Mario melihat surat cerai yang diletakkan di atas meja. Di atas surat itu sudah ternodai bekas darah yang sudah mengering. Selain tanda tangan Bianca, Mario masih belum menandatanganinya.Saking kesalnya, Mario meremas surat cerai itu. “Bianca, kamu ingin cerai sama aku? Jangan harap! Setelah meninggalkanku, kamu tidak akan memiliki segalanya ….”Di rumah sakit.Jerry sedang mengupas apel untuk Claire. Dia terlihat sangat meremehkan ibunya. “Ibu sudah umur berapa? Kenapa malah masuk rumah sakit?”Claire menggigit apel yang disuap Jerry dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia juga tidak keberatan disindir putranya. “Sebenarnya Ibu nggak usah dirawat di rumah sakit. Semua ini karena ayahmu yang keras kepala itu.”“Ibu, minggu depan ada rapat wali murid. Apa kamu dan Ayah pasti bisa menghadirinya?”Claire tertegun sejenak. Dia menatap Jerry dengan bingung. “Kenapa nggak bisa?”Jerry mengangkat-angkat pundaknya. “Orang-orang di kelas pada bilang ibuku sudah meninggal. Kalau kamu pergi, nant
Ternyata lelaki itu telah mengkhianati Charine?Vilya pun terbengong. “Charine, apa yang sudah kamu lakukan?”Guffin menjerit dengan kuat, “Inilah putri yang kamu didik. Dia malah menyogok orang untuk mengemudi dalam keadaan mabuk untuk menabrak orang. Sepertinya kamu sudah bosan hidup! Apa kamu ingin duduk di penjara?”Vilya terbengong di tempat. Dia menatap Charine dengan tatapan tidak percaya. Apa mungkin putrinya melakukan hal seperti ini? Mana mungkin?Charine berusaha meneteskan air mata, lalu menjelaskan, “Ayah, bukan, ada yang ingin mencelakaiku ….”“Mencelakaimu?” Guffin emosi hingga tersenyum. Dia menunjuk Charine. “Jangan-jangan kamu bilang Tuan Javier ingin mencelakaimu? Sekarang orang itu sedang di kantor polisi. Dia mengaku mendapat perintah dari kamu. Tuan Javier memintaku untuk mengatasi masalah ini. Kamu sudah lihat sendiri kondisi Keluarga Jetmadi saat ini. Dasar anak durhaka! Apa kamu ingin mencelakaiku?”Pundak Charine pun gemetar. Bagaimana Tuan Javier bisa ….Kena
Tak lama kemudian, resepsionis membawakan laptop cadangan ke dalam ruangan. Javier menyuruhnya keluar, lalu menginput kata yang sama ke dalam Google. Sesuai dugaannya, dia bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak dari laptop orang lain!Javier mengeklik judul “Apakah Istri Javier Fernando sudah meninggal?” dengan menahan napasnya. Tatapannya tertuju pada kata “kecelakaan” dan dia membukanya tanpa ragu.Roger berjalan melewati meja resepsionis. Dia tanpa sengaja mendengar bahwa Javier meminta komputer cadangan dari mereka. Salah seorang karyawan lelaki bertanya dengan bingung, “Bukannya ada komputer di dalam ruangan Tuan Javier?”Tiba-tiba Roger kepikiran sesuatu dan langsung berlari ke dalam ruangan. Pintu dibuka. “Tuan Javier!”Tidak ada satu pun orang di dalam ruangan. Layar laptop di atas meja dalam keadaan menyala. Tanpa berbasa-basi, Roger berjalan ke depan laptop untuk melihatnya. Dia pun langsung menarik napas dalam-dalam. Ternyata Javier masih tidak menyerah dalam menyelidi
Dendam di antara Cherry dengan Karen tidak ada hubungannya dengan diri Claire dan Candice. Hanya saja, dia malah menarik Claire dan Candice ke dalam masalah ini. Sepertinya Cherry bukan hanya ingin mereka mengetahui masalah dirinya dengan Karen.Tidak! Seharusnya Cherry tidak ingin melibatkan Candice. Dia hanya ingin memanggil Claire melalui Candice. Sebab, Candice lebih dekat dengan Claire. Waktu itu, setelah Candice pergi, Cherry baru menceritakan rahasianya kepada Claire. Itu berarti dia tidak ingin Candice mengetahui masalah ini.Cherry menatap Claire dalam waktu lama, lalu tersenyum. “Aku tahu kamu itu sangat pintar. Aku memang ingin memanfaatkan Bu Ester untuk menekan Karen. Itulah sebabnya aku sengaja membocorkan masalah ini kepada Bu Ester. Aku bisa ke gedung pelelangan juga karena ingin menyaksikan secara langsung saja.”Claire menggerakkan bola matanya. “Kamu membantuku dalam masalah Dennis. Kamu juga sengaja memberitahuku masalahmu dengan Karen. Sebenarnya kamu sudah menduga
Tiba-tiba Roger menelepon Claire. Dia bertanya pada Claire, apakah Javier sedang di rumah sakit.Claire pun merasa bingung. “Aku nggak ketemu dia hari ini. Aku juga sudah keluar dari rumah sakit. Ada apa?”Roger sempat ragu sejenak. “Hari ini Tuan Javier tiba-tiba menyelidiki masalah tiga tahun lalu, lalu meninggalkan perusahaan. Sampai sekarang, dia tidak kembali ke perusahaan.”Claire berdiri di depan jendela dengan mengerutkan keningnya. “Javier selidiki masalah tiga tahun lalu?”“Iya, masalah kecelakaan. Aku juga tidak jelas apakah Tuan Javier sudah kepikiran sesuatu atau tidak, makanya dia baru bisa menyelidiki masalah tiga tahun lalu itu. Dia meninggalkan perusahaan di sore hari, aku kira kamu bersama Tuan Javier.”Claire terdiam beberapa saat.Claire menelepon Javier beberapa kali, tapi panggilan tidak diangkat. Hingga menjelang malam pun, masih tidak terlihat batang hidung Javier.Roger juga mengutus anggotanya untuk mencari Javier di tempat yang biasa dikunjunginya. Namun, mer
Tubuh Javier yang berembus angin dalam waktu lama itu terasa dingin. Dia membengkokkan tangannya memeluk Claire ke dalam pelukannya, lalu menyandarkan dagu ke atas pundaknya. “Claire, apa kamu mencintaiku?”Claire tertegun sejenak. Dia memegang wajah dingin Javier bertatapan dengannya. “Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal ini?”Javier menggandeng tangannya. Tatapannya tertuju pada kedua mata berkilauan Claire. “Aku ingin dengar jawabanmu.”Claire pun tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya untuk mencium si lelaki. “Apa kamu puas?”Javier mencubit dagunya. Hawa panas seketika membaluti diri Claire. Bibir Claire pun dikecup dalam-dalam.Ciuman yang diberikan Javier sangatlah hangat membuat pikiran Claire menjadi kacau. Beberapa saat kemudian, Javier baru melepaskannya. Javier menggendongnya dengan tersenyum. “Ayo, pulang.”“Javier, bukannya kamu bilang kakimu kesemutan?” Claire mengerutkan keningnya, lalu mendengus dingin. “Ternyata kamu lagi bohong.”Javier mengecup keningnya. “Setelah m
Roger sedang mengatakan sesuatu kepada Steven. Ketika Roger yang berwajah serius melihat kepulangan Javier, dia langsung merasa lega. “Tuan, kamu … akhirnya kamu kembali.”Javier mendengus. “Aku juga bukan anak umur tiga tahun. Apa mungkin aku akan hilang?”Claire menunduk, lalu berjalan ke hadapan Steven. “Ayah, Vier baik-baik saja. Kamu tenang saja.”Steven memelototi Javier, seolah-olah telah mendengar sesuatu dari Roger. Dia lalu bertanya pada Claire, “Apa kamu berencana untuk beri tahu dia masalah tiga tahun lalu?”Claire tersenyum. “Aku sudah beri tahu dia.”Steven tertegun sejenak, lalu menatap Javier dengan terdiam.Javier berhenti di sisi Claire. “Ayah, tidak peduli apa yang terjadi di antara aku dan Claire pada tiga tahun lalu, aku akan menemaninya untuk menghadapi masalah ini bersama.”Steven masih terdiam. Beberapa saat kemudian, dia berdiri, lalu berkata, “Berhubung kamu sudah memutuskan untuk menghadapinya, aku juga tidak perlu khawatirkan kamu lagi. Sudah saatnya kalian
Saat Karen mendekat, terlihat senyuman di wajah Claire. “Nona Karen, salam kenal, aku adalah Alice, desainer dari Perusahaan Soulna.” Selesai berbicara, dia membuka bukunya. “Aku lihat Nona Karen ingin memesan cincin pasangan. Kebetulan aku juga memerlukan desain cincin pasangan, makanya aku mempercepat jadwalmu. Apa aku sudah mengganggu waktumu?”Karen melirik Claire sekilas. “Nggak apa-apa, kebetulan aku lagi luang.”“Baguslah.” Claire memiringkan tubuhnya. “Silakan Nona Karen ikuti aku.”Setelah masuk ke dalam ruangan VIP, Claire mempersilakan Karen untuk duduk. Kemudian, dia pergi mengambil beberapa sampel dan bertanya, “Apa Nona Karen punya model yang kamu sukai? Kamu ingin memesan cincin nikah atau cincin tunangan?”Karen meletakkan tasnya di samping, lalu membalas dengan tenang, “Cincin nikah.”“Oh, begitu.” Claire mengambil gambar sampel, lalu berjalan ke depan meja. Dia memperlihatkan contoh desain kepada Claire. “Ini adalah model cincin nikah kami. Semua desainnya memiliki ma
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs
Levin mendorong pintu kamar, lalu berjalan ke dalam. Ketika melihat Yunita sedang mengambil foto albumnya, dia segera menghentikan Yunita. “Jangan dilihat!”Ketika melihat Levin begitu melindungi foto album itu, Yunita pun menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada foto yang nggak boleh dilihat di dalam album?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Ayahku suruh kamu tidur di kamarku, tapi aku tidak suruh kamu untuk sembarangan sentuh barangku!”“Malahan aku mau sentuh.” Yunita mengulurkan tangannya hendak merebut foto album. Levin menggenggam pergelangan tangan Yunita. “Apa kamu bersikeras ingin melihat fotoku? Jangan-jangan kamu suka sama aku?”Yunita terdiam membisu.Beberapa saat kemudian, Levin spontan kepikiran dirinya masih meraih tangan Yunita. Dia segera melepaskannya, lalu menggenggam foto album dengan erat. “Kamu boleh sentuh yang lain.”Levin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi. Siapa sangka Girman malah memasuki kamar dengan santai. “Mau foto album? Ada banyak di tempatku.
Yunita bertanya, “Apa boleh aku menyentuhnya?”Girman mengangguk. “Tentu saja boleh. Kacang, kemari.”Setelah mendengar suara Girman, Kacang melompat menuruni sofa, lalu berjalan ke hadapan Girman.Girman mengelus kepalanya.Yunita juga mengulurkan tangannya dengan penuh hati-hati. Kacang mengangkat kepalanya untuk mengendus tangan Yunita. Ia juga tidak menolak untuk dibelai Yunita.Saat kepalanya dielus, Kacang menjulurkan lidahnya dan menyipitkan matanya. Ia kelihatan sangat menikmatinya.Girman berkata, “Kacang penurut sekali, ‘kan?”Yunita ikut tersenyum. “Iya, penurut sekali.”Levin berdeham, hendak memanggil Kacang ke sisinya. Siapa sangka Kacang hanya memalingkan kepalanya melirik Levin sekilas, tetapi tidak bergerak sama sekali.Kening Levin berkerut. “Dasar tidak patuh. Cepat ke sini.”Kacang mendengus. Ia kelihatan sangat penat.Girman memelototi Levin, lalu berkata pada Yunita, “Yunita, kalau kamu belum makan, malam ini kamu makan di rumah saja.”Yunita terdiam sejenak, lalu