Indrayana mengelus kepalanya dan berkata dengan serak, "Sebentar saja, tahan sebentar." Pemuda itu tidak mungkin menghentikan hal yang selalu menyiksanya saat berdekatan dengan gadis itu. Akhirnya gadis itu setuju dan dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. Pinggulnya terus bergerak, dia melakukannya dengan cepat, mata gadis itu terpejam dengan wajah yang memerah menahan rasa sakit. Gadis itu terus merintih dan semakin membuat Idrayana terbakar. Tapi perlahan teriakan pilunya berubah menjadi lengkuhan kenikmatan. Dia mengeram dan tubuhnya menggeliat. Indrayana berbisik, "Jangan berisik, Aki bisa dengar!" "Hummm!" Candramaya menatap mata pemuda yang sedang berada di atasnya dengan sayu, nafasnya terengah-engah saat pemuda itu terus menghujamnya bertubi-tubi. Dirinya merasakan sensasi yang memabukan. Namun dia sedikit terganggu dengan seringainya dan ucapannya, "Setelah ini, kamu tidak akan bisa lagi lari dariku." "Apa maksudmu? Akkhhh!!!" Tanya Candramaya. Apa dia salah
Candramaya menoleh ke sumber suara. Dia merasa aneh dengan matanya karena bisa melihat sosok pemuda yang dia kenal sedang berdiri di balik tumbuhan ilalang yang lebat. Gadis itu mengucek-ucek matanya untuk memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. "Indrayana .." panggil Candramaya. Gadis itu keluar dari sungai dan berjalan menghampirinya. Dia memakai kain jarit ya melilit tubuhnya, rambut hitamnya yang panjang dan basah menjuntai indah. "Kamu mau mandi? Aku sudah selesai," ujarnya. Indrayana mencekal tangan gadis itu, "Bisa tunggu aku sebentar, ada yang ingin aku katakan." Dahi gadis itu berkerut dan tatapannya sangat dingin, "Apa?" "Sebenarnya jika di pikir-pikir, kenapa harus berlatih ilmu kanuragan. Kamu hanya perlu memberi arahan dan aku yang akan melakukannya," ujar Indrayana. Seperti biasa, pemuda itu memandangnya penuh dengan kehangatan. Dulu jika ada orang yang memandangnya seperti itu, gadis itu akan merasa jijik. Berbeda jika Indrayana yang melakukannya, hatinya
Indrayana bersedekap angkuh dan sebelah alisnya terangkat, "Menurutmu?"Candramaya memeluk pemuda itu dan tertawa terbahak-bahak, sorot matanya terlihat nakal. Dia berjinjit dan meniup telinganya dengan lembut lalu berbisik, "Aku mendapatkan sebagian kekuatan mustika itu dan kamu mendapatkan seluruh kenikmatan saat menggagahi tubuhku. Apa itu tidak cukup? Humm!!"Jantung Indrayana berdesir, dia tersenyum dengan penuh arti, sudut bibirnya terangkat, dia memegang pinggang gadis itu dan berkata tepat di wajahnya dengan suara rendah dan serak, "Gadis gila dan binal."Candramaya berdecis, "Cih!" Gadis itu mengalungkan tangannya, dia sepertinya benar-benar sudah gila sekarang.Mereka berdua saling menempel dan saling bertatapan, bibir mereka bahkan saling bertaut. Sebuah ciuman yang penuh gairah yang membakar jiwa mereka.Wirata baru pulang dari ladang dan saat sampai di depan halaman. Dia malah melihat pemandangan yang membuat matanya gatal, "Kalian bermesraan di luar rumah, apa kalian tid
Wismaya tersulut emosinya, dia bangkit dari duduknya dan berteriak sambil menunjuk jarinya ke arah Aji Suteja. "Ingat batasanmu Aji Suteja! Kita tahu sendiri siapa yang berhak akan tahta itu. Jika Adi Wijaya bukan suami Dewi Kamaratih, dia tidak akan menjadi raja negeri ini!"Aji Suteja tentu tidak mau kalah, pria bertubuh kekar itu, juga bangun dan suaranya menggelegar, "Tapi darah Putra Asri Kemuning tercemar dengan darah penjahat Arya Balaaditya!"Karena takut dua orang itu melakukan baku hantam, Kebo Ireng menahan tubuh Wismaya dan Seno Aji menahan tubuh Aji Suteja.Sedangkan Naladhipa berada di tengah mereka berdua. Dia seger melerai dan berbicara dengan tenang, "Semakin malam kalian berdua semakin ngelantur. Tujuan kita di sini adalah untuk melanjutkan misi Mawar Hitam. Bukan urusan pewaris tahta."Kebo ireng menimpali sambil menepuk-nepuk pundak Wismaya, "Benar sekali, kita ini teman, kita ini keluarga. Kenapa harus memusingkan hal di luar rencana."Wismaya dan Aji Suteja sama
Danadyaksa memacu kudanya dengan kencang, tubuh gempalnya masih lincah dan dia bagaikan serigala yang kelaparan. Jika dia tidak bisa menangkap mereka hari ini juga, maka harga diri dan kebanggaannya akan hancur. Karena Danadyaksa sangat mengenal daerahnya tinggal, dia menuju arah yang berbeda untuk memotong jalan. Instingnya memang tidak perlu di ragukan. Benar saja, di pertigaan jalan belum ada jejak kuda, sebuah seringai muncul di wajahnya yang dingin. Danadyaksa mendengar suara gemuruh kaki kuda mulai mendekat dari arah depan. Jadi dia melompat ke atas pohon dan bersembunyi di salah satu dahan. Mata elangnya mengintai saat keempak orang itu lewat, Danadyaksa terjun dan menerjang salah satu penunggang. Orang itu adalah Kebo Ireng, dia jatuh dan tersungkur, bawaannya jatuh berhamburan. "Heh! Kucing garong," ujar Danadyaksa dengan seringainya. "Gada jatuh!" Teriak wismaya, dia menghentikan kudanya. Mereka menggunakan nama samaran saat menjadi anggota Mawar Hitam. Danad
Pria itu membuka pakaian Aji Suteja, matanya melotot karena ini baru pertama kalinya dia melihat luka seperti itu. "Ajian apa ini?" Batinnya. Wajahnya memucat dan tubuhnya bergidik ngeri. Pantas saja Baladewa seperti mencium aroma daging bakar."Ekhhm!" Baladewa Berdehem untuk menyembunyikan keterkejutannya. Luka bakar itu berwarna merah kebiruan berbentuk telapak tangan. Pria itu mendongak, "Memang bekas lukanya tidak terlalu parah tapi organ di bawah telapak ini yang terluka parah. Tolong bantu dia duduk, aku akan meracik ramuan.""Baik Kisanak," ujar Kebo Ireng.Sambil meracik obat Baladewa bertanya, "Ngomong-ngomong Ajian apa itu?""Entahlah ..ini pertama kalinya aku melihat ajian yang mengerikan seperti itu," ujar Wismaya. Dia menatap sahabatnya yang sedang terkulai lemas. Lalu dia menyadari sesuatu, seketika matanya melebar dan mulutnya menganga, "Itu luka yang ada pada jasad Damarjati!"Tangan Baladewa saat mengaduk ramuan terhenti, "Apakah yang dia maksud Damarjati Romonya Ca
Mereka berdua mengangguk, Seno Aji berkata dengan lirih, "Memang bukan dia orangnya.""Tapi orang dalam gambar itu memiliki nama yang sama dengan orang yang Tuan Baladewa sebutkan. Jadi kita harus bertemu dengannya, selain untuk menghilangkan bekas luka itu, kita juga bisa memastikannya," ujar Kebo Ireng."Apa tidak berbahaya?" Tanya Seno Aji, wajahnya begitu tegang."Posisi kita sekarang memang sedang terpojok. Jadi kita harus ambil resiko ini," ujar Wismaya.Seno Aji mengangguk, "Aku setuju!"Begitu pula Kebo Ireng, "Aku juga."Wismaya duduk di sisi Aji Suteja, dia memandangi tubuh temannya yang tidak berdaya dengan iba. Pria itu berkata, "Kita harus bisa membujuknya, Danadyaksa berhasil melukai salah satu dari kita. Aku takut dia akan mencari orang dengan luka seperti ini. Jadi dalam dua hari kita harus kembali ke rumah masing-masing."Kebo Ireng melihat sekeliling ruangan, dia membuka jendela dan matanya menyisir ke area luar. Semua rumah tidak berpenghuni namun obor di biarkan me
Baladewa hanya menoleh ke arah Kebo Ireng dan tersenyum simpul. Sungguh expresi yang menyeramkan seperti seorang pembunuh berdarah dingin.Kebo Ireng menelan salivanya, jarinya menunjuk ke arah depan dengan wajah yang memucat, dia berteriak, "Di depan sana jalan buntu!""Lalu?" Ujar Baladewa dengan sudut bibir terangkat. Kebo Ireng tertegun, dia menoleh ke belakang. Wajah Wismaya dan Seno Aji terlihat pucat, mereka terlihat pasrah dengan keadaan."Kalian harus percaya kepadaku sepenuhnya," ujar pria itu. Dia menarik tali pengengkang dan menambahkan kecepatan, "Berpegangan!"Mereka bertiga hanya bisa menurut dan berpegangan lalu berteriak saat kereta kuda itu benar-benar menabrak semak belukar. "Huaaaa!"Wismaya dan Seno Aji memeluk tubuh Aji Suteja. Kereta itu tidak menabrak tapi menembus ke dalam semak belukar.Beberapa detik mereka berada di tempat yang berwarna hitam dan hampa, hingga sebuah titik putih terlihat semakin lama semakin melebar dan menyilaukan.Mereka telah melewati r