Izal mulai merasa khawatir terhadap Novan yang mungkin saja kesulitan menemukan Ana. Dia kemudian beranjak untuk menyusul mereka.
Pandangan Izal terheran-heran melihat sesuatu yang tidak biasa dihadapannya. "Kenapa Ana nangis kayak gitu. Itu si Novan lagi malah megangin tangannya," gumamnya. Namun dia mencoba untuk tidak berfikir negatif dan memanggil mereka.
“Ana, Novan yuk dimulai yang lain udah nunggu tuh!” Teriak Izal cukup kencang.
Ana sangat kaget mendengar Izal. Dia langsung melepaskan tangan Novan. “Iya Zal, gw kesana tunggu bentar!” Ucap Ana setengah berteriak.
Sama seperti Ana. Novan pun kaget dengan teriakan Izal. Dia sedikit kecewa dengan Ana yang melepas genggamannya. Novan pun akhirnya mengikuti Ana berjalan dibelakangnya.
***
“Oke kumpulan pertama kita sampai disini dulu yah. Kalau ada pertanyaan nanti dilist di grup aja biar kita bahas di pertemuan minggu depan!” Izal pun menutup pertemuan mereka. Cukup lama perbincangan mengenai project kesenian itu berlangsung. Hingga gari pun mulai malam.
Ana terlihat langsung membereskan barangnya. “Sip pak bos! Btw gw laper nih mau makan dulu gak?”
Izal mengangguk. Dia lantas bertanya kepada anggota lainnya. “Boleh tuh Na, disini ada yang mau ikut makan dulu gak?”
“Ditraktir gak nih kak?” celetuk fitri. Salah satu anggota grup disana.
Izal mendecik pelan. Dia pun balik menggoda Fitri. “Nanti kalau kakak udah tajir melintir baru bisa traktir kalian semua.” Semua orang pun tertawa mendengar pernyataan Izal tersebut.
Akhirnya Izal, Ana dan tiga orang anggota lain termasuk Novan dan Fitri ikut dalam acara makan malam dadakan.
Saat itu Ana pergi dibonceng oleh Izal dan mereka pun sedikit berbincang dimotor. Izal sangat khawatir dengan keadaan Ana tadi siang. “Na, tadi lu gak di apa-apain si Novan kan?”
Mendengarnya membuat Ana sedikit kaget. “Ah, diapa-apain gimana? Lu ada-ada aja!”
“Tadi gw lihat Novan pegang-pegang tangan lu gitu, lu kenapa? Lagi ada masalah sama Rico?” Izal penasaran dengan reaksi Ana yang terkesan berlebihan.
Ana sedikit terdiam, ingatannya kembali ke tadi sore. Namun yang diingat oleh Ana saat ini hanya ucapan Novan padanya.
Karena masih tidak ada jawaban dari Ana. Izal pun kembali bertanya padanya. “Na, lu gapapa kan sama Rico?”
Hal tersebut mulai menyadarkan Ana dari lamunannya. “Gak ko Zal, makasih udah khawatir. Tadi itu gw cuman berantem dikit sama Rico, biasalah buat acara nanti,” jawab Ana mengalihkan percakapan.
Rizal pun mengangguk pelan. Dia tidak mau terlalu ikut campur dengan urusan sahabatnya tersebut. Dia pun kembali fokus menjalankan motornya.
***
Tempat makan yang mereka tuju adalah model restauran All You Can Eat. Hal itu membuat mereka harus mengambil makanan mereka sendiri.
Saat Ana sedang sibuk memilih makanannya. Novan dengan tergesa berdiri disampingnya. “Kak, aku serius loh sama yang tadi siang,” ucap Novan setengah berbisik ke Ana.
Ana langsung menoleh kepada Novan dan menatapnya. Raut muka Ana penuh tanda tanya. “Pikirkan baik-baik ya kak, gak dijawab sekarang juga gapapa,” lanjut Novan kepada Ana. Dia pun segera duduk menghampiri teman-teman lainnya.
“Kak Ana, tadi yang balik duluan itu pacar kaka?” tanya Fitri disela-sela makannya.
Ana sedikit tidak nyaman dengan pertaanyan Fitri. Dia pun balik bertanya pada Fitri. “Ah, iya kenapa gitu fit?”
“Gak papa kak. Kenapa dia gak ikut project kita juga?” Kini Fitri mulai mendekatkan dirinya pada Ana.
Izal melihat Ana tidak nyaman dengan pertanyaan yang dilontarkan Fitri. Dia segera menjawab pertanyaan Fitri. “Dia udah ada project yang lain di waktu yang sama kayak kita fit.”
“oh gitu ya kak, pantesan tadi pulang buru-buru.” Fitri pun melanjutkan makannya. Sikapnya yang polos membuat dia tidak bisa membaca situasi.
Novan terus memperhatikan Ana. Dia terlihat khawatir terhadap Ana. Terlebih Ana menunjukan ekspresi kurang nyaman dengan obrolan tersebut. Dia tahu pasti alasan kenapa Rico pulang tadi siang.
“Eh kak, jadi nanti apa aja sih yang harus aku siapin?” Novan mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia tidak tega bila Ana merasa tidak nyaman.
“Tar kamu siapin tatto temporary, terus kayak anting-anting gitu lah Van,” jawab Izal cepat. Saat itu Izal mengetahui pasti bahwa ada masalah antara Ana dan Rico yang Novan ketahui.
***
“Kita pulang dulu ya ka,” kata fitri dan satu anggota lain. Makan malam pun berakhir dengan perut masing-masing yang sudah membuncit.
“Iya hati-hati kalian berdua yah.” Ana melambaikan tangannya kepada Fitri. Dia pun segera mendekat pada Izal yang akan meninggalkan tempat duduknya. “Zal gw nebeng yah?”
“Sorry Na, gw mau jemput doi dulu. Lu yang bayar ya Na, tar gw transfer” Izal dengan tergesa pergi keluaran restauran.
Tersisa Novan dan Ana berdua. Dia langsung membereskan barangnya dan pergi ke kasir. “Aku duluan deh ya Van.”
Novan pun mengikuti Ana ke kasir. Dia sedikit membungkung badannya. “Aku antar pulang gimana kak?” Bisiknya pelan.
Sejujurnya Ana ingin menolak ajakan Novan saat itu. Tapi takdir berkata lain. Ojek online yang dipesan Ana tidak ada yang mem pick-up. Akhirnya karena merasa sudah larut malam, Ana pun terpaksa mengiyakan ajakan Novan.
***
Selama diperjalanan mereka berdua terdiam terlarut dalam pikiran masing-masing. Ana sedang berfikir keras dengan apa yang sebenarnya diinginkan Novan.
Novan yang kini mulai menyadari bahwa mungkin saja perlakuannya tadi membuat Ana malah akan membenci dia. “Maaf kak,” Ucap Novan memecah keheningan diantara mereka
Ana sedikit terkejut dengan pernyataan Novan tersebut. “Maaf buat apa Van?”
“Maaf karena ucapanku tadi siang dan tadi ditempat makan. Mungkin itu buat kaka jadi canggung.” Novan menjelaskan dengan perlahan.
Ana tersenyum tipis saat itu. “Gapapa, aku tahu mungkin tadi kamu hanya kasian sama aku.” .
Mendengar hal itu, membuat hati Novan seakan sakit. “Kak, aku serius. Itu bukan karena kasian, aku beneran ngajak kakak jalan. Murni karena aku tertarik sama kakak. Bukan karena kasian." Dengan tegas Novan menyampaikan perasaannya.
“Aku tidak ada perasaan apapun sama kamu Van. Lagi pula aku punya pacar.” Ana menekankan setiap perkataannya. Dia ingin membuat garis batas yang jelas untuk Novan.
“Kita gak perlu pacaran kak, cukup jalan berdua dan saling memiliki satu sama lain. Aku gak keberatan dengan kakak yang sudah memiliki pacar kok,” ucap Novan.
Otak Ana berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Novan. Dia kembali bertanya pada Novan. “Aku gak ngerti apa maksud kamu Van?”
“Tawaranku sama kakak itu, waktunya cukup lama kok Kakak gak usah terburu-buru ngasih jawaban. Kalau kakak gak mau aku harap kita tetap bisa berteman seperti biasa." Novan dengan tegas menjelaskan pada Ana.
Ana tidak tahu harus merespon dengan cara seperti apa. “Kak ini Gang Veteran sebentar lagi, rumah kakak yang mana yah?” Tanya Novan. Dia berusaha membuat Ana kembali bersikap biasa padanya.
Sadar akan lamunannya. Ana pun segera menggelengkan kepaanya pelan. “Ah iya Van itu belok kiri didepan bentar lagi.”
Mereka pun sampai didepan rumah dan Ana segera turun dari motor Novan. “Makasih ya van udah nganter.”
Novan tersenyum pada Ana. “Iya kak sama-sama, istirahat yang cukup yah.”
“Iya, makasih yah sekali lagi. Hati-hati dijalan kamu, kabari kalau udah sampai rumah yah.” Ana melambaikan tangannya dengan canggung.
“Pasti kak, aku pulang dulu yah,” Ucap Novan. Dia pun segera menancapkan gas dan memutar balik motornya untuk pulang.
***
Malam itu pikiran Ana sangat penuh. Disatu sisi dia memikirkan Rico yang tetap saja tidak berubah. Disisi lain dia memikirkan Novan. Lelaki yang baru saja menawarkan hubungn yang tidak biasa untuknya.
Tring …. Tring …
Terlihat pesan masuk dari Rico di layar Hp Ana. “Ana, kamu udah pulang kan dari kumpulan?”
Masih merasa kesal Ana berniat untuk tidak membalasnya dan lekas tidur. Notif Hp nya berbunyi kembali. “Kak aku baru sampe rumah yah, kakak udah tidur?” pesan masuk dari Novan. Membaca pesan tersebut membuat hati Ana semakin berdegup kencang.
Ana perlahan mulai berjalan menuju neraka yang ia buat sendiri.
***
‘Apa aku telpon saja yah Ana,’ pikir Rico. Sudah hampir 30 menit dari terakhir Rico mengirimkan pesan kepada Ana. Belum ada respon sedikitpun dari Ana. Hal itu membuat Rico sedikit gelisah. Tepat disaat dia akan menelpon Ana tiba-tiba Hp nya berdering. Terlihat nomor yang sengaja tidak ia simpan menelpon nya. “Halo Rico kamu sudah tidur?” ucap sang penelpon. “Nisa, ada apa kamu telpon?” Rico masih sangat kesal dengan apa yang Nisa lakukan. Menyadari suara Rico yang masih bergetar. Nisa pun bertanya pada Rico dengan nada yang memelas. “Kamu masih marah sama aku Ric?” Helaan nafas panjang terdengar dari Rico. “Sa, aku kan udah bilang kalau kamu jangan hubungiku lagi sebelum aku yang menghubungi mu. Jadi berantakan gini kan sekarang.” “Maaf Ric, terus sekarang gimana? Ana masih ngambek?” Nisa gelagapan menjawab pertanyaan Rico. Mendengar respon Nisa yang ketakutan. Membuat Rico sedikit terkekeh puas. “Iya kayaknya. Tapi pali
"Lumayan rame juga ini mall, padahal bukan weekend," gumam Ana. Ini adalah kebiasaan Ana dikala dia sedang banyak pikiran. Berjalan sendirian di mall ketika selesai bekerja. Ana memfokuskan pandangannya. 'Kayaknya itu Novan deh,' pikir Ana. Dia terus melihat sosok dihadapannya. Sedikit berlari Ana menghampirinya. Ana pun terdiam ketika dia melihat seorang wanita menghampiri Novan. Mereka saling berpandangan. Ana pun segera memalingkan mukanya dan beranjak pergi. Sempat terpikir untuk Ana menyapanya, namun Novan terlihat tidak mengenalinya. Ana pun mengurungkan niatnya itu segera dan berjalan dengan sedikit lebih cepat. ‘Apa-apaan, bilang tawarannya berlaku lama. Tapi dia sudah jalan dengan wanita lain, ’ pikir Ana saat itu. “Kak Ana tunggu!” Dengan nafas yang terengah-engah Novan berlari mengejar Ana. Ana menghentikan langkahnya. Kemudian dia berbalik, memandang Novan dengan penuh tanya. “Kamu kenapa lari-lari, Van?”
Matahari mulai menyingsing, Ana mulai menggeliatkan tubuhnya pelan dan mencoba untuk menyempurnakan kesadarannya. Dia sengaja bangun lebih pagi. Bersiap lebih lama, memakai baju yang rapi dan mencatok rambutnya sebelum berangkat kerja. Dia sangat antusias dengan pertemuannya dengan Rico sore ini. Saat sedang memanaskan motornya ada sebuah pesan masuk dari Rico yang berisi, “Na, jangan bawa motor yah nanti aku jemput kamu.” Membaca pesan dari Rico, membuat Ana senang. Senyum terkembang kecil dibibirnya. Setelah membalas pesan Rico, hp nya kembali berbunyi. Kini ada pesan masuk lagi, namun ternyata itu dari Novan. “Pagi kak, semalam pulang dengan selamatkan?” Tanpa sadar Ana pun tersenyum membaca pesan singkat dari Novan tersebut. “Pagi juga Novan, makasih aku semalam sampai dengan selamat.” Tak lama setelah membalas, Novan pun kembali mengiriminya pesan, “syukurlah, semangat untuk hari ini ya kak.” Setela
Ditengah derasnya hujan, Ana memasuki mobil Novan. ‘Apa dia selalu secantik ini?’ batin Novan. Dia tidak menyesali tindakannya menerjang deras hujan, demi menjemput Ana. Melihat Ana duduk disampinya, sangat dekat berdua. Membuat Novan sekuat tenaga mengendalikan dirinya. Dia takut akan bersikap diluar batas kembali kepada Ana. Pada akhirnya Novan tidak tahan untuk mencubit pipi Ana karena gemas. “Van pipi ku sakit tau.” Ana menggembungkan pipinya lucu. “Abisnya, kak Ana gemesin banget malam ini.” dia tidak hentinya tersenyum. Dibenak Novan semua tingkah Ana sangat menarik. Entah kenapa malam itu pun Ana menjadi sedikit lebih santai padanya. Biasanya dia selalu menghindari sentuhan Novan. Kali ini dia tidak terlihat menolaknya sama sekali. Melihat reaksi Ana yang cukup baik, membuat Novan lebih lega. Dia pun kini mengelus rambut Ana pelan. Namun sayang sekali keintiman mereka harus terganggu oleh pelayan yang menawarkan menu.
Hal pertama yang Rico lihat saat keluar kamar mandi adalah pemandangan seorang wanita yang masih ditutupi selimut hangatnya. Setelah menemukan Ana tidak ada dikantornya kemarin malam. Rico kembali menghabiskan malamnya dengan wanitanya tadi siang. Dia mendekat dan mengelus pelan kepala wanitanya itu, “Aku pulang dulu yah. Siang ini aku ada janji dengan yang lain,” ucap Rico setengah berbisik. Wanita tersebut hanya mengangguk pelan yang disusul dengan Rico yang keluar dari kamar kosan temannya tersebut. Alasan sebenarnya dia menolak bertemu dengan Ana hari ini, karena dari kemarin dia memang belum pulang. Saat dia hendak menaikin motornya, “Rico, kamu kemana aja dua hari ini?” Terlihat pesan masuk di Hp nya. Dia pun membalas singkat pesan tersebut. “Sorry Nis, aku sibuk 2 hari kemarin. Ada apa?” “Aku kangen tau, kamu gak ada kabar dua hari ini,” balas Nisa. Rico mendecik pelan. Dia sangat tidak menyukak ketika
Bunyi alarm di Hp Ana pagi itu sudah mulai berdering. "Sial gue belum tidur dari semalam!" Rutuk Ana pada dirinya sendiri. Dia hanya menangis semalaman dibalik selimut tebalnya. Dengan langkah gontai Ana menuju kamar mandi. Dia berfikir lebih baik melupakan masalahnya dengan Rico terlebih dahulu dan fokus terhadap projeknya kali ini. Setelah selesai mandi, dia bergegas melihat Hp nya. Belum ada satu pun pesan dari Rico membuatnya menjadi lebih sakit. Dengan sisa tenaganya dia mulai memakai baju dan bersiap-siap untuk pergi ke taman kota. Kali ini Ana pergi dengan ojek online, karena merasa bahwa dia tidak akan bisa mengendarai motornya dengan baik. Tak berbeda jauh dengan Ana, Novan yang baru terlelap setelah lewat tengah malam. Bangun dengan sedikit lemas dan lebih murung. "Gue harus minta maaf kali ini sama Ana." Dia sudah sangat membulatkan tekadnya untuk mengakhiri permainannya. Dia merasa tidak enak bila terus membuat Ana menjadi tidak nyaman. Dilain tempat terlihat Rico ya
“Ahhh,Novan.” Rintih Ana. “Sakit kah?” Dia mengakhiri ciumannya dan mengusap pelan bibir Ana. Ana kini menelungkupkan mukanya di dada Novan.“Kamu, nakal ternyata.” “Makasih yah kak." Novan mulai mengelus kepala Ana. Dia memberikan sebuah ciuman lembut dipucuk kepala Ana. “Iya, aku pun merasa senang. ” Ana kembali memeluk erat tubuh Novan. Kini Ana mendorong sedikit tubuh Novan, dia mendongkakan kepalanya keatas. Dilihatnya wajah Novan yang kini mulai menatapnya. Novan menunduk. Menatap Ana dengan heran. “Kenapa kak?” “Gapapa, aku cuman seneng aja. Ternyata ini rasanya jujur dengan diriku sendiri.” Tergambar sebuah senyum manis dimuka Ana. Novan kembali mendekapnya. “Kak, mau kemana habis ini? Kita harus merayakan hari ini?” Dia sedikit menggoyangkan tubuh mungil Ana. “Mau makan dulu aja? Mumpung masih belum jam tujuh malem,” jawab Ana. Alih-alih melepaskan pelukannya. Novan malah semaki
Setelah pulang ke rumahnya, kini raut wajah Rico berubah panik. Terlebih ketika dia mendengar bahwa papanya secara tidak sengaja mengungkapkan kebohongannya terhadap Ana. Didalam kamarnya Rico beberapa kali terlihat mengirim pesan singkat terhadap Ana. “Na, aku bisa jelaskan.” Belum semenit dia menulis pesan kembali, “besok kita ketemu ya sayang.” Tetap tidak ada balasan dari Ana. Rico pun memutuskan untuk menelpon Ana. Saat itu Ana sedang berada dipanggilan lain. ‘Apa Ana menolak panggilanku?’ Selang sepuluh menit dia pun kembali menelpon Ana. Kali ini bahkan tidak ada jawaban sama sekali. Rico hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya ingin sekali dia menelpon orang tua Ana. Namun segera diurungkan niatan tersebut. ‘Gimana kalau nanti papanya Ana malah balik tanya sama gue?’ batinnya. Sementara itu Ana kini telah berada didepan rumahnya. Sebelum turun, dia memberikan se
“Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan
“Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena
Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a
Di lain tempat Nisa tengah sibuk mempersiapkan kepergiannya menemui Rico. Dia bersemangat sekali untuk bertemu dengan lelaki pujaannya itu. ‘Sayang aku kesana yah minggu depan!’ tulis Nisa dalam pesan singkatnya. Namun pesan tersebut ternyata bertanda ceklis satu. “Apa dia lagi sibuk yah?” pikir Nisa dalam hatinya. Namun dia segera menepiskan kecurigaannya tersebut dan lebih memilih untuk fokus terhadap barang yang akan dia bawa nanti. ***”Kak, kita makan disini aja yuk!” Novan mengelus pundak Ana pelan. Ana pun duduk mengikuti permintaan Novan. “Kakak mau pesen apa? Aku yang traktir deh kali ini!” “Terserah kamu aja Van,” jawab Ana lemas. Ana terus tertunduk lesu. Pikirannya sedang kacau saat ini. Kenapa dengan mudahnya dia percaya ucapan lelaki dihadapannya saat ini. “Kak… kak Ana!”, panggilan lembut Novan tidak dapat menyadarkan Ana dari pikirannya. Seketika Novan menangkup kedua pipi Ana, membuat Ana sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. “Ah Van, maaf aku sedang me
“Habis ini kita langsung pulang yah Ric, aku udah capek.” Ana berdiri dan membereskan barang bawaannya. Rico memberikan buket bunga yang tertinggal pada Ana. “Iya aku antar kamu pulang langsung, yuk!” “Makasih yah.” Ana langsung pergi begitu menerima buket dari Rico. Saat didalam mobil terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tidak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. “Ana, sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Novan?” Seperti tersambar petir, pertanyaan Rico tersebut membuat Ana tidak bisa berkutik. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Terlihat sedang mencari alasan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan Rico. “Hmmm.. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Novan. Kenapa kamu nanya kayak gitu?” Rico tahu dengan pasti gelagat Ana ketika berbohong. Penyangkalan Ana semakin membuatnya penasaran. Ini pertama kali Ana melakukan hal seperti itu padanya. “Kamu yakin? Aku merasa kalian memiliki sesu
“Nia, kamu kenal sama Novan?” tanya Rico. Dia mulai curiga dengan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Rico terus memperhatikan Ana dengan sangat lekat. Dia melihat wajah Ana semakin memucat. Vania segera melepas gandengan tangannya dari Rico. Dia mulai mendekati Novan dan merangkulnya. “Iya kak, ini yang tadi sempet aku ceritain pas mau kesini. Beberapa minggu ini aku lagi deket sama dia. Seneng deh ternyata kalian semua udah saling kenal, jadi aku tidak perlu memperkenalkannya lagi.” Ana hanya bisa memandang mereka dengan tatapan sendu. Dia terus berusaha untuk tersenyum dan menyembunyika perasaan yang sesungguhnya. “Kakak dukung kok Nia hubungan kamu sama Novan. Dia ini anak yang baik pasti bakal jagain kamu dengan baik.” Rico mulai menerka-nerka situasi yang terjadi. Dia langsung memamerkan kemesraan didepan Novan. Rico mulai merangkul pinggang Ana dan mencium pucuk kepalanya sekilas. “Makasih yah, kalian udah datang ke wisuda Ana. Habis ini
Waktu berlalu begitu saja. Sudah dua minggu sejak Novan mulai berusaha membuka hatinya untuk wanita lain. Ada keraguan dan rasa bersalah didalam hatinya. “Van, lusa aku wisuda. Kamu datang kan?” sebuah pesan masuk dari Ana, sukses membuyarkan lamunannya. Dia menghela nafas dalam. “Kak Ana,” lirihnya. Pikiran Novan sangat kalut. “Gimana ini. Fitri bilang aku harus jaga jarak sama Ana. Tapi, aku kangen dia,” gerutu Novan. Berkali-kali dia menghapus balasannya. “Aku usahain ya kak!” balas Novan singkat. Dia tidak tega untuk menolak Ana. Hatinya tetap luluh pada akhirnya. Tak berapa lama, Ana membalas pesan Novan. “Makasih yah, aku tunggu.”\ Novan mengusap mukanya dengan berat. “Kenapa aku gak bisa lepas dari dia?” dia bertanya pada dirinya sendiri. Ditengah keputusasaannya, Hp Novan berdering. “Halo Van?” terdengar suara wanita yang sudah seminggu terakhir ini menemaninya setiap hari. “Vania, tum
“Rico, apakah aku memiliki pilihan lain selain menerima permintaan maafmu?” Mata Ana kini mengintimidasinya. Rico tidak dapat berkutik. Bibirnya seakan terkunci. Dia tidak menyangka permintaan maafnya, dibalas dengan begitu sinis oleh Ana. Rico menggigit bibir bawahnya. “Kalau itu mau mu. Apa yang bisa aku lakukan?” Rico tersenyum tipis. Hatinya begitu terluka dengan perlakuan Ana. “Banyak Rico. Kamu bisa lakuin banyak hal. Kamu bisa tunjukin kesungguhan kamu. Atau kamu bisa diam. Atau kamu bisa lari dan mengaggap semua tak pernah terjadi. Persis seperti yang selalu kamu lakukan padaku!” Emosi Ana kian meningkat. Dia masih berusaha tersenyum disetiap kata yang diucapkan. Matanya benar-benar menatap Rico tajam. Tidak ada jawaban sedikitpun. Rico menelan ludahnya. Dia tidak bisa menyangkal satupun ucapan Ana. “Maaf.” Rico menundukan kepalanya. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Aku bosan Rico. Kata itu gak pernah punya arti dihubungan kita.
“Halo Van. Sorry kayaknya aku besok gak bisa pergi bersama kamu.” ucap Ana dengan lirih. Novan kecewa dengan pernyataan Ana tersebut. Dia terdiam sejenak, mengatur emosinya. “Gitu yah. Kalau boleh tau kenapa kak?” Ana menggenggam telponnya lebih keras. “Rico tadi sore kecelakaan. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Maaf ya Van.” Dia menggigit bibir bawahnya. Mengontrol perasaannya yang kini tak menentu. Sorot mata Novan kini berubah sendu. Dengan lirih dia berkata, “Aku mengerti kok kak. Sekarang kakak fokus sama Rico dulu aja yah.” “Terimakasih ya Van.” ucap Ana mengakhiri percakapan. Tepat setelah telpon ditutup. Ana mulai memeluk selimut yang sedari tadi dia pakai. Ada perasaan menyesal didalam dirinya. Dia teringat ucapan Izal. Bahwa semua ini tidak perlu terjadi. Bersama Novan adalah bukan jawaban yang tepat. Ana pun mulai membenamkan dirinya di bantal. Berharap bahwa dia akan segera tertidur. *** Muka Novan menger