"Tenang saja, Glenn! Tidak masalah," kata Dewa dengan begitu santainya.Glenn membalas dengan menatap jengkel ke arah Dewa, "Tidak masalah bagaimana?""Ya pokoknya tidak masalah, Glenn. Semuanya akan baik-baik saja."Glenn tidak mempercayainya. "Tapi, aku tidak yakin. Narendra itu licik. Meskipun kedatangan kalian untuk meyakinkan dia jika aku memang mati, aku takut jika dia tidak akan melepaskan kalian berdua."Dewa menyamar, "Kau terlalu mengkhawatirkan kami, Glenn. Tapi sungguh, itu sama sekali tidak perlu.""Jangan bodoh, Dewa! Aku tidak mau ambil resiko," ucap Glenn kesal.Fero berujar dengan nada serius, "Tuan Muda, saya tahu Anda mencemaskan kami tapi Anda tidak perlu khawatir. Semuanya akan terkontrol dengan baik. Kami hanya akan datang di sana sebentar, sekedar menyetorkan wajah kami. Hanya untuk membuat si brengsek betul-betul percaya jika kamu begitu kehilangan Anda. Setelah itu kami akan pergi."Glenn tetap tidak setuju. Ia memiliki firasat buruk dan tidak ingin lagi harus
"Tidak usah. Ini rahasia antara kita berdua, Ren. Orang lain tidak perlu tahu," ucap Satria tegas.Mau tidak mau, Narendra menurut. "Baiklah, aku akan merahasiakannya.""Ya. Lebih baik, kau segera memulai membicarakan masalah pemakaman Glenn itu," ujar Satria."Baik, Ayah."Narendra pun segera meminta sekretaris pribadinya yang sangat ia andalkan untuk mengatur segalanya. Acara pemakaman itu akan digelar secara terbuka sesuai keinginan Narendra.Ia sengaja melakukannya lantaran ingin mengetahui sejauh mana orang-orang yang masih mengingat Glenn ataupun berada di pihak saudara sepupu angkatnya itu. Ya, kini setelah ia mengetahui rahasia yang sebenarnya, ia malah semakin merasa tenang. Sedikit perasaan bersalah yang sempat mengganggu dirinya pun telah benar-benar sirna. Kini yang tertinggal hanyalah rasa puas dan aman usai Glenn tidak ada di dunia lagi.Pemakaman itu digelar pukul sepuluh pagi. Mereka akan menunggu jenazah Glenn dikirim dari rumah sakit, tempat di mana jasad itu diauto
"Untuk apa aku membunuhnya, Arnold?" tanya Narendra dengan masih tersenyum menyeramkan.Arnold tidak bodoh, tentu saja ia paham akan apa yang mungkin akan dilakukan sang kakak. "Kau pikir aku tidak tahu? Dari tatapan matamu saja sudah jelas sekali kau memiliki niat buruk terhadap orang itu."Narendra hanya tertawa menanggapi perkataan adiknya. "Glenn sudah tidak ada, apa gunanya mengusik orang-orang yang pernah dekat dengannya, Mas?"Pria yang saat ini amat sangat senang itu menoleh, "Tenang saja. Aku tidak berencana sampai membunuhnya, Adik Kecil. Aku hanya ingin sedikit bermain-main saja dengannya."Jantung Arnold mencelos, seketika benar-benar sangat khawatir pada keselamatan Alexander Barata.Saat Alexander mendekat, Arnold memilih menyingkir lantaran tak ingin mendengar ocehan sang kakak yang mungkin akan membuatnya ingin muntah.Narendra memasang senyum ramahnya pada Alexander. "Pak Barata.""Alex. Anda bisa memanggil saya begitu. Bukankah kemarin kita sudah akrab?" ujar Alexan
"Aku tidak tahu, aku tidak bisa menjawab jika soal itu. Tapi, aku memiliki bukti yang mungkin bisa membuktikan perkataanku jika Glenn kemungkinan masih hidup."Alexander tertawa terbahak-bahak tapi segera mereda begitu ia melihat beberapa orang tengah menatapnya dengan raut wajah aneh. Mungkin di benak mereka Alexander Barata adalah orang gila yang tertawa di acara pemakaman. "Apa yang kau sedang tertawakan? Yang gila di sini sebenarnya aku atau kau?" ujar Arnold jengkel.Ia menatap aneh pria elegan itu, luar biasa kesal.Pria yang memang memiliki hubungan dekat Glenn itu melirik ke arah Narendra yang terlihat sedang sibuk. Tanpa menunggu persetujuan dari Alexander, Arnold pun menyeret Alexander ke sebuah kamar kosong yang kebetulan bebas CCTV. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Alexander sambil melotot kaget, takut jika mereka akan ketahuan."Terpaksa."Alexander mendelik, "Bagaimana jika Narendra tahu?""Aku jamin dia tidak akan tahu. Ia sedang asyik berakting sedih," ujar Arnol
"Siapa yang tahu apa niatnya?" ucap Arnold pada akhirnya.Alexander tersenyum mengejek, "Berhentilah berbicara omong kosong semacam itu."Arnold menghela napas jengkel, "Ini bukan sekedar omong kosong, Alexander Barata.""Lalu apa? Apa yang sedari tadi kau bicarakan itu sama sekali tidak dekat sedikitpun dengan kebenaran," ucap Alexander masih tidak mau banyak berharap.Kini giliran Arnold Brawijaya yang tertawa. "Oh, aku tahu sekarang. Kau itu hanya takut kecewa saja kan?""Terserah apa katamu!" balas Alexander yang mulai membuka pintu ruangan itu.Arnold kembali berbicara, "Ah, oke. Aku mulai paham dan yakin."Alexander tidak berhenti tapi masih memasang telinganya baik-baik. "Kau itu malah takut jika ternyata Glenn benar-benar masih hidup. Kau takut dia mengira kau itu tidak bisa membantunya. Iya, kan?"Gigi Alexander bergemeletuk hebat lantaran begitu murka. Ia membalas singkat, "Terserah!"Ucapannya singkat tapi terdengar tegas dan dingin. Tapi Arnold paham jika Alexander memang
"Bunuh Alexander Barata!" ucap Narendra sambil tersenyum dingin.Sang pemuda yang bernama Setya itu menjawab dengan terbata-bata, "Mem-bunuh, Tuan?""Ya. Bagaimana? Kau sanggup melakukannya?" tanya Alexander dengan tatapan yang cukup mengintimidasi.Setya meneguk salivanya dalam-dalam. Ia bahkan membasahi bibirnya dengan air liurnya karena luar biasa gugup.Ia baru saja bergabung selama tiga bulan lamanya di Keluarga Brawijaya dan ia belum pernah diperintah untuk membunuh seseorang. Meski ia tahu suatu saat ia akan diminta untuk menghabisi nyawa seseorang, ia tidak mengira jika itu adalah Alexander Barata. Ia benar-benar tidak pernah menduganya.Dengan raut wajah yang terlihat begitu pias, ia membalas, "Tapi kenapa dia, Tuan Muda?"Narendra mengembuskan napasnya malas, sementara Andri mendecakkan lidah dengan tidak sabar. Pria itu berkata dengan ekspresi jengkel, "Kau tidak memiliki hak untuk bertanya, Setya. Tugasmu itu hanya membunuh orang yang diperintahkan kepadamu.""T-tapi Tua
"Ti-tidak, Tuan. Tentu saja saya tidak mungkin berani," ucap Andri.Narendra mengangguk, "Yah, bagus. Kau salah satu anak buah terbaikku, jadi jangan coba mengecewakan aku. Kau mengerti kan?""Mengerti, Tuan Muda," jawab Andri yang kemudian meminta izin untuk undur diri.Dia berpikir sejenak tapi kemudian memutuskan untuk tidak peduli pada rekan kerjanya itu, "Persetan. Lebih baik kulindungi nyawaku sendiri."Beberapa hari kemudian, Setya yang mendapatkan tugas itu pun telah merencanakan semua skenario terbaik yang bisa ia miliki. Sebelum ia berangkat, Narendra secara tiba-tiba menghampirinya dan berkata, "Semoga berhasil. Akan ada hadiah besar yang akan menunggumu di sini jika kau berhasil membunuhnya.""Iya, Tuan Muda."Setya menjawab patuh dan terlihat begitu siap mengerjakannya."Saya berangkat sekarang, Tuan Muda," pamit Setya pada sang tuan muda dan juga beberapa kawannya yang lain."Jangan coba-coba kabur! Kami memasang pelacak di mobilmu. Kami akan tahu jika kau melakukan sesu
"Sudahlah, kita tidak tahu nasib seseorang. Bisa saja dia beruntung dan berhasil membunuh Alexander Barata," ucap Andri."Hm, kalaupun dia berhasil membunuhnya, dia juga pasti tidak mungkin selamat."Orang itu berkata dengan nada serius tapi wajahnya terlihat begitu sangat cemas."Betul, betul. Kalau dia tidak ditembak mati sebagai balasan ya pasti ya akan diserahkan langsung ke kantor polisi. Tidak mungkin ia bisa lepas begiti saja," ucap yang lain.Andri yang lelah mendengarkan ocehan itu pun memilih untuk meninggalkan mereka semua. Ia tidak ingin mengira-ngira nasib seseorang. Itu cukup menakutkan untuknya.Sementara itu, di sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar, Glenn baru saja selesai meneliti semua dokumen yang baru saja diberikan oleh Fero. Dokumen itu berisi kartu identitas penduduk, surat izin mengemudi dan juga paspor."Kau yakin ini akan berhasil?" tanya Glenn masih meragukannya. Ia memasukkan semuanya ke dalam amplop cokelat besar.Fero menjawab, "Jangan khawatir
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena