Satu minggu kemudian.Javier dan Claire duluan kembali ke ibu kota. Jody dan Jerry menemani adik mereka untuk melewati liburan sekolah di Area Andes.Jessie mengambil kue tar, pergi mencari Julie di studio. Dia berjalan ke depan pintu studio, lalu tampak Julie sedang melukis sketsa di atas kanvas.Jessie memperlambat langkah kakinya, berjalan ke dalam, lalu berdiri di belakangnya melihat sketsa manusia di kanvas. Sketsanya terlukis dengan sangat jelas.Tetiba Jessie mengeluarkan suara tawa. “Tante, kamu lagi lukis Paman Dimas?”Tangan Julie seketika gemetar. Dia membalikkan kepala melihat Jessie dengan kaget. “Kata siapa aku lagi lukis pamanmu?”Jessie mengejapkan matanya. “Tapi aku lihat mirip banget.”“Sembarangan! Aku bukan lagi lukis dia ….” Tatapan Julie tertuju pada lukisannya. Tetiba tangan yang memegang pensil pun terkaku.Seperti yang dikatakan Jessie, sketsa manusia ini memang mirip dengan wajah Dimas. Kenapa bisa seperti ini? Jelas-jelas Julie tidak sedang melukis Dimas.Sem
Julie terdiam sejenak, lalu bertatapan dengan Dimas. “Apa yang sudah kamu dengar?”Dimas mendekatinya. Jarak kedua orang semakin dekat saja. “Aku dengar, tadi Jessie bilang kamu lagi lukis aku?”Julie langsung menyangkal. “Nggak, ah.”Dimas menyipitkan matanya, tetapi dia tidak berbicara sama sekali.Julie membalikkan tubuhnya. “Aku sibuk dulu.”Saat Julie hendak pergi, Dimas meraih lengannya. Julie pun jatuh ke dalam pelukan Dimas. Dimas langsung menindih Julie ke dinding, lalu menunduk. Bibirnya hampir saja menempel di telinga Julie. “Aku ingin dengar isi hatimu.”Julie tidak menatapnya. “Isi hati apa?”Napas Dimas diembuskan ke diri Julie. “Apa kamu punya perasaan terhadapku?”Kali ini, giliran napas Julie yang berhenti. “Perasaan … perasaan apa?”Dimas mengangkat wajahnya. “Perasaanmu kepadaku pada … malam hari itu.”Julie menelan air liurnya. “Apa … kamu lagi bercanda?”“Aku tidak lagi bercanda.” Dimas mendekati bibirnya. “Ada?”Julie sungguh tidak tahu ke mana harusnya dia memand
Semuanya hanya masalah waktu saja. Dimas juga percaya diri.Julie terbengong. “Apa kamu gila?”Dimas pun tersenyum. “Anggap saja aku sudah gila.”Julie mengalihkan pandangannya. “Tapi … gimana kalau aku nggak bisa menerimamu untuk selamanya?”“Gimana kalau kita taruhan?”“Taruhan apa?”Dimas mendekatinya, lalu berkata dengan suara rendah, “Bertaruh kamu akan mencintaiku.”Tetiba Julie merasa lucu. Dia bertatapan dengan kedua mata Dimas. “Kamu percaya diri banget?”Dimas menyipitkan matanya. “Apa kamu berani?”Julie menepisnya. “Nggak mau! Membosankan sekali.”Dimas pun tertawa, lalu memeluknya lagi. “Apa kamu takut?”Julie menunduk melihat sepatu Dimas. “Aku hanya merasa nggak berarti saja.”Dimas menggenggam pergelangan tangan Julie. Julie ingin melepaskannya, tetapi genggaman Dimas semakin erat lagi. “Kamu takut akan jatuh cinta sama aku.”Julie tidak mengangkat kepalanya. Dia dapat mendengar suara napas Dimas yang sangat dekat dengan keningnya. Rasanya panas dan juga geli. Suara Jul
Julie tersadar dari bengongnya, lalu membalikkan tubuhnya melihat ke sisi Asti. “Ibu, kamu pulang dulu sana. Aku … ada sedikit urusan.”Saat ini, Julie tidak berani melihat ke sana, sepertinya dia tidak ingin masalah ini diketahui oleh ibunya.Asti juga tidak merasa ada yang aneh. Dia mengira suasana hati putrinya sedang tidak bagus. Jadi, Asti mengiakan memberinya sedikit ruang. “Oke, kalau begitu, Ibu pulang dulu. Kamu hati-hati di jalan.”Setelah Asti berjalan pergi, Julie memalingkan kepalanya. Dimas dan wanita berambut pendek itu sudah meninggalkan tempat.Julie menggigit bibirnya. Dia diam-diam mengikuti mereka berdua ke kafe. Wanita berambut pendek mengikuti Dimas ke dalam.Tetiba Julie menyadari perbuatannya terlampau konyol. Apa hubungannya Dimas ingin bersama wanita mana dengan dirinya? Julie pun membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi.Pada saat ini, Jessie memanggilnya, “Tante!”Kemunculan Jessie sungguh mengagetkan Julie. Julie terbengong beberapa saat. “Jessie?” Dia me
Raut wajah Julie menjadi muram dalam seketika.“Aku nggak lagi cemburu!”“Siapa yang lagi cemburu?” Tetiba terdengar suara Dimas dari belakang.Jessie mengedipkan matanya sembari menyapa Dimas, “Paman, sudah selesai sibuknya?”Dimas mengangguk. Tatapannya tak berhenti tertuju pada wajah Julie.Wanita berambut pendek berjalan keluar kafe dengan memegang segelas kopi di tangannya. Dia berhenti di samping Dimas, lalu memanggilnya dengan tersenyum, “Dimas.”Ketika melihat kemesraan wanita berambut pendek dengan Dimas, ekspresi di wajah Julie langsung terkaku. Hanya saja, dia berusaha untuk tidak mengekspresikannya. Julie pun tersenyum. “Kebetulan sekali bisa ketemu di mal.”Dimas tidak berbicara.Jessie memalingkan kepala untuk melihat Julie. “Bukannya kamu buntuti Paman?”Julie yang dibongkar rahasianya langsung menyangkal. “Siapa juga yang buntuti dia? Area Andes cuma segede ini saja. Wajar kalau bisa bertemu.” Usai berbicara, Julie pun berjalan pergiJessie menyadari Julie sedang marah
Julie tidak pernah kepikiran dirinya akan jatuh cinta terhadap Dimas. Hanya saja, hatinya malah terasa tidak nyaman dan penat. Julie menarik napas dalam-dalam. “Aku mau pulang.”Dimas menyelipkan rambut panjang Julie di belakang telinganya. “Kamu mau menghindariku lagi?”Dimas sangat mengerti apa yang ada di benak Julie. Dia melakukan sandiwara ini juga demi melihat reaksi Julie saja. Dia tahu Julie sedang berada di mal, hanya saja dia tidak menyangka reaksi Julie akan sebesar ini.Masih terdapat Albert di dalam hati Julie. Julie takut dengan mencintai Dimas, itu berarti dia telah “mengkhianati” perasaannya terhadap Albert. Meskipun Julie menyukai Dimas, dia juga tidak akan mengakuinya. Pada akhirnya, Dimas terpaksa menggunakan cara ini untuk mengetahui isi hatinya.Dimas menggenggam tangan Julie, lalu berbisik dengan perlahan, “Aku tidak akan memaksamu.”Julie tertegun sejenak.Pada saat ini, Dimas melanjutkan omongannya, “Julie, aku serius. Tak peduli kamu percaya atau tidak, aku tid
Lingkungan hidup Julie berbeda dengan lingkungan Albert. Saat Julie berusia 16 tahun, dia sudah mengenyam pendidikan di luar negeri. Dia juga pernah berpacaran di luar sana. Meski hanya berciuman dan berpelukan saja, setidaknya Julie duluan memasuki dunia kasmaran. Dia pernah bertemu dengan banyak lelaki, jadi pengalamannya juga lebih banyak.Apalagi pemikiran orang di luar negeri sangatlah terbuka. Julie sadar orang dewasa tidak perlu bertele-tele soal masalah percintaan. Jika kedua insan memiliki perasaan, mereka pun bisa langsung memulai hubungan baru.Jangankan orang di luar negeri, sepertinya anak muda zaman sekarang juga berpikiran seperti ini, ‘kan? Kebanyakan lelaki yang hendak mengejar Julie juga karena ingin menidurinya saja. Itulah sebabnya Julie sangat menghargai sosok Albert. Sebab, dia tidak memiliki pengalaman soal perasaannya. Dia juga tidak mungkin bersikap di luar batas. Meskipun ingin berciuman, dia juga akan meminta persetujuan dari Julie dulu.Albert sangat memedu
Kedua tangan Julie menerima bunga itu. Di dalam buket bunga terdapat sebuah kotak kecil berwarna merah. Julie membuka kotak tersebut, kemudian tampak sebuah cincin berlian berwarna merah muda.Jujur saja, Julie sungguh tidak menyangka Dimas bahkan sudah mempersiapkan cincin untuknya. “Dimas, kamu nggak diskusi dulu sama aku!”Julie masih belum mempertimbangkan masalah pernikahan. Kenapa Dimas malah memberinya cincin?Dimas malah bersikap serius. “Saat kita melakukan pernikahan bisnis, aku tidak pernah menghadiahkan apa pun kepadamu. Aku juga berutang cincin kepadamu. Anggap saja aku lagi menebusmu.”Kali ini, Julie terdiam sejenak. “Menebusku?”Dimas mengambil cincin dari tangan Julie, lalu berhadapan dengannya. “Coba aku lihat ukurannya cocok tidak.”Dimas menarik tangan Julie, lalu memasangkan cincin di jari manisnya. Ternyata ukurannya cocok sekali.Julie juga tidak tahu kenapa dia membiarkan Dimas memasang cincin di tangannya. Setelah cincin dipasangkan, Julie merasa ada yang aneh.