"Strateginya memang cukup berhasil karena terbukti banyak sekali yang sangat penasaran dengan G Company ini." Arnold yang pagi itu mengenakan setelan jas hitam menyetujui perkataan sang kakak.Narendra tertawa kecil, "Tapi meskipun begitu perusahaan itu belum bisa mengalahkan perusahaan kita. Setidaknya, untuk saat ini kita masih berada di atas G Company."Arnold ikut tersenyum menanggapi perkataan kakaknya yang memang. Pasalnya, ia juga turut membangun Brawijaya Corporation agar lebih maju daripada sebelumnya sehingga ia pun juga Tahu betul bagaimana perusahaan itu berkembang dengan pesat sekarang ini.Ia juga mengetahui bagaimana G Company terlihat begitu berkembang dari waktu ke waktu tetapi menurutnya tetap saja perusahaan startup itu belum bisa mengalahkan perusahaan milik keluarga Brawijaya."Tapi kalau memang seperti itu, apakah menurut Mas kita masih bisa memanfaatkan kepopuleran dari G Company ini?" tanya Arnold.Narendra mengangguk dengan cepat, "Justru karena mereka sedang
"Menikahlah!" ucap Narendra yang seketika membuat Arnold terbelalak kaget.Ia menatap tidak percaya ke arah sang kakak yang terlihat begitu bersemangat menatap ke arahnya."Menikah? Kenapa Mas tiba-tiba memintaku untuk menikah?" tanya Arnold merasa heran.Narendra tersenyum sebelum menjawab, "Keadaan perusahaan ini sudah cukup stabil jadi kau pikir sudah saatnya kau melepas masa lajangmu."Arnold tertawa jengah, "Mas, yang benar saja. Kalaupun ada seseorang yang harus menikah di sini, orang itu seharusnya ya kamu, Mas."Narendra melongo terkejut, "Aku? Apa yang sedang kau pikirkan?""Oh, ayolah. Umurmu jelas-jelas lebih tua dariku dan kupikir kaulah yang seharusnya memiliki seorang pendamping untuk menemanimu. Orang-orang yang telah mencapai usia sepertimu sekarang ini biasanya sudah memiliki seorang putra atau paling tidak sudah mengarungi bahtera rumah tangga selama beberapa tahun lamanya."Narendra tidak menyangka jika permintaannya itu malah dibalikkan seperti itu oleh sang adik t
"Glenn? Tidak mungkin aku berpikir itu dia, Mas. Aku hanya heran saja kenapa ada orang yang begitu sangat misterius seperti dia?" ujar Arnold.Narendra mengamati ekspresi sang adik dengan begitu teliti tetapi saat ia tidak menemukan adanya kejanggalan dari adiknya tersebut ia pun seketika mempercayai Arnold sepenuhnya."Aku justru tadinya berpikir memang ini adalah Glenn tetapi rasanya tidak mungkin. Glenn tidak secerdas ini, maksudku Glenn tidak mungkin akan memikirkan cara seperti ini untuk menyerangku."Arnold sebenarnya tidak suka dengan kata-kata Narendra yang terkesan sedikit merendahkan Glenn, tetapi untuk beberapa hal dia pun setuju karena seperti yang telah dikatakan oleh Narendra tersebut jika Glen tidak mungkin memilih cara yang cukup berbahaya seperti itu untuk menyerang Narendra."Jadi, menurutmu kenapa dia masih merahasiakannya?" tanya Narendra.Arnold menjawab, "Entahlah. Kita tidak bisa menebaknya karena dia sepertinya memang memiliki tembok yang cukup besar untuk meng
"Kenapa Anda membicarakan masalah Glenn? Apakah Anda mengenal saudara sepupu saya?" tanya Narendra cepat.Jantung lelaki itu benar-benar sedang tidak bisa berdetak dengan normal lantaran kekagetan serta kebingungannya yang mulai menguasai dirinya.Dia tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Sementara Arnold sendiri masih belum pulih dari keterkejutannya sehingga ia pun masih tidak bisa merangkai kata-kata untuk membalas ucapan Garrick."Ya. Saya adalah teman kuliah Glenn dan sejujurnya saya berbisnis di Indonesia karena ingin berbisnis dengannya tetapi ternyata semua tidak berjalan dengan sesuai keinginan saya," ujar Garrick.Arnold mencoba untuk meneliti suara itu tetapi ia tetap saja tidak bisa yakinkan dirinya sendiri jika orang itu benar-benar teman dari Glenn.Garrick melanjutkan, "Dia ternyata pergi sebelum saya sempat untuk melakukan sama bisnis dengannya seperti janji kami saat kami masih kuliah dulu."Narendra mengepalkan tangannya ketika ia mendengarkan semua itu. Sungg
"Kau tidak salah membaca?" tanya Narendra menoleh pada adiknya.Arnold menggelengkan kepala dan kemudian meminta suapin mereka untuk segera membawa mereka menjauh dari tempat itu sebelum nantinya berbicara hanya berdua di tempat yang lebih aman.Wajah Narendra tiba-tiba saja menegang dan mulai terlihat dipenuhi oleh kecemasan. Begitu mereka tiba di perusahaan mereka sendiri dan bergerak menuju ke ruangan Narendra, Arnold dan kakaknya yang belum sampai di ruangan presiden direktur itu pun tidak tahan untuk tidak segera berbicara."Berapa pinalti yang harus kita bayar jika kita membatalkannya?" tanya Narendra yang harap-harap cemas.Pasalnya saat ini perusahaan mereka tidaklah bisa kuat dulu dikarenakan sebagian perusahaan mereka telah dibeli oleh orang yang masih juga misterius.Arnold mengambil napas dalam-dalam sebelum kemudian menghembuskannya dengan kasar, "Tujuh.""Tujuh miliar?" tebak Narendra."Kalau hanya 7 miliar mudah saja kita-""Tujuh kali lipat, Mas."Mata Narendra sontak
"Mas, aku sebenarnya memiliki satu ide tapi aku tidak yakin jika Mas akan menyetujui ide itu," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya dengan penuh tanya dan kemudian menghela napasnya lebih dalam lalu berkata, "Ayolah. Kau pikir kau itu sedang berbicara dengan siapa, Arnold? Kita bersaudara dan kau adalah satu-satunya orang yang aku percayai saat ini.""Katakan saja apa yang menurutmu benar dan bisa mengeluarkan kita dari situasi ini!" ujar Narendra.Arnold menganggukkan kepalanya lalu mulai berkata dengan serius, "Kita manfaatkan Alexander Barata, Mas."Narendra terlihat terkejut dengan ucapan adiknya itu, matanya menyipit bingung, "Apa hubungannya dengan Alexander Barata?""Mas, kan kamu tahu Glenn dan Alexander itu memang berhubungan dekat. Bagaimana jika kita manfaatkan situasi ini? Kita bisa meminta Alexander untuk membuat Garrick tidak lagi menyulitkan kita?"Narendra masih tidak mengerti dengan rencana adiknya itu, "Memang apa yang bisa dilakukan oleh Alexander?" "Sesama teman
"Entahlah, aku belum tahu tapi yang jelas aku tidak akan melepaskan dia begitu saja," ucap Glenn yang sedikit menahan rasa kesalnya akibat ulah Arnold yang tidak pernah ia sangka-sangka itu.Alexander mengangguk dan mempercayai ucapan Glenn sepenuhnya, "Kalau begitu kapan kau akan mengajak putriku untuk tinggal di sini?""Sekarang.""Hah? Sekarang? Kau mau ke sana sekarang juga?" tanya Alexander terlihat begitu terkejut dengan ucapan Glenn.Glenn hanya menjawab dengan anggukan lalu segera dia berganti baju dengan kilat. "Pulanglah dan bersikaplah seolah-olah kau tidak sedang mengetahui apapun. Aku yakin sekali saat ini Narendra pasti mengirim orang-orang untuk mengawasimu dengan ketat."Alexander yang sebenarnya ingin sekali menunggu kedatangan putrinya di sana pun hanya bisa mengangguk dengan helaan napas kecewa."Sabarlah! Kau bisa bertemu dengannya setelah aku membawanya ke sini," ujar Glenn yang tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Alexander saat ini.Pria usianya beberapa tahun l
Tanpa membuang-buang waktu lagi Glenn segera berjalan menuju ke arah luar, sebelum dia mencari jenazah Hana, ia berpesan pada Clarita, "Tetap berada di sini! Jangan ke mana-mana!"Clarita mengangguk lemah.Tidak lama Glenn mencari jenazah Hana ambil sesekali harus menembak pelurunya ke arah pengawal yang masih tersisa. Ia pun memeriksa tubuh itu dan hanya bisa menghela napas sedih karena ternyata memang benar Hana telah tiada.Detak jantungnya sudah tak ada dan dengan hati yang tidak karuan lantaran perasaan bersalahnya pada Alexander yang tidak bisa menyelamatkan Hana tepat pada waktunya, ia berjalan menuju ke kamar tempat di mana Clarita berada.Ia melihat gadis yang sedang menangis itu dan berujar pelan, "Ibuku sudah tiada. Maaf, Om datang terlambat."Clarita segera menghapus air matanya dan kemudian berdiri dan menatap ke arah Glenn dengan pandangan bertanya, "Siapa mereka? Kenapa kami?"Glenn tidak tahu apakah dia harus mengatakan hal yang sebenarnya kepada gadis itu atau harus m