Share

Kesalahpahaman yang Berujung Kehilangan Anakku
Kesalahpahaman yang Berujung Kehilangan Anakku
Penulis: Elvia Azra

Bab 1

Pada tahun ketujuh pernikahan kami, Ravel Yanuar, suamiku dan aku akhirnya dikaruniai anak pertama kami.

Ketika aku memberi tahu tes kehamilan dengan senang hati padanya, dia mengerutkan kening sambil bertanya kepadaku ....

"Anak siapa ini?"

Aku menjawab sambil tertegun, "Tentu saja anakmu."

"Kita sudah menikah selama tujuh tahun dan belum dikaruniai anak juga. Saat aku bekerja ke luar kota selama dua bulan, kamu tiba-tiba hamil. Kamu pasti bohong, 'kan?"

Saat aku mendengar kalimat ini, hatiku langsung terkesiap.

Anak ini sudah berumur dua bulan. Bagaimana mungkin tidak sesuai dengan waktunya?

Ibu mertuaku tertawa sinis di sebelah sambil menyahut, "Aku bertanya-tanya kenapa kamu sering keluar malam. Ternyata kamu pergi mencari pria lain."

Aku sering keluar pada malam hari karena aku bekerja lembur.

Aku pun dibuat menangis karena kesal oleh pasangan ibu dan anak itu.

Akhirnya aku menyahut keras, "Kalau kamu nggak percaya, kita lakukan tes DNA saja!"

Tanpa diduga, Ravel langsung menyetujui hal tersebut.

Aku merasa sangat kecewa padanya. Hari itu setelah melakukan pemeriksaan, aku kembali ke rumah orang tuaku.

Hasilnya baru akan keluar setelah tiga hari.

Ravel dan aku setuju untuk pergi ke rumah sakit bersama saat waktunya tiba.

Jika anak ini adalah anaknya, dia akan berlutut dan meminta maaf kepadaku.

Jika bukan anaknya, dia akan menceraikanku dan aku harus meninggalkan rumah tanpa membawa apa-apa.

Selama tiga hari terakhir, Ravel sama sekali tidak menghubungiku.

Aku merasa marah dan sedih. Aku memberi tahu ibuku jika hasilnya keluar, aku akan menggugurkan anakku dan menceraikannya.

Ibuku menyarankanku untuk memberinya kesempatan.

"Ravel sangat mencintaimu. Kalian sudah menikah selama ini tapi belum dikaruniai anak, dia juga nggak mengatakan apa-apa. Wajar kalau dia merasa curiga kalau tiba-tiba punya anak."

"Kamu tunggu saja. Besok saat hasilnya keluar, Ravel pasti akan menampar dirinya sendiri."

Kalimat ini benar. Meskipun biasanya Ravel memiliki kepribadian agak mudah marah, dia sangat mencintaiku.

Aku memutuskan untuk mendengarkan saran ibuku dan memberi Ravel kesempatan lagi.

Saat hari di mana hasil itu keluar, aku tertidur.

Saat aku bersiap untuk keluar, bel pintu berbunyi.

Begitu aku membuka pintu, aku melihat Ravel sedang berdiri di luar.

Aku pikir setelah dia selesai melihat hasilnya, dia berinisiatif datang untuk meminta maaf dan menjemputku.

"Ravel, kamu sudah melihat hasilnya, 'kan? Aku sama sekali nggak ...."

Aku belum menyelesaikan ucapanku.

Namun, Ravel langsung menamparku.

Kekuatannya sangat besar.

Tamparan itu membuat penglihatanku menjadi gelap, sudut mulutku mulai berdarah dan telingaku berdengung.

Aku mengangkat kepalaku seraya menatapnya dengan tidak percaya.

"Ravel, kamu sudah gila, ya!"

"Plak!"

Ravel kembali menamparku.

Aku mundur beberapa langkah, kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.

Seluruh tubuhku menabrak meja.

"Brak, prang!"

Barang-barang di atas meja langsung berjatuhan ke lantai.

Suara gaduh ini menarik perhatian ibuku yang berada di kamar tidur. Dia berlari keluar sambil berteriak, lalu segera membantuku berdiri.

"Ravel, kenapa kamu memukulnya?"

"Dia pantas dipukuli," sahut Ravel dengan mata yang memerah. Dia mengambil kotak tisu di atas meja kopi, lalu melemparkannya ke arahku sambil berseru, "Clara, kamu ternyata sudah membohongiku. Hari ini, aku akan menghabisimu sampai mati!"

Melihat kotak tisu yang melayang itu, aku sontak menarik ibuku ke samping untuk menghindar.

Apa maksud Ravel?

Apakah hasil tes DNA menunjukkan bahwa anak tersebut bukan anaknya?

Aku segera berkata, "Aku nggak pernah berhubungan dengan pria lain. Ini pasti ada salah paham!"

"Salah paham?" ulang Ravel seraya menggertakkan giginya. Pria itu mengeluarkan ponselnya, menunjukkan layar ponsel, lalu melemparkannya ke arahku sambil berkata, "Buktinya sangat kuat. Salah paham apanya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status