Raut wajah Jules tidak berubah. “Kenapa kamu tiba-tiba balik badan?”Jessie tidak bisa berkata-kata. Dia langsung berjalan ke depan. Jessie memegang satu baskom tusukan satai. Dia menyantap satai sambil berjalan, sedangkan Jules hanya berjalan di sampingnya.Langkah kaki Jessie berhenti. Dia menyerahkan satu tusuk satai kepadanya. “Nah.”“Aku tidak makan.”“Ya sudah kalau nggak mau.” Sebenarnya Jessie juga tidak ingin berbagi dengannya.Namun, belum selesai Jessie menghabiskan satainya, perutnya tetiba terasa sakit. Jules menyadarinya, lalu menariknya. “Ada apa denganmu?”“Aku … aku nggak enak badan.”Kening Jules berkerut. Dia berkata dengan galak, “Makanan seperti ini tidak higienis. Kamu malah makan sebanyak ini, rasakan sekarang.”Sebenarnya Jessie ingin melawan, hanya saja dia kesakitan hingga tidak bisa berkata-kata. Dia memegang perutnya sembari berjongkok. Jules langsung menggendongnya. “Aku bawa kamu ke rumah sakit.”Jules berlari kencang membawa Jessie kembali ke mobil. Dia
Jerry dan Jody saling bertukar pandang, lalu menjawab dengan serempak, “Iya, Ibu.”Satu minggu kemudian, akhirnya masa haid Jessie telah berakhir.Cuaca hari ini sedang cerah. Jessie sedang meregangkan tubuhnya di halaman. Ketika memalingkan kepalanya, tampak Yura dan Hiro sedang berdiri di depan pintu gerbang.Yura melambaikan tangan ke sisi Jessie. Jessie berjalan ke depan gerbang, lalu melihat mereka dengan kaget, “Kak Yura, Kak Hiro, kenapa kalian ke sini?”Yura memperlihatkan tiket di ponselnya kepada Jessie. “Tentu saja buat nonton bioskop. Ada film baru, aku sudah beli tiga tiket.”Sebenarnya Jessie tidak ingin menonton bioskop. Hanya saja, berhubung Yura sudah membeli tiket, apalagi Yura dan Hiro datang mengajaknya secara langsung, Jessie pun tidak enak hati untuk menolaknya.Saat Jessie ingin mengiakan, terdengar suara Jerry dari belakang. “Tambah aku juga.”Tidak lagi terlihat senyuman di wajah Yura. “Jerry, kenapa kamu ikut meramaikan?”Yura sengaja membeli tiga tiket juga k
Kepikiran hal ini, raut wajah Jules menjadi dingin.“Jules.” Tetiba ada suara yang menghentikan pemikiran Jules. Dia memalingkan kepalanya dengan perlahan, lalu tampak ada seorang anak perempuan sedang melambaikan tangannya dari kejauhan.Kening Jules tampak berkerut. Dia tidak ingat dengan sosok perempuan itu, tetapi sepertinya perempuan itu mengenalinya.Jules melirik ke sisi kafe sekilas, lalu bertanya kepada orang yang berjalan menghampirinya dengan dingin, “Siapa kamu?”Lisa meremas ujung lengan pakaiannya dengan erat, lalu tersenyum. “Bisa nggak kita bicara sebentar?”Di dalam kafe, Jessie memesan segelas latte untuk Jules. Kemudian, dia membalikkan tubuhnya melihat ke depan pintu, tetapi dia tidak bisa menemukan batang hidung Jules lagi.Koridor di samping lift sangat sepi. Jules menghentikan langkahnya, lalu menatap Lisa dengan datar. “Siapa kamu?”“Jules, kamu jangan salah paham.” Lisa melambaikan tangannya, kemudian menjelaskan dengan tersenyum, “Aku tahu kamu nggak ingat lag
Jules menatap Lisa tanpa berbicara. Tidak terlihat ekspresi apa-apa di wajahnya. Lisa juga tidak tahu sebenarnya Jules percaya atau tidak dengan kata-katanya.Hanya saja, Lisa takut dirinya akan dipergoki. Dia pun mencari alasan. “Aku nggak ngobrol lagi sama kamu. Aku pergi dulu ya. Kalau ada masalah, kamu bisa hubungi aku.” Setelah itu, Lisa langsung meninggalkan tempat.Jules menunduk melihat nomor kontak di tangannya. Raut wajahnya spontan menjadi serius.Di sisi lain, Jessie sedang mencari Jules. Tak lama kemudian, tampak Jules berjalan perlahan keluar dari kerumunan.“Jules, kamu ke mana saja?” Jessie menghampirinya dengan terengah-engah. “Kalau kamu hilang, aku nggak bisa jelasin sama kakekmu.”Jerry mendengus dingin. “Dia sudah gede. Mana mungkin dia bakal hilang?”Yura dan Hiro pun tidak berbicara.Tatapan Jules tertuju pada wajah Jessie. Setelah dilihat-lihat, Jessie tidak seperti yang dikatakan gadis tadi yang bisa mengancam orang lain.Sebenarnya Jules tidak percaya. Hanya s
Meskipun Jessie ingin menjadi tuan putri, mereka juga bersedia membiarkannya hidup di dunia dongeng.Kelak siapa yang berani menindas Jessie, mereka pun akan memberi pelajaran kepadanya. Jerry dan Jody akan menjadi sandaran Jessie untuk selamanya.Jules menggerakkan bola matanya. “Apa kalian pernah bertanya dia ingin kehidupan seperti apa?”Jerry mendengus dingin. “Kamu tidak usah khawatirin masalah ini.”Dari tadi Jessie tidak berbicara sama sekali. Bukannya dia tidak sedang mendengar, tetapi dia mendengar setiap percakapan mereka.Jessie tahu abang-abangnya ingin melindunginya, berharap Jessie bisa hidup tenang untuk selamanya. Hanya saja, dia juga tidak ingin selamanya hidup dengan mengandalkan abang-abangnya.Seperti apa yang dikatakan ibu. Setelah dewasa, kita mesti belajar untuk mandiri dan belajar untuk menghadapi masalah sendiri.Prestasi sekolah Jessie memang tidak bisa dibandingkan dengan Jody dan Jerry. Dia bahkan tidak bisa mengatakan keunggulan yang dimilikinya. Sewaktu ke
Claire spontan tersenyum. “Jarang-jarang keempat anak-anak berhubungan dengan harmonis?”Javier merangkul pundak Claire. “Karena tujuan mereka sama.” Mereka semua ingin meningkatkan prestasi belajar Jessie.Claire memalingkan kepala untuk melihat Javier dengan mengangkat-angkat alisnya. “Apa kamu sudah lihat? Anak perempuan kita seharusnya seperti ini. Kalau kalian manjain dia lagi, kelak orang-orang pasti akan meremehkan Jessie karena dia nggak bisa apa-apa.”Daripada memanjakan anak perempuan, lebih baik Claire tidak melahirkan anak perempuan. Javier pun tersenyum. “Aku tahu aku salah. Kelak aku akan biarkan kamu saja yang mendidik anak perempuan kita. Gimana menurutmu?”Claire bertopang dagu. “Memang sudah saatnya untuk Jessie belajar alat musik dan melukis.”Javier merasa kasihan dengan putrinya. “Apa dia sanggup belajar sebanyak itu?”Claire memelototi Javier. “Kedua putramu saja sanggup, kenapa Jessie nggak sanggup?”Javier tersenyum, lalu memeluk Claire dari belakang. “Oke, oke
Saat Jerry hendak berbicara, Jody pun duluan berkata, “Biarkan Jessie menjaganya. Beberapa hari ini dia juga sudah banyak membantu Jessie.”“Terserah.” Jerry duluan keluar kamar.Setelah mereka berdua meninggalkan kamar, Jessie duduk di bangku. Ketika melihat gelas kosong di atas meja, Jessie berdiri hendak menuangkan air untuknya. Tetiba dia menemukan selembar kertas yang ditimpa di bawah ponsel.Jessie mengambil kertas itu dengan penasaran. Dia merasa sangat tidak asing dengan nomor ponsel itu. Saking familiernya, Jessie pun tahu siapa pemilik nomor itu.Sore harinya, Jules baru terbangun dari tidur lelapnya. Dia memegang keningnya. Sekarang dia merasa lebih enakan. Saat memalingkan kepalanya, tampak Jessie yang sedang ketiduran di bangku samping.Jules merasa kaget. Dia mengira dirinya sedang bermimpi tadi. Jules pun berdiri, lalu menarik selimut ke sisi bangku. Tatapannya tertuju pada wajah gadis yang sedang tertidur lelap. Apalagi ketika melihat air liur di ujung bibir Jessie, Jul
Raut wajah Lisa memucat. Tangan yang diletakkan di atas paha spontan dikepal erat. Bukankah Jules sedang lupa ingatan? Kenapa Jules kepikiran untuk menyelidikinya? Bukankah seharusnya Jules percaya dengan omongannya?“Jules, aku memang diskors, tapi aku benar-benar ….”“Kamu ingin bilang kamu difitnah? Kamu tidak bersalah?” Jules yang membongkarnya. “Aku memang tidak ingat sama masalah dulu lagi, tapi bukan berarti aku bodoh.”Lisa tertegun di tempat.“Sebenarnya aku hampir saja percaya dengan omonganmu waktu itu. Tapi kamu tidak seharusnya ingatin aku mengenai masalah Jessie dan juga kakaknya.”Memang benar, Jules hampir memercayai omongan Lisa waktu itu. Hanya saja, dia bukan memercayai semuanya. Berhubung Lisa mengatakan dirinya berteman dengan Jessie, kenapa Lisa malah memberitahunya bahwa Jessie dan abangnya sangat membencinya? Jules malah merasa Lisa ingin menarik rasa percaya Jules.Setelah pertemuan itu, Jules menyuruh Derrick memeriksa identitas dari pemilik nomor ponsel itu.