Candice menatap mereka berdua. “Mantan pacarnya Louis itu supermodel yang cukup terkenal, namanya Chelsea Lukito. Ayahnya adalah direktur dari Agensi Majestik.”Claire tertegun sejenak. Chelsea? Nama ini terdengar sangat familier. Dia pun bertanya, “Dia itu model internasional yang sering muncul di Pertunjukan Mode Sierra?”Candice mengangguk.Tetiba Claire tersenyum. “Oh aku tahu, dia itu duta merek Perusahaan Luxury Negara Shawana. Sembilan tahun lalu, aku sempat beberapa kali ketemu dia di Negara Shawana. Dia memang cantik.”Candice menjulingkan matanya. “Kenapa dunia ini sempit sekali?”Cherry meletakkan tangan di atas pundak Candice. “Candice, kamu jangan putus asa. Padahal dia secantik itu, dia malah putus sama Tuan Louis. Bisa jadi Tuan Louis nggak suka tipe cewek seperti itu?”Candice meliriknya sekilas. “Kalau nggak suka tipe cewek seperti itu, apa mungkin mereka pacaran selama enam tahun?”“Enam tahun?” Cherry merasa kaget. “Kalau sudah pacaran selama itu, bukankah mereka seh
Candice segera berdiri sembari membungkus tubuhnya dengan mantel, lalu berlari ke sisi mobil. Dia membuka pintu, lalu duduk samping bangku pengemudi, bergegas memasang sabuk pengaman. “Kak Cahya, kamu baik sekali. Aku tahu kamu pasti nggak bakal biarin aku be ….”Saat Candice memalingkan kepalanya melihat lelaki di bangku pengemudi, senyuman di wajahnya seketika terkaku. “Kenapa malah kamu?”Candice menoleh ke baris belakang, tapi tidak ada siapa pun di sana. Louis dapat mencium bau alkohol yang menyengat dari si wanita. Dia segera membuka jendela mobil. “Kakakmu tidak ada waktu untuk meladenimu.”“Kak … Kak Cahya yang suruh kamu ke sini?” Candice merasa syok. Padahal Cahya menyetujui dengan sangat cepat, tapi dia malah tidak datang!Kakak sepupu seperti ini … haish … dibuang saja!Louis tidak menjawab.“Lebih baik aku suruh ayahku untuk bukain pintu saja.” Candice melepaskan sabuk pengamannya. Saat dia hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba Louis mengunci pintu. Candice yang tidak bisa
Louis menutup pintu kamar.Pelayan pun terpaku di tempat. Dia sedang ragu apakah dia harus memberi tahu masalah ini kepada Nyonya Liliana atau tidak?Candice membalik tubuhnya sembari menggaruk pipinya. Dia juga sedang bergumam saat ini.Louis duduk di samping ranjang, lalu meletakkan sup pereda mabuk di atas nakas. “Candice,” panggil Louis sembari melihatnya.Candice masih tidak menyadarkan diri. Louis menepuk-nepuk pundaknya. “Hei, bangun.”“Emm … jangan ribut.”Candice mengayunkan tangannya untuk menepis tangan Louis. Saking kuatnya, dia tak sengaja menarik satu kancing kemeja Louis hingga terlepas.Kancing bergulir di kolong ranjang. Louis menahan pergelangan tangannya. “Candice, kamu ….”Namun saat ini Candice sudah mabuk hingga tidak menyadarkan diri. Dia juga sedang tidur dengan pulasnya. Ketika melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, entah kenapa Louis malah menelan air liurnya.Louis segera berdiri. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya, baru meninggalkan kamar.Pagi
Louis menaruh mangkuk ke atas meja, lalu menyeka sudut mulutnya dengan saputangan. "Ibu yakin mau melakukan itu?" tanya Louis.Saat Liliana hendak menjawab, tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak dari lantai atas, "Louis, bajingan kamu!" Candice berlari ke lantai bawah dengan marah, bahkan tanpa repot-repot memakai sepatunya. Dia menangis heboh tadi malam sehingga matanya masih bengkak. "Bukannya aku memintamu untuk mengantarku ke hotel? Kenapa kamu membawaku ...."Begitu melihat bahwa selain Louis, juga ada Liliana dan pembantu di bawah, Candice terkejut dan hampir terhuyung jatuh.Liliana tertegun, lalu menggumam, "Candice ...?"Candice tersenyum kaku. Matilah! Liliana pasti akan salah paham padanya!....Di Perusahaan Soulna, Claire sedang menggambar sketsa di kantor ketika pesan dari Javier muncul di ponselnya.[ Jangan lupa soal rapat wali murid besok. ]Claire mencibir dan segera menjawab.[ Mana mungkin aku lupa? ]Javier membalas.[ Takutnya kamu terlalu sibuk dan lupa,
Claire menajamkan mata ke arah mereka, dia merasa sosok pria itu agak familier. Setelah sekelompok orang itu naik ke lantai atas, Claire baru mengenalinya. Mungkin karena pria itu mengenakan jas, jadi Claire tidak langsung mengenalinya. Pria itu adalah Hardy.Setelah tiga tahun tidak berjumpa, pembawaan Hardy menjadi lebih tenang dan auranya lebih kuat. Dia tampak lebih matang sekarang.Hardy pun berkata dengan nada terkejut saat melihat Claire, "Peri Kecil?"Charine tertegun, lalu mengikuti arah pandang Hardy dan melihat Claire."Hai, Hardy. Sudah lama kita nggak ketemu." Claire memperkenalkan Nyonya Gina dengan ramah, "Nenek, dia Hardy, anaknya Mario."Gina mengangguk dan tersenyum pada Hardy. Hardy tampak lebih dewasa saat dia diam. Namun, begitu buka mulut, dia seolah-olah kembali ke sosoknya tiga tahun lalu."Ini nenekmu?" Hardy mengangguk dan menyapa Gina dengan sopan, "Halo, Nenek."Gina berujar sambil tersenyum, "Aku pernah mendengar tentang tuan muda Keluarga Chaniago, tapi in
Perusahaan Jeewan tidak hanya terkenal di industri perhiasan, tetapi juga di kalangan bisnis dan hiburan. Para bintang besar di industri hiburan bahkan berusaha keras untuk menyenangkan Gina supaya bisa menjadi duta perhiasan perusahaannya. Tadinya, Gina bahkan meremehkan Javier dan Keluarga Kenata, jadi mengapa dia harus gentar pada Keluarga Jetmadi?Sebenarnya, bukan latar belakang Gina yang kuat, tetapi karakternya yang hebat. Sejak dahulu, dia tidak pernah takut pada orang berkuasa. Dia lugas dan bertanggung jawab. Sosoknya waktu masih muda juga sangat tangguh. Siapa pun yang mengenal Gina dengan baik pasti menghormatinya.Melihat Charine terdiam, Gina melanjutkan tanpa ekspresi, "Guffin saja nggak berani bicara seperti itu di depanku. Anak muda sepertimu benar-benar angkuh!"Claire berkata sambil tersenyum, "Jangan marah, Nek. Nona Charine masih muda, dia pasti akan lebih hati-hati di masa depan."Hardy langsung mengabaikan Charine, lalu duduk bersama teman-temannya. Charine tetap
Di Grup Angkasa petang itu, Javier menghampiri mobil yang dibawa Roger. Saat dia hendak masuk ke dalam mobil, seorang wanita di belakang memanggil namanya. Ketika menoleh dan melihat bahwa orang yang memanggilnya adalah Charine, wajahnya sontak berubah menjadi dingin. Berani sekali wanita ini mendatanginya lagi!Ekspresi Javier membuat Charine takut untuk mendekat. Namun, dia memberanikan diri untuk berkata, "Tuan Javier, tolong jangan salah paham dulu. Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu.""Ada apa?" tanya Javier dengan nada dingin.Charine menyerahkan beberapa foto yang diambil Javier dengan ragu-ragu. Saat melihat foto-foto itu, tidak terlihat perubahan ekspresi apa pun di wajah Javier. Namun, sudut foto di tangannya diremas hingga berkerut.Charine berkata dengan hati-hati, "Tuan Javier, aku nggak bermaksud apa-apa. Itu foto yang diambil orang lain, aku cuma ingin memastikannya. Tentu saja, aku yakin kalau Nona Claire nggak mungkin mengkhianatimu."Aura Javier tiba-tiba menjadi d
Claire menatap Javier dan bertanya, "Apa kamu percaya pada foto-foto ini?"Javier membalas dengan sorot mata yang kian dingin, "Aku tanya ke mana kamu pergi, tapi kamu tidak jujur padaku."Claire mendekat dengan ekspresi tenang seraya berkata, "Jadi, menurutmu foto-foto itu asli? Menurutmu aku selingkuh?"Keheningan Javier menunjukkan jawabannya. Claire menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan emosinya. Setelah itu, dia baru menjelaskan, "Aku pergi minum teh dengan Nyonya Gina hari ini. Soal pria di foto itu, kamu juga mengenalnya. Aku nggak sengaja bertemu dengannya di lapangan golf. Aku cuma berteman dengannya."Melihat Javier hendak melangkah pergi, Claire perlahan menambahkan, "Javier, terserah kamu mau percaya atau nggak."Langkah Javier terhenti sejenak. Kemudian, dia meninggalkan ruang kerja tanpa menoleh lagi. Claire berjongkok dan memungut foto-foto itu sambil tersenyum sendu. Apa boleh buat, siapa pun tidak mungkin bisa tenang setelah melihat foto-foto seperti itu. Belum l
Jules merangkul Jessie di dalam dekapannya. “Apa benar kamu tidak takut?”Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kamu juga nggak pernah lukai aku.”Dagu Jules bersandar di atas kepala Jessie. Dia pun tersenyum. “Kamu sudah mempertaruhkan nyawamu demi menemaniku. Apa mungkin aku tega untuk melukaimu? Jessie, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu. Waktu itu, saat mereka menculikku ke Area Andes, apa kamu tidak takut ketika mengikutiku?”Jessie mengangkat kepalanya untuk menatap Jules. Senyumannya sangat lebar. “Aku nggak takut. Karena aku tahu ayahku pasti akan datang untuk menyelamatkan kita. Lagi pula, kamu juga bakal lindungi aku.”Jules tertegun sejenak, lalu menurunkan kelopak mata untuk menatapnya. “Aku melindungimu? Jelas-jelas kamu yang melindungiku?”Jessie berkata dengan tersenyum, “Sebenarnya aku juga nggak tahu kenapa aku bisa mengambil risiko untuk mengikutimu. Tapi setahuku, aku nggak menyesal.”Jules memeluk Jessie dengan erat, lalu menempelkan bibir di atas kening Jessie.
Yura tidak berbicara, tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.Di sisi lain, Jules menghentikan mobilnya di depan Vila Laguna. Jessie menuruni mobil, lalu memandang vila dengan nuansa klasik dengan kaget. “Jangan-jangan vila ini ditinggalkan Kakek untuk kamu?”Jules mengangguk. “Vila ini tempat tinggal nenekku. Setelah dia meninggal, hak milik vila ini jatuh ke tangan kakekku. Kakekku tidak tega untuk melelangnya, makanya vila ini dibiarkan kosong.”Usai berbicara, Jules mengulurkan tangannya ke sisi Jessie. “Aku bawa kamu pergi jalan-jalan.”Jessie menggandeng tangan Jules dengan tersenyum, lalu bersamanya berjalan di taman bunga yang luas ini.Vila ini berjarak sangat dekat dengan istana. Dari sini, mereka bisa melihat jam di atas menara istana. Lokasi ini juga berada di pusat bisnis.Di dalam taman terdapat kolam buatan dan jembatan kecil, serta beberapa gazebo. Air mancur, patung, jalan setapak yang dikelilingi pohon phoenix, serta kebun mawar saling melengkapi di bawah sinar matah
Pintu diketuk. Hiro melihat dari celah jari tangannya. “Masuk.”Saat melihat Yura memasuki ruangan, Hiro pun merasa kaget. “Kenapa kamu ke sini?”Yura mengangkat kantongan plastik. Di dalamnya berisi camilan dan juga bir. “Aku khawatir kamu akan bosan. Jadi, aku datang untuk melihatmu.”Yura meletakkan botol bir di atas meja, lalu mengeluarkan camilan. “Pada saat seperti ini, kamu pasti ingin minum alkohol, ‘kan?”Hiro tersenyum datar. “Kamu sudah baca berita?”“Sepertinya selain orang buta, semuanya sudah membaca berita itu.” Yura membuka sekaleng bir, lalu menyerahkannya kepada Hiro.Hiro mengambil kaleng bir, lalu meminumnya.Yura duduk di seberang Hiro. “Apa lukamu sudah sembuh?”Hiro mengiakan dengan acuh tak acuh.Yura mengangkat kepala untuk menatap Hiro. Beberapa saat kemudian, dia pun berkata, “Jujur saja, aku merasa sudah seharusnya kamu melepaskan Jessie. Dia sudah menikah. Kamu juga nggak bisa mengubah kenyataan itu.”“Jadi?” Hiro memutar bola matanya. “Tujuan kamu kemari m
“Sebenarnya bukan, mungkin karena dia tidak ingin menambah rasa sedih setelah dia meninggal nanti. Meskipun kamu bertemu dia untuk yang terakhir kalinya, kamu juga tidak bisa mengubah apa pun. Kamu juga akan bersedih dan tidak bisa menerima kenyataan ini. Kalau dia melihatmu yang seperti itu, bisa jadi dia akan semakin merasa bersalah dan semakin tidak tenang lagi.”Dacia menurunkan kelopak matanya dan tidak berbicara. Beberapa saat kemudian, Dacia pun menunjukkan senyuman di wajahnya. “Terima kasih sudah menghiburku.”Di dalam vila, Daniel menyadari kepulangan mereka. Dia berdiri dengan perlahan. Saat dia menyadari kedua mata merah Dacia, dia yakin Dacia sudah mengetahui masalah kematian Raja Willie.“Dacia.”“Ayah, kamu nggak usah khawatir. Aku baik-baik saja.”Usai berbicara, Dacia membalikkan tubuhnya untuk naik ke lantai atas.Daniel menatap bayangan punggung Dacia yang menaiki tangga dengan raut cemas. Jerremy memalingkan kepalanya untuk menatap Daniel. “Tadi dia pergi ke istana.
Carly berjalan ke sisi Dacia. “Dacia, kamu … apa kamu baik-baik saja?”Dacia menggeleng. Saat ini, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.Carly berusaha menenangkan Dacia di samping hingga kedatangan Jerremy. Jerremy menebak Dacia sudah mengetahui kabar itu. Itulah sebabnya dia bergegas ke akademi untuk mencari Dacia.Jerremy merangkul Dacia. “Terima kasih. Serahkan saja dia kepadaku.”Carly mengangguk.Jerremy membawa Dacia ke dalam mobil, lalu bergegas meninggalkan akademi. Dia membawa Dacia ke istana. Saat Dacia merasa bingung, kebetulan Jessie dan Jules berjalan keluar istana. “Dacia, beri penghormatan terakhir kepada kakekmu.”Dacia mengepal erat kedua tangannya, lalu bergegas berlari ke dalam istana.Saat ini, istana kedatangan banyak pejabat dan politikus dari seluruh penjuru. Jasad Raja Willie diletakkan di dalam kotak kaca. Raut wajahnya terlihat sangat santai, seolah-olah sedang tidur saja.Dacia muncul di depan aula, kemudian disusul dengan Jules. Dia melangkahkan kakinya p
Jules menatapnya. “Bagaimana kondisi tubuhmu?”Willie membalas dengan tersenyum, “Tidak apa-apa. Namanya juga sudah tua, wajar kalau sering sakit. Aku sudah bekerja selama bertahun-tahun. Aku selalu mendedikasikan diriku dalam urusan negara. Aku tidak merasa bersalah terhadap rakyatku, tapi aku merasa aku bersalah terhadap kalian.”Jules menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Tatapan Raja Willie tertuju pada luar jendela. Tatapannya kelihatan datar. “Aku bersalah terhadap nenekmu, juga bersalah terhadap ibumu, kamu, dan juga Dacia.”Willie merasa sakit hati dengan perbuatan yang dilakukan ibunya Dacia. Bagaimanapun, Lidya juga adalah putrinya. Terlebih, sebenarnya Dacia juga tidak bersalah.Jessie memutar sedikit bola matanya. “Kakek, kamu mesti jaga kesehatanmu dengan baik. Jadi, kamu bakal punya kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Dacia juga nggak bakal salahin kamu.”Ketika mendengar ucapan Jessie, Willie pun tersenyum. “Semoga saja seperti itu.”Willie mulai terbatuk-batuk. Jule
Jules merangkul pundak Jessie. Dia menggigit bagian yang sudah digigit Jessie tadi. “Emm, manis sekali, seperti aroma Jessie.”Wajah Jessie terasa panas. “Kamu … aku suruh kamu coba ubinya. Kenapa kamu sembarangan bicara, sih?”Senyuman di wajah Jules semakin lebar lagi. “Tadi kamu baru makan di rumah Kak Jerry. Sekarang kamu malah mau makan ubi.”“Putramu lagi lapar, bukan aku.”“Putra kita jago makan juga, sepertinya kelak dia akan menjadi bocah gendut.”Jessie mengusap perutnya sembari tersenyum. “Bisa jadi dia itu gadis gendut.”Jules mengesampingkan rambut Jessie. Dia melihat Jessie yang semakin rakus itu dengan tersenyum. “Tidak masalah. Aku suka dua-duanya.”Pada saat ini, ponsel Jessie tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponsel, lalu melihat sekilas. Ternyata ada panggilan masuk dari Silvia.“Ibu?”Silvia berkata dengan tersenyum, “Sayangku, malam ini aku dan ayahmu tinggal di istana, tidak pulang ke rumah. Ingat bantu aku sampaikan kepada Jules. Oh, ya, kalau Jules berani menin
Jules tersenyum. “Mereka semua baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman?”Daniel mengangguk sembari mengangkat gelas teh. “Aku juga baik-baik saja.”Jerremy berjalan menuruni tangga. Ketika melihat keberadaan Jules, dia pun berkata, “Pintar juga, datangnya saat jam makan.”Jessie mencondongkan kepalanya keluar dapur. “Jangan tindas suamiku!”Jerremy terdiam membisu.Daniel pun tersenyum, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Hari ini kita makan hotpot saja?”Jessie segera menimpali, “Iya, hotpot enak, kok!”Jules mengatakan, “Aku ikut istriku saja.”Saat Daniel hendak berbicara, Jerremy malah menunjukkan rasa tidak puasnya. “Masa makan ….”Dacia langsung berdeham.Jerremy berlagak merenung, lalu memiringkan kepalanya. “Iya, makan hotpot saja.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi.Pada jam lima sore, meja makan sudah dipenuhi dengan bahan makanan, seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, daging udang, dan berbagai jenis sayur hijau. Bukan hanya itu saja, ada juga camilan di s
Jodhiva berjalan keluar. “Apa kamu tidak pernah berendam?”“Nggak ada musim dingin di Pulau Persia. Siapa juga yang akan berendam?” Ariel menoleh. Ketika melihat Jodhiva hanya membungkus setengah tubuhnya dengan handuk, dia segera mengalihkan pandangannya.Jodhiva berjalan ke belakang Ariel, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk Ariel. “Bukannya kamu mau berendam air panas?”Ariel menarik napas dalam-dalam. “Aku memang mau berendam, tapi kamu malah menggodaku.”Jodhiva pun tersenyum. “Sekalian.”Usai berbicara, Jodhiva langsung menggendong Ariel.Ariel memeluk leher Jodhiva sembari memejamkan matanya. “Jangan ceburin aku!”Jodhiva membawanya turun ke dalam pemandian air panas. Seiring dengan suara “byur”, air memercik ke segala arah. Ariel muncul ke permukaan. Rambut panjangnya yang basah menempel di punggungnya.Ariel mengusap air di wajahnya dan berteriak, “Dasar berengsek!”Jodhiva memeluk Ariel di dalam pelukannya. “Ariel.”Ariel hanya merasa jari tangannya terasa dingin. Dia pun t