Pada akhir pekan.Candice dan Claire duluan tiba di jalan Antik. Sebagai pasar barang antik terbesar di ibu kota, jalan Antik ini biasanya melakukan transaksi barang antik seperti keramik, koleksi kaligrafi, dan juga perhiasan.Kawasan ini terdiri dari bangunan-bangunan klasik yang membentuk kota kecil. Di sekeliling, dapat terlihat berbagai jenis barang antik yang indah dan makanan khas yang dijual di toko-toko pinggir jalan, lengkap dengan beragam pilihan.Candice dan Claire sedang menunggu di luar gedung pelelangan batu, lalu tampak Cherry datang bersama dua pengawalnya.“Maaf, kalian sudah menunggu lama, ya.” Cherry berjalan ke hadapan mereka, lalu meminta maaf. “Aku nggak nyangka akan seramai ini. Bahkan, mobil juga nggak bisa dikendarai ke dalam. Kami buang banyak waktu buat cari tempat parkir.”Claire pun tersenyum. “Aku dan Candice juga baru sampai.”Cherry mengangguk. “Baguslah, aku sudah pesan tempat di baris terdepan. Ayo, kita masuk.”Mereka masuk ke dalam gedung pelelangan
Boleh dikatakan bahwa hubungan Cherry dan Claire tidak tergolong dekat. Mereka bisa berteman juga karena diperkenalkan Candice waktu itu.Seandainya mereka sering berhubungan dan Cherry turun tangan untuk membantunya, Claire pasti akan mengerti.Namun sekarang Candice tidak meminta bantuan dari Cherry, Cherry sendiri yang mengambil inisiatif untuk membantu Claire. Semuanya terasa agak aneh.Candice tertegun sejenak. “Maksudmu, masalah Bos Perusahaan Etina?” Candice melirik sekeliling, lalu mengangkat tangannya untuk menutupi bibirnya. “Cherry membantumu?”Claire mengangguk.Candice pun tersenyum sembari menumbuk lengan Claire dengan pelan. “Dia itu setia kawan juga, ya. Baru kenal sebentar saja sudah membantumu.”Claire tersenyum dengan tidak berdaya. “Membantu tanpa sebab. Apa kamu nggak merasa ada yang aneh?”“Nona Claire,” panggil Cherry dari kejauhan. Dia memalingkan kepalanya, lalu melambai ke sisi mereka.Mereka berdua berjalan ke sisinya. Cherry sedang galau dengan batu nomor 2
Begitu memalingkan kepala, Claire tidak menemukan bayangan tubuh Candice lagi.Saat ini Candice sedang membasuh wajahnya di kamar mandi. Dia masih kelihatan agak kaget. Jika Candice tidak salah lihat, sepertinya lelaki itu adalah pamannya Louis.Pamannya Louis malah bukan datang bersama tante. Itu berarti dia selingkuh?Tidak! Candice harus memastikan sekali lagi. Dia bergegas memasang topeng berjalan keluar kamar mandi. Tetiba dia tak sengaja menabrak seseorang di belokan koridor.Candice tertabrak hingga mundur ke belakang. Untung saja orang itu segera memapahnya. Belum sempat Candice melihat wajah orang itu, malah terdengar suara yang familier baginya. “Candice?”Candice langsung mengangkat kepalanya dengan memegang topeng. Lelaki berbadan tinggi di hadapannya memang mengenakan topeng, tapi Candice merasa sangat familier dengan si lelaki.“Kenapa kamu bisa mengenaliku?” Candice merapikan pakaiannya, lalu terdengar suara Louis. “Aku bisa mengenalimu dari postur tubuhmu.”Gerakan Can
Ketika mendengar nama Keluarga Chaniago, tetiba Candice terkejut. Dia kepikiran sesuatu dan langsung terdiam.Cherry merangkul lengan Claire. “Yah, ada sepasang kekasih di sini. Tiba-tiba kita kelihatan agak malang.”Tentu saja Cherry tahu masalah pernikahan bisnis Candice dengan Louis. Ucapan itu langsung memancing emosi Candice. Dia menarik Claire. “Kata siapa aku kekasihnya lelaki berengsek ini? Kenapa kalian malah mengucilkanku?”Cherry menarik Claire kembali ke sisinya. “Iya, kelak kalian akan jadi suami istri.”Claire ditarik-tarik oleh mereka berdua. Untung saja pelelangan telah dimulai. Jadi, mereka juga tidak bercekcok lagi.Setelah masuk ke dalam aula, Cherry berjalan ke tempat duduk di baris pertama yang sudah dipesannya tadi.Claire melihat ke samping. Tampak Ester, Liliana, dan Louis juga sedang duduk di baris pertama.Saat aula yang memuat hampir seribu orang itu hampir penuh. Ketika semua orang telah duduk, layar menampilkan batu judi yang akan dilelang oleh tamu-tamu is
Raut wajah si lelaki paruh baya berubah sangat muram.Batu nomor 2 mulai dilelang. Cherry pun mengangkat kartunya. “Seratus miliar.”Harga dasar dibuka dengan harga 100 miliar itu mengagetkan orang-orang. Bagaimanapun, tidak terdapat giok hijau di permukaan batu nomor 13 sebelumnya. Bagaimana jika batu nomor 2 juga bernasib sama dengan batu nomor 13.Kali ini si lelaki paruh baya tidak berani melelang lagi. Dia sudah menghabiskan uang 200 miliar dengan sia-sia. Pada akhirnya, pelelangan dimenangkan oleh Ester dengan harga 160 miliar.Claire menyadari sepertinya Cherry sengaja mengalah kepada Ester. Cherry bisa membuka harga dasar di angka 100 miliar, itu berarti dia tidak kekurangan uang. Hanya saja, dia tidak berebut dari Ester. Entah dia tidak berani bertaruh atau memiliki maksud lain, Claire tidak bisa menebaknya.Batu nomor 2 dipotong di belakang panggung dan seperti tadi disiarkan langsung kepada semua orang di dalam aula. Potongan dilakukan dari sebelah tengah. Tidak terlihat bag
Mario tertegun. “Apa Bianca yang beri tahu kamu kalau aku di sini?”Ester meletakkan gelas tehnya, lalu menyindir, “Bianca sudah melindungi kamu dan selingkuhanmu itu selama bertahun-tahun. Kamu malah mencurigainya?”Kali ini Mario terdiam.Ester berdiri. “Bianca adalah seorang wanita berbudi luhur. Kalau dia bercerai denganmu, dia tidak akan rugi, malah kamu yang rugi. Cepat atau lambat kamu pasti akan menyesal. Aku dan Zefri tidak akan membantumu lagi.”Mereka berjalan keluar dari ruang sebelah. Candice mengatakan dia ingin pergi mengorek informasi dari tantenya, sepertinya dia sudah tidak sabaran ingin menggosip.Claire dan Cherry berdiri di koridor. Setelah Candice pergi, Claire pun berkata, “Jangan-jangan yang bocorin rahasia ini kepada Bu Ester itu kamu?”“Memang iya.” Cherry langsung mengakui perbuatannya.Claire terlihat agak terkejut. “Kenapa kamu bisa tahu rahasia Keluarga Chaniago?”Bahkan pihak media juga tidak tahu masalah perselingkuhan Mario. Namun, Cherry malah mengetah
Setelah beberapa tahun berlalu, gosip itu pun sudah dilupakan orang-orang. Cherry menggunakan nama barunya kembali ke Makronesia, seolah-olah sedang memulai lembaran baru saja.Sebenarnya Claire sungguh kagum dengan sikap tenang Cherry. Jika wanita lain yang mengalami hal ini, sepertinya mereka akan memilih untuk dalam mengakhiri hidup mereka.Pengalaman hidup Claire dengan Cherry memang mirip. Hanya saja, Claire sendiri juga tidak berani menjamin dirinya bisa tegar seperti Cherry menghadapi semua rintangan itu.Seandainya Cherry tidak memiliki latar belakang Keluarga Martini, sepertinya dia sudah dijebloskan ke penjara oleh anggota keluarga mendiang. Dia juga akan memikul tanggung jawab dan juga reputasi buruk.Claire melamun berdiri di depan pintu kamar. Saat ini, Javier sedang berjalan keluar dari ruang baca. Melihat Claire sedang berdiri di tempat, dia pun menghampiri Claire dan memeluknya dari belakang. “Kamu sudah kembali?”Kali ini Claire baru tersadar dari bengongnya. Dia tiba-
Mario menggertakkan giginya. Dia tidak berani marah, apalagi bersuara.Ester menyuguhkan teh ke hadapan Peter. “Ayah, kamu jangan marah-marah.”“Gimana aku tidak marah?” Peter mengetuk meja. “Menantu sebaik Bianca sudah mengikuti kamu selama 30 tahun lebih. Demi keluarga ini … demi Hardy, dia sudah berkorban banyak! Meski kamu ingin bermain dengan wanita di luar sana, kamu mesti ingat ada istri dan anak di rumah!”Mario melepaskan tangan yang dikepalnya. Keningnya masih terlihat berkerut. “Kak, apa kamu yang mengekspos masalah ini?”Ester spontan tertegun. Dia menjawab dengan serius, “Kamu rasa aku yang melakukannya?”Raut wajah Ester sangatlah muram. Tanpa ragu, dia langsung mengatakan, “Kalau benar semua ini perbuatanku, kenapa aku malah mengucapkan omong kosong di saat pelelangan? Aku sebagai menantu dari Keluarga Chaniago juga berkewajiban untuk menjaga reputasi Keluarga Chaniago.”Mario semakin bingung.Namun pada saat ini, Bianca berjalan masuk ke ruangan. Riasan di wajahnya sang
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs
Levin mendorong pintu kamar, lalu berjalan ke dalam. Ketika melihat Yunita sedang mengambil foto albumnya, dia segera menghentikan Yunita. “Jangan dilihat!”Ketika melihat Levin begitu melindungi foto album itu, Yunita pun menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada foto yang nggak boleh dilihat di dalam album?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Ayahku suruh kamu tidur di kamarku, tapi aku tidak suruh kamu untuk sembarangan sentuh barangku!”“Malahan aku mau sentuh.” Yunita mengulurkan tangannya hendak merebut foto album. Levin menggenggam pergelangan tangan Yunita. “Apa kamu bersikeras ingin melihat fotoku? Jangan-jangan kamu suka sama aku?”Yunita terdiam membisu.Beberapa saat kemudian, Levin spontan kepikiran dirinya masih meraih tangan Yunita. Dia segera melepaskannya, lalu menggenggam foto album dengan erat. “Kamu boleh sentuh yang lain.”Levin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi. Siapa sangka Girman malah memasuki kamar dengan santai. “Mau foto album? Ada banyak di tempatku.
Yunita bertanya, “Apa boleh aku menyentuhnya?”Girman mengangguk. “Tentu saja boleh. Kacang, kemari.”Setelah mendengar suara Girman, Kacang melompat menuruni sofa, lalu berjalan ke hadapan Girman.Girman mengelus kepalanya.Yunita juga mengulurkan tangannya dengan penuh hati-hati. Kacang mengangkat kepalanya untuk mengendus tangan Yunita. Ia juga tidak menolak untuk dibelai Yunita.Saat kepalanya dielus, Kacang menjulurkan lidahnya dan menyipitkan matanya. Ia kelihatan sangat menikmatinya.Girman berkata, “Kacang penurut sekali, ‘kan?”Yunita ikut tersenyum. “Iya, penurut sekali.”Levin berdeham, hendak memanggil Kacang ke sisinya. Siapa sangka Kacang hanya memalingkan kepalanya melirik Levin sekilas, tetapi tidak bergerak sama sekali.Kening Levin berkerut. “Dasar tidak patuh. Cepat ke sini.”Kacang mendengus. Ia kelihatan sangat penat.Girman memelototi Levin, lalu berkata pada Yunita, “Yunita, kalau kamu belum makan, malam ini kamu makan di rumah saja.”Yunita terdiam sejenak, lalu