"Bukan saya, Pak!" ujar Glenn cepat.Pria muda itu mencoba berdiri tapi dengan segera dua petugas polisi malah memegang kedua tangannya dengan kuat. Glenn dipaksa duduk dengan lutut menyentuh lantai.Ia tak bisa menggerakkan tangannya.Glenn yang kebingungan tiba-tiba saja melihat Narendra muncul di sana dan tengah menyeringai lebar kepadanya. Ia memainkan matanya seakan mengejek Glenn.Saat itu juga Glenn menyadari dan ia mulai memberontak sekaligus berteriak keras, "Dia pasti pelakunya, Pak. Narendra. Bukan saya, Pak.""Apa yang Anda katakan? Pak Narendra justru yang melaporkan kasus ini, Pak Glenn."Glenn terkejut tetapi saat ia melihat wajah Narendra yang terlihat begitu puas, ia tentu tahu memang sepupunya brengseknya tersebut yang menjadi pelaku pembunuhan itu.Glenn tidak mungkin salah tebak. Ia berkata lagi, "Saya tidak membunuhnya. Saya bahkan baru tahu kalau dia dibunuh, Pak. Saya dijebak. Tentu saja dia melaporkannya. Dia ingin menjebak saya.""Anda bisa mengatakannya di k
"Tuan Muda Glenn, saya Pranoto. Mantan pengawal ayah Anda dulu."Mata Glenn terbelalak lebar, "Pengawal ayah?"Pranoto menganggukkan kepalanya, "Iya. Saya ke luar dari rumah Anda saat Anda berusia sebelas tahun kala itu. Anda mungkin sudah lupa pada saya, tapi saya tidak akan pernah melupakan pada Pak Andi dan Anda."Pria yang mungkin berusia empat puluh tahunan itu kini menggunakan bahasa yang lebih formal kepada dirinya. Glenn jadi agak tidak terbiasa.Glenn terpana tapi langsung berkata, "Kalau kau memang dulu pengawal ayahku, berarti kau tahu kalau aku bukan seorang pembunuh. Aku benar-benar tidak membunuhnya."Pranoto membalas, "Tentu saja. Anda memang angkuh dan sombong, tapi Anda tidak akan sampai hati menghabisi nyawa seseorang, terlebih lagi itu Zayn Salim. Saya mempercayai Anda sepenuhnya."Glenn menghela napas lega, tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama lantaran kasus itu kembali mengganggu dirinya, "Apakah kau tadi tidak menemukan bukti yang menunjukkan aku tidak bersal
"Tidak keduanya," ujar Glenn pasti.Pranoto menatap Glenn dengan tatapan kaget, "Apa maksud Anda, Tuan Muda? Anda tidak memilih keduanya?''"Ya," jawab Glenn mantap."Tapi, Tuan Muda. Kalau Anda tidak kabur sekarang, Anda akan dipenjara untuk kasus yang tidak seharusnya Anda tanggung.""Aku tahu hal itu."Pranoto berkata dengan tergagap, "Anda bisa menghadapi hal yang tidak terduga di dalam sana, Tuan Muda. Kita tidak tahu apa yang telah disiapkan oleh Narendra Brawijaya di dalam sana, Tuan Muda.""Aku juga tahu akan hal itu. Aku akan menghadapinya."Pria berusia empat puluh tahunan itu semakin terlihat gusar. Ia berkata dengan hati-hati agar Glenn mengerti jalan yang dia ambil itu sangat beresiko, "Tuan Muda, nyawa Anda bisa terancam di dalam penjara.""Nyawaku selalu terancam, bahkan saat di luar penjara sekalipun. Tak masalah. Aku pasti bisa melaluinya."Pranoto kehilangan semangatnya. Ia tidak mengerti jalan pikiran dari putra tuannya dulu itu. Ia padahal telah menyiapkan dua renc
"Tuan Alex, Anda harus ingat jika publik tidak mengetahui jika Anda memiliki hubungan yang baik dengan Tuan Glenn.""Terus?" Alexander menatap jengkel pada sekretaris pribadinya itu."Jika Anda menemui Tuan Glenn, publik akan mengetahuinya. Rahasia Anda dan Tuan Glenn bisa terbongkar. Narendra bisa mengetahui jika selama ini Anda adalah orang yang membantu Tuan Glenn."Tiba-tiba saja Alexander seperti disiram oleh air dingin. Ia berpikir dengan keras. Jika Narendra mengetahui segalanya, bukan tidak mungkin secara perlahan identitasnya sebagai satu-satunya saksi yang masidh hidup saat penulisan surat wasiat itu juga pasti akan terbongkar. Ini sama saja dengan mengaku pada Narendra jika dia dan Glenn telah bekerja sama.Semua yang Glenn telah lakukan bisa menjadi sia-sia jika Narendra mengetahuinya."Kau benar. Narendra tidak boleh tahu aku berada di pihak Glenn," kata Alexander dengan pahit, sungguh ia merasa begitu kesal dengan keadaan saat ini."Tapi kita bisa mengirim seseorang unt
"Ayah harap kado itu sesuai dengan apa yang Ayah pikirkan, Nak." Satria tersenyum licik pada putranya."Tentu saja, Ayah. Aku kan selalu tahu apa yang Ayah pikirkan dan inginkan," balas Narendra dengan begitu percaya diri. Tatapannya penuh keyakinan.Satria manggut-manggut, merasa begitu puas dan tenang. Ia pikir rencana anaknya pastilah sangat bagus."Kau memang putra yang membanggakan, Rendra," timpal Astuti senang.Sementara itu, di sisi lain, sang putra termuda dari pasangan Astuti dan Satria Brawijaya, yakni Arnold Brawijaya baru saja terlihat sampai di depan kantor polisi yang menjadi tempat Glenn ditahan. Dengan begitu tergesa-gesa, pria muda yang wajahnya agak pucat itu memasuki kantor polisi tersebut. Ia merasa begitu lega lantaran tak ada satupun wartawan yang nampak di sana. Padahal, ia sempat khawatir jika ia harus berhadapan dengan wartawan. Sebab, saat ini ia tidak memiliki pengawal yang menjaganya. Ia pasti akan sangat kerepotan jika menghadapi wartawan sendirian."Say
Di bagian taman kota di tengah-tengah pusat kota besar itu, Damar baru saja memarkir mobilnya di area parkir."Ke mana dia tadi? Bukankah tadi dia tidak jauh dari sini?" ucap sekretaris pribadi Alexander Barata itu.Namun, di tengah-tengah kebingungan yang melandanya itu, mobilnya tiba-tiba saja diketuk dari luar. Saat ia menoleh, ia membelalakkan matanya ketika melihat orang yang ia cari tadi. Pria yang ia tebak juga seusia dengan Glenn Brawijaya itu tampak menatapnya dengan tatapan penuh selidik dari luar mobil.Tanpa pikir panjang, Damar membuka pintu mobil itu dan ke luar dari sana."Kenapa sejak tadi kau mengikutiku?" tanya Dewa cepat.Damar tidak menduga jika Dewa akan mengetahuinya. "Maaf, saya tidak bermaksud mengikutimu.""Kau bermaksud. Kau sengaja. Apa maumu?" balas Dewa tenang.Damar berdeham, menyamarkan rasa tidak menyenangkan yang datang kepadanya. Dipergoki oleh seseorang yang sedang kau awasi itu cukup memalukan, tetapi ia mencoba mengabaikan fakta itu dan menjawab, "
"Hentikan, Arnold!" teriak Astuti ngeri.Satria Brawijaya yang masih kaget mulai berteriak pada putra bungsunya, "Lepaskan kakakmu, Arnold!"Akan tetapi, Arnold tidak menghiraukan dirinya. Seakan telinganya telah tersumbat sehingga tak dapat mendengar apapun lagi.Tak tahan lagi kedua putranya terlibat perkelahian, Satria berteriak nyaring, "Pengawal!"Arnold menghajar kakak kandungnya dengan membabi buta. Narendra tak ia berikan kesempatan untuk melawannya.Entah apa yang merasuki dirinya saat ini, ia merasa begitu unggul dari sang kakak lantaran bisa memukulnya bertubi-tubi. Matanya menggelap, tatapannya bahkan cukup menakutkan. Ia tak ragu-ragu melancarkan serangan dan tampak tenang.Narendra terlihat begitu kewalahan menghadapinya hingga tiba-tiba saja terbersit rasa takut di dalam hatinya."Arnold, apa kau sudah gila?" ujar Narendra berusaha menyadarkan adiknya sementara ia menerima setiap pukulan Arnold."Arnold, kita bersaudara!" "Ya, Mas. Aku sudah gila. Dan ini karena kegila
"Aku akan menemuinya," ujar Glenn pada petugas polisi itu.Glenn pun diantar menuju ke sebuah ruang besuk. Begitu ia masuk, Dewa langsung tersenyum lebar kepadanya."Apa kabarmu, teman?" ujar pria yang masih mengenakan kaos lusuh itu.Glenn menjawab, "Apa kau berniat menyerahkan diri pada polisi, Dewa?"Dewa mendengus keras. Tatapannya tidak berubah, masih tampak jenaka, "Kawanku yang baik, jika seseorang sedang bertanya kepadamu, tidak sopan jika kau membalasnya dengan sebuah pertanyaan.""Kau harus menjawabnya dan baru bertanya. Itu yang dinamakan sebuah tingkat kesopanan. Tidakkah kau tahu akan hal itu, Glenn Brawijaya?"Glenn tak membalas dan memilih untuk duduk di depan Dewa. Dewa tak terkejut ia diabaikan oleh Glenn. Ia justru malah terlihat senang melihat Glenn duduk di depannya."Apa tujuanmu datang ke mari?" Dewa menjawab santai, "Ingin melihat keadaanmu, tentu saja. Apakah kau masih hidup atau sudah mau mati."Glenn sontak memelototi pria itu, tetapi Dewa malah tersenyum le
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena