Berani-beraninya Izza bersikap semena-mena!“Anggap saja pinjam.” Izza mengembalikan dompet ke tempat semula. Dia melahap sisa es krim, lalu berjalan keluar mal.Berhubung Izza rakus makan begitu banyak cone es krim, dia pun benar-benar sakit perut di malam hari. Dia bahkan bolak-balik toilet terus.Keesokan harinya, saat mendekorasi rumah, tidak ditemukan batang hidung Izza. Claire menuruni tangga, lalu bertanya pada Roger yang sedang sibuk sendiri, “Di mana Izza?”Roger pun tersenyum. “Mungkin semalam banyak kebanyakan es krim, jadi sakit, deh.” Itulah … siapa suruh Izza tidak mendengar omongan Roger.Claire menyipitkan matanya. “Kamu bawa dia makan es krim?”Roger segera menjelaskan, “Itu karena semalam dia capek jalan-jalan melulu, dia tidak mau jalan lagi. Aku terpaksa sogok dia dengan makan es krim. Siapa sangka dia tidak pernah makan es krim. Setelah habis satu cone, dia malah ketagihan dan pergi beli sendiri. Bu, aku berani bersumpah, aku sempat membujuknya. Tapi dia tidak deng
“Aku merasa hubungannya dengan calon suaminya agak aneh. Calon suaminya memang sering antar jemput dia, tapi entah kenapa aku merasa mereka nggak seperti pasangan yang lagi pacaran saja.”“Kamu juga merasakannya, ya? Kami juga sudah merasakannya sejak dulu.”Melia sedang berdiri di dinding samping pintu. Saat mendengar orang-orang di dalam pantri sedang menggosipnya, dia pun menunduk.Bahkan orang luar juga bisa menyadari hubungan Melia dengan Gilbert. Jujur saja, Melia cukup syok ketika Gilbert mengajaknya untuk berpacaran.Hanya karena satu tusukan, Gilbert malah ingin hubungan mereka menjadi serius. Dia masih tidak belum terbiasa dengan perubahan sikap Gilbert. Sebenarnya Melia sendiri bisa merasakan bahwa Gilbert merasa bersalah terhadapnya.Saat ini, di Grup Boga.“Pak Suryadi, Gilbert sudah mengambil alih saham perusahaan di Kota Oman. Selain itu, dua hari lalu dia pergi ke kasino.”Setelah mendengar laporan sekretaris, Suryadi meletakkan cangkir tehnya. Keningnya tampak berkerut
“Ayah suruh kamu bawa aku ke mana?”“Telah terjadi sesuatu dengan Ayah.” Gilbert menunduk, lalu melanjutkan dengan tenang, “Dia butuh uang. Dia beri tahu aku uangnya dia simpan di dalam rekeningmu. Apa benar seperti itu?”Kentley ragu sejenak. “Tapi kata Ayah, kartu itu tidak boleh diberikan kepada orang lain.”“Tapi Ayah tidak pernah mengatakan tidak boleh memberikan kartu itu kepada adikmu, ‘kan?”Ucapan Gilbert semakin membingungkan Kentley. Pada dasarnya Kentley mengalami gangguan mental. Hanya saja, seingatnya, dia memang memiliki seorang adik, tetapi dia tidak ingat siapa namanya.Kentley mengangguk dengan bingung. “Gimana caranya aku bisa membantu Ayah?”Gilbert membalas, “Serahkan kartu itu kepadaku. Aku akan antar kamu ke tempat ibumu. Kamu akan sangat aman selama bersama ibumu.”Sesungguhnya Kentley memang sangat merindukan ibunya. Dia menyerahkan kartu debit kepada Gilbert. Gilbert langsung mengambilnya, lalu menepuk-nepuk pundak Kentley. “Ayo, aku antar kamu ketemu orang ya
Pada saat ini, Suryadi menerima kabar mengenai menantu dari Emir Gozali. Tak disangka, orang tersebut adalah anak haramnya sendiri, Gilbert.Gilbert baru saja bertunangan dengan putrinya Emir. Masalah ini juga masih belum dipublikasikan.Suryadi duduk tertegun di baris belakang mobil. Terlihat ekspresi putus asa di wajahnya.Di sisi lain, Gilbert menyerahkan bukti rekening penggelapan Suryadi kepada kantor provinsi. Rekening Kentley adalah rekening luar negeri. Pihak kantor provinsi segera menghubungi kementerian luar negeri setempat. Tak lama kemudian, Suryadi pun dicekal tidak diizinkan untuk ke luar kota.Setelah masalah berakhir, Gilbert menaiki pesawat kembali ke ibu kota. Dia tidak lagi bertemu dengan Suryadi.Manajer kafe datang menjemput Gilbert di bandara. Ketika melewati toko bunga, Gilbert menyuruhnya untuk menghentikan mobil.Gilbert membeli sebuket bunga krisan, lalu kembali ke mobil. Manajer melihat dari kaca spion tengah. “Untuk Bu Melia?”Gilbert tidak berbicara seolah-
Gilbert menatap Melia. Terlihat senyuman tipis di wajahnya. “Tenang saja.”Jawaban singkat itu seolah-olah memiliki kekuatan gaib saja. Melia spontan merasa tenang.….Pada hari itu, hukuman Suryadi sudah diturunkan. Semua aset pribadi Suryadi dibekukan dalam waktu satu malam. Berhubung dia tidak diperbolehkan untuk ke luar kota, dia pun kehilangan kesempatan untuk menjalankan rencana ke luar negerinya.Tak lama kemudian, Suryadi pun ditahan untuk diinvestigasi.Gilbert pergi mengunjungi Suryadi di tahanan. Suryadi dibawa polisi ke ruang tunggu. Mereka saling bertatapan dengan dibatasi oleh kaca. Saat ini Suryadi tidak kelihatan arogan seperti sebelumnya.Suryadi mengangkat telepon, lalu berkata dengan geram, “Gilbert, kamu sungguh hebat. Berani-beraninya kamu bermain dua muka di hadapanku!”Gilbert tersenyum. “Aku sudah terbiasa seperti itu.”Suryadi tersenyum menyindir. “Ternyata anak yang tidak dibesarkan sendiri akan begitu berdarah dingin. Waktu itu, seharusnya aku menyuruh ibumu
Malam harinya, Gilbert tiba di Kediaman Gozali. Dia berdiri di depan rumah menunggu Melia membukakan pintu. Melia baru selesai keramas, masih tercium aroma wangi samponya.Malam ini Melia tidak merias wajahnya. Dia kelihatan sangat polos. Jarang-jarang ada wanita memiliki kondisi kulit sebagus ini di saat tidak merias wajah.“Sudah datang, ya. Ayo cepat masuk.” Melia menarik Gilbert ke dalam rumah, lalu menutup pintu rumah.Giselle pun menjamu Gilbert. Dia sudah mempersiapkan banyak makanan, hanya menunggu kedatangan Gilbert saja.“Paman, Tante.” Gilbert mengangguk bersikap sopan.Giselle tersenyum. “Sudahlah, ayo cepat cuci makan. Tinggal tunggu kamu saja.” Kemudian, dia melanjutkan, “Melia juga tidak tahu kamu suka makan apa. Jadi, kami masak masakan yang biasa kami makan.”Gilbert melirik Melia sekilas, lalu tersenyum datar. “Tidak apa-apa. Aku juga tidak pemilih.”Melia merasa agak canggung. Sepertinya dia tidak begitu memahami Gilbert. Saat makan, Emir menuangkan dua gelas anggur
Giselle merasa bingung. Dia mengambil piring buah dan teh ke lantai atas. Kebetulan tampak Gilbert dan Emir berjalan keluar ruang baca. Dia pun tertegun sejenak. “Dari tadi kalian di ruang baca?”Gilbert mengangguk.Emir menatapnya. “Aku lagi bahas sesuatu dengan Gilbert di ruang baca. Ada apa?”“Tadi aku suruh Melia antarin buah dan minuman ke atas. Tapi dia bilang dia tidak menemukan kalian di di ruang baca ….”Raut wajah Emir spontan berubah. Dia langsung bertukar pandang dengan Gilbert. Sepertinya, Melia sudah mendengarnya.Di sisi lain, Melia sedang duduk sendirian di kolam halaman belakang. Langit sudah gelap. Lampu di halaman sudah menyala.Gilbert mengikuti pelayan berjalan ke halaman belakang. Pelayan mengatakan sesuatu, lalu berpamitan. Dia berjalan ke sisi Melia. Melia sedang melempar kerikil di tangan ke dalam kolam.Saat mendengar adanya suara langkah kaki, Melia pun tertegun. Tanpa menoleh, dia berkata, “Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Tapi nggak apa-apa. Aku juga n
“Melia, perasaan bisa dipupuk. Setidaknya ucapanku itu serius, tidak ada hubungannya dengan utang budi.” Angin malam mengembus kerah pakaiannya. Tatapan Gilbert masih terlihat panas. “Kalau aku hanya ingin menebusmu, aku punya banyak cara untuk menebusmu, tidak mesti menggunakan cara ini.”Melia masih tertegun di tempat. Beberapa saat kemudian, dia baru bersuara, “Apa kamu menyukaiku? Meski hanya sedikit saja.”Gilbert menunduk untuk menatap Melia. “Setidaknya aku tidak merasa risi dan tidak membencimu.”Kali ini Melia tidak berbicara lagi.Gilbert mengangkat tangan mengusap pipi Melia. Melia terdiam di tempat. Detak jantungnya berdetak semakin kencang lagi. Dia menunduk, tidak berani bergerak.Telapak tangan Gilbert sangatlah kasar. Tangan kasar itu meraba-raba di wajah Gilbert, lalu meraba ujung bibirnya.Gilbert mendekat dengan perlahan. Tangan di sisi tubuh Melia dikepal erat. Dia pun menahan napasnya.Saat Gilbert mendekati bibirnya, tetiba dia berhenti, lalu beralih mengecup keni