Mario tertegun. “Apa Bianca yang beri tahu kamu kalau aku di sini?”Ester meletakkan gelas tehnya, lalu menyindir, “Bianca sudah melindungi kamu dan selingkuhanmu itu selama bertahun-tahun. Kamu malah mencurigainya?”Kali ini Mario terdiam.Ester berdiri. “Bianca adalah seorang wanita berbudi luhur. Kalau dia bercerai denganmu, dia tidak akan rugi, malah kamu yang rugi. Cepat atau lambat kamu pasti akan menyesal. Aku dan Zefri tidak akan membantumu lagi.”Mereka berjalan keluar dari ruang sebelah. Candice mengatakan dia ingin pergi mengorek informasi dari tantenya, sepertinya dia sudah tidak sabaran ingin menggosip.Claire dan Cherry berdiri di koridor. Setelah Candice pergi, Claire pun berkata, “Jangan-jangan yang bocorin rahasia ini kepada Bu Ester itu kamu?”“Memang iya.” Cherry langsung mengakui perbuatannya.Claire terlihat agak terkejut. “Kenapa kamu bisa tahu rahasia Keluarga Chaniago?”Bahkan pihak media juga tidak tahu masalah perselingkuhan Mario. Namun, Cherry malah mengetah
Setelah beberapa tahun berlalu, gosip itu pun sudah dilupakan orang-orang. Cherry menggunakan nama barunya kembali ke Makronesia, seolah-olah sedang memulai lembaran baru saja.Sebenarnya Claire sungguh kagum dengan sikap tenang Cherry. Jika wanita lain yang mengalami hal ini, sepertinya mereka akan memilih untuk dalam mengakhiri hidup mereka.Pengalaman hidup Claire dengan Cherry memang mirip. Hanya saja, Claire sendiri juga tidak berani menjamin dirinya bisa tegar seperti Cherry menghadapi semua rintangan itu.Seandainya Cherry tidak memiliki latar belakang Keluarga Martini, sepertinya dia sudah dijebloskan ke penjara oleh anggota keluarga mendiang. Dia juga akan memikul tanggung jawab dan juga reputasi buruk.Claire melamun berdiri di depan pintu kamar. Saat ini, Javier sedang berjalan keluar dari ruang baca. Melihat Claire sedang berdiri di tempat, dia pun menghampiri Claire dan memeluknya dari belakang. “Kamu sudah kembali?”Kali ini Claire baru tersadar dari bengongnya. Dia tiba-
Mario menggertakkan giginya. Dia tidak berani marah, apalagi bersuara.Ester menyuguhkan teh ke hadapan Peter. “Ayah, kamu jangan marah-marah.”“Gimana aku tidak marah?” Peter mengetuk meja. “Menantu sebaik Bianca sudah mengikuti kamu selama 30 tahun lebih. Demi keluarga ini … demi Hardy, dia sudah berkorban banyak! Meski kamu ingin bermain dengan wanita di luar sana, kamu mesti ingat ada istri dan anak di rumah!”Mario melepaskan tangan yang dikepalnya. Keningnya masih terlihat berkerut. “Kak, apa kamu yang mengekspos masalah ini?”Ester spontan tertegun. Dia menjawab dengan serius, “Kamu rasa aku yang melakukannya?”Raut wajah Ester sangatlah muram. Tanpa ragu, dia langsung mengatakan, “Kalau benar semua ini perbuatanku, kenapa aku malah mengucapkan omong kosong di saat pelelangan? Aku sebagai menantu dari Keluarga Chaniago juga berkewajiban untuk menjaga reputasi Keluarga Chaniago.”Mario semakin bingung.Namun pada saat ini, Bianca berjalan masuk ke ruangan. Riasan di wajahnya sang
Bianca membalikkan tubuhnya, lalu berhenti di depan pena. Dia memungutnya, lalu meletakkannya kembali ke atas meja. “Aku sudah tanda tangan. Kalau kamu tidak bersedia untuk tanda tangan, aku terpaksa mencari Ayah. Aku berharap kita bisa meninggalkan kesan bagus untuk terakhir kalinya. Aku tidak ingin masalah pernikahan kita sampai ke pengadilan. Aku beri kamu waktu tiga hari.”Telapak tangan Bianca terasa sakit hingga kebas. Darah menetes ke atas keramik. Dia berjalan keluar Kediaman Chaniago tanpa menoleh sama sekali.Di rumah sakit.Bianca menyuruh suster menjahit lukanya, lalu membalutnya dengan perban. Suster berpesan agar luka tidak terkena air. Kemudian, jahitan akan dibuka pada satu minggu kemudian.Setelah itu, Bianca mengambil tasnya keluar dari ruangan. Ketika dia berjalan ke koridor, dia pun bertemu dengan Candice dan Claire.Claire langsung mengenalinya. Dia adalah wanita yang menyelamatkan Paman Fendra malam itu. Namun belum sempat Claire menyapanya, Candice pun mendahului
Tentu saja, lelaki pada usia tertentu masih bisa mempertahankan bentuk badannya pasti sangat disiplin. Biasanya lelaki bisa memiliki perut buncit juga karena sering minum alkohol ketika menemani tamu, stress karena tekanan pekerjaan, dan tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Ditambah lagi dengan pola makan tidak teratur dan suka makan makanan berlemak, tentu saja dia akan gendut.Mereka menemani Fendra di rumah sakit sejenak, baru berpamitan. Saat berjalan ke area parkiran, Candice tiba-tiba bertanya, “Claire, kenapa Paman Fendra nggak menikah?”Claire membuka pintu mobil. “Gimana aku bisa tahu?”Claire duduk di dalam mobil. Candice duduk di bangku samping pengemudi, lalu memasang sabuk pengaman. “Andai saja Tante Bianca bisa menikah dengan lelaki seperti Paman Fendra, sepertinya dia akan sangat bahagia sekarang.”Tetiba Claire tersenyum. “Lebih baik kamu pikirkan masalahmu sendiri. Kenapa kamu jadi pikirin masalah orang lain?”Kali ini, Candice memilih untuk bungkam.Namun belum se
Claire tidak bersuara.Javier menyadari dirinya mungkin akan mengagetkan Claire. Dia pun melembutkan sikapnya. “Kamu mengejutkanku saja.”“Pftz.” Candice tidak sengaja merusak suasana. “Tuan Javier, kalau kalian ingin bermesra-mesraan, apa kamu bisa mempertimbangkan perasaan kami?”“Aku lagi sibuk dengan istriku. Aku tidak ada waktu untuk mempertimbangkan perasaan kalian.”Javier menggendong Claire. Claire pun terbengong. “Javier, kamu lagi ngapain?”“Aku bawa kamu untuk melakukan pemeriksaan. Aku tidak tenang,” balas Javier.Candice langsung menjulingkan matanya, lalu meniru cara bicara Javier. “Aku bawa kamu untuk melakukan pemeriksaan. Aku tidak tenang. Astaga, merinding!”Javier membawa Claire pergi melakukan pemeriksaan. Jelas-jelas Claire tidak memiliki cedera lain. Hanya saja, Javier bersikeras menyuruh Claire untuk dirawat selama dua hari.Javier menggendong Claire berjalan ke kamar pasien. Claire sungguh merasa tidak berdaya. “Javier, aku nggak kenapa-napa.”Setelah Javier mem
Candice tidak bergerak lagi. Louis memijat pergelangan kaki Candice dengan serius. Gerakan ini membuat Candice merasa sangat kaget.Bahkan, Candice merasa lelaki di hadapannya ini bukanlah Louis. Dia kepikiran dengan perilaku aneh Louis sebelumnya, alhasil dia pun menghela napas panjang. Tetiba Candice langsung bertanya dengan blak-blakan, “Jangan-jangan kamu diam-diam suka sama aku?”Gerakan tangan Louis berhenti dalam sesaat. Suasana di dalam ruangan juga menjadi hening.Candice sungguh ingin memotong lidahnya. Saat dia ingin mencari alasan untuk menjelaskan, Louis pun menatapnya. “Apa yang lagi kamu pikirkan?” Raut wajahnya sangatlah serius. “Kamu itu calon istriku. Kelak kita akan menikah. Bukankah wajar kalau aku perhatian sama kamu?”Candice hanya mengangguk.Louis menurunkan kaki Candice, lalu menatapnya. “Apa kamu merasa kecewa?”Candice pun terkekeh. “Nggak, nggak! Terima kasih! Oh ya, aku masih belum pasti akan menikah sama kamu.”Seusai berbicara, Candice pun kembali telungk
Mario melihat surat cerai yang diletakkan di atas meja. Di atas surat itu sudah ternodai bekas darah yang sudah mengering. Selain tanda tangan Bianca, Mario masih belum menandatanganinya.Saking kesalnya, Mario meremas surat cerai itu. “Bianca, kamu ingin cerai sama aku? Jangan harap! Setelah meninggalkanku, kamu tidak akan memiliki segalanya ….”Di rumah sakit.Jerry sedang mengupas apel untuk Claire. Dia terlihat sangat meremehkan ibunya. “Ibu sudah umur berapa? Kenapa malah masuk rumah sakit?”Claire menggigit apel yang disuap Jerry dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia juga tidak keberatan disindir putranya. “Sebenarnya Ibu nggak usah dirawat di rumah sakit. Semua ini karena ayahmu yang keras kepala itu.”“Ibu, minggu depan ada rapat wali murid. Apa kamu dan Ayah pasti bisa menghadirinya?”Claire tertegun sejenak. Dia menatap Jerry dengan bingung. “Kenapa nggak bisa?”Jerry mengangkat-angkat pundaknya. “Orang-orang di kelas pada bilang ibuku sudah meninggal. Kalau kamu pergi, nant
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs
Levin mendorong pintu kamar, lalu berjalan ke dalam. Ketika melihat Yunita sedang mengambil foto albumnya, dia segera menghentikan Yunita. “Jangan dilihat!”Ketika melihat Levin begitu melindungi foto album itu, Yunita pun menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada foto yang nggak boleh dilihat di dalam album?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Ayahku suruh kamu tidur di kamarku, tapi aku tidak suruh kamu untuk sembarangan sentuh barangku!”“Malahan aku mau sentuh.” Yunita mengulurkan tangannya hendak merebut foto album. Levin menggenggam pergelangan tangan Yunita. “Apa kamu bersikeras ingin melihat fotoku? Jangan-jangan kamu suka sama aku?”Yunita terdiam membisu.Beberapa saat kemudian, Levin spontan kepikiran dirinya masih meraih tangan Yunita. Dia segera melepaskannya, lalu menggenggam foto album dengan erat. “Kamu boleh sentuh yang lain.”Levin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi. Siapa sangka Girman malah memasuki kamar dengan santai. “Mau foto album? Ada banyak di tempatku.
Yunita bertanya, “Apa boleh aku menyentuhnya?”Girman mengangguk. “Tentu saja boleh. Kacang, kemari.”Setelah mendengar suara Girman, Kacang melompat menuruni sofa, lalu berjalan ke hadapan Girman.Girman mengelus kepalanya.Yunita juga mengulurkan tangannya dengan penuh hati-hati. Kacang mengangkat kepalanya untuk mengendus tangan Yunita. Ia juga tidak menolak untuk dibelai Yunita.Saat kepalanya dielus, Kacang menjulurkan lidahnya dan menyipitkan matanya. Ia kelihatan sangat menikmatinya.Girman berkata, “Kacang penurut sekali, ‘kan?”Yunita ikut tersenyum. “Iya, penurut sekali.”Levin berdeham, hendak memanggil Kacang ke sisinya. Siapa sangka Kacang hanya memalingkan kepalanya melirik Levin sekilas, tetapi tidak bergerak sama sekali.Kening Levin berkerut. “Dasar tidak patuh. Cepat ke sini.”Kacang mendengus. Ia kelihatan sangat penat.Girman memelototi Levin, lalu berkata pada Yunita, “Yunita, kalau kamu belum makan, malam ini kamu makan di rumah saja.”Yunita terdiam sejenak, lalu