Kedua tangan Julie menerima bunga itu. Di dalam buket bunga terdapat sebuah kotak kecil berwarna merah. Julie membuka kotak tersebut, kemudian tampak sebuah cincin berlian berwarna merah muda.Jujur saja, Julie sungguh tidak menyangka Dimas bahkan sudah mempersiapkan cincin untuknya. “Dimas, kamu nggak diskusi dulu sama aku!”Julie masih belum mempertimbangkan masalah pernikahan. Kenapa Dimas malah memberinya cincin?Dimas malah bersikap serius. “Saat kita melakukan pernikahan bisnis, aku tidak pernah menghadiahkan apa pun kepadamu. Aku juga berutang cincin kepadamu. Anggap saja aku lagi menebusmu.”Kali ini, Julie terdiam sejenak. “Menebusku?”Dimas mengambil cincin dari tangan Julie, lalu berhadapan dengannya. “Coba aku lihat ukurannya cocok tidak.”Dimas menarik tangan Julie, lalu memasangkan cincin di jari manisnya. Ternyata ukurannya cocok sekali.Julie juga tidak tahu kenapa dia membiarkan Dimas memasang cincin di tangannya. Setelah cincin dipasangkan, Julie merasa ada yang aneh.
Gara-gara kasus Joshua, Qintari telah menjadi bahan lelucon di kalangan mereka. Dia menyebar gosip bahwa Julie telah merusak hubungan mereka. Namun kenyataannya, Qintari-lah yang sudah menjadi perusak dalam rumah tangga orang lain. Qintari memang pantas dikasihani lantaran dibohongi oleh Joshua, tetapi setelah status kawin Joshua terekspos, Qintari masih saja berharap Joshua bisa bercerai dan menikahinya. Jadi, tidak ada satu pun merasa iba dengan apa yang dialami Qintari.Saat Julie tiba di acara pesta, mereka pun pergi menyapanya dengan ramah. Julie sungguh tidak terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Hanya saja, dia memaksakan diri untuk bersikap sungkan.“Nona Julie, dengar-dengar Tuan Dimas mengejarmu lagi, ya? Romantis sekali.”“Tak disangka kamu akan begitu disukai oleh mantan suamimu.”Ketika mendengar sanjungan itu, Julie pun merasa canggung. Dimas memang mengejarnya, tetapi dia masih belum setuju untuk menikah lagi dengan Dimas.Apalagi Julie juga tidak berani berbicara terl
Dimas kelihatan lebih memesona daripada lelaki yang blak-blakan langsung mengungkapkan keinginannya.Sebenarnya Dimas menginginkannya, tetapi dia takut permintaannya akan kelewatan batas. Jadi, Dimas terpaksa mendekatinya setahap demi setahap. Dia menggoda Julie sembari menunggu inisiatif dari Julie.Hati Julie terasa tersiksa. Dia sungguh takut akan dipergoki oleh orang yang melewati koridor. Dia merasa tegang tak berhenti menggigit bibirnya. “Kita pulang saja.”Dimas menempelkan keningnya di atas kening Julie. Napasnya terasa agak berat. “Pulang ke mana?”Pikiran Julie menjadi hampa. “Pulang … pulang ke rumah.”Dimas pun tersenyum tipis, lalu memainkan telapak tangan Julie. “Pulang ke rumahku?”Julie mengangguk dengan perlahan. Satu detik kemudian, dia pun terbengong di tempat.Dimas menggendong Julie sembari tersenyum. “Kenapa tidak bilang dari tadi?”Mobil berhenti di vila pribadi Dimas. Vila ini sudah lama menganggur. Ini pertama kalinya Julie datang ke rumah ini. “Bukan pulang ke
Jody bertanya, “Cara apa?”Jerry bertopang dagu. “Kita sibukkan diri dia saja.”Di dalam vila.Cahaya lampu jalan menyinari ke dalam kamar. Pencahayaan redup di dalam kamar menghangatkan suasana.Julie memandang ke luar jendela, lalu berpikir beberapa saat.Dimas menjulurkan tangannya, memeluk Julie dari belakang, lalu menyandarkan dagunya di atas pundak Julie. “Apa kamu menyesal?”Julie menunduk. “Nggak ada yang perlu disesalkan.” Dia tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini. Rasanya agak kacau dan aneh. Hanya saja, dia tidak sedikit pun merasa menyesal. Dia merasa semuanya bagai mimpi saja.“Kamu lagi salahin diri kamu sendiri.” Dimas membelai rambut Julie, lalu mengecupnya dengan perlahan. “Karena kamu tahu tidak ada gunanya untuk menyesal.”Julie tertegun dan tidak berbicara.Dimas mengusap ujung bibir Julie. “Apa kamu menyalahkanku?”Julie memalingkan kepalanya melirik Dimas sekilas. “Semua ini salahku.” Dia memeluk selimut di tubuhnya dengan erat. “Aku sendiri ya
Jerry melipat kedua lengannya. “Apa hubungannya Keluarga Tanzil sama kamu? Aku juga bukan kurang kerjaan.”Jessie menggigit bibirnya. Saat dia hendak berbicara, Jody meletakkan tangan di atas pundaknya. “Jessie, Tante dan Paman sudah baikan. Sudah saatnya kita kembali ke ibu kota.”Akhirnya Jody berhasil mengalihkan topik pembicaraan. Jessie menggaruk pipinya. “Kita pulangnya hari ini?”“Besok,” jawab Jody.“Baiklah, hari ini aku ingin pamitan dulu sama Tante,” balas Jessie sembari membalikkan tubuhnya.Jody memalingkan kepalanya melihat ke sisi Jerry. “Apa mereka akan berhasil melacakmu?”Jerry sangat percaya diri dengan kemampuannya. “Tidak mungkin. Meskipun berhasil dilacak, mereka hanya akan tahu peretasnya dari Area Andes. Setelah kita kembali ke ibu kota, semua ini tidak ada hubungannya lagi sama kita.”Setelah kembali ke ibu kota, meski menyelidiki Area Andes, mereka juga tidak akan berhasil menyelidiki sampai ke diri Jerry.Jody mengangguk. “Baiklah.”Pada saat ini, Kediaman Ta
Dimas tersenyum. “Gimana kalau kita lahirin satu?”Julie tersenyum, lalu menepis tangannya. “Kamu makin nggak tahu batasan, ya!”Dimas pun tertawa, lalu membalikkan tubuhnya segera mengikuti langkah Julie.Setelah menempuh penerbangan selama dua jam, akhirnya pesawat mendarat di ibu kota.Roger sudah menunggu di depan bandara. Ketika melihat ketiga bocah menyeret koper berjalan keluar, dia segera membuka bagasi mobil, lalu memasukkan koper ke dalam bagasi. “Halo, apa liburan kalian di Area Andes menyenangkan?”Jessie duduk di bangku samping pengemudi, lalu bertanya, “Di mana Ayah dan Ibu?Roger memasang sabuk pengaman. “Mereka sudah lama menemani kalian di Area Andes. Jadi, mereka lagi sibuk sekarang.”Saat Jessie hendak berbicara, tetiba terlihat bekas merah di bagian leher Roger. Meskipun Roger sudah menutupinya dengan kerah pakaiannya, bekas itu tetap saja bisa kelihatan. “Paman Roger, siapa yang menggigit lehermu?”Jody dan Jerry spontan melihat ke sisi Roger.Ekspresi Roger menjad
Izza meletakkan dokumen di atas meja. Beberapa saat kemudian, dia berkata, “Nggak cantik, ya?”Claire tersenyum. “Kapan aku bilang nggak cantik? Yang penting kamu suka. Kamu berpakaian seperti ini juga bukan untuk dilihat orang lain. Wanita memang suka berdandan dan pakai yang cantik-cantik. Kamu lagi menyenangkan diri kamu sendiri, bukan menyenangkan orang lain.”Izza kelihatan seperti gadis ketika mengenakan rok. Sebenarnya Izza cukup cantik. Meskipun dia menyamar sebagai lelaki, dia juga enak untuk dipandang.Setelah memanjangkan rambutnya dan mengenakan rok, Izza juga kelihatan semakin memesona.Mengenai perubahan Izza secara tiba-tiba, Claire juga memahaminya. Hanya saja, dia tidak mengatakannya dan tidak banyak bertanya.Setelah Izza menyerahkan dokumen, dia berjalan meninggalkan ruang kantor. Dia pun bertemu dengan Roger di koridor.Roger sungguh kaget ketika melihat sosok Izza. Dia terbengong beberapa detik, lalu segera berjalan ke hadapan Izza. Dia menarik Izza ke sisi tangga,
Roger sudah lama bekerja di sisi Javier. Dia pun sering bertemu dengan banyak wanita cantik, contohnya seperti Kayla. Dia benar-benar tidak memiliki kesan bagus terhadap wanita itu. Hanya saja, lantaran waktu itu Javier salah paham mengira berutang budi terhadap Kayla, Roger baru terpaksa menghormatinya.Berbeda dengan Izza, Roger tahu dia tidak sedang berakting. Dia hanya bisa berkata, selain polos, Izza sangat blak-blakan. Dia juga berani mengatakan apa pun.Seandainya seperti ini, Roger semakin yakin bahwa dia tidak pernah menyentuh Izza. Bagaimanapun, Roger sudah mabuk parah dan tidak memiliki tenaga ekstra. Sepertinya Izza salah pengertian terhadap masalah tidur bersama.“Jadi, semalam kita tidur bersama?”Izza mengangguk.Roger menatapnya. “Apa yang kamu lakukan?”Izza berpikir sejenak, lalu melihat ke sisi lehernya. “Aku gigit lehermu.”Roger menunjuk ke lehernya. “Hanya begini saja?”Izza kembali mengangguk.“Kalau begitu, aku tidak usah tanggung jawab. Kita tidak melakukan apa