"Bunuh aku sekarang!" tantang Arnold tanpa takut.Narendra terdiam selama beberapa detik dan akhirnya malah membuang pecahan kaca itu ke sembarang arah. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya dengan kasar. Tangannya mengusap wajahnya, menyeka keringat yang mengalir."Tidak. Tentu saja aku tidak bisa membunuhmu. Walaupun aku sangat membencimu dan sangat ingin kau hilang dari dunia ini, tidak mungkin aku mencabut nyawa adikku sendiri. Kau tetap adikku dan itu fakta yang tidak bisa diubah," ucap Narendra tanpa memandang sang adik.Arnold tertegun tetapi segera membalas, "Bukankah kau mengatakan sudah tak menganggapku adik?"Narendra tidak menjawab."Apa maksudnya kau masih memiliki hati?" tanya Arnold lagi, berusaha mencari tahu tentang apa yang sedang dipikirkan sang kakak."Terserah apa katamu. Oh, tapi ada bagusnya kau hidup, adik kecil."Ia menyeringai kecil tapi Arnold tak bisa melihatnya.Narendra kembali membalikkan badannya dan berujar, "Kau harus hidup dan menyaksikan bag
"Kau ... apa yang kau laku-"Glenn yang baru saja memiringkan kepalanya dan melihat ke arah orang yang baru saja berbicara dengannya itu tidak jadi melanjutkan perkataannya. Kini ia malah duduk dan menegakkan badannya."Jangan katakan jika kau yang membuat kebakaran di sini!" ujar Glenn menatap penuh selidik.Orang yang saat ini berpakaian serba hitam itu menyeringai kecil, "Memang aku.""Sial. Apa kau berniat membunuh semua orang yang ada di sini?" ujar Glenn yang tidak sabar.Dewa membalas, "Tentu saja tidak. Aku bukan pembunuh, Glenn. Tujuanku hanya mengeluarkanmu dari sini.""A-apa? Untuk apa kau-""Kita tidak punya banyak waktu. Ayo, ke luar sekarang, akan aku jelaskan di luar."Belum sempat Glenn menjawab, Dewa telah menyeretnya ke luar. Glenn melihat Dewa memerintah seseorang yang juga sama berpakaian hitam seperti teman anehnya itu."Sekarang!" ucap Dewa.Orang yang diberi perintah itu segera menggotong sesosok tubuh dan memasukkannya ke dalam sel tahanan Glenn. Sosok itu terl
"Fero, apa yang kau lakukan di sini? Kau ... tunggu dulu. Kau dan Dewa?" ujar Glenn masih kesulitan mempercayai apa yang dilihatnya sekarang."Kalian saling mengenal?" tanya Glenn masih kaget.Fero hanya tersenyum, sementara Dewa mengangguk pada Fero sambil tersenyum dan berkata, "Fer, cabut sekarang!" Fero memberi anggukan dan segera menancap gas mobil itu. Keduanya terlihat serius dan berhati-hati.Glenn masih menunggu, tapi ia tidak ingin mengganggu konsentrasi Fero yang sedang menyetir sehingga ia memilih menunggu. Tidak lama kemudian, ketika mereka sudah lebih jauh dari penjara, Dewa berujar, "Glenn, sebenarnya ini tidak seperti yang kau duga.""Memangnya apa yang aku duga?" tanya Glenn sambil menaikkan sebelah alisnya, cara khasnya ketika membuat lawan bicaranya agar gugup.Dewa yang duduk di kursi depan itu pun menoleh, "Aku tidak sengaja mengenal Fero.""Maksudnya?" tanya Glenn bingung.Fero yang tengah mengemudi itu mengambil alih dan mulai menjelaskan, "Jadi, begini Tuan Mu
"Sialan, sejak kapan kau menjadi begini lemah, Glenn Brawijaya?" ucap Dewa, terlihat kesal.Ia menggelengkan kepalanya tak percaya. Yang ia kenal, Glenn merupakan orang tegar, kuat dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Namun, yang ia lihat sekarang ini sangatlah berbeda. Glenn terlihat seperti orang yang kehilanga semangat dan frustrasi. Dewa tidak menyukainya sama sekali.Glenn menyandarkan badannya pada kursi mobil yang masih melaju, ia melihat ke arah jalanan. "Aku sudah tidak punya apa-apa. Semua uang yang aku kumpulkan selama ini sudah aku gunakan untuk merebut stasiun televisi itu dan membangunnya kembali. Aku saat ini miskin lagi, Dewa.""Alexander Barata-"Tiba-tiba saja Glenn teringat akan orang yang sudah membantunya cukup banyak itu."Kau tidak perlu menyebut nama si pengecut itu, Glenn. Dia sama sekali tidak bisa diandalkan," potong Dewa tidak suka.Jelas sekali, Dewa memang malas membahas satu nama itu, ia berkata lagi, "Dia sebenarnya bisa saja menyelamatkanmu. Dari pad
"Peralihan bagaimana, Ren?" tanya Satria, sambil menatap putranya dengan eskpresi bingung.Narendra membuang napas dengan kasar dan menjawab, "Ayah, Glenn mungkin tidak mati tapi ada orang yang berpura-pura mati di sana untuk menggantikan Glenn."Satria terlihat terdiam selama beberapa saat tapi kemudian dia tertawa terbahak-bahak. "Astaga, Nak. Menurut Ayah, kau terlalu parno. Itu sangat tidak mungkin.""Bisa saja, Ayah. Itu sangat bisa terjadi."Satria menggelengkan kepalanya, benar-benar tidak percaya atas ucapan sang putra, "Tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Glenn sudah tidak memiliki siapapun yang bisa membantunya.""Orang yang menjadi saksi tentang penulisan surat wasiat itu, Ayah. Bisa saja kan?" ujar Narendra masih belum mau menyerah."Tidak. Ayah pikir, mungkin Ayah terlalu berlebihan saat memikirkannya. Kalau memang orang itu berada di pihak Glenn, pasti dia muncul sejak awal untuk membantunya, bukan?" ucap Satria yang kini membuat Narendra ragu.Ia memilin dagunya dan beruj
"Jangan bodoh, Damar! Jangan sekali-kali memberiku harapan palsu!" ucap Alexander terdengar kesal."Tuan Muda, kita harus menunggu hasil penyelidikan itu dulu."Alexander menghela napas panjang, "Semua petunjuk mengarah jika itu Glenn. Tentu saja itu pasti Glenn.""Belum pasti, Tuan Muda."Alexander tidak membalas dan hanya diam meskipun di dalam hatinya ia memang berharap jika korban tunggal di dalam kebakaran itu bukanlah Glenn Brawijaya.Tetapi ia tidak ingin terlalu berharap banyak lantaran tak ingin menanggung kekecewaan yang dalam.***Narendra sedang memasang ekspresi sedihnya setelah ia ke luar dari penjara sambil membawa barang-barang milik Glenn. Para wartawan segera mengerubungi pria yang saat ini mengenakan pakaian serba hitam dengan kacamata yang juga hitam, seolah memang ia tengah berduka dan menyembunyikan wajah sedihnya."Apa yang terjadi, Pak Narendra? Apakah itu benar milik Glenn, saudara sepupu Anda?""Benarkah korban itu adaah Glenn, Pak? Apa yang terjadi?""Apakah
"Sesungguhnya saya tidak ingin berharap hal itu terjadi. Tapi jika memang itu yang terjadi maka yang bisa saya lakukan ya menggelar pemakaman untuknya serta mendoakannya," ucap Narendra yang menampilkan ekspresi sedihnya.Seseorang tiba-tiba datang menyelanya, "Maaf, sudah cukup wawancaranya. Pak Narendra sedang terburu-buru. Tolong, beri jalan!"Beberapa wartawan itu pun mundur agar tidak menghalangi Narendra melangkah menjauh dari tempat itu.Narendra mengangguk ramah pada wartawan dan kemudian berjalan menuju mobilnya dengan diikuti oleh para pengawal yang menjaganya.Begitu kaca mobil itu ditutup sepenuhnya, ia mengeluh, "Sial. Pertanyaan itu cukup menggangguku.""Tapi Anda melakukannya dengan sangat baik, Pak," ucap Stefanie, sekretaris barunya yang baru saja ia pekerjaan beberapa hari yang lalu."Ya, ya. Berkat naskah yang kau tuliskan, Stef. Kalau tidak, aku tidak yakin bisa menjawabnya sebaik itu," sahut Narendra."Oh, Anda terlalu memuji saya, Pak. Saya hanya mencoba melakuka
"Tenang saja, Glenn! Tidak masalah," kata Dewa dengan begitu santainya.Glenn membalas dengan menatap jengkel ke arah Dewa, "Tidak masalah bagaimana?""Ya pokoknya tidak masalah, Glenn. Semuanya akan baik-baik saja."Glenn tidak mempercayainya. "Tapi, aku tidak yakin. Narendra itu licik. Meskipun kedatangan kalian untuk meyakinkan dia jika aku memang mati, aku takut jika dia tidak akan melepaskan kalian berdua."Dewa menyamar, "Kau terlalu mengkhawatirkan kami, Glenn. Tapi sungguh, itu sama sekali tidak perlu.""Jangan bodoh, Dewa! Aku tidak mau ambil resiko," ucap Glenn kesal.Fero berujar dengan nada serius, "Tuan Muda, saya tahu Anda mencemaskan kami tapi Anda tidak perlu khawatir. Semuanya akan terkontrol dengan baik. Kami hanya akan datang di sana sebentar, sekedar menyetorkan wajah kami. Hanya untuk membuat si brengsek betul-betul percaya jika kamu begitu kehilangan Anda. Setelah itu kami akan pergi."Glenn tetap tidak setuju. Ia memiliki firasat buruk dan tidak ingin lagi harus
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena