Beranda / Fiksi Sejarah / Keris Darah Candramaya / 54. Pengakuan Candramaya

Share

54. Pengakuan Candramaya

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-04 19:02:28
Candramaya termenung sejenak lalu berbalik badan dan menatap mata Indrayana yang penuh dengan cinta. Hatinya merasa hangat, "Terima kasih, kang mas," ujarnya lirih.

Hati Indrayana berdesir, dia mendengar hal yang ingin dia dengar. Indrayana mencium bibir ranum Candramaya dengan singkat.

Cup!

Wajah gadis itu memerah, dia memeluk tubuh tinggi Indrayana. Dia harus berhenti menolak ke hadirannya, mungkin ini sudah takdirnya. Saatnya fokus pada tujuan hidupnya.

Indrayana semakin erat memeluknya, "Kalau begitu mulai sekarang Istriku akan belajar ilmu kanuragan, agar kamu bisa membela diri. Aku akan mengajari beberapa jurus."

Candramaya hanya mengangguk, "Baiklah," ujarnya lirih. Gadis itu menenggelamkan wajahnya ke dalam dada bidang suaminya. dengan wajah yang menunduk dan pipi yang memerah.

"Aku sudah mengunci pintu dan memagarinya dengan pagar gaib," ujar Indrayana. Dia terbawa suasana jadi menginginkan hal lebih dari ini.

Wajah Candramaya mendongak, dahinya berkerut dan bertanya,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   55. Kecemburuan Danumaya

    Candramaya merapikan pakaiannya, mereka keluar bersama. Gadis itu terkejut saat membuka pintu, dia melihat sosok yang dia kenal, "Paman!" Wismaya tersenyum, namun senyumnya hilang saat gadis itu keluar dengan seorang pemuda. Melihat Candramaya keluar bersama Indrayana membuat darah Danumaya mendidih. Dahi Wismaya berkerut, "Apa yang kalian lakukan di dalam kamar?" Melihat Candramaya merapikan penampilannya, Danumaya rasanya ingin pingsan, wajahnya pucat dan perasaannya berkecambuk. Apakah mereka telah bermesraan di dalam kamar? Candramaya memutuskan untuk berkata jujur, tanpa ragu dia mengatakan kebenarannya, "Kami sudah menikah, Paman." Seperti petir yang menyambar tubuhnya, Danumaya mendadak lemas. Gigi Danamuya berkertak, dua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, "Apa maksudmu? Jangan bercanda, Adik!" Teriaknya. Candramaya menunduk dia menggenggam tangan Indrayana dan bersembunyi di belakang tubuh tinggi suaminya. Dengan lirih dia berkata, "Maaf Kakang ..tapi aku bersungguh-

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Keris Darah Candramaya   56. Dia Cucu Ranu Baya

    Pertarungan itu berlangsung.Siang yang terik itu berubah menjadi kelam, langit menghitam dan angin berhembus kencang. Daun-daun kering bertebrangan, tubuh Indrayana memancarkan cahaya kekuningan. Wajahnya terlihat tenang dan penuh kewaspadaan.Dia hanya menggunakan tangan kosong, namun dapat menangkis serangan Danumaya dengan lincah. Pertarungan berlangsung seimbang.Saat Candramaya berusaha melerai, Wismaya mencekal pergelangan tangannya, "Paman ingin lihat, apa dia cukup hebat untuk bisa melindungimu."Candramaya semakin gusar, dia takut pemuda itu terluka.Wismaya mengamati pemuda itu. Selain wajahnya mirip dengan orang yang dia kenal, jurus-jurusnya juga sama persis. Dan paling membuatnya curiga adalah tali lusuh yang melingkar di pinggangnya. Dahinya berkerut, "Apa dia putra Arya Balaaditya?" Batinnya.Wismaya dan Arya Balaaditya adalah teman seperguruan. Walaupun mereka tidak dekat tapi mereka mempunyai hubungan yang cukup baik. Itulah alasan mengapa dia masih ragu jika Arya B

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Keris Darah Candramaya   57. Seperti Iblis

    Halaman rumah Wirata yang asri dan rimbun kini porak-poranda. Candramaya tertegun dan linglung, dia bahkan tidak bisa berdiri dengan benar, kakinya lemas dan tubuhnya bergetar. Bulu matanya terkulai dan bulir bening jatuh dari sudut matanya yang memerah. Jantungnya bergemuruh hebat, gadis itu takut kehilangan salah satu dari mereka. Wirata berdiri dan berjalan di bantu tongkatnya, "Candramaya! Hentikan suamimu cepat!" Teriak Wirata. Dia juga merasakan situasinya sudah tidak terkendali. Di depan sana, ada pertarungan yang begitu sengit, salah satu dari mereka pasti akan ada yang tumbang. Candramaya melangkahkan kakinya yang gontai, dia berteriak dengan suara yang bergetar, "Indrayana! Hentikan!" "Tidak bisa! Salah satu dari kami harus ada yang lenyap," ujarnya dingin. Dia benar-benar seperti kerasukan. Indrayana bahkan tidak segan memukul lambung Wismaya dengan tenaga dalam hingga dia tersungkur menyedihkan. "Romo!" Danumaya berteriak, baru kali ini dia merasa takut mati. "Ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Keris Darah Candramaya   58. Ayo Buka Baju

    Wismaya memukul kepala putranya yang sedang melamun. Plak! "Ayo pulang!" Ujar Wismaya dengan nada tinggi. "Baiklah!" Danumaya berjalan lebih dulu. Dia benar-benar kesal. Indrayana mengangkat sudut bibirnya, "Sekarang kamu tahu posisimu kan Danumaya!" Batinnya. Candramaya mendengar kegaduhan di luar pintu, jadi dia berniat bangun. Namun Indrayana dengan cepat menghalanginya dengan menindih tubuh gadis itu dan mengungkunginya. Dia melumat bibir gadis itu dan memegangi kedua tangannya. Mata Candramaya melotot, dia terkejut dengan serangan dadakan pemuda itu. Karena kesal Candramaya menggigit bibirnya, "Ada apa denganmu?" Indrayana merengek, "Sakit!" Ujarnya sambil menyentuh bibirnya yang terluka "Rasakan!" Ujar Candramaya. Dia mengabaikan Indrayana dan memilih turun untuk menemui Pamannya. Klekkk! "Kalian mau kemana?" Tanya Candramaya, wajahnya masih terlihat pucat. Mendengar suara merdu Candramaya, Danumaya segera menoleh. Pemuda itu lari mendekatinya dan bertanya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Keris Darah Candramaya   59. Pria Mesum

    Indrayana merobek pakain yang gadis itu kenakan, dia berhasil menelanjanginya. Air liur pemuda itu menetes, "Wahh!!!""Wah apa?" Teriak Candramaya, gadis itu menyilangkan kakinya. Tubuhnya menyerong kesamping dan menutupi buah dadanya dengan kedua tangannya. Karena malu dia sampai ingin pingsan.Gluk!Pipi Indrayana memerah, miliknya langsung berdiri tegap."Kamu keterlaluan!" Teriak Candramaya.Tiba-tiba Wirata berkata dengan nada tingginya, "Jangan terlalu lama berendam, hari hampir gelap."Indrayana menjawab dengan suara bergetar, "Baik ..Aki!"Pemuda itu tertegun, dia benar-benar menggosok punggung gadis itu dan sesekali mencium pundak gadis itu yang menegang."Dasar pria mesum! Kurang ajar," umpat gadis itu dalam hati.Mereka berendam di air yang sangat jernih dan sama-sama tidak mengenakan apapun.Candramaya tidak bisa berbuat apa-apa, wajah gadis itu menunduk menahan malu dengan tubuh yang terasa panas dan kaku. Nafas Indrayana terdengar berat, dia tersiksa karena harus menaha

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Keris Darah Candramaya   60. Jeratan Cinta

    "Bagaimana ini?" Batin Indrayana, dia membuang muka dan mengerjab-erjabkan matanya yang mulai terasa panas. Dia berusaha menyembunyikan ketakutannya. Jantungnya bergemuruh hebat, seperti ada racun yang memenuhi tenggorokannya.Seperti mendapatkan buah si malakama. Jika berkata jujur tentang identitasnya, dia harus siap kehilangan gadis yang dia cintai. Dan jika harus tetap merahasiakannya, maka suatu hari dia juga harus siap di benci seumur hidupnya.Melihat tingkah pemuda itu, dahi Candramaya mengernyit, "Kenapa kamu terlihat gusar? Ada yang di sembunyikan?"Tenggorokan Indrayana terasa tercekik, dia mengatur nafasnya dan berusaha mengendalikan emosinya. Pemuda itu menarik nafas dalam-dalam, "Ada sebuah cerita, kamu mau dengar?""Cerita cinta, sedih atau tragis?" Tanya Candramaya dia terlihat antusias.Indrayana menggandeng tangan Candramaya menuju ranjang, "Ketiganya .." jawabnya.Mereka berdua duduk di atas ranjang dan bersandar di kepala ranjang.Gadis itu duduk di sisi Indrayana,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Keris Darah Candramaya   61. Malam Penyatuan

    Indrayana mengelus kepalanya dan berkata dengan serak, "Sebentar saja, tahan sebentar." Pemuda itu tidak mungkin menghentikan hal yang selalu menyiksanya saat berdekatan dengan gadis itu. Akhirnya gadis itu setuju dan dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. Pinggulnya terus bergerak, dia melakukannya dengan cepat, mata gadis itu terpejam dengan wajah yang memerah menahan rasa sakit. Gadis itu terus merintih dan semakin membuat Idrayana terbakar. Tapi perlahan teriakan pilunya berubah menjadi lengkuhan kenikmatan. Dia mengeram dan tubuhnya menggeliat. Indrayana berbisik, "Jangan berisik, Aki bisa dengar!" "Hummm!" Candramaya menatap mata pemuda yang sedang berada di atasnya dengan sayu, nafasnya terengah-engah saat pemuda itu terus menghujamnya bertubi-tubi. Dirinya merasakan sensasi yang memabukan. Namun dia sedikit terganggu dengan seringainya dan ucapannya, "Setelah ini, kamu tidak akan bisa lagi lari dariku." "Apa maksudmu? Akkhhh!!!" Tanya Candramaya. Apa dia salah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Keris Darah Candramaya   62. Tanda Merah

    Candramaya menoleh ke sumber suara. Dia merasa aneh dengan matanya karena bisa melihat sosok pemuda yang dia kenal sedang berdiri di balik tumbuhan ilalang yang lebat. Gadis itu mengucek-ucek matanya untuk memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. "Indrayana .." panggil Candramaya. Gadis itu keluar dari sungai dan berjalan menghampirinya. Dia memakai kain jarit ya melilit tubuhnya, rambut hitamnya yang panjang dan basah menjuntai indah. "Kamu mau mandi? Aku sudah selesai," ujarnya. Indrayana mencekal tangan gadis itu, "Bisa tunggu aku sebentar, ada yang ingin aku katakan." Dahi gadis itu berkerut dan tatapannya sangat dingin, "Apa?" "Sebenarnya jika di pikir-pikir, kenapa harus berlatih ilmu kanuragan. Kamu hanya perlu memberi arahan dan aku yang akan melakukannya," ujar Indrayana. Seperti biasa, pemuda itu memandangnya penuh dengan kehangatan. Dulu jika ada orang yang memandangnya seperti itu, gadis itu akan merasa jijik. Berbeda jika Indrayana yang melakukannya, hatinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   92. Amukan Arya Balaaditya

    Seketika Arya Baladitya berhenti, lalu menoleh ke sumber suara. Nafasnya memburu namun tatapannya terlihat liar dan dingin. Ketua bandit itu menelan salivanya dengan kasar, tenggorokannya terasa kering. Bahkan seumur hidupnya dia baru merasakan apa itu rasa takut. Semua anak buahnya tersungkur dengan keadaan babak belur.Dia sekarang berpikir, lebih baik di kejar wanita gila itu sampai ke ujung dunia. Dari pada berhadapan dengan malaikat maut yang menyamar menjadi manusia sederhana.Sungguh para bandit itu merasa merinding saat menatap sepasang mata dingin dan aura hitam yang menyelimuti pemuda berpenampilan sederhana itu.Mereka seketika tobat dan merasa kapok. Apalagi Baladewa tiba-tiba teringat putrinya yang usianya sama dengan Indrayana. Gadis kecil itu dia titipkan pada bibinya. Mata Baladewa mengembun, dia menghawatirkan putri semata wayangnya. Bagaimana jika bibinya meninggal karena sudah tua. Dan sekarang bagaimana dengan nasibnya sekarang."Kami menyerah Tuan!" Semua bandit

  • Keris Darah Candramaya   91. Anak Setan.

    "Kami hanya menjalankan perintah Tuan!" jawab salah satu bandit bertubuh tinggi besar dan gagah itu. Penampilannnya berantakan jangkut dan kumisnya panjang membuat wajahnya terlihat menyeramkan. Sedangkan rambutnya di gulung secara asal-asalan. Dia adalah ketua dari kelompok ini. Dan yang lainnya tersenyum remeh melihat dari bawah ke atas. Memperhatikan penampilan pemuda dengan pakaian lusuh dan sederhana. Tubuhnya tinggi dan cukup berisi, namun terlihat lemah. Walaupun terlihat lemah, aura kebangsawanan tetap terlihat.Arya Baladitya menyeringai dengan tatapan datar. "Siapa?" tanya Arya Balaaditya dengan suara rendah."Bukan urusanmu! Lagian kalian akan mati!" Sarkas pria yang berada di sisi sang ketua. Pria itu cukup berani dan angkuh."Humm! Sebaiknya kamu turun ya Nak?" ujar Indrayana sambil membuka kain yang mengikat putranya. "Baik Romo," ujar Indrayana lirih. Anak itu turun dari punggung ayahnya.Arya Balaaditya memeluk anak itu dan berbisik, "Indrayana ... tolong temani hita

  • Keris Darah Candramaya   90 Memori Ranu Baya

    "Jangan buang waktu, Tuan. Ayo kita pergi ke tempat itu," ujar Ki Sentot. Pria itu sangat antusias.Sedangkan Ranu Baya terlihat bimbang. Pria itu duduk bersandar dengan dahi mengerut. Dia memang ingin memastikan perkiraannya benar atau tidak. Tapi mengingat keadaan Cempaka. Ranu Baya merasa sangat egois jika meninggalkan gadis yang sudah dia anggap sebagai putrinya.Apalagi gadis itu sudah sangat banyak berkorban untuknya. Selama hampir lima tahun Cempaka masuk ke dalam istana dan menyamar menjadi pelayan agar bisa mendapatkan info tentang Istrinya. Jadi dia tidak bisa pergi meninggalkan Cempaka yang pingsan dan terluka. Apalagi di saat ayahnya sedang menjalankan perintah darinya. "Tuan ... " panggil Ki Sentot membuyarkan lamunan Ranu Baya."Bagaimana dengan keadaan Cempaka? Baladewa tidak di sini," ujar Ranu Baya. Ada kilatan kecemasan yang terlintas di matanya yang teduh.Darma menyadari kegelisahan Ranu Baya. Dia tahu karakter pria itu, dia sangat bertanggung jawab dan hatinya be

  • Keris Darah Candramaya   89. Kembalinya Cempaka

    Saka tertegun sejenak, dia menjatuhkan pedangnya dan menghampiri gadis itu dengan langkah yang berat. Reflek Cempaka menyeret tubuhnya ke belakang dengan wajah pucat. Dia benar-benar ketakutan namun seketika berhenti saat mata dingin pria itu meneteskan air mata. Saka berjongkok dan membuka penutup wajah gadis itu dengan hati-hati. Saka terperangah, dia terduduk di tanah dengan lemas. Hampir saja dia membunuh gadis yang dia cintai. Hanya gadis ini yang menatapnya dengan lembut dan hangat. Wajah gadis itu mendongak, "Tuan ... " panggil Cempaka dengan lirih dan ragu. Tatapan dingin Saka melembut, dia menatap lengan Cempaka yang berdarah. Ada sebuah penyesalan di matanya. Hati Cempaka terenyuh dan berdebar kencang saat pria itu memeluknya dengan erat. Tanpa sadar air matanya menetes. Tangannya tergantung di udara, dia ingin membalas pelukan itu namun dia urungkan. Hingga tiba-tiba terdengar suara beberapa orang berjalan mendekat. Cahaya obor itu samar-samar terlihat dari arah i

  • Keris Darah Candramaya   88. Isi Lemari Kamaratih

    "Saka ... " panggil Adi Wijaya. Dia kembali menutup pintu lemari dengan tenang. Adi Wijaya berjalan mendekati seorang pria yang hanya berdiri di depan pintu lalu menepuk pundaknya. Saka hanya mendongak, tatapannya datar dan bibirnya terus saja merapat. Dia tidak berekspresi apapun. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Tatapannya yang datar tertuju ada satu buah mata yang terlihat dari celah jendela."Apa kamu sudah menemukan tabibnya?" tanya Adi Wijaya.Sebenarnya di istana ada tabib kerajaan, hanya saja dia ingin menyembunyikan pengobatannya. Sudah beberapa hari dia tidak meminum teh yang selalu di hidangkan. Saat dia tidk sengaja menumpahkannya dan ada seekor kucing peliharaan salah satu selirnya mati karena menjilati bekas tumpahan teh ini. Hingga dia menyadari bahwa ada orang yang selama ini meracuninya.Dia ingin pelaku itu berpikir Adi Wijaya tidak tahu. Jadi dia ingin berobat sembunyi-sembunyi.Saka sadar dari lamunanannya lalu mengangguk.Adi Wijaya tersenyum tipis, "Baiklah,

  • Keris Darah Candramaya   87. Arahan Arya Balaaditya

    "Haha ... " kelakar Adi Wijaya memenuhi ruangan itu. Dia tertawa seperti kesetanan dan matanya bahkan sampai berair. Hingga tawa itu mulai melirih dan meredup, sorot mata Adi Wijaya terlihat dingin. Tangannya meremas gulungan sketsa gambar Arya Balaaditya dan melemparnya ke wajah Wismaya.Bug!!Wismaya tersenyum tipis lalu memungut gulungan itu. Melihat seringai dari orang yang kastanya lebih rendah darinya, membuat mata Adi Wijaya terasa sakit. Darahnya mendidih dan rahangnya mengatup, dia bangkit dari duduknya dan berteriak, "Kalian benar-benar lancang! Rupanya menantuku itu telah mencuci otak kalian hingga berani menentangku sekarang!" Wismaya tertawa lirih, "Kami hanya membawa gambar Arya Balaaditya bukan orangnya."Adi Wijaya berkata dengan gigi bergertak, "Apa mau Kalian?"Wismaya mengangkat pandangannya, ada api yang menyala di matanya. Di sudah tidak peduli dengan hal buruk yang akan mengejarnya nanti, "Hamba harap, Gusti Prabu berhenti ikut campur. Dan bersikaplah selayakny

  • Keris Darah Candramaya   86. Keangkuhan Pangeran Narendra

    Wismaya menggenggam surat perintah itu dengan erat dan matanya penuh dengan tekad. "Inilah awal pembalasanku yang sesungguhnya. Aku akan membalaskan kematian adikku yang sangat berharga. Dan kalian harus membayar gelar yatim piatu yang kalian berikan pada keponakanku," batin Wismaya. Wismaya mengangkat surat perintah itu dengan kedua tangannya seraya berkata dengan lantang, "Hamba bersumpah tidak akan mengecewakan titah dan harapan Gusti Prabu!" Semua orang berberkata serempak, "Hidup Gusti Prabu Adi Wijaya! Hidup!" Adi Wijaya berbalik badan, dia berjalan menuju singgasananya dengan wajah yang suram. Setiap langkah terasa berat, lantai marmer yang bergitu halus dan kokoh kini seperti hamparan kaca yang tipis. Seakan-akan ketika terinjak, kaca itu akan pecah dan membuatnya jatuh ke dalam jurang. Seruan para punggawanya juga terdengar seperti kutukan baginya. Tenggorokannya terasa tercekik namun saat dia kembali duduk expresinya harus berubah. Adhinatha mengingat nasehat nenekny

  • Keris Darah Candramaya   85. Surat Perintah

    "Jadi rumor itu benar," ujar salah satu punggawa. Mereka saling berbisik dan saling beramsumsi. Setelah melihat orang-orang mulai terpengaruh, Wismaya mengambil kesempatan untuk melancarkan rencananya. Pria itu bersujud, wajahnya mendongak seraya berkata, "Hamba mengharapkan titah untuk mengusut kasus ini kembali, Gusti Prabu!" Deg! Adi Wijaya menelan ludahnya dan jantungnya bergemuruh hebat. Dia tidak menyangka hal yang membuatnya hampir gila kini terulang lagi. Bagaimana bisa Adi Wijaya menurunkan titah yang akan mengancam tahtanya? Itu tidak mungkin. Saat Adi Wijaya hendak mengelak, satu persatu para punggawa ikut bersujud di belakang Wismaya termasuk Aji Suteja dan lainnya. Tentu membuat Adi Wijaya tidak bisa berkutik. Sedangkan Narendra, dia meremas tangan istrinya dengan kuat. Pria pengecut itu mulai kehilangan kendali. Namun Damayanti Citra tetap bersikap tenang. Puspita Sari rasanya ingin pingsan. Dia menyesal melahirkan anak yang tidak berguna sepertinya.

  • Keris Darah Candramaya   84. Penemuan Jasad Di Lembah Wingit

    Adi Wijaya terbatuk, "Ohok ..ohok! Mawar hitam sudah sangat meresahkan. Mereka telah terang-terangan menabuh genderang perang kepada kita," ujarnya dengan lemah. Adi Wijaya berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya yang mulai sesak. Puspita Sari cukup khawatir, melihat tubuh suaminya yang semakin hari semakin melemah. Damayanti Citra tersenyum penuh arti, "Sebentar lagi tua bangka itu akan berakhir," batinnya. Adi Wijaya kembali meneruskan ucapannya sambil menunjuk ke sudut ruangan. Wajahnya mengeras dengan tatapan yang tajam, "Kalian liat algojo itu?" Semua orang mengangguk dan pandangan mereka tertuju pada sosok tinggi kekar dengan wajah dingin, tampak seperti malaikat maut. "Dia akan memenggal siapapun orang yang terdapat bekas telapak tangan Mahapatih Danadyaksa di dadanya," ujar Adi Wijaya. Suasana mulai ramai mereka saling berbicara satu sama lain dan saling melempar tatapan mencurigai. Adi Wijaya melirik Danadyaksa. Orang itu mengangguk dan berdiri lalu berteriak, "

DMCA.com Protection Status