Ditengah derasnya hujan, Ana memasuki mobil Novan. ‘Apa dia selalu secantik ini?’ batin Novan. Dia tidak menyesali tindakannya menerjang deras hujan, demi menjemput Ana.
Melihat Ana duduk disampinya, sangat dekat berdua. Membuat Novan sekuat tenaga mengendalikan dirinya. Dia takut akan bersikap diluar batas kembali kepada Ana.
Pada akhirnya Novan tidak tahan untuk mencubit pipi Ana karena gemas. “Van pipi ku sakit tau.” Ana menggembungkan pipinya lucu.
“Abisnya, kak Ana gemesin banget malam ini.” dia tidak hentinya tersenyum. Dibenak Novan semua tingkah Ana sangat menarik.
Entah kenapa malam itu pun Ana menjadi sedikit lebih santai padanya. Biasanya dia selalu menghindari sentuhan Novan. Kali ini dia tidak terlihat menolaknya sama sekali.
Melihat reaksi Ana yang cukup baik, membuat Novan lebih lega. Dia pun kini mengelus rambut Ana pelan. Namun sayang sekali keintiman mereka harus terganggu oleh pelayan yang menawarkan menu.
Setelah membeli beberapa makanan, mereka pun melanjutkan perjalanannya.
Novan sesekali melirik Ana yang berada disampingnya. “Kakak malam ini terlihat lebih rapi dan cantik dari biasanya.”
“Makasih Van, tadinya aku mau dinner sama Rico. Tapi gak tau kenapa dia malah gak dateng.” Terlihat kekecewaan di raut wajah Ana.
Novan sedikit cemburu mendapati fakta tersebut. Namun dia berusaha tetap fokus dengan jalanan didepannya. Dia pun menggoda Ana. “Oh mau makan malem. Makanya tadi perut kakak minta jatah yah.”
“Van udah dong malu tau. Tadinya aku mau terlihat lebih ramping aja supaya dress nya bagus. Sia-sia aku bangun lebih pagi dan dandan lebih ekstra tadi.” Ana merapikan bajunya. Dia menunjuian semua usahanya pada Ana.
“Gak sia-sia kok, kan ada aku yang mengapresiasi penampilan kakak malam ini.” Novan memainkan rambut Ana.
Hati Ana semakin berdebar mendengar ucapan Novan barusan. Dia tak tau harus memberi respon apa.
Novan memandang ke arah Ana sekilas, dia pun mengelus kepala Ana pelan. “Aku sangat senang. Karena malam ini cuman aku yang lihat kakak secantik ini.”
Ana semakin salah tingkah dibuatnya. Bagi Ana tangan Novan saat itu adalah hal paling menghangatkan hatinya disepanjang hari ini.
Sesampainya di depan rumah Ana, Novan pun memarkirkan mobilnya. “Makasih ya Van, maaf gak bisa ajak kamu masuk. Gak enak udah malem.” Dia segera membereskan barang bawaannya.
Novan pun mendekatkan tubuhnya dan membantu Ana melepas seat belt. Mata mereka saling bertemu satu sama lain.
Jaraknya sangat dekat bahkan hembusan nafaspun bisa saling mereka rasakan. Wajah Novan yang mulai mendekat membuat Ana hanya bisa terpaku.
Sebuah kecupan kecil dipipi Ana, didaratkan oleh bibir Novan dengan sangat lembut. “Jangan sedih ya kak!” Novan setengah berbisik ditelinga Ana.
Setelah beberapa saat mematung, Ana pun tersadar dari kebingungannya. Tanpa kata apapun dia langsung membuka pintu mobil Novan.
Melihat Ana yang seperti itu membuat Novan semakin menikmati untuk menggodanya.
Saat Ana sudah menutup kembali pintu mobil Novan, dia membuka kaca jendelanya. “Kak Ana besok ada waktu?”
Ana mengerutkan dahinya. Dia terlihat berpikir sejenak. “Besok aku ada kuliah pagi, nanti aku hubungi lagi yah.”
“Oke, aku tunggu kabar baiknya ya kak.” Novan pun mengangguk.
“Iya makasih udah nganterin aku lagi ya Van,” jawab Ana.
“No problem kak, aku juga senang ketemu kakak malam ini.” Dia pun menutup jendela mobilnya, menancap gas nya dan beranjak pergi.
Jantung Ana masih berdegup sangat kencang. Meski dia kini sudah berada dikamarnya, kenangan tadi didalam mobil masih sangat terngiang. Ini kali pertama Ana merasakan hal ini selain pada Rico tentunya.
Sikap Novan mengingatkannya pada Rico di awal mereka pacaran. Menyadari hal itu membuat raut wajah Ana langsung berubah. ‘Apa dia begini karena belum mendapatkanku saja.
'Sama seperti Rico dulu,’ pikir Ana. Hatinya yang tadi dipenuhi dengan kupu-kupu, kini berubah seakan tercekik oleh sesuatu.
Untuk menepis rasa itu Ana mulai mencari Hp nya. ‘Ah sepertinya aku lupa untuk charge batrenya tadi.’
Kemudian dia menyalakan kembali Hp nya. Terlihat pesan dari Rico dan beberapa kali miss called dari nya.
Entah kenapa membaca hal itu membuat Ana merasa bersalah pada Rico. Dia merasa seperti telah berbuat curang dibelakang Rico.
Apalagi tadi Novan telah mencium pipinya dan fakta bahwa beberapa saat lalu Ana sangat senang bersama Novan. Membuat rasa bersalah Ana semakin besar terhadap Rico.
Malam itu hati Ana sangat berkecamuk. Penyesalan, rasa bersalah, rasa bahagia semua bercampur menjadi satu. “Van, sepertinya besok aku sibuk maaf yah.”
Ana pun memutuskan untuk menjaga jarak kembali dengan Novan.
“Aku baru sampe rumah. Gapapa Ric, makan malamnya bisa kapan aja. Besok siang aku ke rumah mu yah,” tulis Ana pada Rico. Dia merasa harus meminta maaf secara langsung pada Rico. Dia bertekad akan mengakhiri kesalahpahamannya selama ini dengan Novan.
***
Saat terbangun, Rico membuka Hp nya dan melihat pesan dari Ana. “Syukurlah kalau kamu pulang dengan selamat. Hari ini samapi malam aku ada urusan, bagaimana kalau lusa aja kita ganti makan malammnya?”
Beberapa saat kemudian Ana membalasnya, “Oke kalau gitu, take your time sayang.”
Membaca pesan Ana yang kembali hangat padanya membuat Rico semakin senang. ‘Aneh, aku kira dia bakal makin marah.’ pikir Rico.
Namun dia tidak terlalu mau memusingkannya, yang penting kini Ana miliknya kembali lagi.
Setelah membaca balasan Rico membuat Ana sedikit kecewa.
Tak lama ada pesan masuk dari Novan yang berisi, “gapapa kak, aku juga mengajak kakak mendadak. Semangat ya kak jangan sedih lagi.”
Ana hanya membaca nya tanpa berniat untuk membalasnya sama sekali. Entah kenapa dia menjadi sangat khawatir kalau susatu saat Rico tau apa yang terjadi malam itu.
Maka dari itu Ana benar-benar berniat untuk menjaga jarak dengan Novan saat ini.
Mengetahui bahwa pesannya hanya dibaca saja membuat Novan sedikit murung. ‘Padahal tadi malam dia terlihat lebih menerimaku. Kenapa sekarang seperti menjauh kembali.’
Dia terus memikirkan apa mungkin tindakannya malam itu memang keterlaluan. ‘Bodoh sih lu Van. Kenapa harus mencium pipinya.’ sesal Novan dalam hatinya.
Hari itu Ana membuat dinding tinggi diantara dirinya dan Novan.
***
Hal pertama yang Rico lihat saat keluar kamar mandi adalah pemandangan seorang wanita yang masih ditutupi selimut hangatnya. Setelah menemukan Ana tidak ada dikantornya kemarin malam. Rico kembali menghabiskan malamnya dengan wanitanya tadi siang. Dia mendekat dan mengelus pelan kepala wanitanya itu, “Aku pulang dulu yah. Siang ini aku ada janji dengan yang lain,” ucap Rico setengah berbisik. Wanita tersebut hanya mengangguk pelan yang disusul dengan Rico yang keluar dari kamar kosan temannya tersebut. Alasan sebenarnya dia menolak bertemu dengan Ana hari ini, karena dari kemarin dia memang belum pulang. Saat dia hendak menaikin motornya, “Rico, kamu kemana aja dua hari ini?” Terlihat pesan masuk di Hp nya. Dia pun membalas singkat pesan tersebut. “Sorry Nis, aku sibuk 2 hari kemarin. Ada apa?” “Aku kangen tau, kamu gak ada kabar dua hari ini,” balas Nisa. Rico mendecik pelan. Dia sangat tidak menyukak ketika
Bunyi alarm di Hp Ana pagi itu sudah mulai berdering. "Sial gue belum tidur dari semalam!" Rutuk Ana pada dirinya sendiri. Dia hanya menangis semalaman dibalik selimut tebalnya. Dengan langkah gontai Ana menuju kamar mandi. Dia berfikir lebih baik melupakan masalahnya dengan Rico terlebih dahulu dan fokus terhadap projeknya kali ini. Setelah selesai mandi, dia bergegas melihat Hp nya. Belum ada satu pun pesan dari Rico membuatnya menjadi lebih sakit. Dengan sisa tenaganya dia mulai memakai baju dan bersiap-siap untuk pergi ke taman kota. Kali ini Ana pergi dengan ojek online, karena merasa bahwa dia tidak akan bisa mengendarai motornya dengan baik. Tak berbeda jauh dengan Ana, Novan yang baru terlelap setelah lewat tengah malam. Bangun dengan sedikit lemas dan lebih murung. "Gue harus minta maaf kali ini sama Ana." Dia sudah sangat membulatkan tekadnya untuk mengakhiri permainannya. Dia merasa tidak enak bila terus membuat Ana menjadi tidak nyaman. Dilain tempat terlihat Rico ya
“Ahhh,Novan.” Rintih Ana. “Sakit kah?” Dia mengakhiri ciumannya dan mengusap pelan bibir Ana. Ana kini menelungkupkan mukanya di dada Novan.“Kamu, nakal ternyata.” “Makasih yah kak." Novan mulai mengelus kepala Ana. Dia memberikan sebuah ciuman lembut dipucuk kepala Ana. “Iya, aku pun merasa senang. ” Ana kembali memeluk erat tubuh Novan. Kini Ana mendorong sedikit tubuh Novan, dia mendongkakan kepalanya keatas. Dilihatnya wajah Novan yang kini mulai menatapnya. Novan menunduk. Menatap Ana dengan heran. “Kenapa kak?” “Gapapa, aku cuman seneng aja. Ternyata ini rasanya jujur dengan diriku sendiri.” Tergambar sebuah senyum manis dimuka Ana. Novan kembali mendekapnya. “Kak, mau kemana habis ini? Kita harus merayakan hari ini?” Dia sedikit menggoyangkan tubuh mungil Ana. “Mau makan dulu aja? Mumpung masih belum jam tujuh malem,” jawab Ana. Alih-alih melepaskan pelukannya. Novan malah semaki
Setelah pulang ke rumahnya, kini raut wajah Rico berubah panik. Terlebih ketika dia mendengar bahwa papanya secara tidak sengaja mengungkapkan kebohongannya terhadap Ana. Didalam kamarnya Rico beberapa kali terlihat mengirim pesan singkat terhadap Ana. “Na, aku bisa jelaskan.” Belum semenit dia menulis pesan kembali, “besok kita ketemu ya sayang.” Tetap tidak ada balasan dari Ana. Rico pun memutuskan untuk menelpon Ana. Saat itu Ana sedang berada dipanggilan lain. ‘Apa Ana menolak panggilanku?’ Selang sepuluh menit dia pun kembali menelpon Ana. Kali ini bahkan tidak ada jawaban sama sekali. Rico hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya ingin sekali dia menelpon orang tua Ana. Namun segera diurungkan niatan tersebut. ‘Gimana kalau nanti papanya Ana malah balik tanya sama gue?’ batinnya. Sementara itu Ana kini telah berada didepan rumahnya. Sebelum turun, dia memberikan se
Dari semenjak bangun tidur, wajah Novan nampak sangat ceria. Siang ini adalah waktu dia akan jalan dengan Ana untuk pertama kalinya. Sejak malam kemarin ketika akan mengajak Ana, dia sebenarnya ragu. Takut bila Ana akan menolak lagi untuk jalan bersamanya. Namun kali ini berbeda, dengan senang hati Ana menerima tawarannya. Setiap hari sabtu Ana hanya kerja sampai jam satu siang saja. Maka dari itu, mereka bisa berencana untuk jalan bersama. “Kak, nanti aku jemput kakak yah!”Tulis Novan. Tak berapa lama, balasan dari Ana diterimanya. “Oke, tapi nanti kamu jangan keluar mobil yah. Aku takut ada yang lihat salah paham.” Perasaan tidak nyaman muncul ketika melihat balasan Ana. Dia sebenarnya paham betul dengan konsekuensi hubungan mereka. Hanya saja entah kenapa hatinya masih belum terbiasa dengan itu. “Siap bu bos.” Dia pun mencoba menepis perasaannya dan kembali mempersiapkan keberangkatannya.
*Warning 21+* Beberapa adegan mungkin akan menimbulkan perasaan tidak nyaman untuk sebagian orang. *** “Rico, lu beneran gak akan masuk dulu?” tanya teman wanitanya. “Gak lah, gw mau pulang aja cape. Bye ya duluan.” Rico melambaikan tangannya. Dia pun segera memacu mobil menuju rumahnya. Sesampainya dirumah, tak bisa dipungkiri kalau Rico memikirkan apa yang dia lihat tadi siang. ‘Apa mungkin itu Ana? Tapi Ana gak akan mungkin kayak gitu. Dia kan udah cinta mati ama gw.’ ‘Apa gw terlalu lembek akhir-akhir ini sama dia? Sampe dia berani diemin gw kayak gini?’ sambungnya pada dirinya sendiri. Semakin Rico memikirkan hal itu, semakin dia menjadi pusing. Tak lama kemudian ada telpon masuk ke HP Rico. ‘Nisa? Sudah lama dia gak nelpon.’ “Halo Rico, kamu gimana kabar?” tanya Nisa dibalik telponnya. Rico tersenyum riang. Dia benar-benar bahagia mendengar suara Nisa. “Nisa, kamu memang ajaib tau aj
Sepulangnya dari tempat karaoke perasaan Ana mulai membaik, namun tidak untuk Novan. Dia dipenuhi dengan rasa bersalah yang sangat dalam. Dia tidak menyangka bahwa orang yang dia dekati adalah serapuh ini. Sampai merasa bahwa Ana akan sangat hancur ketika dia genggam dengan sedikit lebih keras.“Van, kamu mikirin apa?” tanya Ana.“Gak apa-apa kak, yuk abis ini kita mau kemana lagi?” jawab Novan. Mereka pun mulai memasuki mobilnya dan keluar dari tempat parkir.“Hmmm, aku lagi pengen beli sesuatu yang manis-manis Van.” ujar Ana memecah keheningan.“Kalau gitu kita ke cafe unicornaja yah, disana banyak cake-cakemanis loh kak. Pasti kamu suka,” usul Novan.“Boleh, aku belum pernah kesana. Katanya disana juga konsepnya lucu banget gitu loh Van. Makasih ya Van,” ucap Ana.“Yes princess, anything for you.” jawab Novan sambil mengelus kepa
Saat itu, Rico adalah yang paling pertama sampai ke rumah Ana.Mendengar suara motor Rico yang kini sudah berhenti, Ana segera menuruni tangga rumahnya.Begitu sampai Rico pun segera memarkirkan motornya dan bergegas untuk mengetuk pintu. Namun, dia harus terhenti sejenak ketika melihat mobil yang cukup asing mulai terparkir dihalaman rumah Ana.Mendengar suara mobil Novan, Ana mengurungkan niatnya untuk membukakan Rico pintu. Dia sangat takut dan memilih untuk mendengarkan terlebih dahulu apa yang akan mereka bicarakan.Keluarlah Novan dari dalam mobil, dia sedikit terkejut dengan kehadiran Rico disana. Segera dia ubah raut mukanya menjadi sangat ramah kepada Rico.“Halo kak, saya Novan.” sapa Novan sambil mengulurkan tangan. .“Oh iya saya Rico, kamu mau ke siapa yah?” tanya Rico.“Ah kebetulan saya mau ketemu kak Ana, ada titipan dari kak Ana buat project nanti kak,” jawab Rico.&lsq
“Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan
“Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena
Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a
Di lain tempat Nisa tengah sibuk mempersiapkan kepergiannya menemui Rico. Dia bersemangat sekali untuk bertemu dengan lelaki pujaannya itu. ‘Sayang aku kesana yah minggu depan!’ tulis Nisa dalam pesan singkatnya. Namun pesan tersebut ternyata bertanda ceklis satu. “Apa dia lagi sibuk yah?” pikir Nisa dalam hatinya. Namun dia segera menepiskan kecurigaannya tersebut dan lebih memilih untuk fokus terhadap barang yang akan dia bawa nanti. ***”Kak, kita makan disini aja yuk!” Novan mengelus pundak Ana pelan. Ana pun duduk mengikuti permintaan Novan. “Kakak mau pesen apa? Aku yang traktir deh kali ini!” “Terserah kamu aja Van,” jawab Ana lemas. Ana terus tertunduk lesu. Pikirannya sedang kacau saat ini. Kenapa dengan mudahnya dia percaya ucapan lelaki dihadapannya saat ini. “Kak… kak Ana!”, panggilan lembut Novan tidak dapat menyadarkan Ana dari pikirannya. Seketika Novan menangkup kedua pipi Ana, membuat Ana sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. “Ah Van, maaf aku sedang me
“Habis ini kita langsung pulang yah Ric, aku udah capek.” Ana berdiri dan membereskan barang bawaannya. Rico memberikan buket bunga yang tertinggal pada Ana. “Iya aku antar kamu pulang langsung, yuk!” “Makasih yah.” Ana langsung pergi begitu menerima buket dari Rico. Saat didalam mobil terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tidak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. “Ana, sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Novan?” Seperti tersambar petir, pertanyaan Rico tersebut membuat Ana tidak bisa berkutik. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Terlihat sedang mencari alasan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan Rico. “Hmmm.. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Novan. Kenapa kamu nanya kayak gitu?” Rico tahu dengan pasti gelagat Ana ketika berbohong. Penyangkalan Ana semakin membuatnya penasaran. Ini pertama kali Ana melakukan hal seperti itu padanya. “Kamu yakin? Aku merasa kalian memiliki sesu
“Nia, kamu kenal sama Novan?” tanya Rico. Dia mulai curiga dengan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Rico terus memperhatikan Ana dengan sangat lekat. Dia melihat wajah Ana semakin memucat. Vania segera melepas gandengan tangannya dari Rico. Dia mulai mendekati Novan dan merangkulnya. “Iya kak, ini yang tadi sempet aku ceritain pas mau kesini. Beberapa minggu ini aku lagi deket sama dia. Seneng deh ternyata kalian semua udah saling kenal, jadi aku tidak perlu memperkenalkannya lagi.” Ana hanya bisa memandang mereka dengan tatapan sendu. Dia terus berusaha untuk tersenyum dan menyembunyika perasaan yang sesungguhnya. “Kakak dukung kok Nia hubungan kamu sama Novan. Dia ini anak yang baik pasti bakal jagain kamu dengan baik.” Rico mulai menerka-nerka situasi yang terjadi. Dia langsung memamerkan kemesraan didepan Novan. Rico mulai merangkul pinggang Ana dan mencium pucuk kepalanya sekilas. “Makasih yah, kalian udah datang ke wisuda Ana. Habis ini
Waktu berlalu begitu saja. Sudah dua minggu sejak Novan mulai berusaha membuka hatinya untuk wanita lain. Ada keraguan dan rasa bersalah didalam hatinya. “Van, lusa aku wisuda. Kamu datang kan?” sebuah pesan masuk dari Ana, sukses membuyarkan lamunannya. Dia menghela nafas dalam. “Kak Ana,” lirihnya. Pikiran Novan sangat kalut. “Gimana ini. Fitri bilang aku harus jaga jarak sama Ana. Tapi, aku kangen dia,” gerutu Novan. Berkali-kali dia menghapus balasannya. “Aku usahain ya kak!” balas Novan singkat. Dia tidak tega untuk menolak Ana. Hatinya tetap luluh pada akhirnya. Tak berapa lama, Ana membalas pesan Novan. “Makasih yah, aku tunggu.”\ Novan mengusap mukanya dengan berat. “Kenapa aku gak bisa lepas dari dia?” dia bertanya pada dirinya sendiri. Ditengah keputusasaannya, Hp Novan berdering. “Halo Van?” terdengar suara wanita yang sudah seminggu terakhir ini menemaninya setiap hari. “Vania, tum
“Rico, apakah aku memiliki pilihan lain selain menerima permintaan maafmu?” Mata Ana kini mengintimidasinya. Rico tidak dapat berkutik. Bibirnya seakan terkunci. Dia tidak menyangka permintaan maafnya, dibalas dengan begitu sinis oleh Ana. Rico menggigit bibir bawahnya. “Kalau itu mau mu. Apa yang bisa aku lakukan?” Rico tersenyum tipis. Hatinya begitu terluka dengan perlakuan Ana. “Banyak Rico. Kamu bisa lakuin banyak hal. Kamu bisa tunjukin kesungguhan kamu. Atau kamu bisa diam. Atau kamu bisa lari dan mengaggap semua tak pernah terjadi. Persis seperti yang selalu kamu lakukan padaku!” Emosi Ana kian meningkat. Dia masih berusaha tersenyum disetiap kata yang diucapkan. Matanya benar-benar menatap Rico tajam. Tidak ada jawaban sedikitpun. Rico menelan ludahnya. Dia tidak bisa menyangkal satupun ucapan Ana. “Maaf.” Rico menundukan kepalanya. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Aku bosan Rico. Kata itu gak pernah punya arti dihubungan kita.
“Halo Van. Sorry kayaknya aku besok gak bisa pergi bersama kamu.” ucap Ana dengan lirih. Novan kecewa dengan pernyataan Ana tersebut. Dia terdiam sejenak, mengatur emosinya. “Gitu yah. Kalau boleh tau kenapa kak?” Ana menggenggam telponnya lebih keras. “Rico tadi sore kecelakaan. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Maaf ya Van.” Dia menggigit bibir bawahnya. Mengontrol perasaannya yang kini tak menentu. Sorot mata Novan kini berubah sendu. Dengan lirih dia berkata, “Aku mengerti kok kak. Sekarang kakak fokus sama Rico dulu aja yah.” “Terimakasih ya Van.” ucap Ana mengakhiri percakapan. Tepat setelah telpon ditutup. Ana mulai memeluk selimut yang sedari tadi dia pakai. Ada perasaan menyesal didalam dirinya. Dia teringat ucapan Izal. Bahwa semua ini tidak perlu terjadi. Bersama Novan adalah bukan jawaban yang tepat. Ana pun mulai membenamkan dirinya di bantal. Berharap bahwa dia akan segera tertidur. *** Muka Novan menger