Share

Bab 2

Aku mengangkat ponsel Ravel, lalu segera melihatnya.

Layarnya menunjukkan riwayat obrolan antara Ravel dan istrinya Edo.

Edo Tanjaya adalah teman kuliah Ravel.

Aku sudah pernah bertemu dengan istri Edo beberapa kali. Kami juga bisa dianggap sebagai teman.

Dalam riwayat obrolan tersebut, istri Edo memberi tahu Ravel bahwa aku dan Edo sudah berselingkuh.

Ravel awalnya tidak percaya, sampai istri Edo mengirimkan sebuah foto.

Foto sebuah pakaian dalam yang seksi.

Aku sangat tidak asing dengan pakaian dalam tersebut. Aku pernah memakainya pada malam sebelum Ravel melakukan perjalanan bisnis ke luar kota.

Aku pikir ini mungkin kesalahpahaman.

Aku segera menjelaskan padanya, "Ravel, ini bukan pakaian dalamku."

Saat mendengar ini, Ravel menjadi makin geram.

Dia mendekat, mengambil ponsel itu, lalu mengetuk dua kali di layarnya.

Kemudian, Ravel menjambak rambutku dan menempelkan ponsel itu langsung ke mataku.

"Sialan, perhatikan baik-baik. Kalau ini bukan punyamu, lalu punya siapa?"

Terlihat ada foto yang lain.

Kalimat yang bertuliskan "Eksklusif Ravel" tersemat di satu sisi pakaian dalam tersebut.

Otakku berdengung dan wajahku langsung pucat.

"Ini ... ini nggak mungkin. Aku sudah membuang pakaian dalam ini ke tempat sampah setelah kamu melihatnya. Bagaimana bisa ...."

Aku segera mengingat bahwa ibu mertuaku suka mengambil pakaianku secara diam-diam.

Suatu hari saat aku pulang kerja lebih awal, aku membuka pintu kamar tidurku. Kemudian, ibu mertuaku yang sedang dalam keadaan telanjang bulat, sedang memilih pakaian di depan lemariku.

Aku segera bertanya padanya, dia bilang bahwa dia salah kamar.

Setelah ibu mertuaku pergi, aku menemukan pakaian dalam berendaku yang sudah tergeletak di lantai.

Apa mungkin pakaian dalam itu sudah dipakai oleh ibu mertuaku?

Aku mengangkat kepalaku dan segera berkata kepada Ravel, "Aku tahu siapa yang memakainya. Ibumu."

"Dasar jalang!" umpat Ravel dengan murka. Dia menendang kakiku sambil berkata, "Bisa-bisanya kamu memfitnah ibuku. Bagaimana mungkin ibuku yang sudah tua itu mengambil pakaian dalammu dan memakainya?"

Kakiku langsung menjadi lemah dan aku berlutut di lantai.

Ravel mengangkat tangannya, hendak melayangkan beberapa tamparan lagi padaku.

Ibuku yang ada di sebelah merasa cemas. Dia langsung memegang tangan Ravel seraya berkata dengan nada memohon, "Ravel, tolong berhenti memukulnya. Pasti ada kesalahpahaman di sini. Mari kita duduk dan bicarakan baik-baik."

"Pergi dari sini!" usir Ravel seraya mendorong ibuku dengan kasar.

Ibuku juga terjatuh ke lantai.

"Ibu!" teriakku kaget. Aku menjadi cemas dan berteriak pada Ravel, "Ravel, dasar gila kamu. Ibuku punya cedera punggung. Kalau kamu berani menyentuhnya, ayahku nggak akan melepaskanmu."

Ayahku adalah seorang polisi.

Ravel mengetahui hal ini.

Namun, Ravel sudah terbawa amarah.

"Ibumu mampu melahirkan wanita jalang sepertimu, dia sendiri pasti juga bukan orang baik. Mungkin ayahmu ingin berterima kasih padaku karena sudah memberi pelajaran pada ibumu."

Saat ini, ada banyak tetangga yang berkumpul di depan rumahku.

"Ada apa ini?"

"Sepertinya putri Pak Gery sudah berselingkuh."

"Nggak mungkin begitu. Pak Gery itu orang yang sangat jujur. Bagaimana mungkin dia membesarkan anak perempuan seperti itu?"

Saat semua orang sedang berbisik-bisik, ada satu orang yang sudah tidak bisa menahan diri.

Dia segera berdiri dan berkata kepada Ravel, "Hei, Nak. Kalau ada masalah bicarakan baik-baik. Kamu lihat, istrimu itu sedang hamil. Pria jantan itu nggak akan menyakiti wanita!"

Ravel segera menengok, lalu menyahut dengan nada sinis, "Pak Tua, memangnya apa urusanmu di sini? Tunggu saja sampai istrimu selingkuh, aku akan lihat apa kamu akan memukulnya atau nggak!"

Setelah memaki pria tua tersebut ....

Ravel berteriak kepada penonton dengan nada dingin.

"Aku akan mengurus masalah rumah tanggaku sendiri. Kalau polisi datang, aku juga akan menganggapnya sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Kalau ada yang mau ikut campur atau menelepon polisi, tunggu sampai aku selesai dengan masalah rumah tanggaku, aku akan ke rumah kalian!"

Begitu kalimat ini dilontarkan.

Kerumunan orang itu langsung bubar dalam sekejap dan bersikap acuh.

"Clara, kamu mengkhianatiku dan masih mau menyuruhku membesarkan anak kalian berdua. Apa menurutmu aku ini bodoh?"

Dia bertanya seraya menatap tajam ke arah perutku.

Aku belum pernah melihat Ravel seperti ini.

Saat ini, dia tampak seperti binatang buas, dengan niat membunuh yang terpancar di matanya.

Aku tanpa sadar menutupi perutku dan menyela dengan suara lembut ....

"Sayang, aku benar-benar nggak melakukan hal yang bersalah padamu. Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa tanya pada Edo sebenarnya siapa yang menaruh pakaian dalam itu di atas ranjangnya."

Ravel mendengus dingin dan menjawab, "Edo? Kamu memanggil namanya dengan akrab sekali. Kamu berharap Edo datang dan menyelamatkanmu, ya? Harapanmu ini sia-sia saja. Istri Edo sudah mengutus puluhan orang untuk menghabisinya, dia sendiri juga nggak bisa selamat."

Ravel melihat cambuk milik ayahku yang tidak jauh dari sana, lalu mengambilnya dari dinding.

Dia memegang tanganku, lalu bertanya padaku, "Kapan kamu dan Edo bersama?"

Aku menggeleng dan segera menjawab, "Aku benar-benar nggak pernah bersamanya."

"Sialan, kamu keras kepala sekali!"

Ravel mengayunkan cambuknya.

Aku memejamkan mata dan berteriak.

Cambuk itu hendak menghantam tubuhku dengan keras, tetapi aku justru tidak merasakan sakit.

Saat aku membuka mata, ternyata ibuku sedang berdiri di hadapanku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status