Mobil sedan Ford Mondeo silver metalik yang dikendarai Tian sudah berhenti di depan restoran ternama di kota Meksiko ini. Gegas Dia turun dari mobil kemudian dia membukakan pintu mobil belakang untuk membantu sang majikan turun. Baru saja Bianna melangkahkan kaki masuk ke restoran, ponsel di dalam tasnya berbunyi. Bianna menepi sejenak lalu mengambil ponsel pintar itu. Dia tersenyum penuh arti melihat nama yang tertera di layar. “Ya,” sapanya datar. “Di mana? Ini sudah mau jam makan malam, kenapa belum pulang?” tanya Damian dari ujung telepon. Dari nada bicaranya, Bianna yakin pria itu pasti sedang kesal. “Aku sudah pesan pada Marta kalau tidak ikut makan malam di rumah, apa dia tidak bicara padamu?” Bianna masih mode santai, dia memang sengaja tidak memberitahu Damian langsung soal rencananya makan di luar. Bianna mendengar decakan kasar, tebakan Bianna, suaminya itu pasti ada di kamar karena terdengar suara musik di telinganya yang mungkin berasal dari laptop sang suami. “
“Leony? Bagaimana kamu bisa di sini?” Kevin bangkit dari duduknya melihat istrinya dengan tatapan tidak percaya, sedangkan Bianna hanya tersenyum sinis tanpa ingin memedulikan dua orang yang sedang saling melotot itu. “Jadi, ini kelakuan kamu di belakang aku, Vin? Apa kamu bilang tadi? Kamu ada janji dengan Esteban?” Leony berdecih. “Sayang sekali tipuanmu tidak ada gunanya karena tidak lama kamu pergi istri Esteban menelponku dan aku tanya padanya apa suaminya pergi denganmu? Dia jawab tidak karena saat ini mereka sedang makan malam berdua. Lalu apa yang aku lakukan? Tentu saja aku mengikutimu, Kevin. Tidak tahunya kamu berdua-duaan dengan pelac*r murahan ini!” Seketika Bianna menggebrak meja. Tentu saja dia tidak terima dengan perkataan Leony barusan, maka tanpa basa-basi Bianna layangkan telapak tangan kanannya pada pipi kiri Leony. “Tutup mulut busukmu itu, Leony! Atau tanganku yang akan melakukannya?” Terang saja Leony mendelik tak percaya dengan keberanian Bianna memperma
Bianna tahu ucapan Demian itu hanya untuk menyindirnya saja. Oleh karena itu, dia pun tidak ingin kalah bicara. Dengan santainya Bianna menjawab, “Tidak juga. Aku makan kok, cuma tidak banyak. Dan sekarang aku lapar lagi.” Sudut bibir Damian terangkat sedikit. Lalu dia melihat pada Marta. “Siapkan makan malam untuknya, Marta.” “Baik, Tuan. Akan segera saya siapkan.” Marta mengangguk kecil sebelum akhirnya dia undur diri dari hadapan kedua majikannya. Melihat Marta sudah berjalan ke arah dapur, Damian kemudian mendekati sang istri. “Memangnya tadi kamu makan apa? Kenapa cuma makan sedikit?” selidiknya sambil memperhatikan wajah Bianna. Terang saja sikapnya itu membuat wanita berparas cantik itu salah tingkah. Tadi dia menyentuh air mineral saja tidak apalagi makanan, lalu bagaimana Bianna akan menjawabnya? Bianna perlahan menunduk, sungguh dia tidak bisa berbohong apalagi tatapan Damian begitu tajam seakan-akan sedang menguliti sekujur tubuhnya. Bianna melihat ujung sandal
Damian berdecak lalu bangkit dari duduknya. Dia berjalan mendekati Bianna yang masih melihatnya dengan tatapan curiga. Dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana panjangnya, Damian berkata sambil tersenyum penuh arti. “Kamu lupa, kamu pergi dengan siapa? Tian itu orangku, asal aku tanya padanya, dia pasti akan mengatakannya padaku. Jadi tidak usah berpikir berlebihan.”Setelah mengatakan semua itu, Damian beranjak dari sisi Bianna, meninggalkan wanita itu dengan wajah terkejut juga ada rasa geram dalam hatinya. “Iya, maksud aku kenapa kamu harus tanya Tian segala? Kamu tidak percaya padaku?” pekik Bianna yang akhirnya berdiri dari duduknya dan memutar badannya melihat pada punggung Damian. Langkah Damian terhenti. “Iya, tidak ada satu perempuan pun yang bisa aku percayai termasuk kamu!” ujarnya datar, pun tanpa mau menatap Bianna.Bianna jelas membesarkan bola matanya. Perkataan apa itu? Tidak bisa percaya pada wa
Cuaca pagi ini terasa lebih dingin dari hari sebelumnya. Bianna yang biasanya memakai blazer lengan pendek atau lengan panjang tipis, kali ini pakaian Bianna agak tebal meski masih terlihat modis. Sepertinya musim dingin benar-benar akan tiba, itu berarti rapat pemegang saham akhir tahun baik di perusahaan Harland Group dan Lysander Corporation pun akan segera dilaksanakan. Itu sebabnya sejak satu minggu yang lalu, Bianna selalu lembur di kantor, dia dan Esma sedang mempersiapkan laporan akhir tahun yang akan dipresentasikan saat rapat besar nanti. Selama lembur, dia akan pulang jika waktu menunjuk pukul sembilan dan sampai di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Sejak satu minggu ini, Bianna juga jarang bertemu dengan sang suami. Sejak kejadian malam itu, mereka lebih banyak bertemu saat sarapan, setelah itu di kantor pun mereka tidak bertegur sapa kecuali urusan perusahaan. Damian lebih banyak diam dan seperti sedang menghindari Bianna, Entah apa yang l
Bianna kembali tersenyum sinis melihat Kevin yang tiba-tiba membisu karena mendengar tantangan darinya barusan. Dalam hati, Bianna yakin sekali kalau mantan suaminya itu tidak akan sanggup berpisah dari Leony. Oleh sebab itu Bianna bangkit dari duduknya sambil berkata, “Sepertinya jawabannya sudah jelas. Jadi, lebih baik sekarang kamu keluar dari ruanganku dan jangan pernah kembali lagi apa pun alasannya.”“Tunggu, Bia!” Tangan Kevin berhasil meraih lengan Bianna yang akan meninggalkan tempat duduknya.“Aku sanggupi syarat dari kamu, tapi aku juga mau persyaratan darimu,” ujar Kevin dengan tatapan serius pun tangan yang masih mencengkeram lengan Bianna.“Oh, ya? Syarat apa yang kamu inginkan?” tanya Bianna yang menantang lebih berani.“Apalagi? Tentu saja aku mau kamu juga meninggalkan Damian.” Bianna tersenyum penuh arti, lalu perlahan dia lepas pegangan tangan Kevin dari lengannya, dia bawa tangan kanannya mene
“Kenapa kamu ikut di mobilku?” Bianna bertanya dengan nada ketus saat sudah duduk di dalam mobil. “Ini mobilku juga, Bia. Terserah aku mau naik atau tidak,” jawab Damian ketus pun tanpa melihat ke arah Bianna. “Tapi kemarin-kemarin kamu tidak pernah mau aku ajak pulang sama-sama, lah ini apa?” protes Bianna mengingat selama seminggu ini dia selalu ditolak Damian pulang pergi kerja sama-sama meski Bianna lembur sekali pun, Damian tak pernah membersamainya. Jelas saja saat ini Bianna curiga dan kesal dengan jawaban Damian. “Jalan Tian, ini sudah malam,” titahnya kepada pemuda yang duduk di belakang setir.“Baik, Tuan.” Tian pun segera menyalakan mesin mobilnya lalu dia lajukan kendaraan roda empat itu keluar dari pelantaran perusahaan. “Dami, kamu belum jawab aku.” Bianna merajuk sambil menggoyang-goyangkan lengan Damian. Pria yang sudah tidak memakai dasi itu berdecak sebal, lalu melihat pada Bia
Bianna berjalan menuruni anak tangga sambil mencoba mengabaikan ucapan terakhir Damian sebelum tadi pria itu keluar dari kamar mereka. Yang dia pikirkan justru bagaimana dirinya bisa sampai terbangun di kamarnya ini karena seingatnya, dia ikut tertidur di dalam mobil dengan Damian, kan? “Kenapa kamu suka sekali melamun saat turun tangga, sih, Bia?” Bianna tersentak. Beruntung fokusnya tidak buyar saat matanya bersitatap dengan Sean yang ada di ujung anak tangga, hingga dirinya tidak perlu terjatuh. “Dan kenapa Om suka sekali mengagetkan aku? Kalau aku jatuh, gimana?” Bianna berkata dengan nada ketus dan wajah yang tak ramah sama sekali. Apa Om gantengnya ini tidak tahu kalau sapaannya membuat jantungnya berdegup sangat kencang karena terkejut? “Aku di sini, Bia. Kalau kamu jatuh, aku pasti akan menangkapmu lebih dulu,” jawab Sean santai seperti tanpa beban sama sekali. Bianna terang saja semakin membesarkan bola matanya. “Jangan mulai ya, Om. Aku sudah senang dengan Om yang kema