“Gat, kamu kenapa?” tegur Tania melihat raut tegang Gatra.Gatra mengulas senyum sambil menggaruk tengkuknya. “Udah mau tidur?” tanyanya.“Jadi mau apa lagi?” balas Tania.“Nggak mau makan dulu?”Tania mengerutkan dahi sambil menatap Gatra dengan serius. “Tadi kita kan udah makan. Memangnya kamu masih lapar?”“Bukan lapar yang itu sih, tapi lapar yang lain.”“Lapar yang lain?” Tania semakin tidak paham apa yang Gatra maksudkan. Otaknya berpikir keras, mencoba menganalisa.Gatra tertawa melihat reaksi sang mantan istri. ‘Pura-pura polos aja terus, Ta. Hmmm …'“Ya udah, kalo udah ngantuk langsung tidur aja yuk.” Gatra merengkuh Tania agar berbaring bersamanya.Tania menurut. Ia merebahkan badannya di sebelah Gatra. Selama hitungan menit keduanya larut dalam renungan masing-masing.Dengan Tania berada di dekatnya membuat Gatra semakin lemah. Ia khawatir tidak akan bisa menahan diri. Ia takut akan melanggar tekad yang dibangunnya di dalam hati. Sementara keberadaan Tania hampir saja merun
“Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Also, make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhead bins. Thank on behalf of the airlines and the entire crew, I’d like to thank you for joining us on this trip. We are looking forward to seeing you on board again in the near future. Thank you and have a nice day!”Gatra mengembuskan napas panjang begitu mendengar pengumuman bahwa pesawat yang membawanya sesaat lagi akan mendarat. Itu artinya ia sudah tiba di Indonesia. Entah mengapa ia merasa berat untuk turun. Namun ia harus melakukannya begitu pesawat mendarat dengan sempurna.Tidak ada sore itu yang menjemput Gatra di bandara. Ia pulang sendiri ke rumahnya dengan menggunakan taksi.Dan begitu tiba di kediamannya Gatra menemukan Lena yang menyambutnya dengan deraian air mata.“Ma …” Gatra memeluk perempuan itu.“
Setiap tengah malam di beberapa hari terakhir sisa liburannya di Canada Tania selalu menelepon Gatra. Termasuk malam ini. Namun sayangnya Gatra tidak menjawab telepon darinya. Tania lantas melihat ke arah jam dinding. Saat ini waktu menunjukkan pukul satu malam. Itu artinya di Indonesia sudah jam dua belas siang.‘Apa Gatra belum bangun ya? Atau lagi kerja?’ pikir Tania di dalam hati.Lantaran telepon darinya tidak kunjung mendapat jawaban pada akhirnya Tania mengirim pesan untuk Gatra.“Gat, kangen nih. Sibuk ya? Kamu lagi banyak pasien ya?” Tania menunggu sampai pesannya terkirim. Hingga beberapa menit kemudian matanya masih bertahan di layar gawai. Namun Gatra belum membaca pesannya alih-alih akan membalas. Tania meletakkan ponselnya dan berharap setelah bangun tidur nanti sudah ada balasan pesan untuknya.“Clau, lo udah tidur? Gue nggak bisa tidur.” Tania mengusap pipi Claudia yang tampak pulas di sebelahnya.Sahabatnya itu tidak merespon. Hanya wajahnya yang melukiskan gurat-gur
“Pokoknya Oma sama Opa wajib datang ke Indonesia kalau Tata nikah nanti,” kata Tania pada Gista dan Devan saat berpamitan. Hari itu Tania, Rogen, serta Claudia akan kembali ke Indonesia.“Oma pasti datang, gimana mungkin Oma nggak datang di hari pernikahan cucu Oma sendiri," jawab Gista menjanjikan.“Opa juga. Opa akan jadi orang paling rugi sedunia kalau sampai nggak datang di hari bersejarah itu,” susul Devan. Dulu saat pernikahan pertama Tania dan Gatra keduanya berhalangan hadir. “Lho, katanya Kak Tata mau nikah di sini,” timpal Rogen menyela percakapan ketiganya.“Tau dari mana kamu?” tatap Tania curiga. Seingat Tania ia dan Gatra hanya membicarakannya berdua tentang rencana pernikahan tersebut.“Pengen tau atau pengen tau banget?” jawab Rogen menggoda Tania sambil nyengir lebar.“Jangan bilang kalo kamu nguping,” ucap Tania lagi sambil mengingat-ingat di mana saja mereka menghabiskan waktu bertiga. Dirinya, Gatra dan Rogen.Rogen tertawa dan tidak mau memberitahu.“Sudah siap
“Nggak pamitan sama Papa dulu” tanya Gatra begitu ingat Tania belum berkata sepatah kata pun pada Dypta.“Oh iya.” Tania memandang ke belakang pada Dypta yang sedang berjalan bersama Rogen. Gatra sukses mengalihkan dunianya, membuat Tania melupakan orang-orang di sekitarnya. “Om, Tata pulang sama Gatra ya?”“Hati-hati, Kak.” Dypta tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke udara.“Claudia mana?” tanya Gatra begitu tidak menemukan sahabat Tania tersebut di sekitar mereka.“Tuh di sana.” Tania menunjuk Claudia yang duduk sendiri menunggu.“Nggak ditawarin pulang bareng kita?”“Nggak usah, biarin aja, aku mau berdua aja sama kamu.”“Dasar sahabat nggak ada akhlak.”Tania tertawa ketika Gatra merengkuhnya. Tania hanya bercanda karena ia tahu Claudia pulang dengan Dimas dan saat ini sedang menunggu sang kekasih.“Ta, aku antar kamu ke mana? Ke rumah Mommy atau apartemen?” tanya Gatra setelah mereka meninggalkan komplek bandara.“Apartemen deh, capek banget,” jawab Tania. Besok ia baru akan
Gatra tidak sanggup lagi. Tania yang bergerilya di pangkuannya membuat sekujur tubuh lelaki itu lemas. Dari pada mereka benar-benar menabrak tiang listrik lebih baik cari aman.Gatra menepikan mobilnya di tempat sunyi, tepat di pinggir jalan.Entah sudah berapa kali Gatra meloloskan desahan dari mulutnya. Ini adalah yang kedua setelah malam itu, dan Gatra berharap kali ini benar-benar tuntas. Ia tidak ingin kenangan buruknya seperti malam itu terulang lagi, yang membuatnya meriang berhari-hari.Selagi Tania menyesap maju mundur, Gatra menumpukan tangannya di kepala Tania, sedikit menekan agar melakukannya lebih dalam.“Ta, kamu belajar dari mana sampe se-expert ini?” tanya Gatra dengan suara tercekat.Tania menjawab pertanyaan Gatra dengan sesapan yang lebih intens.“Ta ... pokoknya harus selesai, aku nggak mau pulang kalo belum tuntas,” kata Gatra mengancam. Di ujung ucapannya ia terkesiap. Tubuhnya mengejang hebat setelah Tania
Mungkin jika saat itu kalau Tania dan Gatra sama-sama bersikeras dengan ego masing-masing bisa jadi mereka sudah berpisah lagi. Gatra mundur karena tidak percaya diri sedangkan Tania mengalah lantaran terlalu lelah.Namun sekarang mereka sedang berada di rumah Audry tepat sehari setelah kepulangan Tania dari Canada. Audry dan Dypta sudah mengetahui kondisi terkini Gatra setelah laki-laki itu menceritakannya dengan detail dan sejelas mungkin. Mereka turut prihatin dan menyampaikan simpatinya. Namun mereka juga tidak dapat berbuat banyak.“Mungkin saya nggak tahu diri, dalam keadaan begini masih berani datang ke sini. Saya tidak tahu apa penilaian Papa dan Mommy mengenai saya. Tapi saya ingin melamar Tata. Izinkan saya sekali lagi untuk berumah tangga dengan Tata, Pa, Mommy,” kata Gatra meminta izin sambil menyampaikan tujuannya datang. Tania duduk mendampingi di sebelahnya.Audry dan Dypta saling memandang. Semua ini sangat mengejutkan mereka. Setelah sekian tahun berpisah dengan cara
Jalan panjang Gatra dan Tania menuju pelaminan kini terbuka semakin lebar setelah Audry dan Dypta menurunkan restunya. Satu-satunya halangan datang dari Lena.Gatra menyayangkan satu hal. Seandainya Kiera tidak pernah hadir di dalam hidupnya mungkin saat ini jalannya kembali pada Tania begitu mulus.Setelah dari rumah Audry Gatra mengajak Tania ke rumahnya. Gatra ingin hari ini juga semuanya tuntas. Gatra akan bicara baik-baik dengan Lena. Ia akan menyampaikan niatnya, mengutarakan isi hatinya dan meminta dengan sangat pengertian dari sang ibu.Jeep orange yang dikendarai Gatra memasuki halaman rumah. Bersamaan dengan itu Tania mulai menggigil. Tubuhnya gemetar, sementara tangannya basah oleh keringat. Menemui Lena vibes-nya beda tipis dengan menjumpai algojo yang akan menghukumnya di tiang gantungan.“Turun yuk, Ta,” ajak Gatra setelah mematikan mesin mobil. Sedangkan Tania masih duduk terpaku di tempatnya.“Gat, kira-kira nanti Mama bakal bilang apa ya? Mama pasti marah. Mama kan ng