Dimas menyipitkan matanya. Dia mengangkat gelasnya, bersulang dengan Julie. “Masih belum makan. Apa kamu ingin mabukin aku?”Julie menyesap dengan perlahan. “Bukankah ada sopir? Apa kamu takut aku akan mabukin kamu?”Dimas menatap Julie dari gelas anggurnya. “Setelah mabukin aku, kamu buang aku di jalanan, biar aku masuk berita?”Julie terdiam membisu. Dia tidak memiliki pemikiran seperti itu, dia hanya ingin melihat sikap kekanak-kanakan Dimas di saat mabuk nanti.Dimas meraba ujung gelas, lalu mengangkat kepalanya. “Apa tebakanku benar?”Kali ini, Julie meletakkan gelasnya. “Aku nggak keterlaluan seperti itu.”Terdengar suara tawa Dimas. “Aku juga penasaran apa adikku sanggup memabukkanku?”Julie tidak percaya. “Oke, kamu tunggu saja.”Malam semakin gelap. Cahaya lampu jalan menerangi gelapnya jalan raya. Sebuah mobil sedan hitam melintas di jalan raya.Julie sudah mabuk. Ketika melihat Dimas yang duduk di bangku tanpa bergerak itu, Julie pun mendekatinya, lalu menepuk-nepuk pipinya.
Dimas menempelkan bibirnya di samping leher Julie. “Mabukin aku.”Julie sungguh tidak habis pikir. “Jelas-jelas kamu sendiri yang bilang sanggup.”Sepertinya Julie memang sudah memandang tinggi kemampuan minum Dimas. Padahal tidak sanggup, malah berlagak hebat.“Julie,” panggil Dimas di samping telinga Julie.Julie merasa agak geli. Dia pun mengelak, lalu menyahut, “Hmm?”Suara magnetis yang terdengar di telinga membuat Julie hampir larut dalam suasana kasmaran ini. Julie juga sudah dewasa. Dia pernah melakukannya, tetapi hanya dengan Albert saja.Julie sangat mencintai Albert. Dia bersedia untuk menyerahkan segalanya untuk Albert. Kelembutan yang diberikan Albert saat itu membuat Julie merasa sangat gembira.Julie tidak bisa melupakan Albert karena dia mati pada usia di mana Julie sangat mencintainya. Ada banyak kenangan indah yang ditinggalkan Albert untuknya.Setiap kali kepikiran dengan Albert, semuanya terasa bagai mimpi saja. Semuanya bagai baru terjadi semalam saja.Setelah kema
Tak lama kemudian, terdengar suara air shower di kamar mandi. Tampak juga bayangan tubuh si lelaki dari kaca buram. Dari Dimas melepaskan pakaiannya hingga mengoleskan sabun, semuanya hampir terlihat jelas di kaca buram itu. Sepertinya Dimas benar-benar tidak menganggapnya sebagai wanita!Julie mengalihkan pandangannya dengan canggung. Dia segera merapikan pakaiannya, lalu membawa tasnya berjalan ke belakang pintu.Setelah melihat tidak ada orang di celah pintu, Julie baru meninggalkan tempat.Saat menuruni tangga, Javier, Claire, dan Jessie sedang menyantap sarapan.Akhirnya Jessie mengerti. “Ternyata Tante, ya.”Ternyata semalam Tante Julie dan Paman Dimas tidur bersama. Sepertinya Jessie tidak perlu mendekatkan mereka lagi.Claire berdeham, lalu melihat ke sisi Julie. “Mau sarapan bareng?”“Nggak … nggak usah. Aku makan di rumah saja.” Mana mungkin Julie enak hati untuk sarapan lagi. Dia pun segera melarikan diri.Javier mengambilkan makanan untuk Claire, lalu berkata dengan Jessie,
Satu minggu kemudian.Javier dan Claire duluan kembali ke ibu kota. Jody dan Jerry menemani adik mereka untuk melewati liburan sekolah di Area Andes.Jessie mengambil kue tar, pergi mencari Julie di studio. Dia berjalan ke depan pintu studio, lalu tampak Julie sedang melukis sketsa di atas kanvas.Jessie memperlambat langkah kakinya, berjalan ke dalam, lalu berdiri di belakangnya melihat sketsa manusia di kanvas. Sketsanya terlukis dengan sangat jelas.Tetiba Jessie mengeluarkan suara tawa. “Tante, kamu lagi lukis Paman Dimas?”Tangan Julie seketika gemetar. Dia membalikkan kepala melihat Jessie dengan kaget. “Kata siapa aku lagi lukis pamanmu?”Jessie mengejapkan matanya. “Tapi aku lihat mirip banget.”“Sembarangan! Aku bukan lagi lukis dia ….” Tatapan Julie tertuju pada lukisannya. Tetiba tangan yang memegang pensil pun terkaku.Seperti yang dikatakan Jessie, sketsa manusia ini memang mirip dengan wajah Dimas. Kenapa bisa seperti ini? Jelas-jelas Julie tidak sedang melukis Dimas.Sem
Julie terdiam sejenak, lalu bertatapan dengan Dimas. “Apa yang sudah kamu dengar?”Dimas mendekatinya. Jarak kedua orang semakin dekat saja. “Aku dengar, tadi Jessie bilang kamu lagi lukis aku?”Julie langsung menyangkal. “Nggak, ah.”Dimas menyipitkan matanya, tetapi dia tidak berbicara sama sekali.Julie membalikkan tubuhnya. “Aku sibuk dulu.”Saat Julie hendak pergi, Dimas meraih lengannya. Julie pun jatuh ke dalam pelukan Dimas. Dimas langsung menindih Julie ke dinding, lalu menunduk. Bibirnya hampir saja menempel di telinga Julie. “Aku ingin dengar isi hatimu.”Julie tidak menatapnya. “Isi hati apa?”Napas Dimas diembuskan ke diri Julie. “Apa kamu punya perasaan terhadapku?”Kali ini, giliran napas Julie yang berhenti. “Perasaan … perasaan apa?”Dimas mengangkat wajahnya. “Perasaanmu kepadaku pada … malam hari itu.”Julie menelan air liurnya. “Apa … kamu lagi bercanda?”“Aku tidak lagi bercanda.” Dimas mendekati bibirnya. “Ada?”Julie sungguh tidak tahu ke mana harusnya dia memand
Semuanya hanya masalah waktu saja. Dimas juga percaya diri.Julie terbengong. “Apa kamu gila?”Dimas pun tersenyum. “Anggap saja aku sudah gila.”Julie mengalihkan pandangannya. “Tapi … gimana kalau aku nggak bisa menerimamu untuk selamanya?”“Gimana kalau kita taruhan?”“Taruhan apa?”Dimas mendekatinya, lalu berkata dengan suara rendah, “Bertaruh kamu akan mencintaiku.”Tetiba Julie merasa lucu. Dia bertatapan dengan kedua mata Dimas. “Kamu percaya diri banget?”Dimas menyipitkan matanya. “Apa kamu berani?”Julie menepisnya. “Nggak mau! Membosankan sekali.”Dimas pun tertawa, lalu memeluknya lagi. “Apa kamu takut?”Julie menunduk melihat sepatu Dimas. “Aku hanya merasa nggak berarti saja.”Dimas menggenggam pergelangan tangan Julie. Julie ingin melepaskannya, tetapi genggaman Dimas semakin erat lagi. “Kamu takut akan jatuh cinta sama aku.”Julie tidak mengangkat kepalanya. Dia dapat mendengar suara napas Dimas yang sangat dekat dengan keningnya. Rasanya panas dan juga geli. Suara Jul
Julie tersadar dari bengongnya, lalu membalikkan tubuhnya melihat ke sisi Asti. “Ibu, kamu pulang dulu sana. Aku … ada sedikit urusan.”Saat ini, Julie tidak berani melihat ke sana, sepertinya dia tidak ingin masalah ini diketahui oleh ibunya.Asti juga tidak merasa ada yang aneh. Dia mengira suasana hati putrinya sedang tidak bagus. Jadi, Asti mengiakan memberinya sedikit ruang. “Oke, kalau begitu, Ibu pulang dulu. Kamu hati-hati di jalan.”Setelah Asti berjalan pergi, Julie memalingkan kepalanya. Dimas dan wanita berambut pendek itu sudah meninggalkan tempat.Julie menggigit bibirnya. Dia diam-diam mengikuti mereka berdua ke kafe. Wanita berambut pendek mengikuti Dimas ke dalam.Tetiba Julie menyadari perbuatannya terlampau konyol. Apa hubungannya Dimas ingin bersama wanita mana dengan dirinya? Julie pun membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi.Pada saat ini, Jessie memanggilnya, “Tante!”Kemunculan Jessie sungguh mengagetkan Julie. Julie terbengong beberapa saat. “Jessie?” Dia me
Raut wajah Julie menjadi muram dalam seketika.“Aku nggak lagi cemburu!”“Siapa yang lagi cemburu?” Tetiba terdengar suara Dimas dari belakang.Jessie mengedipkan matanya sembari menyapa Dimas, “Paman, sudah selesai sibuknya?”Dimas mengangguk. Tatapannya tak berhenti tertuju pada wajah Julie.Wanita berambut pendek berjalan keluar kafe dengan memegang segelas kopi di tangannya. Dia berhenti di samping Dimas, lalu memanggilnya dengan tersenyum, “Dimas.”Ketika melihat kemesraan wanita berambut pendek dengan Dimas, ekspresi di wajah Julie langsung terkaku. Hanya saja, dia berusaha untuk tidak mengekspresikannya. Julie pun tersenyum. “Kebetulan sekali bisa ketemu di mal.”Dimas tidak berbicara.Jessie memalingkan kepala untuk melihat Julie. “Bukannya kamu buntuti Paman?”Julie yang dibongkar rahasianya langsung menyangkal. “Siapa juga yang buntuti dia? Area Andes cuma segede ini saja. Wajar kalau bisa bertemu.” Usai berbicara, Julie pun berjalan pergiJessie menyadari Julie sedang marah