Kriiiingggg, kriiiinnnggg
"Akhirnya pagi juga," Ucap Novan. Tepat pukul sepuluh pagi, ia terbangunkan oleh alarm miliknya.
Dia bangun dengan begitu semangat. Pasalnya hari ini adalah kali pertama dia menghadiri pertemuan organisasi kesenian yang baru dia ikuti minggu lalu.
“Jangan lupa hari ini kumpul jam 1 siang ya!” Terlihat notif pesan di hp Novan.
“Siap kak Izal aku pasti datang dong!” Novan membalas pesan tersebut dengan cepat.
Melihat reaksi Novan. Salah satu anggota grup pun mulai menggodanya. "Ini mah Novan ada mau nya kan, semangat banget nih.”
“Aku kan mau ketemu kalian ya kan, harus semangat dong ya.” Novan tersenyum. Dia tidak bisa menyangkal bahwa memang itu yang sebenarnya ia nantikan.
“Ketemu kita atau Ana Van?” Tanya Izal menegaskan.
Novan sudah tidak bisa berkutik. Dia membalas pesan tersebut dengan stiker malu-malu.
"Semoga aku bisa ketemu sama Kak Ana." Novan bergumam dan tersenyum.
Dia sangat tertarik dengan Ana. Mereka sama-sama tertarik dengan seni meskipun bukan berasal dari pendidikan kesenian.
***
"Rico, kenapa kamu tega sama aku?" Ucap Ana lirih. Ana sangat kecewa dengan apa yang baru saja dia lihat.
Tidak puas dengan apa yang dia temukan. Ana terus mencari chat lain di Hp Rico. Namu nihil, tidak ada satupun riwayat chat disana.
Hanya ada satu pesan baru. Hal itu membuat Ana semakin yakin, bahwa Rico selalu menghapus seluruh chat dirinya.
Rico tersentak. Dia melihat Ana kini sedang sibuk mengotak-atik hp miliknya. “Na, kita bicarakan baik-baik ditempat lain.” Rico menarik tangan Ana pelan.
"Tunggu sebentar." Ana menepis pelan tangan Rico.
"Tolong Na. Jangan bikin semua makin buruk." Rico berbisik pelan ditelingan Ana.
Ana mengangguk, dia takut membuat suasana yang tidak enak dengan yang lain.
Mereka pun berpindah ke spot yang lebih privat ditaman tersebut.
***
“Na, maafin aku kali ini. Ini yang terakhir aku janji.” Rico berlutut didepan Ana.
“Rico, dari dulu ternyata kamu memang seperti ini, tidak pernah berubah sedikitpun! Aku yang bodoh sudah berharap kamu akan berubah.” Ana menatap mata Rico dengan nanar.
"Kamu pasti bakal maafin aku kan?" Tidak ada sedikitpun rasa menyesal di raut muka Rico. Selama ini dia merasa bahwa Ana akan dengan mudah memaafkannya.
Bukan rahasia lagi, Rico memiliki banyak teman wanita dibelakangnya. Wanita-wanita itu hanya berakhir sebagai partner ONS atau one night stand saja dengannya.
"Rico, aku sudah berulang kali meminta kamu untuk menjauhi Nisa. Kenapa tidak bisa. Apa bedanya dengan wanita-wanita lain yang selalu kamu tiduri?" Nada suara Ana bergetar. Dia tidak bisa menahan emosinya lagi.
Nisa memang berbeda dengan wanita lainnya. Jarak mereka yang jauh membuat Rico selalu penasaran dengannya. Selama ini hanya permainan virtual saja yang bisa mereka mainkan.
"Kamu tahu kan. Meski banyak wanita yang aku temui. Aku mencintai tetap kamu Ana! " Ucap Rico. Dia pun menghela nafasnya panjang. "Kamu itu zona ternyaman dalam hidupku. Sebuah rumah, yang menjadi tujuan buat aku pulang."
Menurut Rico tidak ada yang sebaik Ana. Entah itu dalam urusan perhatian, kepintaran masak, memanjakan, ataupun ketika diranjang. Rico merasa kalau selama ini cuman Ana yang dapat memuaskan fantasi dia.
Mata Ana membulat. Dia tidak tau lagi apa yang sebenarnya terjadi. "Rico sebentar lagi kita akan tunangan, kamu masih saja berhubungan dengan wanita itu?” Ana menaikan nada bicaranya. Dia sangat marah kala itu.
Rico terdiam sejenak. Dia menyadari dirinya telah salah bertindak. Dibenaknya satu-satunya kesalahan dia adalah keteledorannya menitipkan HP kepada Ana. Membuat Ana melihat sesuatu yang harusnya tetap disembunyikan.
Rico mulai memutarkan matanya keatas. “Ini hanya kesalahan kecil Na, kamu sudah biasa kan tahu aku seperti apa. Kenapa sekarang kamu mempersulit keadaan seperti ini sih?” Dia sedang mencari akal bagaimana cara untuk meluluhkan hati Ana kembali.
“Kamu lagi capek Ana dan gak bisa berfikir jernih.” Dia mulai berdiri. "Ini bukan hal serius dan asing lagi untuk kamu. Lebih baik kamu dinginkan dulu pikiran kamu."
Rico pergi meninggalkan Ana yang tertunduk lesu. Air mata mulai mengalir di pipinya.
***
"Malah telat lagi gw," gerutu Novan. Dia harus rela datang terlambat. Pasalnya dia mendadak mengerjakan tugas kampusnya terlebih dahulu. Novan melihat sekelilingnya dengan intens. "Mana yah kak Izal?"
"Van sini!" Izal berteriak seraya melambaikan tangannya. Novan pun berlali menghampirinya. Dia tidak sengaja berpaoasan dengan Rico yang hendak pergi.
“Zal, gw pulang duluan yah. Titip Ana masih disana yah,” ucap Rico. Dia memandang sekilas Novan. Dibalas dengan sebuah anggukan kecil dan senyuman oleh Novan.
“Ah, oke Ric santuy.” Izal menepuk pundak Rico pelan. Dia pun pergi meninggalkan taman kota.
Setelah Rico menjauh. Novan langsung duduk disamping Izal. “Hey kak Izal, maaf aku telat nih tadi ada urusan dulu.”
Ditepuklah pundak Novan pelan. “Gapapa Van, kita juga baru mau mulai kok ini.”
Novan menyebarkan pandangannya. Dia mencari sosok yang sangat ingin dia temui. “Kak izal, kalau kak Ana dimana?”
“Oh, Ana pergi kesana sama cowoknya. Tapi itu tadi cowoknya malah pulang,” jawab Izal pada Novan.
Novan kaget mendengarnya. Dia tidak nenyangka bahwa yang dia berikan senyuman adalah pacarnya Ana. “Yang tadi papasan sama aku itu kak? Yang setelan oppa-oppa korea tadi kak?”
“Ah iya itu Rico namanya, dia gak masuk ke grup chat kita soalnya gak ikut project sama kita,” jawab Izal singkat.
Novan, dalam benaknya sedikit kecewa. Ternyata dia tertarik pada wanita yang sudah memiliki pacar. Terlebih Rico tidak kurang apapun menurut Novan, bahkan cukup tampan.
***
Cukup lama Novan duduk disana berbincang dan bercanda dengan anggota lainnya.
Sosok Ana tidak muncul juga membuat Novan jadi penasaran. “Kak Izal, aku mau coba kesana bentar yah, kak Ana lama banget dari tadi.”
“Ah iya Van, itu Ana tadi yang pake cardigan abu, rambutnya agak coklat ya,” sahut Izal.
“Iya kak, aku kesana bentar yah.” Novan mulai beranjak dari duduknya. Dia pergi kearah yang ditunjukan oleh Izal.
Tidak butuh waktu lama. Novan pun bisa mengenali Ana. Namun ada sesuatu yang mengusiknya saat itu. “Kenapa dia begitu sedih?”
Perlahan Novan pun mendekati Ana. Dia memberanikan diri untuk bertanya padanya. "Maaf apa benar kamu kak Ana?"
Ana seketika memandangnya. Satu hal yang tanpa Novan ketahui. Itu adalah awal bagi surga dan neraka untuk mereka berdua disaat yang bersamaan.
***
"Tenangkan dirimu sebentar, aku sungguh tidak ada hubungan apapun lagi dengannya. Aku sudah tidak penasaran lagi dengannya. Kamu disana dulu bentar aku harus pergi mengurus sesuatu, nanti malam aku jemput kamu!" Ana melihat sebuah pesan masuk dari Rico. tidak ada sedikitpun rasa menyesal dari diri Rico setelah dia meninggalkan Ana. Ana pun segera membalas pesan tersebut dengan singkat.“Tidak perlu aku bisa pulang sendiri!” Semua kenangan masa lalu teringat kembali oleh Ana. "Aku tidak menyangka kamu setega ini Ric. Kamu terus-terusan menduakanku." Ana menangkup kedua wajahnya yang kini sedang menangis. "Bodohnya aku terus memaafkanmu." Entah karena rasa cinta Ana yang terlalu besar terhadap Rico.Mungkin juga karena obsesi yang ada pada dirinya sendiri. Obsesi Ana untuk menikah dengan orang yang telah merenggut segalanya dari hidupnya. Ana terlalu takut membayangkan. Akan seperti apa dia dipandang oleh lelaki lain se
Izal mulai merasa khawatir terhadap Novan yang mungkin saja kesulitan menemukan Ana. Dia kemudian beranjak untuk menyusul mereka. Pandangan Izal terheran-heran melihat sesuatu yang tidak biasa dihadapannya. "Kenapa Ana nangis kayak gitu. Itu si Novan lagi malah megangin tangannya," gumamnya. Namun dia mencoba untuk tidak berfikir negatif dan memanggil mereka. “Ana, Novan yuk dimulai yang lain udah nunggu tuh!” Teriak Izal cukup kencang. Ana sangat kaget mendengar Izal. Dia langsung melepaskan tangan Novan. “Iya Zal, gw kesana tunggu bentar!” Ucap Ana setengah berteriak. Sama seperti Ana. Novan pun kaget dengan teriakan Izal. Dia sedikit kecewa dengan Ana yang melepas genggamannya. Novan pun akhirnya mengikuti Ana berjalan dibelakangnya. *** “Oke kumpulan pertama kita sampai disini dulu yah. Kalau ada pertanyaan nanti dilist di grup aja biar kita bahas di pertemuan minggu depan!” Izal pun menutup pertemuan mereka. Cukup lama perbi
‘Apa aku telpon saja yah Ana,’ pikir Rico. Sudah hampir 30 menit dari terakhir Rico mengirimkan pesan kepada Ana. Belum ada respon sedikitpun dari Ana. Hal itu membuat Rico sedikit gelisah. Tepat disaat dia akan menelpon Ana tiba-tiba Hp nya berdering. Terlihat nomor yang sengaja tidak ia simpan menelpon nya. “Halo Rico kamu sudah tidur?” ucap sang penelpon. “Nisa, ada apa kamu telpon?” Rico masih sangat kesal dengan apa yang Nisa lakukan. Menyadari suara Rico yang masih bergetar. Nisa pun bertanya pada Rico dengan nada yang memelas. “Kamu masih marah sama aku Ric?” Helaan nafas panjang terdengar dari Rico. “Sa, aku kan udah bilang kalau kamu jangan hubungiku lagi sebelum aku yang menghubungi mu. Jadi berantakan gini kan sekarang.” “Maaf Ric, terus sekarang gimana? Ana masih ngambek?” Nisa gelagapan menjawab pertanyaan Rico. Mendengar respon Nisa yang ketakutan. Membuat Rico sedikit terkekeh puas. “Iya kayaknya. Tapi pali
"Lumayan rame juga ini mall, padahal bukan weekend," gumam Ana. Ini adalah kebiasaan Ana dikala dia sedang banyak pikiran. Berjalan sendirian di mall ketika selesai bekerja. Ana memfokuskan pandangannya. 'Kayaknya itu Novan deh,' pikir Ana. Dia terus melihat sosok dihadapannya. Sedikit berlari Ana menghampirinya. Ana pun terdiam ketika dia melihat seorang wanita menghampiri Novan. Mereka saling berpandangan. Ana pun segera memalingkan mukanya dan beranjak pergi. Sempat terpikir untuk Ana menyapanya, namun Novan terlihat tidak mengenalinya. Ana pun mengurungkan niatnya itu segera dan berjalan dengan sedikit lebih cepat. ‘Apa-apaan, bilang tawarannya berlaku lama. Tapi dia sudah jalan dengan wanita lain, ’ pikir Ana saat itu. “Kak Ana tunggu!” Dengan nafas yang terengah-engah Novan berlari mengejar Ana. Ana menghentikan langkahnya. Kemudian dia berbalik, memandang Novan dengan penuh tanya. “Kamu kenapa lari-lari, Van?”
Matahari mulai menyingsing, Ana mulai menggeliatkan tubuhnya pelan dan mencoba untuk menyempurnakan kesadarannya. Dia sengaja bangun lebih pagi. Bersiap lebih lama, memakai baju yang rapi dan mencatok rambutnya sebelum berangkat kerja. Dia sangat antusias dengan pertemuannya dengan Rico sore ini. Saat sedang memanaskan motornya ada sebuah pesan masuk dari Rico yang berisi, “Na, jangan bawa motor yah nanti aku jemput kamu.” Membaca pesan dari Rico, membuat Ana senang. Senyum terkembang kecil dibibirnya. Setelah membalas pesan Rico, hp nya kembali berbunyi. Kini ada pesan masuk lagi, namun ternyata itu dari Novan. “Pagi kak, semalam pulang dengan selamatkan?” Tanpa sadar Ana pun tersenyum membaca pesan singkat dari Novan tersebut. “Pagi juga Novan, makasih aku semalam sampai dengan selamat.” Tak lama setelah membalas, Novan pun kembali mengiriminya pesan, “syukurlah, semangat untuk hari ini ya kak.” Setela
Ditengah derasnya hujan, Ana memasuki mobil Novan. ‘Apa dia selalu secantik ini?’ batin Novan. Dia tidak menyesali tindakannya menerjang deras hujan, demi menjemput Ana. Melihat Ana duduk disampinya, sangat dekat berdua. Membuat Novan sekuat tenaga mengendalikan dirinya. Dia takut akan bersikap diluar batas kembali kepada Ana. Pada akhirnya Novan tidak tahan untuk mencubit pipi Ana karena gemas. “Van pipi ku sakit tau.” Ana menggembungkan pipinya lucu. “Abisnya, kak Ana gemesin banget malam ini.” dia tidak hentinya tersenyum. Dibenak Novan semua tingkah Ana sangat menarik. Entah kenapa malam itu pun Ana menjadi sedikit lebih santai padanya. Biasanya dia selalu menghindari sentuhan Novan. Kali ini dia tidak terlihat menolaknya sama sekali. Melihat reaksi Ana yang cukup baik, membuat Novan lebih lega. Dia pun kini mengelus rambut Ana pelan. Namun sayang sekali keintiman mereka harus terganggu oleh pelayan yang menawarkan menu.
Hal pertama yang Rico lihat saat keluar kamar mandi adalah pemandangan seorang wanita yang masih ditutupi selimut hangatnya. Setelah menemukan Ana tidak ada dikantornya kemarin malam. Rico kembali menghabiskan malamnya dengan wanitanya tadi siang. Dia mendekat dan mengelus pelan kepala wanitanya itu, “Aku pulang dulu yah. Siang ini aku ada janji dengan yang lain,” ucap Rico setengah berbisik. Wanita tersebut hanya mengangguk pelan yang disusul dengan Rico yang keluar dari kamar kosan temannya tersebut. Alasan sebenarnya dia menolak bertemu dengan Ana hari ini, karena dari kemarin dia memang belum pulang. Saat dia hendak menaikin motornya, “Rico, kamu kemana aja dua hari ini?” Terlihat pesan masuk di Hp nya. Dia pun membalas singkat pesan tersebut. “Sorry Nis, aku sibuk 2 hari kemarin. Ada apa?” “Aku kangen tau, kamu gak ada kabar dua hari ini,” balas Nisa. Rico mendecik pelan. Dia sangat tidak menyukak ketika
Bunyi alarm di Hp Ana pagi itu sudah mulai berdering. "Sial gue belum tidur dari semalam!" Rutuk Ana pada dirinya sendiri. Dia hanya menangis semalaman dibalik selimut tebalnya. Dengan langkah gontai Ana menuju kamar mandi. Dia berfikir lebih baik melupakan masalahnya dengan Rico terlebih dahulu dan fokus terhadap projeknya kali ini. Setelah selesai mandi, dia bergegas melihat Hp nya. Belum ada satu pun pesan dari Rico membuatnya menjadi lebih sakit. Dengan sisa tenaganya dia mulai memakai baju dan bersiap-siap untuk pergi ke taman kota. Kali ini Ana pergi dengan ojek online, karena merasa bahwa dia tidak akan bisa mengendarai motornya dengan baik. Tak berbeda jauh dengan Ana, Novan yang baru terlelap setelah lewat tengah malam. Bangun dengan sedikit lemas dan lebih murung. "Gue harus minta maaf kali ini sama Ana." Dia sudah sangat membulatkan tekadnya untuk mengakhiri permainannya. Dia merasa tidak enak bila terus membuat Ana menjadi tidak nyaman. Dilain tempat terlihat Rico ya
“Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan
“Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena
Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a
Di lain tempat Nisa tengah sibuk mempersiapkan kepergiannya menemui Rico. Dia bersemangat sekali untuk bertemu dengan lelaki pujaannya itu. ‘Sayang aku kesana yah minggu depan!’ tulis Nisa dalam pesan singkatnya. Namun pesan tersebut ternyata bertanda ceklis satu. “Apa dia lagi sibuk yah?” pikir Nisa dalam hatinya. Namun dia segera menepiskan kecurigaannya tersebut dan lebih memilih untuk fokus terhadap barang yang akan dia bawa nanti. ***”Kak, kita makan disini aja yuk!” Novan mengelus pundak Ana pelan. Ana pun duduk mengikuti permintaan Novan. “Kakak mau pesen apa? Aku yang traktir deh kali ini!” “Terserah kamu aja Van,” jawab Ana lemas. Ana terus tertunduk lesu. Pikirannya sedang kacau saat ini. Kenapa dengan mudahnya dia percaya ucapan lelaki dihadapannya saat ini. “Kak… kak Ana!”, panggilan lembut Novan tidak dapat menyadarkan Ana dari pikirannya. Seketika Novan menangkup kedua pipi Ana, membuat Ana sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. “Ah Van, maaf aku sedang me
“Habis ini kita langsung pulang yah Ric, aku udah capek.” Ana berdiri dan membereskan barang bawaannya. Rico memberikan buket bunga yang tertinggal pada Ana. “Iya aku antar kamu pulang langsung, yuk!” “Makasih yah.” Ana langsung pergi begitu menerima buket dari Rico. Saat didalam mobil terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tidak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. “Ana, sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Novan?” Seperti tersambar petir, pertanyaan Rico tersebut membuat Ana tidak bisa berkutik. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Terlihat sedang mencari alasan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan Rico. “Hmmm.. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Novan. Kenapa kamu nanya kayak gitu?” Rico tahu dengan pasti gelagat Ana ketika berbohong. Penyangkalan Ana semakin membuatnya penasaran. Ini pertama kali Ana melakukan hal seperti itu padanya. “Kamu yakin? Aku merasa kalian memiliki sesu
“Nia, kamu kenal sama Novan?” tanya Rico. Dia mulai curiga dengan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Rico terus memperhatikan Ana dengan sangat lekat. Dia melihat wajah Ana semakin memucat. Vania segera melepas gandengan tangannya dari Rico. Dia mulai mendekati Novan dan merangkulnya. “Iya kak, ini yang tadi sempet aku ceritain pas mau kesini. Beberapa minggu ini aku lagi deket sama dia. Seneng deh ternyata kalian semua udah saling kenal, jadi aku tidak perlu memperkenalkannya lagi.” Ana hanya bisa memandang mereka dengan tatapan sendu. Dia terus berusaha untuk tersenyum dan menyembunyika perasaan yang sesungguhnya. “Kakak dukung kok Nia hubungan kamu sama Novan. Dia ini anak yang baik pasti bakal jagain kamu dengan baik.” Rico mulai menerka-nerka situasi yang terjadi. Dia langsung memamerkan kemesraan didepan Novan. Rico mulai merangkul pinggang Ana dan mencium pucuk kepalanya sekilas. “Makasih yah, kalian udah datang ke wisuda Ana. Habis ini
Waktu berlalu begitu saja. Sudah dua minggu sejak Novan mulai berusaha membuka hatinya untuk wanita lain. Ada keraguan dan rasa bersalah didalam hatinya. “Van, lusa aku wisuda. Kamu datang kan?” sebuah pesan masuk dari Ana, sukses membuyarkan lamunannya. Dia menghela nafas dalam. “Kak Ana,” lirihnya. Pikiran Novan sangat kalut. “Gimana ini. Fitri bilang aku harus jaga jarak sama Ana. Tapi, aku kangen dia,” gerutu Novan. Berkali-kali dia menghapus balasannya. “Aku usahain ya kak!” balas Novan singkat. Dia tidak tega untuk menolak Ana. Hatinya tetap luluh pada akhirnya. Tak berapa lama, Ana membalas pesan Novan. “Makasih yah, aku tunggu.”\ Novan mengusap mukanya dengan berat. “Kenapa aku gak bisa lepas dari dia?” dia bertanya pada dirinya sendiri. Ditengah keputusasaannya, Hp Novan berdering. “Halo Van?” terdengar suara wanita yang sudah seminggu terakhir ini menemaninya setiap hari. “Vania, tum
“Rico, apakah aku memiliki pilihan lain selain menerima permintaan maafmu?” Mata Ana kini mengintimidasinya. Rico tidak dapat berkutik. Bibirnya seakan terkunci. Dia tidak menyangka permintaan maafnya, dibalas dengan begitu sinis oleh Ana. Rico menggigit bibir bawahnya. “Kalau itu mau mu. Apa yang bisa aku lakukan?” Rico tersenyum tipis. Hatinya begitu terluka dengan perlakuan Ana. “Banyak Rico. Kamu bisa lakuin banyak hal. Kamu bisa tunjukin kesungguhan kamu. Atau kamu bisa diam. Atau kamu bisa lari dan mengaggap semua tak pernah terjadi. Persis seperti yang selalu kamu lakukan padaku!” Emosi Ana kian meningkat. Dia masih berusaha tersenyum disetiap kata yang diucapkan. Matanya benar-benar menatap Rico tajam. Tidak ada jawaban sedikitpun. Rico menelan ludahnya. Dia tidak bisa menyangkal satupun ucapan Ana. “Maaf.” Rico menundukan kepalanya. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Aku bosan Rico. Kata itu gak pernah punya arti dihubungan kita.
“Halo Van. Sorry kayaknya aku besok gak bisa pergi bersama kamu.” ucap Ana dengan lirih. Novan kecewa dengan pernyataan Ana tersebut. Dia terdiam sejenak, mengatur emosinya. “Gitu yah. Kalau boleh tau kenapa kak?” Ana menggenggam telponnya lebih keras. “Rico tadi sore kecelakaan. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Maaf ya Van.” Dia menggigit bibir bawahnya. Mengontrol perasaannya yang kini tak menentu. Sorot mata Novan kini berubah sendu. Dengan lirih dia berkata, “Aku mengerti kok kak. Sekarang kakak fokus sama Rico dulu aja yah.” “Terimakasih ya Van.” ucap Ana mengakhiri percakapan. Tepat setelah telpon ditutup. Ana mulai memeluk selimut yang sedari tadi dia pakai. Ada perasaan menyesal didalam dirinya. Dia teringat ucapan Izal. Bahwa semua ini tidak perlu terjadi. Bersama Novan adalah bukan jawaban yang tepat. Ana pun mulai membenamkan dirinya di bantal. Berharap bahwa dia akan segera tertidur. *** Muka Novan menger