"Mas, aku sebenarnya memiliki satu ide tapi aku tidak yakin jika Mas akan menyetujui ide itu," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya dengan penuh tanya dan kemudian menghela napasnya lebih dalam lalu berkata, "Ayolah. Kau pikir kau itu sedang berbicara dengan siapa, Arnold? Kita bersaudara dan kau adalah satu-satunya orang yang aku percayai saat ini.""Katakan saja apa yang menurutmu benar dan bisa mengeluarkan kita dari situasi ini!" ujar Narendra.Arnold menganggukkan kepalanya lalu mulai berkata dengan serius, "Kita manfaatkan Alexander Barata, Mas."Narendra terlihat terkejut dengan ucapan adiknya itu, matanya menyipit bingung, "Apa hubungannya dengan Alexander Barata?""Mas, kan kamu tahu Glenn dan Alexander itu memang berhubungan dekat. Bagaimana jika kita manfaatkan situasi ini? Kita bisa meminta Alexander untuk membuat Garrick tidak lagi menyulitkan kita?"Narendra masih tidak mengerti dengan rencana adiknya itu, "Memang apa yang bisa dilakukan oleh Alexander?" "Sesama teman
"Entahlah, aku belum tahu tapi yang jelas aku tidak akan melepaskan dia begitu saja," ucap Glenn yang sedikit menahan rasa kesalnya akibat ulah Arnold yang tidak pernah ia sangka-sangka itu.Alexander mengangguk dan mempercayai ucapan Glenn sepenuhnya, "Kalau begitu kapan kau akan mengajak putriku untuk tinggal di sini?""Sekarang.""Hah? Sekarang? Kau mau ke sana sekarang juga?" tanya Alexander terlihat begitu terkejut dengan ucapan Glenn.Glenn hanya menjawab dengan anggukan lalu segera dia berganti baju dengan kilat. "Pulanglah dan bersikaplah seolah-olah kau tidak sedang mengetahui apapun. Aku yakin sekali saat ini Narendra pasti mengirim orang-orang untuk mengawasimu dengan ketat."Alexander yang sebenarnya ingin sekali menunggu kedatangan putrinya di sana pun hanya bisa mengangguk dengan helaan napas kecewa."Sabarlah! Kau bisa bertemu dengannya setelah aku membawanya ke sini," ujar Glenn yang tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Alexander saat ini.Pria usianya beberapa tahun l
Tanpa membuang-buang waktu lagi Glenn segera berjalan menuju ke arah luar, sebelum dia mencari jenazah Hana, ia berpesan pada Clarita, "Tetap berada di sini! Jangan ke mana-mana!"Clarita mengangguk lemah.Tidak lama Glenn mencari jenazah Hana ambil sesekali harus menembak pelurunya ke arah pengawal yang masih tersisa. Ia pun memeriksa tubuh itu dan hanya bisa menghela napas sedih karena ternyata memang benar Hana telah tiada.Detak jantungnya sudah tak ada dan dengan hati yang tidak karuan lantaran perasaan bersalahnya pada Alexander yang tidak bisa menyelamatkan Hana tepat pada waktunya, ia berjalan menuju ke kamar tempat di mana Clarita berada.Ia melihat gadis yang sedang menangis itu dan berujar pelan, "Ibuku sudah tiada. Maaf, Om datang terlambat."Clarita segera menghapus air matanya dan kemudian berdiri dan menatap ke arah Glenn dengan pandangan bertanya, "Siapa mereka? Kenapa kami?"Glenn tidak tahu apakah dia harus mengatakan hal yang sebenarnya kepada gadis itu atau harus m
"Jangan ke mana-mana!" ucap Glenn lewat telepon pada Alexander Barata.Alexander yang berada nan jauh di sana menjawab dengan setengah berteriak bahkan nada suaranya terdengar bergetar, "Bagaimana bisa aku diam saja? Hana tewas dan sekarang putriku masuk ke dalam ruang ICU. Kau bilang aku tidak boleh kemana-mana?""Kalau kau mau putrimu selamat dan tidak dikejar-kejar oleh orang itu maka berdiamlah di sana.""Glenn-""Percayalah! Kalau kau nekat untuk mencari-cari putrimu dan kemudian malah diikuti oleh orang-orang sialan itu, itu malah akan membahayakan putrimu. Kau mau kehilangan dia?"Alexander ingin mengumpat tetapi bukan pada Glenn, melainkan pada orang-orang yang telah lakukan pembunuhan itu pada Hana dan sekarang membuat putrinya sedang menderita di ruang gawat darurat.Berat sekali baginya menghadapi semua itu. Sebelumnya ia Padahal sudah merencanakan beberapa rencana matang untuk Hana dan juga Clarita.Ia sudah mencari-cari pengobatan untuk Hana sekaligus untuk menyiapkan sem
Lelaki berperawakan tinggi dan juga besar itu pun masuk ke dalam ruangan Alexander. Ia membukukan badannya terlebih dulu sebelum kemudian berkata, "Tuan Muda, saya baru saja menyelidiki sesuatu dan hasilnya cukup membuat saya terkejut."Alexander ikut berpura-pura kaget dan menjawab, "Tentang apa?""Tentang hm ... itu, Tuan Muda. Ini mengenai Nona Hana dan juga seorang gadis yang bernama Clarita," sahut Damar.Alexander yang sedang menulis sesuatu di sebuah dokumen yang sebenarnya hanya berupa coretan itu pun mengangkat wajahnya dan menghadap pada Damar, "Apa yang sudah kau temukan tentang mereka?" Damar sedikit meragu akan informasi yang telah ia dapatkan. Sebab, informasi tersebut bukanlah informasi yang baik melainkan justru kabar buruk yang mungkin akan membuat Alexander terkejut.Sorotan mata lelaki yang sebenarnya sudah merencanakan sesuatu sebelumnya dan terpaksa harus menerima kegagalan itu karena didahului oleh orang lain itupun terlihat begitu sendu.Hal itu bukan berarti d
"Iya, Tuan Muda. Tapi Anda sama sekali tidak perlu khawatir karena saya sudah mengerahkan begitu banyak anak buah untuk melacak keberadaan putri Anda," ucap Damar dengan cepat karena tidak ingin Alexander curiga terhadapnya.Akan tetapi, Alexander yang dengan mudah bisa membaca ekspresi menyebalkan di wajah Damar itupun menyaho dengan santai, "Apa maksudmu?""Ya, Tuan Muda?""Siapa yang membiarkanmu untuk menyebut gadis itu sebagai putriku?" ucap Alexander sambil menyipitkan mata menatap tajam ke arah Damar yang wajahnya terlihat syok.Alexander kembali melanjutkan perkataannya, "Aku emang berhubungan dengan Hana tapi anak itu ... Aku tidak akan pernah menganggap dia sebagai anakku.""Tapi, Tuan ....""Aku kemarin-kemarin sedikit mencemaskan mereka tetapi malah sekarang aku sedikit lebih lega karena tak perlu lagi memikirkan tentang dua orang itu," jawab Alexander.Damar yang wajahnya diliputi kebingungan itu pun segera bertanya, "Anda tidak peduli dengan mereka, Tuan Muda?"Alexander
"Ya. Biarkan saja, itu lebih bagus jika dia menghilang tanpa jejak." Alexander terlihat begitu santai dan tenang sekaligus hingga membuat Damar sontak mempercayai perkataan sang tuan muda.Dengan sedikit dorongan yang lebih, Alexander sendiri telah memahami bagaimana caranya ia menipu Damar agar pria itu bisa jatuh ke dalam perangkapnya.Ia bersorak dalam hati karena sekali lagi ia telah berhasil membuat lelaki yang usianya tak terlalu jauh berbeda dengannya itu memasuki jebakan yang telah ia siapkan bersama dengan Glenn."Baiklah, saya mengerti sekarang. Anda benar, Tuan Muda. Jika anak itu masih bersama dengan Anda, Anda bisa begitu kerepotan dan ini juga pasti akan dimanfaatkan oleh Narendra."Sebuah senyuman sinis terbit di bibir Alexander, "Nah, itu dia yang aku maksud. Narendra yang bodoh itu justru telah melakukan kesalahan yang besar karena membunuh Hanya dan menyebabkan anak itu menghilang tanpa jejak. Itu sama artinya dia tidak lagi memiliki kunci untuk menggangguku."Damar
"Tidak, Tuan. Saya yakin sekali tidak mungkin ada anak buah kita yang berani mengkhianati Anda."Narendra menaikkan kedua alisnya seakan tidak mempercayai perkataan anak buahnya tersebut. "Bagaimana kau bisa seyakin itu?""Karena kami semua menembakkan peluru ke arah orang yang menyelamatkan gadis itu sehingga tidak mungkin ada seorang penghianat di antara kami," jelas orang itu.Narendra kembali berpikir keras dan menimbang-nimbang apakah orang itu benar-benar telah berkata jujur atau tidak. Namun, sebelum ia sempat mengatakan apa yang ada di kepalanya, pintu ruangannya diketuk oleh seseorang dari luar."Ya, masuk!" kata Narendra.Ia pun memerintah anak buahnya tersebut, "Pergilah!"Pria itu mengangguk dan kemudian undur diri dari ruangan sang tuan muda. Narendra tersenyum ramah pada adik laki-lakinya yang masuk ke dalam ruangannya sambil membawa beberapa dokumen. "Kita tidak bisa membuat pembatalan itu, Mas."Narendra tidak tahu jika hari itu ternyata merupakan hari yang sangat sia