Wismaya memukul kepala putranya yang sedang melamun. Plak! "Ayo pulang!" Ujar Wismaya dengan nada tinggi. "Baiklah!" Danumaya berjalan lebih dulu. Dia benar-benar kesal. Indrayana mengangkat sudut bibirnya, "Sekarang kamu tahu posisimu kan Danumaya!" Batinnya. Candramaya mendengar kegaduhan di luar pintu, jadi dia berniat bangun. Namun Indrayana dengan cepat menghalanginya dengan menindih tubuh gadis itu dan mengungkunginya. Dia melumat bibir gadis itu dan memegangi kedua tangannya. Mata Candramaya melotot, dia terkejut dengan serangan dadakan pemuda itu. Karena kesal Candramaya menggigit bibirnya, "Ada apa denganmu?" Indrayana merengek, "Sakit!" Ujarnya sambil menyentuh bibirnya yang terluka "Rasakan!" Ujar Candramaya. Dia mengabaikan Indrayana dan memilih turun untuk menemui Pamannya. Klekkk! "Kalian mau kemana?" Tanya Candramaya, wajahnya masih terlihat pucat. Mendengar suara merdu Candramaya, Danumaya segera menoleh. Pemuda itu lari mendekatinya dan bertanya dengan
Indrayana merobek pakain yang gadis itu kenakan, dia berhasil menelanjanginya. Air liur pemuda itu menetes, "Wahh!!!""Wah apa?" Teriak Candramaya, gadis itu menyilangkan kakinya. Tubuhnya menyerong kesamping dan menutupi buah dadanya dengan kedua tangannya. Karena malu dia sampai ingin pingsan.Gluk!Pipi Indrayana memerah, miliknya langsung berdiri tegap."Kamu keterlaluan!" Teriak Candramaya.Tiba-tiba Wirata berkata dengan nada tingginya, "Jangan terlalu lama berendam, hari hampir gelap."Indrayana menjawab dengan suara bergetar, "Baik ..Aki!"Pemuda itu tertegun, dia benar-benar menggosok punggung gadis itu dan sesekali mencium pundak gadis itu yang menegang."Dasar pria mesum! Kurang ajar," umpat gadis itu dalam hati.Mereka berendam di air yang sangat jernih dan sama-sama tidak mengenakan apapun.Candramaya tidak bisa berbuat apa-apa, wajah gadis itu menunduk menahan malu dengan tubuh yang terasa panas dan kaku. Nafas Indrayana terdengar berat, dia tersiksa karena harus menaha
"Bagaimana ini?" Batin Indrayana, dia membuang muka dan mengerjab-erjabkan matanya yang mulai terasa panas. Dia berusaha menyembunyikan ketakutannya. Jantungnya bergemuruh hebat, seperti ada racun yang memenuhi tenggorokannya.Seperti mendapatkan buah si malakama. Jika berkata jujur tentang identitasnya, dia harus siap kehilangan gadis yang dia cintai. Dan jika harus tetap merahasiakannya, maka suatu hari dia juga harus siap di benci seumur hidupnya.Melihat tingkah pemuda itu, dahi Candramaya mengernyit, "Kenapa kamu terlihat gusar? Ada yang di sembunyikan?"Tenggorokan Indrayana terasa tercekik, dia mengatur nafasnya dan berusaha mengendalikan emosinya. Pemuda itu menarik nafas dalam-dalam, "Ada sebuah cerita, kamu mau dengar?""Cerita cinta, sedih atau tragis?" Tanya Candramaya dia terlihat antusias.Indrayana menggandeng tangan Candramaya menuju ranjang, "Ketiganya .." jawabnya.Mereka berdua duduk di atas ranjang dan bersandar di kepala ranjang.Gadis itu duduk di sisi Indrayana,
Indrayana mengelus kepalanya dan berkata dengan serak, "Sebentar saja, tahan sebentar." Pemuda itu tidak mungkin menghentikan hal yang selalu menyiksanya saat berdekatan dengan gadis itu. Akhirnya gadis itu setuju dan dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. Pinggulnya terus bergerak, dia melakukannya dengan cepat, mata gadis itu terpejam dengan wajah yang memerah menahan rasa sakit. Gadis itu terus merintih dan semakin membuat Idrayana terbakar. Tapi perlahan teriakan pilunya berubah menjadi lengkuhan kenikmatan. Dia mengeram dan tubuhnya menggeliat. Indrayana berbisik, "Jangan berisik, Aki bisa dengar!" "Hummm!" Candramaya menatap mata pemuda yang sedang berada di atasnya dengan sayu, nafasnya terengah-engah saat pemuda itu terus menghujamnya bertubi-tubi. Dirinya merasakan sensasi yang memabukan. Namun dia sedikit terganggu dengan seringainya dan ucapannya, "Setelah ini, kamu tidak akan bisa lagi lari dariku." "Apa maksudmu? Akkhhh!!!" Tanya Candramaya. Apa dia salah
Candramaya menoleh ke sumber suara. Dia merasa aneh dengan matanya karena bisa melihat sosok pemuda yang dia kenal sedang berdiri di balik tumbuhan ilalang yang lebat. Gadis itu mengucek-ucek matanya untuk memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. "Indrayana .." panggil Candramaya. Gadis itu keluar dari sungai dan berjalan menghampirinya. Dia memakai kain jarit ya melilit tubuhnya, rambut hitamnya yang panjang dan basah menjuntai indah. "Kamu mau mandi? Aku sudah selesai," ujarnya. Indrayana mencekal tangan gadis itu, "Bisa tunggu aku sebentar, ada yang ingin aku katakan." Dahi gadis itu berkerut dan tatapannya sangat dingin, "Apa?" "Sebenarnya jika di pikir-pikir, kenapa harus berlatih ilmu kanuragan. Kamu hanya perlu memberi arahan dan aku yang akan melakukannya," ujar Indrayana. Seperti biasa, pemuda itu memandangnya penuh dengan kehangatan. Dulu jika ada orang yang memandangnya seperti itu, gadis itu akan merasa jijik. Berbeda jika Indrayana yang melakukannya, hatinya
Indrayana bersedekap angkuh dan sebelah alisnya terangkat, "Menurutmu?"Candramaya memeluk pemuda itu dan tertawa terbahak-bahak, sorot matanya terlihat nakal. Dia berjinjit dan meniup telinganya dengan lembut lalu berbisik, "Aku mendapatkan sebagian kekuatan mustika itu dan kamu mendapatkan seluruh kenikmatan saat menggagahi tubuhku. Apa itu tidak cukup? Humm!!"Jantung Indrayana berdesir, dia tersenyum dengan penuh arti, sudut bibirnya terangkat, dia memegang pinggang gadis itu dan berkata tepat di wajahnya dengan suara rendah dan serak, "Gadis gila dan binal."Candramaya berdecis, "Cih!" Gadis itu mengalungkan tangannya, dia sepertinya benar-benar sudah gila sekarang.Mereka berdua saling menempel dan saling bertatapan, bibir mereka bahkan saling bertaut. Sebuah ciuman yang penuh gairah yang membakar jiwa mereka.Wirata baru pulang dari ladang dan saat sampai di depan halaman. Dia malah melihat pemandangan yang membuat matanya gatal, "Kalian bermesraan di luar rumah, apa kalian tid
Wismaya tersulut emosinya, dia bangkit dari duduknya dan berteriak sambil menunjuk jarinya ke arah Aji Suteja. "Ingat batasanmu Aji Suteja! Kita tahu sendiri siapa yang berhak akan tahta itu. Jika Adi Wijaya bukan suami Dewi Kamaratih, dia tidak akan menjadi raja negeri ini!"Aji Suteja tentu tidak mau kalah, pria bertubuh kekar itu, juga bangun dan suaranya menggelegar, "Tapi darah Putra Asri Kemuning tercemar dengan darah penjahat Arya Balaaditya!"Karena takut dua orang itu melakukan baku hantam, Kebo Ireng menahan tubuh Wismaya dan Seno Aji menahan tubuh Aji Suteja.Sedangkan Naladhipa berada di tengah mereka berdua. Dia seger melerai dan berbicara dengan tenang, "Semakin malam kalian berdua semakin ngelantur. Tujuan kita di sini adalah untuk melanjutkan misi Mawar Hitam. Bukan urusan pewaris tahta."Kebo ireng menimpali sambil menepuk-nepuk pundak Wismaya, "Benar sekali, kita ini teman, kita ini keluarga. Kenapa harus memusingkan hal di luar rencana."Wismaya dan Aji Suteja sama
Danadyaksa memacu kudanya dengan kencang, tubuh gempalnya masih lincah dan dia bagaikan serigala yang kelaparan. Jika dia tidak bisa menangkap mereka hari ini juga, maka harga diri dan kebanggaannya akan hancur. Karena Danadyaksa sangat mengenal daerahnya tinggal, dia menuju arah yang berbeda untuk memotong jalan. Instingnya memang tidak perlu di ragukan. Benar saja, di pertigaan jalan belum ada jejak kuda, sebuah seringai muncul di wajahnya yang dingin. Danadyaksa mendengar suara gemuruh kaki kuda mulai mendekat dari arah depan. Jadi dia melompat ke atas pohon dan bersembunyi di salah satu dahan. Mata elangnya mengintai saat keempak orang itu lewat, Danadyaksa terjun dan menerjang salah satu penunggang. Orang itu adalah Kebo Ireng, dia jatuh dan tersungkur, bawaannya jatuh berhamburan. "Heh! Kucing garong," ujar Danadyaksa dengan seringainya. "Gada jatuh!" Teriak wismaya, dia menghentikan kudanya. Mereka menggunakan nama samaran saat menjadi anggota Mawar Hitam. Danad
Bima Reksa tidak mengucapkan sepatah katapun, dia melengos dan pergi menaiki kudanya. Tentu membuat Kumala semakin bingung. Akhirnya Kumala mengambil salah satu kuda yang berjejer terikat di pohon. Dia sekilas melirik kereta kencana yang kemarin mengantarnya dengan perasaan sedih. Baru saja dia merasakan kemewahan dan sekarang dia sudah tidak punya harapan lagi. Di tepi pantai ada Ki Sentot dan Darma yang berjaga di tempat itu. Mereka tampak acuh dan dingin seolah-olah tidak perduli dengan keberadaan Kumala. Mereka hanya sibuk membakar ikan dan saling berbincang ringan.Kumala juga tidak menyapa, dia memilih mengikuti kakeknya yang terlihat marah."Pulang! Jangan sampai Aki bersikap kasar padamu," ancam Bima Reksa tanpa menoleh sedikit pun.Kumala menghela nafas dalam-dalam dan naik ke atas kuda dengan patuh, dia bergumam, "Untuk saat ini aku patuh, Aki!" Mereka berdua melakukan perjalanan menuju desa Kuningan. Menembus gelapnya malam dan rimbunnya pepohonan. Hanya mengandalkan cah
"Huaaa!!!" Kumala jatuh terjerembab di dalam perahu dengan menyedihkan. Perahu yang Kumala naiki juga bergoyang-goyang di atas air. Kumala segera bangun dan menyesuaikan duduknya agar perahu bisa seimbang. Dia memegangi dua sisi perahu dan berteriak marah, "Jangan keterlaluan! Kamu ingin aku tenggelam!"Danumaya tertawa sinis sambil melempar dayung ke arah Kumala, "Cepat pergi!"Mata Kumala seketika melotot dan giginya berkertak, "Awas kamu!""Jika lain kali kamu mendapatkan kesulitan. Aku tidak akan pernah menolongmu lagi," ujar Danumaya dengan sinis. Dia tidak seharusnya menyesal karena telah menolong seseorang. Hanya saja orang yang dia tolong ternyata orang yang tidak tahu diri.Kumala membuang muka lalu berbalik badan, sejenak dia merenung. Gadis itu menggenggam dayung kayu itu dengan erat. Dia harus melawan rasa takut yang dia rasakan. Jarak antara pulau Wijaya Kusuma dan pulau Jawa memang tidak terlalu jauh. Hanya saja dua pulau itu di pisahkan oleh sebuah lautan. Jadi dia har
Wanita lemah lembut itu menatap ke arah Kumala yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang, matanya berkilat dengan amarah. "Pantas putraku tidak menyukaimu! Selain kasar, kamu juga tidak tahu malu. Bagaimana bisa kamu berteriak dan mengumpat di depan orang tua. Apa kamu tidak tahu adab dan sopan santun?"Kumala merasa malu, pipinya memerah dan wajahnya tertunduk. Dia kembali duduk dan berkata lirih tanpa berani menatap mata Asri Kemuning, "Maaf, Tuan Putri."Suasana menjadi hening, semua orang tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Berbeda dengan Candramaya yang terang-terangan menatap wajah Ibu Mertuanya. Dia merasa kagum terhadap wanita yang begitu lembut namun sangat tegas.Dia jadi teringat dengan ibunya, mereka sangat mirip.Merasa sedang diamati, Asri Kemuning ikut menatap Candramaya. Mereka saling memandang untuk beberapa detik. Hingga tatapan itu berubah menjadi tatapan canggung. Wajah Candramaya yang dingin melembut, dia tersenyum tipis. Asri Kemuning juga ikut tersen
Kesedihan meliputi semua orang, gadis ceria seperti Cempaka sekarang hancur karena kematian orang yang dia Cintai. Cempaka terus menangis di atas jasad Saka, cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya.Sebuah tangan terulur dan menyentuh pundak Cempaka yang bergetar, "Lepaskan dia, biarkan dia beristirahat dengan tenang."Cempaka mendongak dan membiarkan Indrayana dan Baladewa mengangkat jasad Saka. Cempaka memeluk tubuh Candramaya dan menangis di pelukannya."Menangislah Cempaka! Itu akan membuatmu semakin lebih baik," ucap Candramaya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Adik," ujar Cempaka dengan suara parau.Memang benar kata pepatah, 'Hanya wanita yang bisa mengerti wanita.'Asri Kemuning sangat tersentuh, dia tidak menyangka gadis dengan wajah dingin itu sangat begitu lembut dan dewasa. "Mungkin ini alasan Indrayana berselingkuh dengannya. Tapi alangkah baiknya jika aku memastikannya lebih dulu," batinnya.Setelah semua mayat di kebumikan termasuk Saka. Cempaka berdiri di
"Sebentar Romo," Candramaya berlari dan mengambil air dalam sebuah kendi besar. Ada gayung yang terbuat dari cangkang kelapa. "Ini Romo, basuh mata Romo," ujar Candramaya.Arya Balaaditya membasuh matanya, perlahan matanya terasa lebih baik dan pandangannya kembali membaik."Siapa gadis itu?" tanya Asri Kemuning. Dia tersenyum melihat perlakuan manis gadis itu. Dia kira gadis itu sangat kejam, terlihat dari wajahnya yang dingin dan galak. Apalagi saat gadis itu membunuh satu persatu para pemanah dengan keji dan sadis. Seperti pembunuh berdarah dingin.Asri Kemuning mulai semakin meragukan kata-kata Kumala.Indrayana sedang bertarung dengan Saka. Dia menyerang dengan membabi buta, Marah karena orang itu berani melukai ayahnya.Kumala semakin terdesak, dia kira Candramaya tidak ikut. Dengan begitu dia bisa membujuk Asri Kemuning untuk membujuk Putra dan suaminya.Beraninya Paman melukai Romoku!" teriak Indrayana dengan marah. Karena dia mulai kewalahan jadi Indrayana menarik cemetinya.
"Kang Mas!!" Asri Kemuning bangkit. Rasa lega dan bahagia bercampur membuatnya semakin terharu. Air mata kebahagian mengalir dari matanya yang indah. Dia hendak pergi menuju sumber suara, namun sayang Saka menghalanginya. Wajah pria itu terlihat semakin dingin, dia bahkan memberi isyarat agar Asri Kemuning kembali duduk dengan tenang.Suara riuh itu semakin kencang dan semakin mendekat. Mata Asri Kemuning semakin liar, bergerak-gerak mencari sosok yang dia kenal.Tangan Kumala bergetar, dia sedikit panik kalau kebohongannya akan terbongkar. Tapi dalam sekejab dia berusaha mengendalikan emosinya dan bersikap wajar. Asalkan mendapatkan dukungan Ibu dan Kakek Indrayana, pemuda itu pasti akan patuh.Arya Baladitya dan pasukannya yang dipimpin oleh Baladewa telah sampai di pulau Wijaya Kusuma. Indrayana, Candramaya, Cempaka dan Danumaya juga ikut bersama mereka.Perasaan Arya Balaaditya berkecambuk. Kerinduannya semakin besar dan tak terkendali lagi. Rasa ingin bertemu semakin menggebu-geb
Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k
Pupil mata Adi Wijaya melebar, namun dengan cepat Adi Wijaya menutupi rasa keterkejutannya dengan tertawa, "Kamu cucu menantuku rupanya. Siapa orang tuamu?""Hamba anak yatim piatu. Hamba sebatang kara, maka dari itu hamba mohon keadilan dari Gusti Prabu. Hanya Kang Mas Indrayana yang hamba miliki di dunia ini, hiks ... " Kumala menangis dengan pilu. Kebohongannya semakin menjadi-jadi.Akting Kumala memang hebat, hanya saja Adi Wijaya tidak peduli. Dia juga tidak suka cucunya menikah dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya. Adi Wijaya memijit keningnya, bagaimana bisa cucunya menikahi sembarang gadis. Dan lebih parahnya, dia juga menjalin hubungan dengan putri Damarjati. Bagaimanapun Indrayana adalah cucunya. Dia membenci Arya Balaaditya tapi tidak dengan cucunya. Darahnya mengalir di dalam tubuh anak itu.Adi Wijaya menghela nafas dan mencoba menahan diri untuk mendapatkan simpati gadis itu. Tujuannya adalah mendapatkan banyak informasi tentang Arya Balaaditya dari gadis itu. "Apa
Pengawal yang berjaga membuka pintu, mereka berdua tampak marah jadi berbicara dengan keras karena suara mereka teredam oleh suara air hujan. Tentu saja kedua pengawal itu tidak akan memberi izin, "Jangan lancang! Kenapa terus berteriak?""Aku ingin menyampaikan sesuatu! Tolong antarkan aku menghadap Gusti Prabu. Aku tahu di mana Arya Balaaditya berada," Kumala membungkuk dan menyatukan tangannya. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.Dua pengawal itu tentu tidak percaya begitu saja. Mana mungkin buronan seperti Arya Balaaditya yang sudah hampir 15 tahun menghilang bagaikan di telan bumi itu kembali. "Jika kamu ingin mengeluh, datang besok saat ada pertemuan di balai istana. Gusti Prabu sedang istirahat," ujar salah satu pengawal."Tidak! Ini sangat penting. Ini masalah Arya Balaaditya. Aku harus bertemu sekarang," ujar Kumala dengan gigi gemeletuk karena kedinginan. Mereka telah menghinanya jadi sekarang mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal. Bahkan harus lebih kejam. Dua