Vira dan Reni juga menoleh saat mendengar gerakan itu. Mereka semua mendadak tertegun ketika mereka melihat sekelompok pria berotot, tinggi, kekar, dan berseragam hitam berjalan ke arah mereka. Ada sekitar sepuluh pria berotot dengan tinggi di atas 185 cm. Dilihat dari fisik mereka, sepertinya semua sangat terlatih dan kuat. Para pria berseragam itu jelas tidak sebanding dengan sekelompok berandalan dari pihak mereka.Sementara beberapa orang masih belum menyadari kenapa sekelompok pria berseragam hitam ini muncul di sini, mereka mendengar salah satu dari pria itu berkata dengan suara berat, "Tuan kita sudah memerintahkan untuk jangan sampai melepaskan satu pun dari mereka."Setelah pria itu berkata begitu, sekelompok pria berseragam hitam bergegas mendekat. Para berandalan kecil yang akan menangkap Ellena adalah orang pertama yang mereka tangkap. Tak lama kemudian, terdengar beberapa teriakan yang menyedihkan dengan suara patah tulang yang samar-samar. Dalam sekejap mata, beberapa
Reni tidak kalah ketakutan dan terjatuh ke lantai. Wajahnya juga berubah menjadi pucat. Mereka semua masih pelajar. Meskipun mereka agak sombong dan mendominasi, mana mereka bisa melihat adegan kekerasan seperti itu? Sekarang mereka sudah sangat ketakutan setengah mati setelah menyaksikan kedua kaki David dipatahkan hingga pingsan. Mereka menangis, dan seluruh tubuh mereka gemetar.Pengawal itu berjalan ke arah Ellena dan membungkukkan badan dengan sikap yang sangat hormat, lalu bertanya, "Nona Ellena, apa mereka berdua ini teman sekelas Nona? Nona Ellena ingin kami melakukan apa terhadap mereka berdua?""Ellena, kami salah. Tolong maafkan kami.""Ellena, karena kita tinggal di asrama yang sama, semoga kamu bisa memaafkan kami kali ini."Vira dan Reni gemetar hebat karena takut membayangkan kaki mereka akan dipatahkan. Mereka berdua memohon belas kasihan pada Ellena dan terus menangis hingga air mata dan ingus mereka bercucuran. Saat ini mereka berdua tampak begitu malu dan tertekan.
Ellena membeku. "Aku..." Dia membuka mulutnya. Tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, dia melihat mata pria itu menjadi dua kali lipat lebih dingin.Hanzero meraih salah satu tangan Ellena dan meneliti. "Tanganmu terluka?" tanyanya dengan dingin. Wajah tampannya seakan langsung tertutup lapisan es. Kemudian dia berbicara lagi dengan suara dingin yang membuat orang-orang bergidik, "Siapa yang menyebabkan luka ini di tanganmu?"Aura pria ini sangat kuat. Pertanyaan dengan nada marah itu membuat semua orang yang melihatnya langsung merasa takut.Bahkan, gadis-gadis yang tadi begitu girang seperti kesetanan kini mendadak ketakutan karena hawa dingin yang pria itu pancarkan. Mereka tidak berani berbicara lagi.Tak hanya mereka, Ellena juga sedikit takut jadinya. Dia menggigit bibirnya dan terdiam beberapa detik, lalu menjawab dengan lemah, "Aku baik-baik saja. Ini hanya luka ringan."Hanzero mengencangkan bibirnya dan memelototi Ellena. Dia mengulurkan tangannya dan merentangkan lengann
Dasar wanita jalang! Semua pria di dunia ini tertarik padanya! Kenapa perempuan jalang tak tahu malu itu tidak mati saja?! Vira berpikir lagi.Saat Vira menatap Ellena dengan tatapan penuh cemburu dan kekejaman, tatapan dingin Hanzero diarahkan padanya. Vira tiba-tiba merasa kedinginan. Ketakutan muncul di hatinya yang tidak bisa dikendalikan.Dia merasa seakan sedang ditatap oleh Dewa Kematian hingga tanpa sadar tubuhnya gemetar. Ketika dia mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan sepasang mata tajam seperti tombak. Seluruh tubuhnya seketika bergidik seakan dikelilingi oleh hawa dingin, dan tubuhnya gemetar lebih parah. Kedua kakinya menjadi lemas di depan pria yang mulia dan kuat seperti seorang kaisar. Bahkan, dia hampir jatuh berlutut ke lantai.Pria itu tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatap Vira selama beberapa detik, kemudian menoleh. Namun, beberapa detik ini membuat Vira merasa seakan dia baru saja melewati gerbang hantu. Keringat dingin mulai mengalir di dahi Vira
Hanzero mengulurkan tangannya dan membelai wajah Ellena, dia seolah-olah seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri. Kemudian, pria itu berbisik, "Bagaimana bisa kamu kebetulan tumbuh seperti yang aku suka? Apa itu takdir? Kamu akan menjadi istriku satu-satunya dan untuk selama-lamanya."Setelah Ellena mendengar perkataan jujur Hanzero, daun telinganya yang putih dan lembut mulai ikut memerah. Pría ini...Hanzero berada di depannya dan tidak merahasiakan kesukaannya padanya. Apa yang ada di dalam hatinya, semuanya diutarakan di depan Ellena.Di titik ini, Hanzero sangat jauh berbeda dari Reno yang selalu lembut dan bermoral di depannya. Reno tidak pernah mengatakan apa pun yang membuat Ellena malu, apalagi memeluk dan menciumnya di setiap ada kesempatan. Tapi anehnya, meskipun begitu Ellena tidak merasa benci atau marah pada Hanzero yang melakukan hal seperti ini padanya.Ketika Hanzero memeluk dan menciumnya, dia tidak akan merasa jijik atau menolaknya. Tapi, dia akan sangat gugup
Hanzero menyentuh rambut lembut gadis di pelukannya dan mendengus, "Kenapa? Apa terlalu banyak bekerja tadi malam?"Romi terdiam sebelum menjawab dengan kesal, "Bukan hanya banyak, tapi begitu keras! Aku baru saja keluar dari ruang operasi, oke? Bagaimana perasaanmu kalau kamu yang harus melakukan 40 jam operasi! Aku sangat lelah sekarang. Sungguh. Tolong jangan ganggu aku dulu ya?”Hanzero sama sekali tidak merasa iba di hatinya sama sekali saat mendengarkan keluhan teman baiknya."Mau kamu lelah atau apa, kamu harus tetap menyisihkan satu jam untukku. Aku akan membawa Ellena ke rumah sakit dan tiba di sana paling lama dalam sepuluh menit. Istriku terluka, jadi kamu harus memeriksanya.”Ellena hanya bisa bersandar di pelukan Hanzero dan terdiam. Padahal, dia ingin berkata, Goresan itu tidak bisa disebut luka, ya..!"Ellena?" Romi tiba-tiba mendengar Hanzero menyebut nama seorang gadis dengan sebutan istri, tapi dia tidak bereaksi untuk beberapa saat. Setelah beberapa detik, barulah d
Elvaro berbalik menghadap Resta, ekspresinya serius. “Tidak, aku nggak bisa tenang sebelum memastikan kamu diperiksa dengan benar. Aku nggak peduli seberapa kecil lukanya. Kamu istriku, dan aku akan memastikan kamu dirawat dengan baik.”Romi menggelengkan kepala, antara kesal dan geli. “Baiklah, baiklah, kalau begitu, aku akan periksa ‘luka serius’ ini. Ayo, Resta, tunjukkan memarnya.”Resta mengangkat kepalanya perlahan dan memandang Romi dengan canggung. “Uhm… ini hanya goresan kecil di lengan dan kaki, Dok. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”Romi menepuk dahinya, lalu menatap Elvaro dengan wajah penuh ejekan. “Jadi hanya ini? Serius, Elvaro? Apa kamu mengira dia sedang sekarat?”“Diam dan lakukan tugasmu,” jawab Elvaro dengan dingin.Romi mendekat, memeriksa memar kecil di lengan Resta. Dia mengambil kotak kecil dari meja dan mengeluarkan kapas serta antiseptik. “Resta, ini hanya goresan ringan. Aku akan bersihkan dan beri salep. Tapi setelah ini, aku sarankan kamu pulang dan ist
Romi langsung berpikir bahwa hidupnya begitu penting dan dia masih ingin hidup lebih lama, dia pun bergegas bangkit dan melesat ke arah pintu, "Karena tidak ada masalah lain di sini, aku pergi dulu ya... Lain kali kita bisa pergi makan bersama-sama.Ha ha ha…”Romi mengabaikan rasa lelahnya dan kakinya bergerak cepat seakan baru saja diolesi minyak. Orang itu langsung bergegas keluar dalam sekejap mata.Setelah Romi pergi, hanya tersisa Ellena dan Hanzero di dalam kantor kepala rumah sakit. Hanzero terus membersihkan luka Ellena dengan desinfektan. Kali ini gerakannya jauh lebih lembut dari sebelumnya.Setelah Hanzero menyeka semua area yang terluka, dia menyemprotkan obat. Ketika dia hendak menyeka luka di kaki Ellena, dia berjongkok dan mengangkat betis Ellena dengan lembut. Nafas hangatnya menerpa kaki Ellena dari waktu ke waktu. Terasa sedikit basah dan agak gatal.Ellena menunduk untuk melihat ke bawah, memperhatikan Hanzero yang mengoleskan obat padanya dengan serius. Detak jant
"Iya, kita tidak bisa menyinggung perasaan mereka," Ami mendengus dingin dan mencibir, "Kudengar Vira dan yang lainnya masih terjebak di kantor polisi. Jelas-jelas itu bukan masalah besar dan seharusnya mereka sudah lama dibebaskan. Ternyata ada juga ya, orang yang benar-benar kejam dan ingin menghukum mereka sampai mati. Dijebloskan di tempat seperti itu dan tinggal di sana selama sehari saja bisa membuat mereka putus asa. Apalagi jika mereka berlama-lama di sana, pasti mereka bisa depresi.""Oh, siapa yang bisa disalahkan? Itu karena tidak ada orang besar di belakang Vira, seperti mereka."Ellena tidak merespons apa pun, tetapi Yunita tidak dapat berdiam diri saja mendengar celaan mereka. Dia pun menyahut dengan nada yang tak kalah mencibir, "Bagus kalau kalian paham. Kalau kalian prihatin pada Vira dan menganggap kondisinya menyedihkan, kalian bisa ikut masuk ke sana untuk menemaninya. Dia pasti akan sangat tersentuh dengan kebaikan kalian.”"Yunita! Kamu lagi, kamu lagi!" Ami meng
"Iya," Ellena mengangguk. Dia mengambil kursi untuk duduk dengan santai, mengambil sepasang sendok dan garpu, dan menyerahkannya pada Yunita."Duduk dan makanlah yang banyak, mana yang kamu suka."Bagaimanapun, mereka berdua tidak akan bisa menghabiskan sarapan di atas meja ini. Dia harus memberitahu Hanzero nanti agar tidak terlalu boros lain kali. Makanan untuk sarapan ini sangat mahal! Jika tidak dihabiskan, hanya bisa dibuang... Jika membuang begitu banyak makanan mahal seperti itu, aku akan merasa sangat bersalah! batin Ellena.Yunita mengambil kursi di sebelah Ellena dan duduk. Dia mengambil pangsit dan mencoba segigit. Di dalam pangsit itu ada kuah sup yang lezat. Rasanya benar-benar sangat lezat. "Benar saja, yang mahal itu memang berbeda. Ini adalah pangsit terenak dari semua pangsit yang pernah aku makan!"Ellena mengambil sebuah pangsit lagi dan meletakkannya di mangkuk Yunita, "Kalau begitu, makan lebih banyak."Yunita benar-benar sibuk menikmati makanan sekarang dan tidak
Ellena sangat ketakutan sampai tidak berani bergerak lagi. Di atas kepalanya, dia dapat merasakan napas Hanzero awalnya agak pendek. Setelah satu menit, napas pria itu perlahan menjadi tenang. Ciuman lembut dan ringan perlahan mendarat di dahi Ellena. Hanzero mengencangkan rengkuhan lengannya, mencium aroma harum dari rambut gadis itu, dan menutup matanya dengan puas, "Sayang, tidurlah." Ritme napas Ellena membuat seluruh tubuh Hanzero benar-benar rileks. Sebelumnya, setiap dia akan tidur, dia selalu merasa sangat mudah tersinggung, cemas, dan tidak sabar. Setiap saraf di otaknya menjadi kencang. Usaha Hanzero untuk tidur setiap malam ibarat berkelahi dengan dirinya yang lain dalam tubuhnya. Terlepas dari dia menang atau kalah, dia akhirnya akan selalu terseret ke dunia yang gelap itu. Di dunia itu tidak ada cahaya sama sekali dan hanya kegelapan tak berujung yang terlihat. Setiap kali dia bangun dan kembali ke dunia nyata setelah keluar dari dunia gelap itu, dia merasa sanga
Ellena meraih selimutnya. Dia ragu-ragu selama beberapa detik sebelum kemudian bertanya dengan lembut, "Tidur di lantai tidak nyaman, ya? Kamu tidak terbiasa, kan?"Pria itu tidak segera menjawabnya. Setelah terdiam beberapa saat, dia berkata, "Ya, aku tidak terbiasa.”Ellena tertegun. Seperti yang sudah diduga... Tidak terbiasa.Ellena meraih selimut di tangan lagi, menggigit sudut bibirnya, dan bertanya lagi, "Apa ini pertama kalinya kamu tidur di lantai?""Hm."Meskipun Ellena sudah menduga jika ini memang benar pertama kalinya Hanzero tidur di lantai, perasaan sedih kembali memenuhi hatinya lagi ketika dia mendengar jawaban pria itu."Sebenarnya, aku bisa tidur di sofa."Hanzero pasti tidak pantas untuk tidur di sofa kecil di ruang tamu itu. Tetapi, cukup bagi Ellena untuk tidur di sana.Dia tidur di sofa sedangkan Hanzero bisa tidur di tempat tidur. Hal ini bisa diselesaikan dengan sempurna. Tapi, Hanzero harus berbagi kamar, dan juga berbagi ranjang, dengannya. Hal ini yang tida
Intan semakin mengerutkan keningnya saat mendengar suara konyol ini dan berkata dengan marah, "Rindu apa? Tidak ada waktu untuk merindukanmu! Aku sedang tidak ingin membicarakan ini denganmu sekarang. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu dan kamu harus menjawab jujur...""Apa ini sangat serius?" Khale masih tertawa, "Masalah apa?"Intan menggigit bibirnya dengan erat.Setelah ia ragu-ragu selama beberapa detik, dia akhirnya bertanya. "Kamu tahu tentang pernikahan Hanzero?""Kamu menanyakan masalah ini?" Khale sepertinya terkejut dan nada bicaranya menjadi sedikit lebih serius, "Apa dia memberitahumu?""Iya," Intan menutup matanya. Ketika dia membuka matanya, jejak ketidakjelasan muncul di matanya. "Meskipun dia mengatakannya sendiri, aku masih tidak percaya itu benar. Kamu juga tahu bagaimana sikapnya terhadap wanita. Kenapa dia bisa tiba-tiba sudah menikah? Dia tidak mungkin begitu sembarangan soal pernikahannya sendiri, kan?”Setelah mendengarkan Intan, Khale terdiam beberapa saat dan
"Jadi kamu akhirnya menikah dengannya karena hal ini?""Ya, tapi tidak semuanya seperti itu.""Hanz, pernikahan bukanlah permainan. Kamu tidak seharusnya begitu sembarangan dan langsung...""Sudahlah," potong Hanzero. Bujukan wanita itu membuat alisnya menunjukkan ketidaksabaran dan nadanya menjadi lebih dingin, "Ini urusanku sendiri dan aku tahu harus berbuat apa. Apa masih ada urusan lain?"Ellena membawa pengering rambut dan berjalan ke sisi Hanzero. Baru saja dia mencolokkan pengering rambut, tiba-tiba dia ditarik ke pelukan Hanzero lagi. Kini Ellena duduk di pangkuan Hanzero dan lengan kuat pria itu melingkari pinggangnya. Hanzero lalu berkata kepada wanita di ujung telepon, "Besok pagi ada rapat penting. Aku akan meminta Khale dan Kimmy menjemputmu."Wanita itu mengeluh dengan tidak puas, "Rapat apa yang begitu penting? Lebih penting dariku?"“Huft. Kalau istrimu kembali ke tanah air, kamu juga tidak akan menjemputnya?”Istri? Hanzero menundukkan kepalanya, lalu menatap gadis mu
Sebenarnya, hal inilah yang membuat Ellena begitu khawatir dan sangat takut hingga dia belum juga bisa siap.Sementara pikiran Ellena masih berantakan, terdengar suara ponsel berdering. Ternyata ponsel Hanzero yang berdering lagi. Ellena berjalan mendekat, melirik ponsel itu, dan melihat nama ‘Intan' di layar yang berkedip.Karena Khale sebelumnya pernah menyebutkan Intan, Ellena sudah tidak asing dengan nama ini. Dia teringat kalau Khale memintanya untuk menyampaikan kedatangan Nona Intan pada Hanzero sebelumnya.Mungkin Intan menelepon untuk memberitahu Hanzero jika dia akan kembali besok.Ponsel Hanzero berdering untuk yang ketiga kalinya. Ellena baru saja ingin mengambil ponsel dan menyerahkannya pada Hanzero. Tiba-tiba mendengar bunyi dan pintu kamar mandi terbuka.Klik.Hanzero akhirnya keluar dari kamar mandi. Pria itu mengenakan gaun tidur hitam yang terbuat dari sutra murni dengan garis leher sedikit terbuka. Gaun itu memperlihatkan otot dadanya yang kuat dan menarik. Rambut
Hanzero menciumnya dengan kejam. Dia memegangi kepala Ellena dengan tangannya dan menekannya dengan keras ke tubuhnya. Sedikit oksigen terakhir yang tersisa di dadanya juga dihisap habis oleh pria itu. Otaknya juga mulai kekurangan oksigen.Tangan putih lembutnya memukul dada Hanzero dengan keras. Namun, kekuatan kecilnya bagi Hanzero sama seperti hanya digelitik. Pria itu mengambil tangan kecil yang sedang memukul-mukul di dadanya dengan mudah. Lalu, mengangkat tangan itu ke dekat bibirnya dan mencium punggung tangannya."Cukup! Lepaskan aku..”Ellena akhirnya bisa mengatur nafasnya kembali. Dia terengah-engah, “Kamu bilang tidak akan menyentuhku sekarang…”Ellena menggeliat dan meronta-ronta dalam pelukan Hanzero.Hanzero menarik nafas dalam-dalam. Tangannya yang berada di sekitar pinggang Ellena menegang. "Sayang, jangan sembarangan bergerak. Kamu ingin aku melakukannya di kamar mandi?"Tubuh lembut dan harum gadis itu menggeliat di pelukannya. Saat dia menunda waktu, hasratnya men
Leo berdiri di depan pintu sambil membawa beberapa tas pakaian. Ketika dia melihat Ellena, dia memanggil dengan hormat. “Nyonya Ellena.”Ellena mengangguk ke arah Leo dengan lembut."Ini pakaian yang dipesan oleh Tuan Muda.” Sambil berbicara, Leo diam-diam melirik ke dalam ruangan. Dia tidak melihat keberadaan Presiden Hanzero, tetapi dia mendengar suara samar-samar air dari arah kamar mandi. Begitu Leo mendongak lagi, dia melihat rona merah di wajah Ellena yang belum memudar. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir sembarangan.Leo sendiri masih lajang dan tidak memiliki pengalaman. Jadi, ketika pikirannya mulai ke mana-mana, dia tersipu malu dan wajahnya memerah. Saat dia melihat jam, sepertinya sekarang belum jam sebelas.Presiden Hanzero begitu cepat... langsung selesai... Uhuk, uhuk... benar-benar pasangan yang baru menikah, penuh gairah. Tapi, jika dipikirkan lagi, itu bisa dimengerti, Leo berpikir. Jika dia sendiri memiliki istri yang cantik seperti Nona ini, dia juga