Glenn menggeleng, "Tidak. Tidak sekarang. Aku belum butuh apa-apa saat ini.""Kau yakin?""Ya."Dewa menatap Glenn dengan tatapan menyelidik lalu berujar, "Baiklah. Kalau memang begitu."Glenn berujar, "Bagaimana caranya aku bisa menghubungimu?"Dewa tersenyum aneh. Glenn berkata lagi dengan kesal, "Kenapa kau tersenyum?""Tidak ada. Sepertinya aku benar akan satu hal.""Apa maksudmu?" Glenn bertanya dengan nada heran yang cukup kentara.Dewa menjawab santai, "Sepertinya aku menjadi salah satu orang yang kau percayai."Glenn mendengus jengkel, "Memangnya kenapa? Apa kau mau jadi musuh dalam selimut?"Tawa Dewa meledak seketika. "Oh, kau benar-benar sangat terhibur rupanya," sindir Glenn.Dewa berhenti tersenyum, "Kata-katamu memang pahit tapi itu justru membuatku senang.""Apa maksudmu?""Kau berterus terang. Itu artinya kau memang menganggapku sebagai seorang teman yang bisa kau percaya.""Berhentilah mengatakan seolah hal itu sesuatu yang sangat membanggakan, Dewa."Sudut bibir Dew
"Ini semua karena Tuan Zayn, Tuan Muda." Ia memulai ceritanya.Glenn masih terdiam, tidak memberi respon dan hanya menunggu Edgar melanjutkan ceritanya.Edgar lanjut berkata, "Tuan Zayn menjebak saya."Glenn meneguk salivanya dengan kasar, mulai gelisah sekaligus tidak tenang."Ceritakan dengan jelas!" pinta Glenn dengan cepat."Maaf, Tuan Muda. Saya tahu Tuan Zayn adalah sahabat baik Anda, tapi sungguh apa yang saya katakan adalah kenyataan. Beliau menjebak saya dengan kasus pencurian dan penggelapan dana."Glenn mendengarkan tanpa berniat menyela.Edgar mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ceritanya, "Kejadiannya hanya sehari setelah Anda diusir dari rumah. Tiba-tiba saja Tuan Zayn datang ke rumah dengan membawa polisi dan menuduh saya melakukan penggelapan dana perusahaan yang berkaitan dengan perusahaannya. Saya sama sekali tidak tahu apapun, Tuan Muda. Sungguh, Tuan Muda, saya tidak pernah melakukan hal serendah itu.""Tapi anehnya mereka memiliki bukti-bukti. Saya ka
Satria tertawa renyah mendengarkan kepercayaan diri putranya itu. Ia berucap, "Bagus. Kau memang harus begitu, anakku. Itu baru putra Satria Brawijaya.""Iya, Ayah. Tidak akan aku biarkan dia berulah, Ayah tenang saja. Serahkan saja semua kepadaku." Narendra mendapatkan semangat yang lebih tinggi.Satria mengangguk puas, "Ayah suka semangatmu. Sudah waktunya kau bergerak lebih cepat, Ren. Tunjukkan taringmu pada Glenn!""Siap, Ayah. Aku tidak akan membuat Ayah kecewa," balas Narendra sambil tersenyum licik.Glenn, tunggu saja. Akan aku buat kau kembali tidak berkutik. Narendra membatin.Di dalam kepala besar Narendra telah tersusun skenario kotor untuk Zayn dan Glenn. Ia yakin sekali rencananya kali ini bisa membunuh dua lalat sekaligus. Hanya membayangkannya saja, Narendra merasa begitu senang.Dengan begitu percaya diri, Narendra bangkit dari kursinya."Kalau begitu, lebih aku pergi sekarang, Ayah!" pamit pria muda itu."Ya. Ayah tunggu kabar baik darimu, Ren!" Satria mengatakannya
"Tidak. Dia tidak bersalah," jawab Zayn sambil tertunduk.Glenn memukul meja dengan keras, kemarahannya meledak, "Lalu kenapa kau menjebaknya?"Zayn memegang kepalanya, begitu kebingungan. Ia pun segera mengambil air minum di atas mejanya dan meminumnya dengan cepat.Napasnya terengah-engah. Glenn yang melihatnya pun menjadi curiga, "Kau kenapa?"Zayn menjawab, "Tidak apa-apa."Glenn membuang muka dan berkata, "Jawab!"Pria yang kini tampak pucat itu berujar, "Aku melindungi perusahaan keluargaku, Glenn. Aku tidak bisa membiarkan Narendra menghancurkannya.""Hanya karena itu kau membuat orang tak bersalah sampai dipenjara?" Glenn menggelengkan kepalanya, tak percaya.Zayn membalas, "Tidak. Itu bukan 'hanya', Glenn. Itu sangat berarti untuk keluargaku. Perusahaan itu sumber kehidupan untuk kami."Glenn tertawa nyaring, benar-benar sangat kesal dengan alasan yang menurutnya sangat lemah itu."Buatmu mungkin perusahaanku tidak ada apa-apanya, Glenn. Tapi-""Aku tidak menertawakan perusah
"Bukan saya, Pak!" ujar Glenn cepat.Pria muda itu mencoba berdiri tapi dengan segera dua petugas polisi malah memegang kedua tangannya dengan kuat. Glenn dipaksa duduk dengan lutut menyentuh lantai.Ia tak bisa menggerakkan tangannya.Glenn yang kebingungan tiba-tiba saja melihat Narendra muncul di sana dan tengah menyeringai lebar kepadanya. Ia memainkan matanya seakan mengejek Glenn.Saat itu juga Glenn menyadari dan ia mulai memberontak sekaligus berteriak keras, "Dia pasti pelakunya, Pak. Narendra. Bukan saya, Pak.""Apa yang Anda katakan? Pak Narendra justru yang melaporkan kasus ini, Pak Glenn."Glenn terkejut tetapi saat ia melihat wajah Narendra yang terlihat begitu puas, ia tentu tahu memang sepupunya brengseknya tersebut yang menjadi pelaku pembunuhan itu.Glenn tidak mungkin salah tebak. Ia berkata lagi, "Saya tidak membunuhnya. Saya bahkan baru tahu kalau dia dibunuh, Pak. Saya dijebak. Tentu saja dia melaporkannya. Dia ingin menjebak saya.""Anda bisa mengatakannya di k
"Tuan Muda Glenn, saya Pranoto. Mantan pengawal ayah Anda dulu."Mata Glenn terbelalak lebar, "Pengawal ayah?"Pranoto menganggukkan kepalanya, "Iya. Saya ke luar dari rumah Anda saat Anda berusia sebelas tahun kala itu. Anda mungkin sudah lupa pada saya, tapi saya tidak akan pernah melupakan pada Pak Andi dan Anda."Pria yang mungkin berusia empat puluh tahunan itu kini menggunakan bahasa yang lebih formal kepada dirinya. Glenn jadi agak tidak terbiasa.Glenn terpana tapi langsung berkata, "Kalau kau memang dulu pengawal ayahku, berarti kau tahu kalau aku bukan seorang pembunuh. Aku benar-benar tidak membunuhnya."Pranoto membalas, "Tentu saja. Anda memang angkuh dan sombong, tapi Anda tidak akan sampai hati menghabisi nyawa seseorang, terlebih lagi itu Zayn Salim. Saya mempercayai Anda sepenuhnya."Glenn menghela napas lega, tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama lantaran kasus itu kembali mengganggu dirinya, "Apakah kau tadi tidak menemukan bukti yang menunjukkan aku tidak bersal
"Tidak keduanya," ujar Glenn pasti.Pranoto menatap Glenn dengan tatapan kaget, "Apa maksud Anda, Tuan Muda? Anda tidak memilih keduanya?''"Ya," jawab Glenn mantap."Tapi, Tuan Muda. Kalau Anda tidak kabur sekarang, Anda akan dipenjara untuk kasus yang tidak seharusnya Anda tanggung.""Aku tahu hal itu."Pranoto berkata dengan tergagap, "Anda bisa menghadapi hal yang tidak terduga di dalam sana, Tuan Muda. Kita tidak tahu apa yang telah disiapkan oleh Narendra Brawijaya di dalam sana, Tuan Muda.""Aku juga tahu akan hal itu. Aku akan menghadapinya."Pria berusia empat puluh tahunan itu semakin terlihat gusar. Ia berkata dengan hati-hati agar Glenn mengerti jalan yang dia ambil itu sangat beresiko, "Tuan Muda, nyawa Anda bisa terancam di dalam penjara.""Nyawaku selalu terancam, bahkan saat di luar penjara sekalipun. Tak masalah. Aku pasti bisa melaluinya."Pranoto kehilangan semangatnya. Ia tidak mengerti jalan pikiran dari putra tuannya dulu itu. Ia padahal telah menyiapkan dua renc
"Tuan Alex, Anda harus ingat jika publik tidak mengetahui jika Anda memiliki hubungan yang baik dengan Tuan Glenn.""Terus?" Alexander menatap jengkel pada sekretaris pribadinya itu."Jika Anda menemui Tuan Glenn, publik akan mengetahuinya. Rahasia Anda dan Tuan Glenn bisa terbongkar. Narendra bisa mengetahui jika selama ini Anda adalah orang yang membantu Tuan Glenn."Tiba-tiba saja Alexander seperti disiram oleh air dingin. Ia berpikir dengan keras. Jika Narendra mengetahui segalanya, bukan tidak mungkin secara perlahan identitasnya sebagai satu-satunya saksi yang masidh hidup saat penulisan surat wasiat itu juga pasti akan terbongkar. Ini sama saja dengan mengaku pada Narendra jika dia dan Glenn telah bekerja sama.Semua yang Glenn telah lakukan bisa menjadi sia-sia jika Narendra mengetahuinya."Kau benar. Narendra tidak boleh tahu aku berada di pihak Glenn," kata Alexander dengan pahit, sungguh ia merasa begitu kesal dengan keadaan saat ini."Tapi kita bisa mengirim seseorang unt