbasa-basi.

 

 

Kutatap ketiganya secara bergantian, berakhir pada Angga.  Pria yang sudah sah menjadi adik ipar, wajahnya tak banyak berubah. Terlihat selalu bermuram durja!

 

 

"Santai Anna, kami ke mari hanya untuk mengajakmu ke suatu tempat. Kami ada rencana untuk pergi ke luar Negeri, sekalian Angga dan Anne honeymoon." Penjelasan Mami, cukup telak mengenai hati. 

 

 

Kenapa pula harus mengajakku untuk ikut serta? Jijik, jika harus ikut dengan mereka. Menyaksikan kemesraan, yang tak ingin kulihat. 

 

"Maaf, aku kerja. Nggak ada waktu untuk ikut bersama kalian," elakku, menahan kekesalan di dalam dada. 

 

 

Setidaknya bersyukur, dalam waktu ke depan mereka tak harus mengganggu Hidupku. Atau bila perlu, mereka pindah saja dari Negeriku ini. 

 

"Kamu yakin kak? Seru loh di sana, sesuatu yang ngga akan kakak dapat di Indonesia." Anne ikut menimpali, sambil tertawa riang. Sedang Angga, terlihat makin murung. "Siapa tahu, dapat bule. 'Kan lumayan."

 

Mendengar itu aku mendengkus kesal, sama sekali tidak tertarik dengan bule. Di hatiku masih ada Angga, pria yang sudah menjadi suamimu Anne.

 

"Nggak tertarik tuh, lebih baik di sini. Kerja, banyak teman yang jelas sayangnya tulus sama aku." Berucap dengan mengendikkan bahu, semoga saja cukup menyentil mereka. 

 

"Maksud kamu apa Anna? Kamu nyindir kami?" tanya Mami, terdengar tak bersahabat. 

 

"Nggak ada maksud apa-apa, kalau udah usai aku pamit. Kerjaanku masih banyak, permisi." Aku membalikkan badan, bersiap untuk pergi.

 

Terdengar teriakan Mami dan Anne, yang menghiasi seluruh penjuru kantin. Dan Angga, lagi pria itu terdiam bagai patung yang tak bisa berbuat banyak. 

 

Padahal kalau mau pergi, ya tinggal pergi aja. Nggak usah sok ngajakin, pake bilang mau honeymoon juga lagi. 

 

Seharusnya aku yang saat ini, berada di posisimu Anne. Ahh, sudahlah. Menangis jelas tak akan bisa mengembalikan Angga, yang sudah berkhianat.

 

"Apa kata mereka Ann? Pasti deh, jahatin kamu lagi. Argggh, emang keluarga nggak ada akhlak." Nindy mencecarku, yang baru saja masuk ruangan.

 

Seperti biasa, ia kepo dalam segala hal. Termasuk dengan segala intrik, yang terjadi antara aku dan Anne. 

 

Aku menghela napas panjang, menekan kepala yang terasa berdenyut. Setidaknya untuk ke depan, mereka akan pergi walau sementara. 

 

Kuharap, seiring berjalannya waktu bisa melupakan sosok Angga yang pernah menghuni hati.

 

Tak perlu lagi banyak berharap, bisa bersatu. Aku jelas tak mau bekasan dari Anne, walau Angga belum mencintai istrinya tetap saja mereka pasti sudah pernah melakukan.

 

"Kerja ... Ketahuan boss Putra, bisa tamat riwayatmu Ann." Nindy memberi peringatan, sadar betul bahwa jam istirahat masih sangat lama. 

 

 

Tanpa mau terlibat obrolan dengan Nindy, aku menenggelamkan diri dalam rutinitas kerja. Hati seolah berdebar, teringat permintaan boss Putra.

 

 

Apa aku sudah gila? Dengan mudahnya bisa menerima perintah sang atasan, tapi, bila taruhannya dipecat sungguh aku paling nggak bisa. 

 

Ahh, apa boleh buat. Demi sebuah pekerjaan, jua masa depan yang cerah. Toh, hanya pura-pura.

 

***

 

 

"Aduh dok ... Ada apa ke mari? Aku mau pergi," kataku, panik melihat dirinya yang baru saja turun dari mobil.

 

 

Bisa bahaya kalau dia bertemu dengan boss Putra, akan banyak pertanyaan ini dan itu. 

 

"Cantik," pujanya menatapku lekat. Dengan balutan gaun panjang, berlengan pendek.

 

Lagi, ada yang bergetar kala mendapat pujian darinya. Benarkah? Seketika wajahku memanas tak karuan. 

 

 

Namun, cepat kuatasti situasi yang ada. Jangan sampai terbuai dengan kebaikan yang ia pancarkan, bisa jadi dokter Adi memang ada rencana untuk membuatku luluh. 

 

Bersekongkol dengan Anne dan Mami misalnya, ish kenapa pikiranku harus sejauh ini?

 

Paling tidak, aku tahu betul bagaimana kedekatan dokter Adi dengan Mami. Mereka sangat akrab, seharusnya Anne jatuh cinta sama tuh orang.

 

Lagi, dia malah berbelok. Meminta apa yang kupunya, dengan serakah. 

 

"Seperti bidadari turun dari langit," ucapnya lagi. Benar-benar, bikin enek. 

 

"Gombal terus, mau apa sih dok?" tanyaku, sambil siaga dengan kedatangan boss Putra. 

 

"Nanya mulu, kamu ... Nggak ada niat buat ngajak aku masuk?" katanya, meminta yang lebih. 

 

"No!" tolakku, dengan suara keras. "Dokter nggak lihat? Aku ada acara, nunggu Pangeran jemput."

 

 

Aku terkikik, merasa lucu dengan sebutan pangeran untuk bosss Putra, camkan jangan sampai dia tahu. Bisa hancur dunia!

 

 

"Hm, kamu ada pacar? Bukannya jomblo?"

 

Aku mencebik bibir, merasakan kekepoan yang tidak biasa dari netra miliknya. 

 

Lagian, boss Putra ke mana sih? Janji jam berapa, sekarang belum ada tanda-tanda.

 

Seharusnya dia disiplin, bukan malah nggak tahu waktu. Bisa luntur ini make upku. 

 

"Bukan pacar, teman biasa. Udaaaah sana pulang!" 

 

Lagian, nih orang ada apa sih? Datang tak diundang, pulang udah pasti nggak diantar. 

 

Memang tampan, tapi, kedekatannya dengan Mami tak membuatku begitu yakin. Untuk bisa berteman, ingin rasanya menjauh. 

 

Bukannya pergi, ia malah duduk di kursi depan. Tanpa dipersilakan sama sekali, dokter tapi, nggak punya adab!

 

Aku curiga, yakin banget. Dia emang sengaja disuruh Mami, untuk mengorek kehidupanku setelah tinggal di kosan.

 

Terus dengan pikiran curiga, hingga tak sadar sudah ada boss Putra yang tengah berbincang akrab bersama dokter Adi. 

 

"Kalian, sudah saling kenal?" tanyaku, dengan dahi mengernyit bingung.

 

Keduanya saling tersenyum manis, sedang diriku merasa tengah dipermainkan.

 

"Yup, kita ini teman sewaktu kuliah." Dokter Adi berucap, membuat diri semakin bingung. Merasa dunia terlalu sempit, hingga mereka harus saling mengenal.

 

"Lama hidup menjomblo, ternyata sekarang udah ada tambatan hati Put?" tanya dokter Adi, dan sialnya boss Putra mengiyakan. Sambil merangkul mesra, pundakku. 

 

 

Aku menelan ludah, kenapa harus pura-pura segala di depan dokter Adi? Bukannya sama keluarga dia doang? 

 

Berkecamuk dengan pikiran, boss Putra segera berpamitan pada sang teman. Bilang, bahwa kami akan melakukan kencan bersama. 

 

Kali pertama, duduk di dalam mobik sang boss. Jantungku kian bertalu, tak pernah sebelumnya kami seperti ini. 

 

 

"Kamu kenal sama si Adi?" tanyanya, saat mobil bergerak lamban.

 

"Hm," sahutku. Masih mengatur detak jantung, "Kenal, kebetulan dia dokter yang biasa menangani adikku."

 

Hah adik? Untuk apa lagi aku membahas dia? Orangnya sedang pergi honeymoon, dan yakinlah pulang akan segera menimang anak. Miris! 

 

"Begitu, kayaknya kamu sayang banget sama dia. Sampai rela berkorban, dengan kehilangan sang kekasih." 

 

Mulai lagi deh, di manapun selalu saja hal itu yang dibahas. "Boss, aku nggak ada mood bagus untuk bahas gituan!"

 

Boss mendesah, kembali fokus pada jalanan. Itu lebih bagus, aku ... Sedang ingin berdamai dalam hidup.

 

Menikmati segala rasa sakit, yakin bahwa Tuhan telah mempersiapkan kebahagiaan di ujung sana. 

 

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Lemah banget si Anna.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kesayangan Mami   Bab 10

    "Jadi ini calonmu itu Put? Cantik, langsing, kayaknya baik." Dengan antusias, Bu Hani terus saja memujiku. Senyumnya yang begitu manis, membuat diri merasa nyaman.Di kelilingi boss Putra, Bu Hani, dan Ayahnya. Aku merasa malu, juga merasa bersalah. Bagaimana jika mereka tahu, kalau apa yang kami tampilkan hanya sebuah kepura-puraan?Terlihat bahwa mereka bukan hanya keluarga kaya, tapi, hangat, dan baik. Apa bisa aku menusuknya dengan sebuah kebohongan?Arggggh, semua ini jelas karena kesalahan boss Putra. Dia menyeretku, ke dalam kubangan yang jelas tak ingin kumasuki.Lama hidup menjomblo, bukannya bersyukur ada yang lirik. Ini malah dengan sok, mau menolak.Parahnya ... Aku mau saja, hanya karena takut dipecat. Please Anna, kalau bukan karena ingin menunjukkan pada Mami

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 11

    "Jadi ... Anne mengidap penyakit single or multifle fetal demise, satu atau kedua bayi menderita penyakit berbahaya yang mematikan. Begitu dok?" tanyaku, sambil bergidik ngeri. Bahasanya terlalu ribet, untuk aku yang biasa.Sore usai pulang bekerja, aku menyempatkan diri untuk datang ke rumah sakit. Tentu, ingin tahu separah apa penyakit yang sedang Anne derita.Untuk aku berjaga-jaga, dengan harapan lebih bisa tegar demi menolak keinginan Mami dan Anne yang selalu mengorbankan kebahagiaanku.Beruntung, setelah sedikit dipaksa dokter Adi mau sedikit menjelaskan. Meski tidak terlalu detail, sebab ia bilang Mami yang terus mewanti-wanti."Betul .... Kehamilan kembar memiliki resiko yang lebih tinggi, karena dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya," ungkap dokter Adi. Lagi aku hanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 12

    Aku mencebik bibir, merasakan tusukan kekecewaan yang kian mendalam. Apa maksud Anne, ada di dalam mobil dokter Adi saat ini?Kalau bukan karena dokter yang terus memaksa, untuk menjemputku sepulang kerja. Ogah rasanya, dan melihat saudari kembarku rasa itu makin tergambar nyata."Masuk Ann, nanti aku jelaskan." Lagi, aku terpaksa menurut. Duduk di belakang kemudi, sedang mereka berada di depan membuat rasa yang entah apa ... Mengusik relung jiwa.Apa mungkin, dokter Adi ada maksud untuk mendamaikan aku dengan Anne?Aku sendiri nggak masalah, sepanjang dia bersikap apa adanya walau sakit tengah menerjang."Maaf ya Ann, tadi Anne datang ke RS. Kebetulan dia ada ambil obat, jadilah sekalian ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 13

    Dua hari berlalu, dan aku tidak lagi mau membalas setiap pesan maupun telpon dari dokter Adi.Masih sakit hati, dengan kelakuan dia kemarin. Kenapa harus manut dengan permintaan Anne?Ahh, ya aku lupa. Dokter tampan itu jelas tahu betul, kondisi Anne yang tidak boleh tergores hatinya sedikitpun.Lagian, kenapa harus dipikirin sih? Aku dan dokter Adi jelas nggak ada hubungan apa-apa.Arggggh dasar Anna, kamu kenapa sih? Nyesel kenal sama dia, semua karena Mami!"Ann ... Nggak tahu kenapa, aku pikir Anne sedang mencoba untuk menggaet dokter Adi." Dahiku mengernyit, mendengar penuturan Nindy di sela jam istirahat kantor.Namun, apa yang Nindy bilang. Bisa jadi tidak meleset, tapi, kenapa harus sekarang?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 14

    "Aku datang ... Karena ada yang ingin dibicarakan," katanya masih berdiri di ambang pintu. Menatapku yang tengah sibuk, menata beberapa barang untuk dibawa ke rumah Papi.Malam itu, aku tidak langsung ikut dengan Papi. Karena harus membereskan banyak hal, juga menegaskan pada Mami tentang aku yang tak mau lagi mencampuri urusan dirinya dengan Anne.Pagi sekali, Angga datang dengan membawa sejuta kerinduan yang seolah ingin aku luapkan.Namun, mati-matian aku menahan. Sadar betul, bahwa kini kami bukan lagi pasangan. Melainkan mantan, dengan status ipar."Silakan masuk Ngga," titahku, untuk sesaat menghentikan aktivitas. Seraya membuka pintu selebar mungkin, "Ada apa?"Setelah sekian lama, baru kali ini aku dan Angga bisa bicara. Hanya berdua tanpa ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 15

    "Makan yang banyak Anna, aku lihat kamu seperti kekurangan gizi. Kurus dan tak bergairah," ucap boss Putra. Terdengar seperti cemoohan, yang cukup telak mengenai hati.Kalau Mami dengar, bisa ngamuk dia. Tapi, memang dalam hal makanan wanita itu selalu memberi yang terbaik.Untuk soal keadilan, tahu sendirilah. Aku lagi nggak ada mood bagus, untuk membahas hal seperti ini. Lagi dan lagi.Malam ini boss Putra, mengajakku makan di salah satu Restoran bintang lima. Setelah sebelumnya minta izin kepada Papi, sempat kesal karena Tante Mita terlihat ganjen.Seharusnya wanita itu sadar, untuk cukup tahu diri agar bersikap layaknya seorang istri yang baik.Lagi, aku hanya bisa mendengkus kesal. Apalagi, boss Putra terlihat beramah-tamah kepada Tante Mita.&nb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 16

    Aku menarik napas lalu mengembuskannya secara perlahan, dada begitu sesak. Harus berbicara dengan bahasa apa, supaya Mami dan Anne paham. "Keputusanku sudah bulat, antara aku dan Angga tidak akan pernah terulang lagi."Semua mata menatapku lekat, termasuk Angga yang kian kalut di sofa yang tengah ia duduki. Sekali lagi maaf, aku sudah kadung kecewa."Aku ... Mohon Ann, beri kesempatan sekali lagi. Aku tahu salah, terlalu menyimpan rasa kasihan terhadap orang lain. Hingga mengabaikan cinta kita," ungkap Angga. Berdiri untuk menghampiri, lantas bersimpuh dengan derai air mata.Kutepis lengan Angga, kasar. Perbuatan manis seperti apapun, sudah tidak akan menggoyahkan keputusanku. Tidak ada tempat, untuk seorang pengkhianat.Mere

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kesayangan Mami   Bab 17

    "Tunggu Ann ... Percayalah aku dan Anne sudah bercerai. Tinggal menunggu surat resmi, dan setelah itu kita bisa kembali. Kamu mau 'kan?" Demi menanggapi ucapan Angga, aku mendengkus kesal. Dia datang layaknya seorang pengemis cinta, setelah kemarin mencampakkan diriku.Bila kemarin rasaku masih membumbung tinggi untuknya, entah kenapa seiring dengan berjalannya waktu. Cinta itu mulai terkikis, Angga bukan pria idaman seperti yang dulu.Tatapannya yang lekat, jua penuh penyesalan tak lagi mampu membuat hatiku luluh.Mungkin, dia lupa. Bagaimana sifatku, bila sudah kadung tersakiti maka tidak akan mudah untuk bersikap seperti dulu."Pergilah! Aku lagi nggak ada mood, untuk menghadapimu saat ini. Tolong," pintaku, lirih tak mau lagi berhubungan dengan diriny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Kesayangan Mami   Bab 71

    Sore itu, tepat saat suami pulang. Aku merenung dengan tangan memegang remote TV, kuabaikan acara di sana. Karena pikiran sibuk menerka tentang Anne, sudah beberapa hari semenjak aku dinyatakan sembuh ia tak kunjung datang.Apa mungkin kemarin adalah satu drama terbarunya? Tidak! Aku berharap, itu hanya pikiran tidak baik yang sempat menyergap diri. Selebihnya, Anne berubah ke arah yang memang jauh lebih baik."Mikirin apa sih? Serius banget," cetus Putra. Duduk di sampingku, dengan sesekali menghela napas."Ahh, sayang. Kamu udah pulang? Maaf, lagi sibuk tadi." Takzim, aku mencium punggung tangannya. Lantas, ia balik mengusap kepalaku tak kalah lembut."Ya, aku tahu itu. Kamu, serius bukan karena nontonin TV. Tapi, karena ada pikiran lain. Ada apa sih? Ceritalah," terkaan Putra. Memang benar, aku mengulas senyum. Meletakan remote, berniat untuk bercerita."Anne, Mas. Dia ke mana ya? Kok, nggak lagi datang?" tanyaku, dengan gund

  • Kesayangan Mami   Bab 70

    Dua hari berlalu, dan aku tak mendapati kabar secuilpun dari Putra. Suami yang harusnya ada kala istri terbaring sakit, kini harapan hanya tinggal harapan. Apalah aku, Anna yang memang sedari dulu selalu tersakiti.Ibu jua tak banyak bicara perihal anak lelakinya, beliau seakan bungkam. Mungkin, tak mau terlalu ikut campur lebih dalam. Atau hal lain yang aku tidak tahu, entahlah terlalu banyak misteri dalam hidup ini.Tubuhku mulai membaik, sudah bisa keluar masuk kamar mandi seorang diri. Anne, masih rajin datang. Merawatku dengan baik, tanpa banyak kata yang kadang kala menyebalkan itu.Kandunganku masih baik-baik saja, menjelang dua minggu hari ini. Sesekali kau bicara via WA bersama dokter Ratna, beliau banyak membantu dan menenangkan diri yang sempat gundah gulana."Anne, Mami kerja bareng Papi. Apa kamu nggak marah?" tanyaku, suatu hari saat ia memberiku sarapan."Nggak, kenapa harus marah? Aku senang, jika itu bisa menebu

  • Kesayangan Mami   Bab 69

    "Cieeee ...." Wanita yang tengah kugoda, melirik dengan senyum di bibir. Tangannya sibuk menari di atas keyboard, penampilan yang dulu pernah menghiasi perlahan berubah ke arah yang jauh lebih baik."Anna, kamu sendirian?" tanyanya, sibuk membereskan peralatan kerja. Waktu makan tiba, semua karyawan wajib istirahat."Diantar sopir, Mi. Semenjak aku hamil, Putra makin rewel." Tersenyum getir, entah aku harus bahagia atau sedih. Mendapati kenyataan ini, sedangkan tekanan untuk memiliki anak lelaki seakan tidak memberi suatu ketenangan."Begitu, bagus dong. Itu namanya suami pengertian, beruntung kamu punya dia." Meraih lenganku, kami melangkah beriringan. Memutuskan makan di kantin, berhamburan dengan karyawan lain.Usai memesan dua porsi menu makan dan minum, kami duduk di pojokan. Menghindari keramaian, sedang Papi mungkin masih di ruangan.Kutatap Mami, lekat. Keceriaan tergambar jelas di wajah, amat berbeda dengan Mami yang kukenal

  • Kesayangan Mami   Bab 68

    Kabar bahagia datang, justru ketika sebulan berlalu usai melakukan program kehamilan. Ada calon bayik, yang sudah mengisi perutku seakan menebar berita baik bagi seisi rumah terlebih suamiku Putra.Seperti halnya malam ini, Aya dan Ayi terus berceloteh riang. Sambil memegangi boneka di tangan, bersandiwara layaknya itu adik mereka kelak. Menanggapi itu, aku tersenyum. Menyeka sudut mata, yang terkadang selalu berair."Aku nggak sabar deh, kepengen lihat dedek bayi. Momy, kapan sih dia lahir?" Ayi bertanya dengan bibir merenggut, kepalanya yang miring seakan menambah kesan menggemaskan."Emm, masih lama sayang. Tapi, kalau Ayi sama Aya sabar. Allah, pasti akan memberinya dengan cepat." Tepukan riuh seakan memenuhi langit kamar, istana megah kami tak pernah sepi semenjak hadirnya kedua putri tercinta.Putra yang tampak bahagia, sesekali mencuri pandang. Berkali-kali mengucap terima kasih, atas kehamilan yang sedang kurasa saat sekarang.

  • Kesayangan Mami   Bab 67

    Hari-hari berlalu, dan pikiranku masih berkutat pada Papi. Tentang permintaan dan keluhan yang sempat beliau lontarkan, merasa nggak berguna justru saat dibutuhkan.Tepat jam sepuluh pagi, aku berkutat di taman yang dipenuhi banyak bunga bermekaran. Si kembar tengah bermain, tak lupa ada Ibu yang selalu berada di samping."Maafkan Putra ya, entah kenapa Ibu merasa ... Dia terlalu memaksakan," ucap beliau, mengusap bahuku lembut."Memaksa apa Bu?""Kehamilan, padahal Ibu cukup tahu kamu belum siap lahir batin. Terlebih kedatangan Papimu, seakan membuat kegamangan." Aku mengangguk lemah, mengusap perut yang belum dikaruniai seorang anak juga. Butuh waktu dan kesabaran, itu yang dokter Ratna ucapkan berkali-kali.Mematikan kran yang sedang terpakai, kami duduk di kursi panjang. Kegiatan yang setiap hari dijalani, sambil memantau anak-anak bermain.Aku nggak paham, apa yang mendasari Putra ingin memiliki anak laki-laki. Bukan t

  • Kesayangan Mami   Bab 66

    "Kamu, mantan dokter. Mau-maunya kerja di kantor? Staff biasa lagi." Aku berdecak, menatap Radit dalam stelan kemeja biru polos.Pria itu mengulum senyum, mengangguk hormat. Hidup yang pahit, telah banyak memberi pelajaran untuknya."Teruskan kerjamu, kalau rajin siapa tahu bisa naik jabatan.""Baik, Bu." Formal sekali dia, tanpa menunggu perintah mantanku itu kembali menatap layar besar di depannya. Bekerja serius, seakan menikmati peran baru.Sepanjang jalan menuju ruang suami, aku mulai berpikir untuk membantu pria itu kembali bekerja sebagai dokter. Sesuai stylenya selama ini, memang agak susah untuk membersihkan nama yang tercoreng.Dulu, karena amarah yang membuncah. Kuputuskan untuk melaporkan semua kelakuannya pada kepala rumah sakit, tak pernah berpikir hal itu akan berimbas pada hidupnya kini.Ahh, bukankah itu sesuai dengan perbuatan dia? Hatiku terluka, dan jelas saja aku menginkankan hal sama pada dirinya. Im

  • Kesayangan Mami   Bab 65

    Tubuhku menegang. Menatap pria yang tengah berdiri tepat di depan pintu rumah, ada angin apa hingga takdir perlu membawanya ke mari? Masih ingat betul, dengan segala pengkhianatan yang pernah ia torehkan. Apalagi, wanita biasa mengingat itu hingga ke detailnya sekalipun. Adanya dia di sini, seakan membuka luka lama. Sekelebat bayang masa lalu, kembali bermunculan. Dulu, kamu gagah dan tampan di balik seragam dokter. Kini, status itu hanya tinggal nama akibat kelakuan yang amat tak bermoral! "Anna, apa kabar?" Memantik senyum di bibir, aku sama sekali tak ada niat untuk membalasnya. Bagiku, Radit sudah mati!"Sangat baik, bahkan semenjak kamu TIDAK ADA!" Menekan kata demi kata, yang kuharap pria itu cukup tahu diri. "Maafkan aku Ann, semua memang salahku.""Ya, kamu memang salah. Dan semua orang tahu itu!" Bibirku bergetar, menatap pria yang sempat kupuja setengah mati. Tak ada bedanya dengan Angga, sama-sama ba***an!Menunduk l

  • Kesayangan Mami   Bab 64

    "Ka-mu ...." Menjerit kecil, netraku seakan menatap tajam pada wanita di depan sana. Sedang yang tengah menjadi sorotan, enteng mengendikan bahu.Harusnya, pagi ini menjadi hal terindah. Melewati sarapan bersama anak-anak, suami, dan mertua. Namun, harapan hanya tinggal harapan.Melangkah cepat, aku terpaksa diam. Tak mau ribut di depan si kembar, yang sempat kaget melihatku menjerit."Pagi Kakak kesayangan," sapanya.Menyunggingkan senyum, "Makanan di sini enak-enak, beda dengan kontrakanku."Aku memutar bola mata malas, mengucap dalam hati bahwa ini kali terakhir ia masuk ke dalam istanaku! "Ya. Pagi juga adik kesayangan, silakan makan yang banyak. Biar tubuh kurusmu, menjadi besar!"Anne mendengkus, aku terkikik. Menikmati sandiwara yang amat menyebalkan, "Mas, rotbaknya mau nambah lagi?" Dahiku mengernyit, berani sekali dia bersikap sok manis.Tangannya bergerak ke sana-ke mari, bagai Nyonya rumah. Aku berdehem,

  • Kesayangan Mami   Bab 63

    "Momy, tadi ada aunty Anne. Dia datang bawa sekotak makanan buat Papa, ituloh kembaran Momy." Ayi berucap riang, menimbulkan emosi di jiwa. Dia lagi? Benar-benar tak tahu malu!Netraku mengitari sekitar halaman, Anne lenyap. Dia sudah berlalu, mungkin untuk menghindari keributan. Sial, wanita itu memang tak pernah bisa menyerah!"Ayi, sini kotak makanan itu buat Momy." Ia memberikan dengan senang hati, sedang aku menggengam dengan rasa tercabik. Kututup pintu, memastikan bahwa Anne benar-benar sudah tidak ada. Hari ini makanan, besok apa lagi?"Kenapa sayang?" Putra menyelidik. Menatapku membawa sesuatu di tangan, baiknya kuapakan makanan ini?Duduk di sampingnya dengan gelisah, aku menaruh barang tersebut pada meja. "Anne, bawain sarapan buatmu."Putra melotot. "Iya, tapi, untuk apa?"Aku mendengkus, "Tentu saja untuk merebut hati suamiku!"Menyilangkan tangan di dada, napasku makin tak beraturan. Harus dengan cara apa

DMCA.com Protection Status