Jessie membawa keranjang buah berjalan ke dalam kamar. Dacia spontan memalingkan kepala melihat ke sisinya. Kemudian, Jessie meletakkan keranjang ke atas nakas. “Sepertinya kamu sudah nggak bisa menghadiri acara ulang tahun akademi. Kondisimu sekarang ini setidaknya perlu dirawat selama setengah bulan.”Dacia tersenyum. “Terima kasih.”“Untuk apa kamu bersikap sungkan sama aku?” Jessie duduk di bangku samping ranjang. “Kamu juga pernah membantuku, ‘kan?”Dacia kembali tersenyum. “Kalau begitu, anggap saja kita impas.”Tak lama kemudian, Jessie meninggalkan kamar pasien. Ketika berjalan ke koridor, dia pun menyadari sesosok bayangan punggung yang sangat familier baginya.Bukannya orang itu adalah pengawalnya Jules, Derrick?Jessie diam-diam mengikuti langkahnya. Tampak dia berjalan ke area rawat inap Gedung A. Tak lama kemudian, Derrick masuk ke dalam sebuah kamar pasien yang dijaga oleh dua orang pengawal di luar sana. Jessie bersembunyi di balik dinding, tidak berani terlalu dekat de
Jessia yang bersembunyi di mobil belakang dapat mendengar ucapan itu. Dia langsung berdiri. “Kenapa kamu nggak tahu malu banget, sih!”Derrick sungguh kaget. “Nona Jessie?”Jessie segera berjalan ke samping mobil, lalu bersandar di atas jendela untuk menatap Jules. “Ternyata kamu ingin dihidupi? Kamu ingin habisi uang keluargaku?!”Jules menatap wajah indah dan polos si wanita. Dia pun tertawa. “Kekayaan Keluarga Fernando saja masih belum dikuras habis oleh kalian. Apa mungkin aku berani mengurasnya?”Jessie mencemberutkan wajahnya. “Maksudmu aku dan kakakku itu anak nggak berguna?”Jules mencubit pipi Jessie. “Kamu memang cukup tidak berguna. Kalau tidak, apa mungkin kamu akan menghancurkan Kediaman Keluarga Ohara.”Jessie terdiam sejenak. Tetiba dia merasa canggung. “Namanya juga lagi emosi. Siapa suruh wanita tua itu menindas Dacia!”Entah sejak kapan Derrick sudah meninggalkan mobil. Jules membuka pintu mobil, lalu menarik Jessie ke dalam mobil. Dia memangku Jessie, lalu mendekatka
Jules mengangkat kepala Jessie, lalu menempelkan keningnya di atas kening si wanita. “Jessie, seandainya suatu hari nanti kamu menyadari aku juga adalah orang licik seperti tanteku, apa kamu bakal merasa takut?”Jessie tertegun di tempat.Jules juga tidak memaksa Jessie untuk menjawab pertanyaannya. Dia melepaskan Jessie. “Kamu mau pulang atau menemani Dacia di kamarnya?”“Aku mau pulang.” Seusai berbicara, Jessie melihat ke sisi Jules. “Aku akan memaklumimu.”Tetiba Jules merasa syok. Seandainya Jessie menjawab dirinya tidak akan takut, Jules malah akan mengira Jessie sedang membohonginya. Namun, Jessie malah menjawab dirinya akan memaklumi Jules.Jules mengantar Jessie untuk kembali ke Kompleks Vila Bagya. Jessie membuka pintu, lalu menuruni mobil. Entah apa yang dia pikirkan, dia menoleh untuk menatap Jules. “Kamu mesti lebih waspada terhadap Charles.”Jules terdiam beberapa saat, lalu tersenyum padanya. “Aku mengerti.”Setelah melihat Jessie memasuki gedung, Jules tidak lagi tersen
Sepertinya Jules tahu Lidya akan berbicara seperti ini. Dia pun tersenyum datar. “Aku tidak akan menyentuh Charles.”Lidya pun tersenyum. Saat dia hendak berbicara, tetiba terlihat tatapan sinis Charles. “Tapi tidak berarti orang lain tidak akan menyentuhnya.”Raut wajah Lidya seketika memucat. “Apa maksudmu?” Lidya langsung maju untuk menarik ujung pakaian Jules. “Jules, seandainya putraku kehilangan sehelai rambutnya saja, aku akan membuat kamu dan ibumu hidup menderita.”“Lebih baik kamu simpan ucapan itu untuk kamu sendiri.” Jules menepis tangan Lidya dengan tenang. “Menurutmu, kalau Kakek tahu masalah kematian Stanley akibat ulah anak buah Charles, semuanya pasti akan terasa seru.”Wajah Lidya semakin pucat lagi. Dia sungguh tidak menyangka Jules akan mengetahui masalah ini. Dia spontan merasa gugup. “Jangan sembarangan bicara. Apa kamu punya bukti ….”“Ada.” Jules membungkukkan tubuhnya, lalu menatap Lidya dengan wajah tak berekspresi. “Ada bukti di tanganku. Tante, kamu tunggu s
Ketika mengungkit soal Clara, Jessie langsung terdiam. Dia lupa Dacia mesti mewakili abangnya untuk membesarkan anak. Dacia memang tidak boleh hanya memikirkan dirinya saja.Jerremy membalikkan tubuhnya. “Tidak usah pakai uangmu.” Kemudian, Jerremy meninggalkan kamar.Pada akhirnya, Dacia “dipaksa” untuk tinggal di kamar pasien VIP lantai 16. Berhubung tinggal di lantai lebih atas, pencahayaan otomatis lebih bagus, begitu pula dengan kedap suara ruangan. Koridor sangatlah sepi, tidak seribut lantai bawah. Tempat seperti ini memang lebih cocok untuk pemulihan kondisi kesehatan.Jessie melihat ke sisi Jerremy. Jarang-jarang abangnya yang satu ini menghabiskan uang untuk orang lain. Semua orang juga tahu betapa pelitnya Jerremy, kecuali terhadap Jessie.Hanya saja, Jessie sungguh merasa gembira. Setidaknya Jerremy tidak menjaga jarak dengan Dacia lagi.Kebetulan Jerremy keluar untuk mengangkat panggilan. Dacia pun berbisik di telinga Jessie untuk bertanya, “Apa otak kakakmu rusak?”Jessie
Jangan sampai nantinya Jerremy malah menyalahkan Dacia. Dia sungguh tidak sanggup menanggung akibatnya.Jessie pun tersenyum dan tidak berbicara lagi. Dia meninggalkan kamar pasien, lalu memasuki lift turun ke lobi.Di dalam kerumunan, tampak suster sedang mendorong kursi roda mendekati Jessie. Pemuda yang duduk di kursi roda bukanlah orang lain, melainkan adalah Yale.Saat ini, Yale kelihatan sangat kurus dan tidak bersemangat. Dia tidak lagi kelihatan energik seperti sebelumnya. Tatapan Jessie tertuju pada celana bagian kanan Yale yang kosong itu. Dia spontan merasa kaget.Suster mendorong Yale melewati sisi Jessie. Dari tadi Yale tidak memperhatikan dirinya. Jessie menghentikan langkahnya, lalu membalikkan kepalanya melihat bayangan punggung yang memasuki lift. Dia mulai merenungkan diri.Jerremy datang tepat waktu untuk menjemput Jessie. Jessie membuka pintu mobil, lalu memasuki mobil. “Kak Jerry, apa kamu tahu kondisi Yale?”Kening Jerremy tampak berkerut. “Ngapain kamu tanya aku
Irwan memilih untuk bungkam.“Irwan, sejak kita berhubungan di belakang dia, kita sudah nggak punya jalan untuk kembali lagi. Kita sama-sama tahu betapa sadisnya dia. Siapa pun bisa dia peralat. Kita nggak akan bisa hidup jika terus berada di sisinya.”Jari tangan Marry meraba bibir Irwan. “Apalagi, dia ingin mengantar wanita yang paling kamu cintai ke tangan pria yang sadis itu. Apa kamu tega?”Irwan menarik napas dalam-dalam. Setelah mencoba untuk menenangkan dirinya, Irwan pun melepaskan Marry. Dia membalikkan tubuhnya berjalan ke sisi pintu. Tetiba dia menghentikan langkahnya, lalu berbicara tanpa menoleh sama sekali. “Aku akan cari cara untuk menghentikan semua ini.”Marry pun melihat kepergian si pria.Irwan berjalan ke area parkiran. Dia yang penuh waspada itu menyadari sesuatu. Dia spontan membalikkan tubuhnya, lalu hendak turun tangan. Namun, dia malah terlambat satu langkah.Derrick mengarahkan pisau ke sisi leher Irwan. “Tuan Muda kami ingin bertemu denganmu.”Irwan melihat
Kedua mata Daniel terbelalak lebar. Dia sungguh tidak menyangka Dacia akan mengatakan ucapan seperti ini.“Pulang sana. Aku mau istirahat.” Dacia menarik selimutnya, lalu berbaring dengan membelakangi pintu. Setelah mendengar suara pintu ditutup, air mata spontan menetes dari ujung mata Dacia.Samar-samar Dacia kepikiran dengan masa kecilnya sewaktu di desa dulu. Waktu itu, ayahnya membiarkan Dacia menunggangi pundaknya.Daniel bukan tidak baik terhadapnya. Hanya saja, ayahnya tidak memiliki pendiriannya sendiri, selalu mendengar ucapan ibunya. Ibunya sangatlah keras, sedangkan ayahnya sangat lemah. Pada akhirnya hubungan Dacia dan ayahnya pun semakin jauh lagi ….Kemudian, kembali terdengar suara buka pintu. Dacia mengira ayahnya masih belum pergi. “Bukannya aku sudah suruh kamu pergi?”“Tadi siapa yang ke sini?”Dacia terbengong, lalu membalikkan kepalanya menatap sosok Jerremy di depan pintu. Dia duduk di atas ranjangnya, segera menyembunyikan rasa sedih di wajahnya. “Bukan siapa-si