Candice membawa sebuket bunga ke dalam ruangan, lalu berkata sembari menggaruk kepalanya. “Aku datang untuk jenguk Kak Cahya.” Dia meletakkan bunga ke dalam vas bunga di atas nakas. Kemudian, dia membalikkan kepalanya untuk melihat Cahya.Cahya menyipitkan matanya dan tidak berbicara.Candice membalikkan tubuhnya berjalan ke sisi Ester. “Tante, kalau kamu sibuk, aku akan tinggal untuk temani Kak Cahya.”Ester merasa bingung. “Tante tidak sibuk.”“Ibu, kamu sudah temani aku semalaman. Pulang dan istirahat sana. Biarkan Candice saja yang menemaniku. Sudah lama aku tidak bertemu dengan Candice, banyak yang ingin aku obrolkan sama dia.”Ester melihat Cahya. Dia membuka mulutnya, tetapi dia juga tidak bisa berkata-kata. Pada akhirnya, Ester berdiri. “Baiklah, biarkan Candice saja yang menemanimu. Kalau ada apa-apa, ingat beri tahu Ibu.”Candice melambaikan tangannya. “Tenang saja, Tante. Aku pasti akan menjaga Kak Cahya dengan baik.”Setelah Ester pergi, Cahya pun tersenyum. “Kenapa kamu me
Belum sempat Rina berbicara, dia pun tertegun di tempat ketika melihat gambaran di depan mata. Cherry segera menjaga jarak dengannya dan duduk di tempat.Cahya menurunkan tangannya. “Ada apa?”Rina tersadar dari lamunannya, lalu menjawab dengan canggung, “Oh … begini, Rose ingin berterima kasih langsung sama kamu karena kamu telah menyelamatkannya.”Untung saja Rina tidak langsung mempersilakan Rose ke dalam. Jika sampai dipergoki, besok Cahya pasti masuk berita hangat lagi.Cahya mengerutkan keningnya. “Cuma hal sepele, tidak usah berterima kasih.”“Tapi dia sudah menunggu di luar.” Rina melanjutkan, “Masalah kamu menyelamatkannya sudah heboh di media sosial. Kalau kamu menolak ucapan terima kasihnya, bisa jadi cerita akan berbeda di mata awak media.”Cahya menekan-nekan hidungnya. “Kalau begitu, biarkan dia masuk.”“Kalau begitu, aku keluar dulu.”Cherry hendak berdiri. Cahya melihatnya, lalu berkata, “Tidak usah, kamu di sini saja.”Cherry pun terkejut dan tidak bergerak. Seketika s
Cahya mencubit pipi Cherry. “Bukan tua, tapi dewasa.”Tidak peduli dalam sisi penampilan maupun kepribadian, Cherry memang bukan tipe gadis muda yang polos. Dia cenderung memiliki pesona yang dewasa dan anggun. Sementara itu, Rose baru berusia 20 tahun. Dia masih muda dan mengusung gaya wanita langsing pada zaman sekarang. Di industri hiburan, orang-orang dengan gaya seperti ini boleh dikatakan banjir di mana-mana.Sepertinya Cherry masih tidak bisa menerimanya. Dia memalingkan kepalanya. “Dewasa itu bukan tua?”Cahya menarik Cherry memasukkannya ke dalam pelukan. Cherry pun terbengong, lalu memalingkan kepala untuk melihatnya.Terdengar suara serak Cahya. “Yang penting aku suka.”Lagi-lagi Cherry terbengong. Hatinya bagai api yang sedang membara. Dia mengangkat kepala, lalu mengecup bibir Cahya.Cahya menunduk, lalu menahan belakang leher Cherry. Dia memperdalam ciuman itu. Rasa lembut dan hangat yang diberikan Cahya membuat Cherry melupakan betapa dinginnya cuaca di luar sana.Salju
Untung saja perhatian Jessie hanya tertuju pada diri Jerry. Jadi, dia tidak memperhatikan gerak-gerik mereka berdua.Javier menahan tangan Claire. “Yang patuh!”“Aku nggak akan diam kalau kamu nggak janji sama aku!” Claire mengambek, lalu membalikkan tubuhnya.Javier memijat-mijat keningnya, lalu memeluknya. “Kita bicarakan lagi nanti malam.”Claire bersandar di dalam pelukan Javier, lalu menunjukkan senyuman puas.Akhirnya pertunjukan dimulai. Jerry berdiri di atas pentas. Semua wali murid dan teman-teman lainnya tidak tahu bahwa pemeran tokoh utama wanita ini adalah seorang anak lelaki.Orang yang memerani tokoh pangeran adalah seorang anak lelaki yang lain. Si peran antagonis pun dilakoni oleh anak perempuan.Lampu disorot ke atas pentas. Selama pertunjukan, perhatian semua orang tertuju pada sisi pentas.Saat si peran antagonis hendak menangkap si tuan putri, mereka berdua diikat dengan tali derek dan diangkat dengan perlahan.Tetiba lampu di dalam ruangan padam. Semua orang pun be
Di sisi lain.Jessie berjalan keluar dari gedung sekolah. Dia bersembunyi di balik dinding sembari mencondongkan sedikit kepalanya. Dia melihat ada sesosok bayangan tubuh sedang pergi dengan diam-diam.Jessie pun berjongkok di belakang taman bunga. Tampak bayangan tubuh itu berhenti di depan mobil area parkiran sekolah, berdiri di samping mobil.Lantaran merasa penasaran, Jessie mencondongkan kepalanya. Jendela mobil belakang diturunkan. Tampak seorang wanita duduk di dalam mobil.Tetiba sebuah tangan membekap mulut Jessie dari belakang. Saat Jessie hendak menjerit, orang di belakang mengisyaratkannya untuk diam. “Aku.”Jessie terbengong, lalu memalingkan kepalanya dengan perlahan. Orang yang bersembunyi di belakangnya adalah Jules.“Kak Jules, kamu …. ah.” Mulut Jessie kembali ditutup. “Jangan bersuara.”Jessie mengangguk.Jules melepaskannya. Kedua orang sama-sama melihat ke sisi mobil.Entah apa yang dibicarakan si wanita dengan si lelaki. Kemudian, si lelaki duduk di bangku samping
Roger terbengong sejenak. “Jessie, apa maksudmu?”“Tadi aku nampak ada seorang lelaki misterius berlari keluar. Aku pun mengikutinya. Mereka pergi dengan mobil.”Selesai mendengar ucapan Jessie, raut wajah Javier semakin masam lagi. Beberapa saat kemudian, terdengar suara tegasnya. “Jessie, siapa suruh kamu melakukan hal seperti itu?”Jessie terbengong di tempat. Ayahnya tidak pernah berbicara begitu keras terhadapnya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu berkata dengan mengerutkan keningnya, “Nggak mungkin aku biarin orang yang mencelakai Kak Jerry pergi begitu saja. Meski sebenarnya … sasaran orang itu bukan Kak Jerry.”Selesai berbicara, Jessie tidak berani mengangkat kepala untuk melihat ayahnya. Dia tahu ayahnya sedang marah.Javier menarik napas dalam-dalam. Dia menyuruh kepala sekolah dan wakil kepala sekolah untuk meninggalkan ruangan. Setelah semuanya keluar, hanya tersisa beberapa orang di dalam ruangan.Jessie masih menunduk di tempat.Javier menekan-nekan hidungnya. “Jessie,
Jules memiringkan tubuhnya. Saat dia berpapasan dengan tatapan Jessie, dia memaksakan diri untuk tersenyum.Jessie menggigit bibirnya, lalu berlari pergi.Gara-gara masalah Jerry, Javier menghubungi Andreas untuk membawa pulang Jules. Andreas telah mengetahuinya. Dia terdiam beberapa saat, lalu memerintah bawahannya untuk menjemput Jules pulang.Selama beberapa hari ini, Jules dan Jerry tidak pergi bersekolah. Jessie menatap bangku kosong itu sembari menggenggam pena dengan erat.Di vila Javier.Claire melewati ruang baca. Dia masuk ke dalam, lalu tampak Javier sedang berdiri di depan jendela memandang pemandangan di luar sana.Claire melipat kedua tangan di depan dada, lalu bersandar di sisi pintu. “Kamu usir anak itu karena merasa dia telah mencelakai Jerry?”Javier tertegun sejenak. Dia membalikkan tubuhnya dengan perlahan, menatap ke sisi Claire. Beberapa saat kemudian, Javier berkata, “Identitas anak itu terlalu rumit, tidak cocok untuk berteman dengan anak-anak.”Claire menunduk.
Seandainya anak itu menyelamatkan Jerry demi melangsungkan rencananya. Itu berarti dia berharap membuat Jerry merasa berutang budi terhadapnya, lalu memperalat Jerry. Semuanya akan terlalu mengerikan.Namun, sepertinya pemikiran rumit seperti ini tidak seharusnya dimiliki oleh seorang anak berumur delapan tahun.Jadi, Claire tidak percaya Jules menyelamatkan Jerry karena motif tersembunyi. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang bisa terjadi di kemudian hari.Javier berjalan ke hadapan Claire, lalu mengusap pipinya. “Aku tahu kamu tidak tega melihat anak itu dalam bahaya. Tapi aku juga kehabisan akal. Kita punya tiga anak, aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan mereka.”Claire mengerutkan keningnya. Entah apa yang sedang dipikirkannya.Javier kembali ke Grup Angkasa. Baru saja dia duduk di depan meja, Roger pun mengetuk pintu.Roger menyerahkan hasil penyelidikannya kepada atasannya. “Tuan, ada sebuah mobil yang mencurigakan di acara Natal waktu itu.”Javier mengambil dokumen tersebut