Beranda / Historical / Keris Darah Candramaya / 104. Menonton Pertempuran

Share

104. Menonton Pertempuran

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-02 11:22:00

Kebo Ireng mengedarkan pandangannya keseliling, jumlah mereka sekitar dua puluh orang. Cukup ramai. Tapi sepertinya murni perampok, terlihat dari penampilannya yang urakan.

Mereka semua mendekat, "Turun! Jatuhkan senjata kalian," teriak ketua dari perampok itu.

Kebo Ireng tentu turun lalu melempar pedangnya. Dia mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. Matanya melirik kearah Seno Aji, kedua mata mereka bertemu. Mereka prajurit terlatih, mereka pasti tahu jalan keluar di saat keadaan terdesak seperti ini.

"Gledah," perintah sang ketua. Sosok yang berdiri dengan tubuh tinggi besar.

Salah satu dari mereka mendekati Kebo Ireng dan menggeledah pinggang pria berkumis tebal itu. Dia menemukan sekantong koin. "Wah berat juga ya ... sekantong penuh logam perak. Lumayan, haha ... " pria itu terkekeh saking girangnya.

Sang ketua yang bernama Barja memicingkan matanya, mata elangnya tertuju pada buntelan yang ada di punggung pria berkumis itu. "Buntelan apa yang dia bawa? Cepat ambil! Siapa ta
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   105. Pembalasan Candramaya.

    Candramaya melirik tajam, "Jangan ikut campur!" Seno Aji dan Kebo Ireng kembali bertarung. Walaupun mereka menang jumlah karena dua lawan satu, tapi mereka lah yang kewalahan. Barja sangat cekatan dan tangkas, hampir semua serangan mereka berdua berhasil di tangkis hingga saat Kebo Ireng berhasil memotong sebelah tangan barja.Zrak!Gedebug!!Barja meringis kesakitan. Saat potongan tangannya jatuh ke tanah. Darah segar mengalir dari lengannya, aroma anyir menyeruak.Kebo Ireng menyeringai puas, namun seketika pudar saat lengan itu melayang dan kembali menyatu. "RAWA RONTEK!" teriak Barja, dia mengusap bekas darah yang ada di lengannya dengan satu tangannya yang lain. Bersih! Tidak ada bekasnya, tangan itu menyatu seperti semula.Kebo Ireng dan Seno Aji tahu persis ajian apa itu. Seseorang yang mempunyai Ajian Rawa Rontek tidak akan pernah bisa mati dengan mudah. Sepertinya meraka akan sulit menghindar dari sosok ini.Tawa Barja menggelegar, saat melihat dua mangsanya terlihat pucat,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Keris Darah Candramaya   106. Senja Berdarah

    Kebo Ireng dan Seno Aji mengangguk. Kebo Ireng menopang tubuh lemah gadis itu. Sedangkan Seno Aji, dia berniat membantu Indrayana. Namun tiba-tiba Indrayana menarik tali di pinggangnya dan menghantamkannya ke sebuah pohon. Duarr!!! Seno Aji dan Kebo Ireng terlonjak kaget, mata mereka melebar. Hanya satu kali ayuan? Pohon besar itu hancur. Seno Aji Akhirnya mengurunkan niatnya. Tanpa sadar Barja melangkah mundur, dia bergidig ngeri. Hanya saja dia menganggap dirinya kekal dan tidak bisa mati, karena memiliki Ajian Rawa Rontek. Pria itu kembali tegak dengan dagu terangkat. Sangat jumawa. Indrayana berjalan maju sambil menyeret cemetinya. "Apakah itu ikat pinggang?" tanya Kebo Ireng, mengerjab-erjabkan matanya. Candramaya menyeringai, "Heh! Riwayatnya telah berakhir," ujarnya lirih. "Kamu melakukan kesalahan dengan menyakiti istriku!" Indrayana mengeram dengan gigi bekertak. Mata elangnya menghunus tajam. Barja menyeringai, dia tertawa terbahak-bahak, "Jadi gadis itu istrimu? Ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Keris Darah Candramaya   107. Anak Itik Yang Kehilangan Induknya

    Indrayana memang berlari, tapi tidak di atas tanah. Pemuda itu lari di atas dahan-dahan pohon dengan begitu cepat. Bahkan dalam sekejap sosok itu telah menghilang dalam gelapnya hutan.Kebo Ireng menelan salivanya dengan susah payah lalu berkata, "Dia juga punya ilmu meringankan tubuh."Seno Aji pun sama syoknya, "Ayo kita susul sebelum hari semakin larut," pungkasnya sambil menepuk pundak Kebo Ireng.Mereka berdua menuju kudanya dan kembali melanjutkan perjalanan. Pada akhirnya yang menyelamatkan mereka adalah sosok yang selama ini mereka ragukan.***Di Tanah Para Dewa.Indrayana telah melewati dinding gaib. Dari Kejauhan rumahnya tampak terang benderang. Satu-satunya rumah di tempat itu. Besar dan mempunyai banyak kamar. Semua orang yang tinggal di Tanah Para Dewa hidup satu atap layaknya satu keluarga besar.Obor-obor telah di nyalakan di sepanjang jalan dari dinding gaib hingga menuju rumahnya. Dia semakin mempercepat langkahnya. Pemuda itu berjalan di jalan yang sekelilingnya di

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Keris Darah Candramaya   108. Candramaya Bangun

    Darma merasakan hatinya begitu sakit dan sesak, dia langsung memeluk tubuh dingin Indrayana lalu berbisik, "Dia akan bangun, Nak. Sadarlah! Jangan seperti ini." Ranu Baya mengepalkan kedua tangannya, dia berusaha bersikap tenang dan menghibur putranya, "Dia hanya pingsan, dia akan bangun, Nak." Indrayana menurut untuk pergi bersama Darma dan Ki Sentot. Mereka menuju sungai untuk menemani Indrayana mandi. Tepat si saat Indrayana pergi untuk membersihkan diri, muncul dua orang tamu. "Ketua ... Tuan Seno Aji dan Tuan Kebo Ireng datang," ujar Brama, salah satu paman Indrayana. Ranu Baya mengernyit lalu meminta Cempaka untuk mengurus Candramaya. "Kamu urus Candramaya, Paman ada tamu," ujarnya. Cempaka mengangguk, dia meminumkan ramuan itu dan memberikan salep pada bekas memar yang ada di tubuh gadis itu. Sedangkan untuk memar yang lumayan parah di perut Candramaya telah menghilang karena Ranu Baya menggunakan Ajian Aksamala. "Kalian? Selarut ini. Ada apa?" tanya Ranu Baya yang merasa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Keris Darah Candramaya   109. Kemalangan Candramaya

    Indrayana kaget lalu tangannya menarik kedua tangan Candramaya dan mencoba menjauhkan dari perutnya. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan cemas.Gadis itu meremas perutnya sendiri dan meringkuk. Wajahnya pucat pasi dengan alis tertekuk ke bawah. Dia terus merintih, "Pe-perutku sakittt!"Cempaka berdiri tertegun dengan wajah pucat, "Aku akan memanggil Paman." Gadis itu baru mau keluar kamar. Ranu Baya, Seno Aji dan Kebo Ireng sudah berada di ambang pintu. Mereka yang sedang duduk di ruang tamu mendengar suara rintihan Candramaya. Jadi mereka bergegas untuk memeriksa."Romo!" Indrayana memekik."Memang harus di keluarkan semua, jika tidak gadis itu bisa mati," ujar Ranu Baya panik. Dia mendekat keranjang. "Tutup pintunya!" titahnya.Seno Aji dan Kebo Ireng paham dan mereka keluar dan menutup pintu.Samar-samar dia mendengar apa yang di katakan mertuanya, "Apa yang harus dikeluarkan?" batin Candramaya. Dahinya telah berkeringat dingin, tenggorokannya juga terasa kering."Cempaka pega

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Keris Darah Candramaya   110. Gadis Pembawa Sial

    Candramaya mengedarkan pandangan dan tidak ada siapa pun di ruang tamu, semua kamar juga tertutup. Mungkin mereka sudah tidur karena hari memang sudah larut malam. Tapi pandangannya tertuju pada pintu utama yang sedikit terbuka. Dia berjalan mendekati pintu itu, samar-samar dia mendengar sebuah tangisan yang terdengar pilu. Dan suara itu tidak asing di telinganya. Semakin lama semakin jelas. Candramaya membuka sedikit pintu dan mengintip dari dalam. Mungkin terlihat tidak sopan, hanya saja dia sangat penasaran. Di teras depan rumah begitu terang dengan cahaya obor. Terlihat Ranu Baya berdiri, pandangannya lurus ke depan, tubuhnya terlihat dari samping. Dan ada sosok yang sedang bersimpuh di kakinya dan sedang menangis, dia adalah Indrayana. "Romoo ... to-tolong hidupkan kembali calon anak kamiii!" pinta Indrayana dengan suara terdengar parau. Deg!! Jantung Candramaya bergemuruh dan tenggorokannya terasa tercekat, dia dengar Indrayana mengatakan, 'Calon anak kami!' Walaup

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Keris Darah Candramaya   111. Pertemuan Dengan Bima Reksa

    Di Desa Pinus.Di pagi hari, Wismaya mengetuk pintu. Dia tidur larut malam. Entah mengapa perasaannya tidak enak dan merasa gelisah tanpa alasan.Tok! Tok!Berulang kali namun tidak ada jawaban. Justru pintu kamar sebelah yang terbuka, seorang gadis yang begitu lembut keluar dari kamar."Mereka tidak pulang, Tuan," ujar Kumala dengan lembut. Wajahnya tampak lesu dan kantung matanya menghitam, sepertinya dia tidak tidur sepanjang malam. "Baiklah kalau begitu," ujar Wismaya, acuh tak acuh. "Kalau begitu kita bersiap, kami akan mengantarmu pulang." "Mungkin lebih baik jika Candramaya tidak ikut, lagian dia bersama Indrayana. Mereka pasti baik-baik saja."Kumala tersenyum, tapi sebenarnya dia tidak rela untuk kembali pulang sebelum merebut Indrayana dari gadis angkuh itu. Gadis itu meremas kedua tangannya, dia bingung alasan apa yang akan dia katakan pada kakeknya nanti saat di rumah.Mereka akhirnya berpamitan dengan Wirata. Keempat orang itu pergi menuju desa kuningan dengan menaiki k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Keris Darah Candramaya   112. Pangeran Kita Semua

    Wismaya tertawa mencibir, "Kamu memang sangat setia pada rajamu! Tapi kamu telah menghianati Rakyat Harsa Loka."Bima Reksa merasa tersinggung, walaupun yang dikatakan oleh Wismaya memang benar. Makanya dia hanya diam sambil mengatupkan rahangnya."Sampai kapan Tuan akan terus dimanfaatkan oleh Adi Wijaya? Sampai negeri ini hancur!" ujar Aji Suteja geram. Pria tua ini bebal dan bodoh.Bima Reksa mengerjab-erjabkan matanya yang terasa panas, dia menghela nafas panjang, "Kalian datang kemari karena ingin balas dendamkan? Kalau begitu tunaikan hasrat kalian. Asalkan lepaskan cucuku dan desa ini," pintanya dengan kepala menunduk. Pria itu akan menyerah, lagian dia sudah terlalu lama hidup.Orang sesabar dan setenang Wismaya saja bisa terpancing emosinya. Tapi sekuat tenaga dia tetap harus tenang. Orang tua di hadapannya adalah pelaku sekaligus saksi yang penting. "Apa kamu tidak ingin membersihkan namamu?" tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.Wajah Bima Reksa terangkat, tatapan ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   133. Minuman Beracun

    Sudut bibir Kumala berdarah, kedua tangannya terus saja memberontak tanpa memperdulikan resikonya. Dia bahkan menangis histeris karena rasa sakit yang luar biasa. Saat pinggul Narendra terus menghujami miliknya.Pria kejam tak punya empati seperti Narendra tidak akan terpengaruh. Sekalipun Kumala menangis darah, hatinya tidak akan tergerak. Yang dia pikirkan hanya kesenangannya saja, "Diam!!" eramnya."Hiks! Hentikan Pangeran! Hiks!" gadis itu berteriak-teriak sampai suaranya serak, dia berharap belas kasihan pangeran Harsa Loka itu."Tolong! Tolong!" Kumala kembali berteriak meminta tolong, namun tidak ada siapapun yang datang menolongnya.Narendra hanya menyeringai, lalu melumat bibir gadis itu agar diam. Tubuh Kumala semakin menegang dan terasa panas.Semakin mangsanya memberontak, semakin Narendra merasa tertantang dan hilang akal. Pria itu memegang kedua tangan gadis itu dengan kuat. Dan pinggulnya terus bergerak, darah kesucian itu mengalir seiring tangisan pilu gadis itu. Naren

  • Keris Darah Candramaya   132. Pasangan Gila

    Kumala terlentang secara menyedihkan di atas ranjang, tubuhnya kaku dan gemetar hebat. Nafasnya naik turun tidak beraturan. Saat menyadari ajalnya sudah dekat. Dia tidak ingin nasibnya sama seperti gadis lain, mati setelah di hisap madunya."Tu-tunggu," ujar Kumala dengan gagap, lidahnya mendadak kelu seiring punggungnya yang terasa panas dan tegang.Pangeran Narendra yang telah kesetanan, hanya menyeringai. Dia tidak perduli dengan gadis yang sedang ketakutan dan memilih untuk melepaskan mahkotanya, lalu perhiasan yang dia kenakan juga. Namun matanya penuh dengan hawa nafsu tidak lepas dari mangsanya.Semakin mangsanya ketakutan maka akan semakin menantang."Tubuhmu sangat indah," suara deep Narendra mengalun. Kumala menelan salivanya dan merinding, dia meremas kedua tangannya, wajahnya pucat dan matanya mulai berair. Dia menyakinkan dirinya dan berusaha berpikir dengan cepat. Dia harus lepas dari tragedi ini, jika tidak hidupnya akan hancur dan berantakan."Ja-jangan!" gadis itu me

  • Keris Darah Candramaya   131. Kelinciku Yang Manis

    Bima Reksa tidak mengucapkan sepatah katapun, dia melengos dan pergi menaiki kudanya. Tentu membuat Kumala semakin bingung. Akhirnya Kumala mengambil salah satu kuda yang berjejer terikat di pohon. Dia sekilas melirik kereta kencana yang kemarin mengantarnya dengan perasaan sedih. Baru saja dia merasakan kemewahan dan sekarang dia sudah tidak punya harapan lagi. Di tepi pantai ada Ki Sentot dan Darma yang berjaga di tempat itu. Mereka tampak acuh dan dingin seolah-olah tidak perduli dengan keberadaan Kumala. Mereka hanya sibuk membakar ikan dan saling berbincang ringan. Kumala juga tidak menyapa, dia memilih mengikuti kakeknya yang terlihat marah. "Pulang! Jangan sampai Aki bersikap kasar padamu," ancam Bima Reksa tanpa menoleh sedikit pun. Kumala menghela nafas dalam-dalam dan naik ke atas kuda dengan patuh, dia bergumam, "Untuk saat ini aku patuh, Aki!" Mereka berdua melakukan perjalanan menuju desa Kuningan. Menembus gelapnya malam dan rimbunnya pepohonan. Hanya menga

  • Keris Darah Candramaya   130. Omelan Emak-emak

    "Huaaa!!!" Kumala jatuh terjerembab di dalam perahu dengan menyedihkan. Perahu yang Kumala naiki juga bergoyang-goyang di atas air. Kumala segera bangun dan menyesuaikan duduknya agar perahu bisa seimbang. Dia memegangi dua sisi perahu dan berteriak marah, "Jangan keterlaluan! Kamu ingin aku tenggelam!" Danumaya tertawa sinis sambil melempar dayung ke arah Kumala, "Cepat pergi!" Mata Kumala seketika melotot dan giginya berkertak, "Awas kamu!" "Jika lain kali kamu mendapatkan kesulitan. Aku tidak akan pernah menolongmu lagi," ujar Danumaya dengan sinis. Dia tidak seharusnya menyesal karena telah menolong seseorang. Hanya saja orang yang dia tolong ternyata orang yang tidak tahu diri. Kumala membuang muka lalu berbalik badan, sejenak dia merenung. Gadis itu menggenggam dayung kayu itu dengan erat. Dia harus melawan rasa takut yang dia rasakan. Jarak antara pulau Wijaya Kusuma dan pulau Jawa memang tidak terlalu jauh. Hanya saja dua pulau itu di pisahkan oleh sebuah lautan. Jad

  • Keris Darah Candramaya   129. Pesan Singkat Seorang Saka

    Wanita lemah lembut itu menatap ke arah Kumala yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang, matanya berkilat dengan amarah. "Pantas putraku tidak menyukaimu! Selain kasar, kamu juga tidak tahu malu. Bagaimana bisa kamu berteriak dan mengumpat di depan orang tua. Apa kamu tidak tahu adab dan sopan santun?"Kumala merasa malu, pipinya memerah dan wajahnya tertunduk. Dia kembali duduk dan berkata lirih tanpa berani menatap mata Asri Kemuning, "Maaf, Tuan Putri."Suasana menjadi hening, semua orang tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Berbeda dengan Candramaya yang terang-terangan menatap wajah Ibu Mertuanya. Dia merasa kagum terhadap wanita yang begitu lembut namun sangat tegas.Dia jadi teringat dengan ibunya, mereka sangat mirip.Merasa sedang diamati, Asri Kemuning ikut menatap Candramaya. Mereka saling memandang untuk beberapa detik. Hingga tatapan itu berubah menjadi tatapan canggung. Wajah Candramaya yang dingin melembut, dia tersenyum tipis. Asri Kemuning juga ikut tersen

  • Keris Darah Candramaya   128. Tamu Tak Di Undang

    Kesedihan meliputi semua orang, gadis ceria seperti Cempaka sekarang hancur karena kematian orang yang dia Cintai. Cempaka terus menangis di atas jasad Saka, cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya.Sebuah tangan terulur dan menyentuh pundak Cempaka yang bergetar, "Lepaskan dia, biarkan dia beristirahat dengan tenang."Cempaka mendongak dan membiarkan Indrayana dan Baladewa mengangkat jasad Saka. Cempaka memeluk tubuh Candramaya dan menangis di pelukannya."Menangislah Cempaka! Itu akan membuatmu semakin lebih baik," ucap Candramaya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Adik," ujar Cempaka dengan suara parau.Memang benar kata pepatah, 'Hanya wanita yang bisa mengerti wanita.'Asri Kemuning sangat tersentuh, dia tidak menyangka gadis dengan wajah dingin itu sangat begitu lembut dan dewasa. "Mungkin ini alasan Indrayana berselingkuh dengannya. Tapi alangkah baiknya jika aku memastikannya lebih dulu," batinnya.Setelah semua mayat di kebumikan termasuk Saka. Cempaka berdiri di

  • Keris Darah Candramaya   127. Tekad Saka

    "Sebentar Romo," Candramaya berlari dan mengambil air dalam sebuah kendi besar. Ada gayung yang terbuat dari cangkang kelapa. "Ini Romo, basuh mata Romo," ujar Candramaya.Arya Balaaditya membasuh matanya, perlahan matanya terasa lebih baik dan pandangannya kembali membaik."Siapa gadis itu?" tanya Asri Kemuning. Dia tersenyum melihat perlakuan manis gadis itu. Dia kira gadis itu sangat kejam, terlihat dari wajahnya yang dingin dan galak. Apalagi saat gadis itu membunuh satu persatu para pemanah dengan keji dan sadis. Seperti pembunuh berdarah dingin.Asri Kemuning mulai semakin meragukan kata-kata Kumala.Indrayana sedang bertarung dengan Saka. Dia menyerang dengan membabi buta, Marah karena orang itu berani melukai ayahnya.Kumala semakin terdesak, dia kira Candramaya tidak ikut. Dengan begitu dia bisa membujuk Asri Kemuning untuk membujuk Putra dan suaminya.Beraninya Paman melukai Romoku!" teriak Indrayana dengan marah. Karena dia mulai kewalahan jadi Indrayana menarik cemetinya.

  • Keris Darah Candramaya   126. Pertumpahan Darah

    "Kang Mas!!" Asri Kemuning bangkit. Rasa lega dan bahagia bercampur membuatnya semakin terharu. Air mata kebahagian mengalir dari matanya yang indah. Dia hendak pergi menuju sumber suara, namun sayang Saka menghalanginya. Wajah pria itu terlihat semakin dingin, dia bahkan memberi isyarat agar Asri Kemuning kembali duduk dengan tenang.Suara riuh itu semakin kencang dan semakin mendekat. Mata Asri Kemuning semakin liar, bergerak-gerak mencari sosok yang dia kenal.Tangan Kumala bergetar, dia sedikit panik kalau kebohongannya akan terbongkar. Tapi dalam sekejab dia berusaha mengendalikan emosinya dan bersikap wajar. Asalkan mendapatkan dukungan Ibu dan Kakek Indrayana, pemuda itu pasti akan patuh.Arya Baladitya dan pasukannya yang dipimpin oleh Baladewa telah sampai di pulau Wijaya Kusuma. Indrayana, Candramaya, Cempaka dan Danumaya juga ikut bersama mereka.Perasaan Arya Balaaditya berkecambuk. Kerinduannya semakin besar dan tak terkendali lagi. Rasa ingin bertemu semakin menggebu-geb

  • Keris Darah Candramaya   125. Pulau Wijaya Kusuma

    Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status