Ariel berjalan ke samping Jodhiva. “Temanmu?”Jodhiva memalingkan kepalanya melihatnya sembari mengangkat-angkat alisnya. “Apa yang lagi kamu pikirkan?”“Aku nggak pikir apa-apa. Aku hanya lagi bertanya saja. Apa aku nggak boleh bertanya?”Jodhiva tersenyum, lalu membalas, “Sejak kapan aku bilang kamu tidak boleh bertanya? Dia itu teman yang aku kenal di Negara Shawana. Kebetulan dia mau kenalan sama kamu. Jadi, aku pun mempertemukan kalian hari ini.”Ariel melipat kedua lengan di depan dada, lalu menjawab, “Aku kira kamu nggak punya teman.”Jodhiva pun tertawa. “Temanku ada di Negara Shawana. Kalau kamu mau ketemu sama mereka, lain hari aku akan bawa kamu ke Negara Shawana.”Setelah selesai mempersiapkan makan malam, mereka bertiga duduk di depan meja untuk menyantap makan malam. Bastian datang untuk makan gratis. Hanya saja, ketika duduk bersama kedua pasangan suami istri ini, dia merasa dirinya bagai lampu bohlam saja.Bastian mengambil sepotong daging ikan. Tidak lupa juga dia memu
Sepertinya Bastian bisa diajak untuk berteman.Setelah Bastian menyelesaikan makannya, dia pun diusir oleh Jodhiva. Bastian berdiri di koridor sembari memaki Jodhiva yang lebih memilih wanita daripada temannya itu. “Dasar tidak setia kawan!” Kemudian, dia pun pergi dengan emosi tinggi.Setelah Jodhiva menutup pintu rumah dan membalikkan tubuhnya, dia menyadari Ariel sedang bersandar di dinding, seolah-olah tidak tega dengan kepergian Bastian.Jodhiva menyipitkan matanya, lalu berhenti di hadapan Ariel. “Kenapa? Masih ingin dengar gossip?”Ariel membalas dengan tersenyum, “Aku merasa temanmu itu cukup baik. Lain hari aku traktir dia makan …. Aduh!”Jodhiva langsung menggendong Ariel, lalu membaringkannya di atas sofa. Kedua tangan Ariel menindih dada Jodhiva. “Kamu mau ngapain?”Jodhiva menggigit Ariel dengan perlahan. Suaranya terdengar serak. “Kalau kamu mau dengar gosip, kamu bisa tanya langsung sama orang yang bersangkutan.”Ariel juga merasa marah hingga menggigit bibirnya. “Kalau
Kening Hiro berkerut. Dia mencubit dagu Jeska. “Siapa yang beri tahu kamu?”Jeska terbengong sejenak, lalu mencemberutkan bibirnya. “Aku tebak sendiri. Aku dapat melihat perhatiannya terhadap kamu sudah melampaui hubungan pertemanan.”Usai berbicara, Jeska memeluk leher Hiro. “Kak Hiro, aku tahu kalian tumbuh bersama sejak kecil. Tapi, aku takut kamu akan suka sama dia. Kamu akan selalu menyukaiku, ‘kan?”Hiro tidak menjawab. Beberapa saat kemudian, Hiro mendorong Jeska. Dia meletakkan gelas anggur ke atas meja, lalu berdiri. “Kamu tidur dulu. Aku ke ruang baca.”Ketika melihat kepergian Hiro, raut wajah Jeska langsung berubah serius.Jeska mengusap wajah yang mirip dengan Jessie itu. Dia sudah menghabiskan uang 400 juta untuk melakukan operasi plastik menyamakan wajahnya dengan Jessie. Namun, siapa sangka karena wajahnya itu, dia malah bisa menjadi kekasihnya Hiro.Awalnya Jeska mengira setelah dirinya menjadi cantik, dia pun bisa berhasil mendapatkan putra dari keluarga kaya. Dengan
Yura menggigit bibirnya. Kenapa setiap kali Yura ingin menyerah, Hiro pasti akan muncul kembali, mengacaukan hatinya?Pada akhirnya, Yura memilih untuk ke kafe. Saat memasuki kafe, dia mengamati sekeliling, tetapi dia tidak bisa menemukan bayangan tubuh Hiro. Saat dia hendak menelepon untuk bertanya, dia melihat Jeska berdiri dari duduknya. “Nona Yura, sebelah sini.”Ketika Yura menatap Jeska, dia pun terbengong sejenak. Dia berjalan mendekati Jeska, lalu berhenti di depan mejanya. “Kenapa kamu bisa ada di sini?”Jeska tersenyum. “Karena aku yang ajak kamu ketemuan.”“Kamu?” Raut wajah Yura berubah. Jangan-jangan dia mengirim pesan dengan menggunakan ponsel Hiro?“Apa kamu merasa syok?” Jeska mengulurkan tangannya. “Silakan duduk, Nona Yura. Kebetulan ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.”Yura duduk di tempat. Tidak terlihat perubahan ekspresi apa pun dari wajahnya. “Nona Jeska, apa yang ingin kamu bicarakan sama aku?”Jeska mengaduk kopi di gelasnya. “Tentu saja bicara masalah Kak
“Jeska, berdiri.” Tiba-tiba terdengar suara seseorang.Raut wajah Yura langsung berubah. Dia refleks membalikkan tubuhnya, lalu tampak Hiro sedang berjalan mendekat.Baru saja Yura hendak menjelaskan, Hiro melewati sisinya, lalu pergi memapah Jeska. Jeska bersandar di dalam pelukan Hiro dengan tubuh gemetar. “Kak Hiro, semua ini salahku. Nggak seharusnya aku cari Nona Yura untuk menjelaskan. Aku hanya nggak ingin Nona Yura salah paham saja.”Hiro melepaskan jasnya, lalu membungkus tubuh Jeska.Yura merasa marah hingga mengepal erat tangannya. Dia pun menggertakkan giginya. “Hiro, apa maksudmu? Apa kamu percaya sama omongannya? Aku nggak lakuin apa-apa sama dia!”“Yura,” panggil Hiro. Dia menatap Yura dengan wajah tidak berekspresi. “Selain kamu, siapa lagi yang bisa melakukan hal seperti ini?”Yura terkaku di tempat. Dia mulai merasa tenang. Kedua mata Yura menjadi merah. Suaranya terdengar agak serak. “Jadi, kamu percaya sama dia ….”Mereka berdua sudah saling kenal selama beberapa ta
Bastian mengamati Jeska. “Aku tidak menyangka ternyata cewek Negara Makronesia akan membuka wawasanku. Aktingmu bagus sekali, sayang kalau kamu tidak bergabung ke dunia hiburan?”Jeska mengalihkan pandangannya. Dia masih menunjukkan sikap malangnya. “Kamu … jangan sembarangan bicara. Sepertinya aku nggak menyinggungmu, ‘kan?”Bastian tersenyum. “Aku sudah bilang, aku itu saksi mata. Masalah ini tidak ada hubungannya dengan kamu pernah menyinggungku atau tidak. Tidak masalah kalau kamu berbohong, masalahnya orang lain tidak berbohong.”Raut wajah Hiro menjadi serius. Dia tidak berbicara.Jeska menarik tangan Hiro. “Kak Hiro, kamu mesti percaya sama aku. Aku nggak lagi bohong.”Yura tersenyum, tapi dia tidak berbicara lagi. Tidak ada lagi yang ingin dikatakannya.Bastian mengeluarkan ponselnya dengan tenang. “Tadi saat aku lagi rekam video di lantai atas, aku tidak sengaja merekam sesuatu. Gimana kalau kalian menikmati hasil rekamanku?”Jeska merasa panik. Dia mengulurkan tangannya henda
Bastian menyalakan mesin mobil, lalu menginjak pedal gas mobil. Mobil pun melaju pergi.Yura melihat mobil yang semakin menjauh, lalu menurunkan kelopak matanya. Pada akhirnya, pria itu telah membantunya lagi.Di dalam vila, Jeska memeluk Hiro dari belakang. “Aku sudah menyadari kesalahanku. Kak Hiro, kamu jangan marah lagi, ya. Aku akui aku sudah memfitnahnya, tapi aku hanya ingin dia menjauhimu saja ….”Hiro mendorong wanita di belakangnya. Jeska tidak sempat merespons. Pinggangnya menyenggol ujung meja, lalu jatuh duduk di lantai. Dia memegang bagian yang sakit dan wajahnya seketika memucat. “Kak Hiro?”“Jeska, apa kamu kira karena aku memanjakanmu, kamu boleh mempermainkanku?”Kedua mata Jeska berpapasan dengan tatapan sinis Hiro. Dia pun tertegun. “Aku … bukan, Kak Hiro, aku sudah menyadari kesalahanku.”Hiro membungkukkan tubuhnya, lalu mencubit dagu Jeska. “Kelak jangan dekati orang di sekitarku. Kalau sampai ketahuan sama aku, aku pasti tidak akan tinggal diam.” Hiro benar-bena
Akhirnya Jerremy merasakan bagaimana kehidupan pensiun ayahnya.“Sekarang kamu sudah kembali, itu berarti aku sudah dibebaskan.”“Kak.” Jerremy menatap Jodhiva. “Bisa tidak kamu bantu aku untuk beberapa waktu ini?”“Jangan mimpi.” Jodhiva langsung menolak.Jerremy menunduk sembari menggenggam tangan kecil Jennie. “Coba kamu lihat, pamanmu tidak izinkan ayahmu untuk istirahat, bukan ayahmu yang tidak ingin bermain bersamamu ….”Jerremy menatap Jessie yang kebingungan karena tidak mengerti omongannya. Tiba-tiba dia kepikiran sesuatu, lalu tersenyum.Keesokan harinya, Jerremy menggendong putrinya ke perusahaan. Gerakan Jerremy mengagetkan semua karyawan perusahaan. Bahkan saat membaca dokumen pun, salah satu tangannya sedang sibuk menggendong putrinya. Kalau Jennie menangis, dia segera menenangkannya dengan memberinya susu.Saat Jennie tidur, dia baru membaringkan Jennie di dalam stroller. Kemudian, dia meletakkan stroller di tempat yang bisa dijangkaunya. Jika ada karyawan yang melaporka
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs
Levin mendorong pintu kamar, lalu berjalan ke dalam. Ketika melihat Yunita sedang mengambil foto albumnya, dia segera menghentikan Yunita. “Jangan dilihat!”Ketika melihat Levin begitu melindungi foto album itu, Yunita pun menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada foto yang nggak boleh dilihat di dalam album?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Ayahku suruh kamu tidur di kamarku, tapi aku tidak suruh kamu untuk sembarangan sentuh barangku!”“Malahan aku mau sentuh.” Yunita mengulurkan tangannya hendak merebut foto album. Levin menggenggam pergelangan tangan Yunita. “Apa kamu bersikeras ingin melihat fotoku? Jangan-jangan kamu suka sama aku?”Yunita terdiam membisu.Beberapa saat kemudian, Levin spontan kepikiran dirinya masih meraih tangan Yunita. Dia segera melepaskannya, lalu menggenggam foto album dengan erat. “Kamu boleh sentuh yang lain.”Levin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi. Siapa sangka Girman malah memasuki kamar dengan santai. “Mau foto album? Ada banyak di tempatku.
Yunita bertanya, “Apa boleh aku menyentuhnya?”Girman mengangguk. “Tentu saja boleh. Kacang, kemari.”Setelah mendengar suara Girman, Kacang melompat menuruni sofa, lalu berjalan ke hadapan Girman.Girman mengelus kepalanya.Yunita juga mengulurkan tangannya dengan penuh hati-hati. Kacang mengangkat kepalanya untuk mengendus tangan Yunita. Ia juga tidak menolak untuk dibelai Yunita.Saat kepalanya dielus, Kacang menjulurkan lidahnya dan menyipitkan matanya. Ia kelihatan sangat menikmatinya.Girman berkata, “Kacang penurut sekali, ‘kan?”Yunita ikut tersenyum. “Iya, penurut sekali.”Levin berdeham, hendak memanggil Kacang ke sisinya. Siapa sangka Kacang hanya memalingkan kepalanya melirik Levin sekilas, tetapi tidak bergerak sama sekali.Kening Levin berkerut. “Dasar tidak patuh. Cepat ke sini.”Kacang mendengus. Ia kelihatan sangat penat.Girman memelototi Levin, lalu berkata pada Yunita, “Yunita, kalau kamu belum makan, malam ini kamu makan di rumah saja.”Yunita terdiam sejenak, lalu