Home / Historical / Keris Darah Candramaya / 107. Anak Itik Yang Kehilangan Induknya

Share

107. Anak Itik Yang Kehilangan Induknya

last update Last Updated: 2025-01-03 22:33:24

Indrayana memang berlari, tapi tidak di atas tanah. Pemuda itu lari di atas dahan-dahan pohon dengan begitu cepat. Bahkan dalam sekejap sosok itu telah menghilang dalam gelapnya hutan.

Kebo Ireng menelan salivanya dengan susah payah lalu berkata, "Dia juga punya ilmu meringankan tubuh."

Seno Aji pun sama syoknya, "Ayo kita susul sebelum hari semakin larut," pungkasnya sambil menepuk pundak Kebo Ireng.

Mereka berdua menuju kudanya dan kembali melanjutkan perjalanan. Pada akhirnya yang menyelamatkan mereka adalah sosok yang selama ini mereka ragukan.

***

Di Tanah Para Dewa.

Indrayana telah melewati dinding gaib. Dari Kejauhan rumahnya tampak terang benderang. Satu-satunya rumah di tempat itu. Besar dan mempunyai banyak kamar. Semua orang yang tinggal di Tanah Para Dewa hidup satu atap layaknya satu keluarga besar.

Obor-obor telah di nyalakan di sepanjang jalan dari dinding gaib hingga menuju rumahnya. Dia semakin mempercepat langkahnya. Pemuda itu berjalan di jalan yang sekelilingnya di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Keris Darah Candramaya   108. Candramaya Bangun

    Darma merasakan hatinya begitu sakit dan sesak, dia langsung memeluk tubuh dingin Indrayana lalu berbisik, "Dia akan bangun, Nak. Sadarlah! Jangan seperti ini." Ranu Baya mengepalkan kedua tangannya, dia berusaha bersikap tenang dan menghibur putranya, "Dia hanya pingsan, dia akan bangun, Nak." Indrayana menurut untuk pergi bersama Darma dan Ki Sentot. Mereka menuju sungai untuk menemani Indrayana mandi. Tepat si saat Indrayana pergi untuk membersihkan diri, muncul dua orang tamu. "Ketua ... Tuan Seno Aji dan Tuan Kebo Ireng datang," ujar Brama, salah satu paman Indrayana. Ranu Baya mengernyit lalu meminta Cempaka untuk mengurus Candramaya. "Kamu urus Candramaya, Paman ada tamu," ujarnya. Cempaka mengangguk, dia meminumkan ramuan itu dan memberikan salep pada bekas memar yang ada di tubuh gadis itu. Sedangkan untuk memar yang lumayan parah di perut Candramaya telah menghilang karena Ranu Baya menggunakan Ajian Aksamala. "Kalian? Selarut ini. Ada apa?" tanya Ranu Baya yang merasa

    Last Updated : 2025-01-03
  • Keris Darah Candramaya   109. Kemalangan Candramaya

    Indrayana kaget lalu tangannya menarik kedua tangan Candramaya dan mencoba menjauhkan dari perutnya. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan cemas.Gadis itu meremas perutnya sendiri dan meringkuk. Wajahnya pucat pasi dengan alis tertekuk ke bawah. Dia terus merintih, "Pe-perutku sakittt!"Cempaka berdiri tertegun dengan wajah pucat, "Aku akan memanggil Paman." Gadis itu baru mau keluar kamar. Ranu Baya, Seno Aji dan Kebo Ireng sudah berada di ambang pintu. Mereka yang sedang duduk di ruang tamu mendengar suara rintihan Candramaya. Jadi mereka bergegas untuk memeriksa."Romo!" Indrayana memekik."Memang harus di keluarkan semua, jika tidak gadis itu bisa mati," ujar Ranu Baya panik. Dia mendekat keranjang. "Tutup pintunya!" titahnya.Seno Aji dan Kebo Ireng paham dan mereka keluar dan menutup pintu.Samar-samar dia mendengar apa yang di katakan mertuanya, "Apa yang harus dikeluarkan?" batin Candramaya. Dahinya telah berkeringat dingin, tenggorokannya juga terasa kering."Cempaka pega

    Last Updated : 2025-01-04
  • Keris Darah Candramaya   110. Gadis Pembawa Sial

    Candramaya mengedarkan pandangan dan tidak ada siapa pun di ruang tamu, semua kamar juga tertutup. Mungkin mereka sudah tidur karena hari memang sudah larut malam. Tapi pandangannya tertuju pada pintu utama yang sedikit terbuka. Dia berjalan mendekati pintu itu, samar-samar dia mendengar sebuah tangisan yang terdengar pilu. Dan suara itu tidak asing di telinganya. Semakin lama semakin jelas. Candramaya membuka sedikit pintu dan mengintip dari dalam. Mungkin terlihat tidak sopan, hanya saja dia sangat penasaran. Di teras depan rumah begitu terang dengan cahaya obor. Terlihat Ranu Baya berdiri, pandangannya lurus ke depan, tubuhnya terlihat dari samping. Dan ada sosok yang sedang bersimpuh di kakinya dan sedang menangis, dia adalah Indrayana. "Romoo ... to-tolong hidupkan kembali calon anak kamiii!" pinta Indrayana dengan suara terdengar parau. Deg!! Jantung Candramaya bergemuruh dan tenggorokannya terasa tercekat, dia dengar Indrayana mengatakan, 'Calon anak kami!' Walaup

    Last Updated : 2025-01-04
  • Keris Darah Candramaya   111. Pertemuan Dengan Bima Reksa

    Di Desa Pinus.Di pagi hari, Wismaya mengetuk pintu. Dia tidur larut malam. Entah mengapa perasaannya tidak enak dan merasa gelisah tanpa alasan.Tok! Tok!Berulang kali namun tidak ada jawaban. Justru pintu kamar sebelah yang terbuka, seorang gadis yang begitu lembut keluar dari kamar."Mereka tidak pulang, Tuan," ujar Kumala dengan lembut. Wajahnya tampak lesu dan kantung matanya menghitam, sepertinya dia tidak tidur sepanjang malam. "Baiklah kalau begitu," ujar Wismaya, acuh tak acuh. "Kalau begitu kita bersiap, kami akan mengantarmu pulang." "Mungkin lebih baik jika Candramaya tidak ikut, lagian dia bersama Indrayana. Mereka pasti baik-baik saja."Kumala tersenyum, tapi sebenarnya dia tidak rela untuk kembali pulang sebelum merebut Indrayana dari gadis angkuh itu. Gadis itu meremas kedua tangannya, dia bingung alasan apa yang akan dia katakan pada kakeknya nanti saat di rumah.Mereka akhirnya berpamitan dengan Wirata. Keempat orang itu pergi menuju desa kuningan dengan menaiki k

    Last Updated : 2025-01-05
  • Keris Darah Candramaya   112. Pangeran Kita Semua

    Wismaya tertawa mencibir, "Kamu memang sangat setia pada rajamu! Tapi kamu telah menghianati Rakyat Harsa Loka."Bima Reksa merasa tersinggung, walaupun yang dikatakan oleh Wismaya memang benar. Makanya dia hanya diam sambil mengatupkan rahangnya."Sampai kapan Tuan akan terus dimanfaatkan oleh Adi Wijaya? Sampai negeri ini hancur!" ujar Aji Suteja geram. Pria tua ini bebal dan bodoh.Bima Reksa mengerjab-erjabkan matanya yang terasa panas, dia menghela nafas panjang, "Kalian datang kemari karena ingin balas dendamkan? Kalau begitu tunaikan hasrat kalian. Asalkan lepaskan cucuku dan desa ini," pintanya dengan kepala menunduk. Pria itu akan menyerah, lagian dia sudah terlalu lama hidup.Orang sesabar dan setenang Wismaya saja bisa terpancing emosinya. Tapi sekuat tenaga dia tetap harus tenang. Orang tua di hadapannya adalah pelaku sekaligus saksi yang penting. "Apa kamu tidak ingin membersihkan namamu?" tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.Wajah Bima Reksa terangkat, tatapan ma

    Last Updated : 2025-01-06
  • Keris Darah Candramaya   113. Siasat Licik Kumala

    Di saat Kumala sedang asyik dengan khayalannya, pintu itu terbuka. Tubuhnya akhirnya terdorong dan jatuh. Gadis itu mendongak, wajahnya menegang. Sorot mata tajam dan wajah yang begitu manis menatapnya dengan jijik. Gadis itu menelan salivanya dengan kasar, "Tu-tuan!"Danumaya mendengkus kesal, tatapannya acuh tak acuh. "Dari pada sibuk menguping di sini! Lebih baik suguhkan minuman untuk tamumu," ujarnya dingin dan galak.Kumala mengangguk dengan cepat dan langsung berlari ke dalam. Danumaya mendengkus, "Dasar wanita pembawa bencana!" gumamnya.Danumaya kembali duduk bersama orang tua, dia diam dan merenung. "Candramaya pasti tidak tahu jati diri pemuda itu. Haruskah aku memberitahunya? Tapi rasanya tidak perlu. Jati dirinya sebentar lagi pasti terungkap," batinnya.Saking larutnya Danumaya dalam lamunannya, dia bahkan tidak sadar saat Kumala menghidangkan minuman dan kudapan. Kumala menaruh gelas dengan tangan gemetar, dia kira Danumaya sedang menatapnya dengan tajam. Jadi saat Ku

    Last Updated : 2025-01-06
  • Keris Darah Candramaya   114. Ceria dan hangat

    Wajah Kumala terlihat kejam dan sorot matanya begitu dingin. Tapi saat kereta kuda itu berhenti di depan rumah besar itu. Wajahnya berubah lembut dan sorot matanya tampak bersinar. Sekian banyak orang-orang yang berkumpul di depan rumah, ada satu yang menarik perhatian yaitu sosok Arya Balaaditya. Wajahnya mungkin sudah tua dan berkeriput tapi jejak ketampanannya masih ada. Danumaya langsung mengenalinya karena pria itu wajahnya sangat mirip dengan Indrayana. Sedangkan Indrayana tidak ada diantara kerumunan itu hanya ada Candramaya yang duduk di samping seorang gadis yang jauh lebih tua darinya. "Adik ... " panggil Danumaya. Pemuda itu berjalan mendekatinya dengan suka cita. Hanya saja seperti biasa, gadis itu tidak menunjukan ekspresi apapun. Datar dan dingin. Kumala berjalan dengan malu-malu, dia menyapa Candramaya, "Candramaya ... " Candramaya hanya diam, dia bahkan membuang muka. Dia muak dengan gadis itu. Cempaka merasa tidak enak, namun dia juga tidak bisa menegur Ca

    Last Updated : 2025-01-06
  • Keris Darah Candramaya   115. Gadis lancang

    "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Indrayana. Pemuda itu sedang menyandarkan kepalanya di bahu Candramaya dengan mata terpejam. Kedua tangannya meremas lembut tangan gadis itu. Candramaya menatap hamparan langit hitam kelam. Tidak ada bulan ataupun bintang. Yang ada hanya kesunyian yang Candramaya rasakan. Hanya angin yang berhembus lembut menerpa wajahnya yang dingin. Kesedihannya dia sembunyikan dari sorot matanya yang tajam."Bisakah kamu lanjutkan ceritamu tentang kisah keluargamu? Aku ingin mendengarnya," ujarnya dengan lirih.Indrayana mengangkat kepalanya, dia duduk tegak dan menyerong ke arahnya. Jantungnya tiba-tiba berdebar, dia menggigit bibir bawahnya. Mungkin ini sudah saatnya dia berkata jujur. Sebelum gadis ini mendengar dari orang lain. Setelah mengatur nafas, dia berkata, "Bagaimana jika aku adalah seorang pangeran. Apa kamu masih mau bersamaku?"Candramaya menyerongkan tubuhnya juga, mereka kini berhadapan. Wajah gadis itu terlihat datar tanpa ekspresi. Indrayana menel

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Keris Darah Candramaya   153. Pembersihan

    "Di mana Danadyaksa?" tanya salah satu Punggawa.Mereka semua di aula melupakan sesuatu. Adi Wijaya duduk bersandar di singgasana dengan tenang. Dia menyeringai, lalu tertawa terbahak-bahak dan membuat semua mengalihkan pandangannya pada sosok yang sedang tergelak.Apa ada yang lucu?Hampir semua orang yang ada di dalam aula rapat saling menatap penuh keheranan.Tiba-tiba suara derap langkah kaki mulai terdengar. Semua orang menoleh dan bertanya-tanya, "Apa kiranya yang ada di balik tembok itu?"Sedangkan Indrayana, dia berdiri terpaku dengan tatapan tajam. Berkat batu mustika yang dia miliki. Indrayana mampu melihat rombongan orang yang datang mendekat dari balik tembok. Begitu pula dengan Candramaya yang mulai mengepalkan tangan, merasakan firasat buruk.Suara itu semakin mendekat, sangat ramai dan serempak. Lalu suara itu menghilang, semua orang seakan menahan nafas seiring suasana yang menjadi hening. Begitu juga dengan tawa Adi Wijaya yang meredup.Klekk!Pintu utama kembali ter

  • Keris Darah Candramaya   152. Menuntut keadilan

    Arya Balaaditya mengangkat suara, "Jika bukan dengan cara ini, bagaimana rakyat Harsa Loka akan tahu? Bukankah, dua surat itu adalah tulisan tangan, Romo? Dan cap stempel itu hanya Romo yang memegang. Aku hanya menyuruh orang untuk mengambilnya, jika tidak? Bagaimana aku membuktikan diri," ujar Arya Balaaditya menjelaskan. Adi Wijaya menggertakan giginya, rahangnya terlihat mengeras, dia berdecis, "Jadi sekarang kamu menuduhku? Di depan semua orang kamu berusaha melimpahkan kesalahan yang 15 tahun lalu kamu akui."Menuduh!Siapa di sini yang hobi menuduh?Arya Balaaditya hanya tertawa getir, tatapannya berubah sendu. Kenapa setelah sejauh ini Ayah Mertuanya tidak berubah juga. Arya Balaaditya benar-benar tak habis pikir. "Perihal Paman Bima Reksa, seandainya Pangeran Narendra tidak mengusik cucunya, dia juga pasti masih setia dan bersembunyi sesuai perintah Romo," ujar Arya Balaaditya. Pria itu berhenti sejenak, lalu mengatur nafasnya dan membasahi bibir bawahnya. Pria itu menatap w

  • Keris Darah Candramaya   151. Akhirnya Kamu Kembali

    Asri Kemuning berjalan dengan anggun dan berwibawa. Dia sambil menggandeng tangan suaminya dengan wajah penuh percaya diri. Tapi matanya terlihat penuh kemarahan dan tekad.Sekarang dia bukan wanita penyakitan dan lemah lagi karena setelah tidak tinggal di istana dia justru berangsur sembuh. Dan ramuan racikan suaminya membuat tubuhnya samakin segar.Semua punggawa tunduk pada ahli waris yang sah. Mereka tunduk pada keturunan asli pendiri Harsa Loka. Walaupun sebagian dari para punggawa juga condong ke pada Adi Wijaya.Itulah alasan Adi Wijaya takut dengan putrinya sendiri karena takut sang putri akan mengkudetanya di masa depan."Paman Patih adalah saksi. Dan suamiku mempunyai bukti. Maaf Romo Prabu, tapi kali ini aku tidak akan tinggal diam lagi," ujar Asri Kemuning dengan lantang.Adi Wijaya mengerjabakan matanya, dia merasa rindu dengan putrinya. Namun dia juga merasa terancam sekarang. "Kamu membawa seorang pembunuh?" tanya Adi Wijaya sengaja memprovokasi. Dia tahu bahwa semua o

  • Keris Darah Candramaya   150. Cincin Tanda Pengenal

    Narendra yang dari tadi menunduk dan menyembunyikan wajah pucatnya, kini mendongak. Dia berdiri dan mulai mengelak dengan suara terbata-bata, "A-apa yang ka-kamu mau heh? Aku bahkan baru pertama kali bertemu denganmu. Jangan asal bicara!"Namun semua orang tahu bahwa Narendra sedang ketakutan, terlihat dari wajahnya yang pucat dan suaranya yang keras dan terbata-bata."Kalau aku punya bukti, apa Pangeran akan mengakuinya?" tanya Kumala. Gadis itu menatap sinis ke arah Narendra.Damayanti Citra tersenyum culas, "Bukti apa yang kamu punya, heh!"Kumala meraih selendangnya, di ujung seledang ada ikatan kecil. Gadis itu membuka ikatan itu dan mengangkat sebuah benda tinggi-tinggi agar semu orang melihat. Adi Wijaya yang dari tadi cemas seketika ingin pingsan dengan apa yang gadis itu pegang. Begitu juga Narendra, dia langsung memeriksa kelingkingnya yang kosong. Cincin itu memang hilang setelah kejadian malam itu. Dia tidak menyangka gadis itu mengambilnya. Wajah Narendra semakin pucat p

  • Keris Darah Candramaya   149. Kemarahan Kumala

    Adi Wijaya tertawa sinis, matanya memerah karena menahan marah. Bima Reksa dan Kumala kini menjadi pusat perhatian. Suasana yang membosankan telah berubah menjadi suasana yang penuh dengan ketegangan. Seisi ruangan menjadi semakin ramai, begitu banyak pertanyaan yang muncul di kepala mereka masing-masing. Selain keberadaan Bima Reksa yang ternyata masih hidup. Padahal, Adi Wijaya sendiri telah mengumumkan bahwa Bima Reksa telah tiada 15 tahun yang lalu. Lalu kenapa sosok itu berdiri di hadapan mereka sekarang? Kini pertanyaan yang jauh lebih rumit yaitu perihal gadis yang bersamanya. Gadis yang datang dalam keadan luka-luka. Seperti korban penganiaan. Adi Wijaya berusaha untuk mengendalikan perasaannya, entah alasan apa yang akan dia berikan nanti. Sekarang, dia seperti berdiri di atas jurang. Ini adalah guncangan yang hampir membuat rohnya terlepas dari raganya. Karena salah satu kebohongannya telah terbongkar. Puspita Sari seketika menggigil ketakutan, "Apakah ini akhir dari

  • Keris Darah Candramaya   148. Wismaya vs Adi Wijaya

    Adi Wijaya mengangkat tangannya dan semua orang bangkit lalu berjalan dengan menunduk. Mereka kembali ke tempat masing-masing. Indrayana menatap wajah kakeknya dengan perasaan campur aduk. Ada rasa rindu dan kecewa secara bersamaan. Narendra duduk dengan tenang. Walaupun dia tahu bahwa banyak petisi yang datang perihal rumor yang sudah tersebar di Harsa Loka. Hanya saja itu tidak berpengaruh untuknya. "Apa ada keluhan?" tanya Adi Wijaya. Sebagai seorang raja setiap ada pertemuan, para punggawa ataupun rakyat di persilahkan untuk mengajukan keluhan dan masalahnya. Wismaya bangun dari tempat duduknya dan berjalan menghadap Adi Wijaya. Adi Wijaya menatap datar pada orang yang jelas-jelas menentangnya. "Gusti, sesuai dengan surat titah Gusti Prabu bebeberapa pekan lalu. Hamba dan rekan hamba telah mencari pelaku itu. Tapi kami gagal," ujar Wismaya dengan tenang. Adi Wijaya tersenyum samar dan sudah menduga. Orang tua itu duduk dengan santai sambil menikmati tehnya, "Tentu sampai k

  • Keris Darah Candramaya   147. Bisa Diandalkan

    "Aku akan membawa Paman pulang, kamu menyusul dengan kuda. Itu kudanya," ujar Indrayana sambil menunjuk seekor kuda yang terikat di dahan pohon. Indrayana mencuri kuda dari kandang kuda istana."Candramaya setuju, "Baiklah!"Indrayana membawa Respati menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh agar cepat sampai. Luka Respati harus segera di tangani, sedangkan Candramaya menyusul dari belakang. Gadis itu mengendarai kuda dengan cepat.Indrayana sampai lebih dulu di Tanah Para Dewa, di depan rumah dia berteriak, "Romo!"Arya Baladitya yang sedari tadi menunggu di depan rumah dengan cemas langsung berlari saat melihat putranya. Wajahnya menegang saat melihat kondisi Respati yang terkena Ajian Tapak Geni, "Bawa masuk!" titahnya.Respati terbaring lemah, nafasnya melambat. Arya Balaaditya duduk di sisi ranjang dan langsung menyinsingkan lengan bajunya. Dia menaruh telapak tangan kanannya untuk mengeluarkan Ajian Aksamala. Darma langsung pergi ke dapur untuk merebus tanaman obat. Tangan Darma berge

  • Keris Darah Candramaya   146. Cucu Kesayangan

    Sebuah keris kecil melesat, menyerang pedang Danadyaksa. Keris itu melaju dengan cepat dan kuat. Suara besi kembali beradu, pedang itu jatuh dari genggaman pemiliknya.Semua mata tertuju pada keris yang datang bersamaan dengan dua sekelebatan orang yang memakai cadar masuk ke area pertempuran. Satu laki-laki dan satu wanita. Kedua orang misterius itu menghampiri tubuh Respati yang terluka parah. "Paman ... " panggil Indrayana dengan suara bergetar. Matanya mengembun, dia merasa tidak tega dengan keadaan Pamannya yang terluka parah. Candramaya mengangkat tangannya dan keris itu dengan patuh kembali padanya. Saat gadis itu melihat kondisi Respati, kakinya mendadak lemas, luka pada Pamannya sama persis dengan luka mendiang ayahnya. Seketika itu juga Candramaya menoleh ke arah pria tua berperut buncit. Ingatannya kembali ke masa lalu seiring dengan darahnya yang mendidih.Danadyaksa tertegun dan sedikit linglung, dia cukup heran dengan keris kecil itu. "Bagaimana bisa benda kecil itu ma

  • Keris Darah Candramaya   145. Respati Tertangkap Basah

    Tanpa di duga di perjalanan Danadyaksa melihat ada sekelebatan burung merpati yang masuk ke dalam kediaman tabib istana. Matanya langsung bersinar dan moodnya membaik.Kali ini Danadyaksa tidak akan tertipu lagi, Danadyaksa meringankan setiap langkahnya dan berjalan dengan hati-hati. Di balik pintu dia mengintip dan akan menangkap basah tabib itu.Tampak, Respati sedang memegang burung dan mengambil sesuatu pada kaki burung itu. Namun saat hendak membaca, Danadyaksa tiba-tiba melompat dan menendang punggung Respati.Bug!Respati tersungkur di tanah, dia meringis kesakitan. Langkah seorang pria berjalan mendekatinya lalu berdiri di depan kepalanya.Respati mendongak dan seketika matanya terbelaklak. Tampak seorang pria tua berperut buncit menatapnya dengan remeh, "Aku tertangkap," batinnya.Danadyaksa menyeringai, matanya memerah dan berkata sinis, "Rupanya benar dugaanku! Kamu adalah mata-mata."Respati menjatuhkan pesan dari Arya Balaaditya. Dia mengabaikan Danadyaksa dan fokus untuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status