Share

2 kasus 1 masalah

Penulis: Djw
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-14 16:33:34

"Hyung. Maaf, bukan maksudku menghina gadis pujaanmu. Tapi, aku tahu betul siapa, dan bagaimana sifat Zora," balas Elmo, dengan suara sedikit mengecil.

Benedict melihat kedua netra Elmo dengan seksama. Ia tidak menyangka, pria yang ia kenal selama belasan tahun lamanya, menghina gadis pujaannya. Hatinya terbakar api emosi. Ingin rasanya ia memberi tanda merah lima jari di pipi Elmo, tetapi ia urungkan, lantaran ada perasaan persahabatan.

"Ah sudahlah. Mau kalian suka atau tidak, bagaimanapun juga aku akan tetap mencintai Zora. Dan aku akan membuktikan padanya bahwa aku mencintainya," sanggah Benedict.

Benedict masih saja bersikeras atas pendapatnya. Baginya tidak ada gadis lain selain Zora. Dan apa pun akan dilakukan oleh Benedict, meski kedua sahabatnya menentang dirinya untuk terus maju berjuang mendapatkan cinta Zora.

"Oh ya? Lalu dengan cara apa kau akan membuktikannya? Dengan membelikan barang-barang mahal? Begitukah, Hyung?" sambung Lee.

"Kalau iya. Lalu kenapa? Aku akan mencari pekerjaan di desa. Lagipula menunggu masa panen sangat lama, maka aku bisa memanfaatkan waktu ini untuk bekerja di tempat lain," tekad Benedict.

Melihat sikap keras kepala Benedict, sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun yang mampu merubah cara berpikirnya. Mau tak mau Elmo dan Lee hanya bisa pasrah melihat keputusan yang di ambil.

"Elmo cepat antarkan aku pulang ke rumah. Aku ingin secepatnya membuat surat lamaran pekerjaan," pinta Benedict.

Home sweet home.

Sebuah kendaraan sedan Peugeot keluaran terbaru berhenti di sebuah bangunan seluas 150 meter. Dari luar masih tampak terlihat dengan jelas rumah pedesaan yang begitu kental dengan nuansa klasik.

Hanok atau yang disebut juga dengan rumah adat Korea ini, dibangun dari bahan-bahan alami, seperti kayu, tanah, batu, jerami, genting dan kertas.

Warna tembok luar masih tampak basah. Terlihat seperti baru saja di cat ulang oleh pemilik rumahnya. "Sepertinya tembok luar baru saja dicat ulang. Siapa yang melakukannya?" batin Benedict.

"Baiklah Hyung, kita sudah sampai di rumahmu," ucap Elmo.

"Kalian tak ingin mampir sebentar, masuk ke dalam?" balas Benedict berbasa-basi.

"Tidak, terima kasih. Ayahku mengirim pesan, agar pulang tidak terlalu larut," jawab Elmo.

"Bagaimana dengan kau, Lee?" lanjut Benedict.

"Maaf Hyung, tapi ini sudah terlalu malam. Aku takut jika kedua orang tuaku cemas."

"Baiklah, terima kasih atas tumpangannya Elmo. Dan terima kasih juga untuk acara yang berkesan, hari ini. Aku pamit duluan. Kalian hati-hati di jalan ya." Benedict pun pamit sambil keluar dari mobil.

Dengan perlahan menutup pintu bagian belakang, kemudian melambaikan tangan pada Elmo serta Lee. Setelah itu, pria berusia dua puluh enam tahun itu, masuk ke dalam hanok.

Beberapa menit, setelah deru mesin mobil tak terdengar, Benedict masih berdiri di halaman depan. Merenungi nasibnya ke depan.

Termenung dalam temaram malam, dan dinginnya malam, Benedict hanya bisa menatap sedih kondisinya saat ini. Seorang pemuda yang dipaksa oleh keadaan untuk menjadi tulang punggung keluarga, sejak ia masih berusia 15 tahun. Hal ini ia lakukan, lantaran sang Ayah sudah tak mampu lagi bekerja secara maksimal.

Hembusan nafasnya menjadi teman sepinya saat ini. Dipandanginya bintang di langit dan diajaknya bersenda gurau.

"Hey Bintang, aku ingin bekerja di luar sana, tak lagi berkebun dan berladang. Setidaknya dengan aku bekerja di luar kebun, aku bisa membantu ayah membayar uang sekolah adik-adikku," lirih Benedict,

menghela nafas cukup dalam dan terasa begitu berat.

Tak lama terdengar suara bariton dari dalam rumah. Semakin lama, semakin terdengar dekat. "Kaukah itu, Benedict?" tanya seorang pria dari dalam rumah.

Terdengar suara kursi roda reyot dengan gesekkan dari besi tua berpadu dengan lantai yang terbuat dari semen. Dari dalam rumah, terdengar suara batuk bercampur dengan suara kursi roda yang lemahnya dari tangan seorang pria paruh baya.

"Ya ayah, ini aku," jawab Ben dengan nada terkejut.

Tak lama pria paruh baya itu sudah berada di hadapan Benedict. Duduk di sebuah kursi roda, selama belasan tahun akibat kecelakaan lalu lintas sebelas tahun silam.

"Kenapa baru pulang selarut ini, nak? Apa kau sudah makan?" tanya pria berambut putih itu dengan suara khawatir.

"Sudah yah. Jangan khawatirkan aku," jawabnya sambil tersenyum lebar.

"Lalu kenapa pulang sampai larut begini? Apakah ada pekerjaan di kebun tuan Kim?" lanjut pria berambut putih.

"Tidak ada pekerjaan. Aku hanya meminjam buku-buku di perpustakaan Elmo saja." Benedict menjawabnya dengan sedikit berbohong.

Jawaban Benedict membuat pria paruh baya itu mengernyitkan keningnya. Ia begitu hafal dengan gelagat dari putranya, ketika ia tengah berbohong. Di pandanginya dalam- dalam kedua netra putranya.

"Kau sedang tak berbohong padaku kan, Ben?"

Benedict membalikkan tubuh menghadap ke arah ayahnya. Berusaha menyembunyikan perasaan sedihnya, Benedict tersenyum simpul sambil menjawab pertanyaan pria berambut pirang, "Tidak ayah. Mana mungkin aku berani berbohong padamu."

Pria paruh baya itu terus saja menatap dalam kedua netra putranya. Mencoba membaca pikiran serta memahami perasaan putranya yang lelah, entah itu lelah karena harus menanggung beban hidup atau lelah karena seharian ia baru kembali bekerja.

"Ya sudah. Malam semakin larut, kau istirahat saja. Lagipula besok kau harus bangun lebih pagi. Tuan Min memintamu untuk bekerja di kebun lebih awal," ucapnya.

Tanpa banyak cakap, Benedict segera masuk ke dalam kamar. Sebelum tidur, ia berusaha mencari cara agar bisa berbicara pada ayahnya.

Bicara mengenai untuk bisa bekerja di luar kebun. Selain itu, ia juga harus menyiapkan mentalnya. Benedict sudah bisa membaca situasi ke depan, dimana sang Ayah tidak akan pernah menyetujuinya.

Sepanjang malam berlangsung, Benedict masih terjaga. Gelisah tak menentu dalam pikiran dan jiwanya, membolak-balikkan tubuhnya berusaha untuk memejamkan matanya. Namun, tetap saja pikiran Ben masih saja berlutut mengenai alasan apa yang akan ia kemukakan.

morning

"Oase … Osaze, ayo bangun nak. Sudah pukul enam, nanti kalian terlambat ke sekolah," teriak Tuan Alexi dari arah dapur.

Menyiapkan sarapan walaupun hanya dengan mie ramen buatan sendiri, tak membuat Tuan Alexi merasa kewalahan meskipun kedua kakinya sudah tak berfungsi dengan sempurna. Dirinya berusaha untuk bisa mengurus pekerjaan rumah tangga. Ia tak ingin menjadi beban, dengan hanya berdiam diri dan berpangku tangan saja.

Pagi ini, tak seperti biasanya kedua anak kembar Tuan Alexi dari istri keduanya, Oase dan Osaze masih menutupi diri dengan selimut tebal. Bukan Karena cuaca dingin yang membuat mereka malas untuk beranjak dari kasur empuk.

Akan tetapi, guru Tata Usaha sudah memberikan surat peringatan untuk segera membayar uang sekolah sekaligus uang untuk ujian semester nanti.

"Oase … Osaze, Ayo cepat untuk bersiap ke sekolah," teriak Tuan Alexi sekali lagi dari arah dapur.

Sementara, dari dalam balik selimut, kedua anak kembar ini masih saja sibuk berdebat apakah akan memberitahukan pada ayahnya atau berbohong saja.

"Bagaimana ini Oase, apa lebih baik kita berbohong saja ya? Kita katakan pada ayah, kalau hari ini libur," ucap Osaze.

"Tapi … kalau sampai ketahuan oleh kak Brie, kita berbohong, bagaimana? Pasti ayah akan lebih marah dan menghukum Kita. Sudahlah Oase, sebaliknya Kita katakan saja yang sejujurnya saja," usul pria muda yang usianya hanya beda lima menit lebih dulu dari Oase.

"Bagaimana kalau Kita suit saja. Yang menang, maka harus mau melakukannya," balas Oase.

Belum sempat mereka melakukan suit jepang, tiba-tiba kaki mereka terasa lebih dingin. Selimut tebal bergambar kartun pororo berwarna biru sudah bergeser dari tempat tidur mereka.

Dan kini wajah cantik berambut pirang, sudah ada di hadapan mereka berdua, sambil berteriak dengan nada jahil. "Nah, ya ketahuan. Bukannya bergegas mandi dan sarapan, malah enak-enakkan di kasur. Yah, Oase dan Osaze malas untuk bangun."

"Iisshh kakak apa-apaan sih. Berisik tahu!" Seru Oase.

"Uhh … lucu banget sih kalau mukanya kesel begitu. Hihihi," ledek gadis pemilik netra berwarna emerald, sambil mencubit kedua pipi salah satu adik kembarnya.

"Iihh sakit tahu," ketus Oase.

"Biarin aja. Weeekkk," ledek gadis itu. "Kalau nggak mau di cubit, makanya lekas bangun dari tempat tidur, lalu mandi dan sarapan. Cepat! Pokoknya dalam waktu lima belas menit, kalian masih berpakaian piyama. Hmmm… lihat saja nanti, hehehe," lanjut gadis berambut pirang meledek kedua adik kembarnya.

Beberapa menit setelah kakak perempuan mereka keluar dari kamar tidur. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengatakan yang sejujurnya pada ayahnya.

"Oase, kita katakan saja yuk yang sejujurnya pada ayah dan kakak. Aku tak ingin terkena hukuman oleh ayah kelak," bisik Osaze.

“Menurutku tidak saat ini Osaze, lebih baik kita ….”

Bab terkait

  • Kembalinya sang Ahli Waris   izinkan aku bekerja

    Tiga hari kemudianSelama tiga hari, baik Benedict maupun kedua adik kembarnya, masih menyimpan permasalahannya masing masing. Mereka masih belum mau mengutarakan pada sang Ayah.Hingga sore hari ini, Oase dan Osaze masih mengatakan bahwa mereka tidak sekolah karena libur. Bukan libur nasional, melainkan karena para guru sedang rapat.sudah tiga hari ini, Oase dan Osaze memutuskan untuk membantu kakak tertua mereka untuk bekerja di kebun. Sepulang dari berkebun, mereka mendapati sang Ayah sudah berada di depan pintu dengan wajah bermuram durja."Kami pulang," sapa ketiga putra Tuan Alexi.Mata Tuan Alexi bak kilat yang menyambar. Tak sedikitpun ia berkedip, memandang penuh amarah pada kedua anak kembarnya."Kalian berdua, berhenti! Tetap di sini. Ada yang ingin aku tanyakan pada kalian!" murka Tuan Alexi.Kedua anak kembar itu mematuhi perintah ayahnya. Tak Ada niatan dari mereka untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam."Ada apa ini, Yah?" tanya Benedict penuh curiga melihat reaksi

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Kembalinya sang Ahli Waris   caraku, caramu

    Rasa takut muncul melihat kemarahan sang Ayah. Saat pria paruh baya itu sudah mulai melempar barang, artinya masalah ini sungguh serius. Dalam benak Benedict muncul begitu banyak pertanyaan. Salah satunya adalah kenapa ayahnya tidak langsung saja mengungkapkan alasan di balik tidak boleh bekerja di luar perkebunan.Benedict mendengus kesal,dan meninggalkan ayahnya di ruang tengah, seorang diri. Tanpa merasakan nikmatnya makan malam, yang sudah disajikan dengan rapih di tempat yang terbuat dari batu kali berbentuk bulat."Kau tidak bisa pergi begitu saja tanpa mendengarkan aku anak muda! Cepat kembali!" Murka Tuan Alexi melemparkan barang-barang yang ada di hadapannya ke arah pintu yang terbuat dari bambu kuning serta dipadupadankan dengan berbagai ornamen kaca di tengah.Keadaan rumah kacau balau. Lantai rumah berserakan akan pecahan kepingan mulai dari sebuah tempat berbentuk segitiga sebagai tempat untuk meletakkan abu tembakau. Kemudian sebuah tempat berbentuk silinder, tingginya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-25
  • Kembalinya sang Ahli Waris   their stubborn

    “Jangan pernah berdiri di depan meja kasir, dengan penampilan kumuhmu itu! Kau akan membuat semua tamuku kabur!” hardik wanita pemilik kedai makanan dan minuman tradisional korea.“Ma … maafkan aku, aku ….” belum sempat Ben meneruskan kembali, wanita paruh baya itu sudah memotong pembicaraannya.“Aish … sudah! Aku tidak ingin mendengar semua alasanmu itu. Sebaiknya kau tunggu di sini, sampai aku kembali,” titah wanita berbaju hanbok.Ben tidak menjawab dengan perkataan, hanya memberikan sebuah tanda bahwa ia mengerti akan ucapan wanita yang ada di hadapannya, yakni sebuah anggukan kepala.Wanita paruh baya itu mengangkat kepalanya ke atas sesaat kemudian keluar dari ruangan untuk menyelesaikan pekerjaannya, yakni mengantarkan beberapa makanan dan minuman ke meja tamu.Sambil menunggu wanita paruh baya, Ben mulai memberanikan diri untuk melihat-lihat apa isi dalam ruangan tersebut. Sebuah ruangan yang bisa dikatakan cukup luas, yang dipenuhi oleh berbagai bahan baku, seperti gandum, te

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-27
  • Kembalinya sang Ahli Waris   dimana Ben?

    “Ben ….” teriak Tuan Alexi saat kedua matanya masih terpejam dalam mimpi buruknya.Tak lama kedua netra Tuan Alexi terbuka lebar. tubuhnya berkeringat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia pun menoleh ke arah sekitar, mencoba memahami dimana dirinya berada saat ini.Dipandanginya warna cat dinding, letak meja, lemari, hingga tempat dirinya berada saat ini, yakni sebuah tempat yang empuk, dan tak lain adalah ranjang tempat tidurnya.Tuan Alexi mulai merunutkan kejadian yang ia alami semalam, mulai dari bertengkar dengan putrinya hingga menunggu putra sulungnya di halaman depan dan tertidur pulas di atas benda yang sudah menemani hidupnya selama dua belas tahun.Setelah mengingat kejadian semalam, Tuan Alexi bergegas melihat waktu di ponselnya, dan langsung menarik kursi rodanya. Diangkatnya perlahan tubuh lemahnya dengan bertumpu pada meja kecil di samping ranjangnya.Berhasil duduk di atas kursi roda, kini tujuan pertamanya adalah menuju kamar putra sulungnya. Ada hal yang harus ia

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-27
  • Kembalinya sang Ahli Waris   rahasia kecil Alexi

    “Kalau boleh tahu, memangnya apa yang membuat kalian berdua bertengkar?” tanya Tuan Kim, sambil meneguk air bening yang sejuk pada benda yang terbuat dari tanah liat.Tuan Alexi menundukkan wajahnya kembali. Rasa malu menghinggapi dirinya, ketika Tuan Kim mempertanyakan mengenai permasalahan yang membuat mereka berdua bertengkar hebat. Ingin sekali mengatakan permasalahan utamanya, hanya saja, seperti ada yang menahan suara Tuan Alexi untuk berbicara.Tuan Kim menunggu jawaban pasti dari Tuan Alexi. Namun, ia pun mengurungkan untuk mengetahui permasalahan mereka berdua saat melihat raut wajah memerah, dari pria yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya ini.“Baiklah, jika kau tidak ingin memberitahukan padaku. Tidak apa. Apapun itu permasalahannya, bagiku ….” belum sempat Tuan Kim melanjutkan pembicaraannya, Tuan Alexi sudah memotongnya dan memberitahukan permasalahan utamanya. “Masalahnya adalah soal keuangan.”Tuan Kim terkejut mendengar jawaban dari pria yang duduk di sebelah kiriny

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-28
  • Kembalinya sang Ahli Waris   the dawson

    “Cepat bunuh orang tua itu. Jika dia mati, maka seluruh kekayaannya tentu saja akan jatuh ke tanganku dan anak-anakkku,” titah seorang pria paruh baya pada seorang dokter yang usianya tak jauh darinya.“Tapi tuan. Bagaimana kalau sampai pihak rumah sakit mencurigaiku? Apakah aku akan mendapat keuntungan, jika aku berhasil membunuh ayah kandungmu?” tanya dokter spesialis jantung yang namanya tersohor di Brooklyn.“Keuntungan? Maksudmu bayaran mahal dariku?” Pria berjanggut tipis itu memicingkan kedua matanya. Salah satu jari dari tangan kanannya menempel pada dagunya. Pikiran pria itu adalah hanyalah kelicikan saja. Memberikan keuntungan pada dokter itu, hanya akan mengurangi hartanya saja. Pria itu menarik nafas dan tersenyum smirk. Iblis dalam dirinya memerintahkannya untuk mengiyakan permintaan sang dokter. Namun, bukanlah uang yang akan ia berikan, melainkan akan membunuh sang dokter dan menghilangkan jejak.“Baiklah. Berapapun kau minta, akan ku berikan,” ucap pria bermanik emera

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-01
  • Kembalinya sang Ahli Waris   pengakuan sang dokter

    “Aku ingin kau selalu mengikuti Dokter sialan itu. Dokter yang ku perintahkan untuk segera membunuh orang tua payah itu. Segera laporkan padaku, apakah dia berhasil menyuntik mati ayahku atau tidak!” perintah Tuan Connan dalam hubungan komunikasinya dengan seseorang di seberang sana.Tuan Cana begitu terkejut saat mendengar bahwa putra kesayangan berusaha membunuhnya dengan cara menyuntik mati melalui tangan seorang dokter.Geram dan murka seorang ayah pada putranya. Dalam hatinya hanya berbisik sumpah serapah dan merutuki setiap rencana jahatnya.Tak lama, ia mendengar kembali, suara putra bungsunya yang memerintahkan anak buahnya untuk segera ke lantai tempat dirinya dirawat. “Cepat naik ke lantai 7. Pastikan dokter itu sudah melaksanakan keinginanku. Jangan lupa ketika dokter Jarl sudah menyuntik mati ayahku, bunuh dia, dan ingat … jangan sampai ada jejak, kalau kita membunuh dokter sialan itu.”Bagai tersambar petir di kala musim panas, saat mendengar Tuan Connan telah merencanaka

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-02
  • Kembalinya sang Ahli Waris   rencana pion catur

    "Tidak … jangan bunuh aku. Maafkan aku, Tuan Cana," teriak pria yang berprofesi sebagai spesialis tenaga kesehatan khususnya pada jantung, sambil duduk dengan kedua kaki dilipat kebelakang.Pria berambut putih itu tertawa dengan puas. Sudah lama rasanya ia tak merasakan bagaimana tertawa dengan lebar, Karena hal yang lucu.Tuan Cana mendekati Dokter Jarl dan memintanya untuk berbicara empat mata. "Siapa yang ingin membunuhmu, dok? Aku hanya ingin memintamu duduk dan kita bicara empat mata. Aku rasa ada hal yang harus kita bicarakan penting."Merasa malu dengan tingkah lakunya seperti anak kecil, Dokter Jarl pun menurut keinginan orang tua itu. Melihat raut wajah pria tua yang ada dihadapannya begitu berbeda dengan pria yang sudah menjebak dirinya itu. Dokter Jarl menundukkan wajahnya seraya berbisik, "Baiklah, Ka … kalau begitu. Ta … tapi … aku mohon jangan jebak aku lagi. Aku sudah tua, dan keluargaku sangat bergantung padaku.""Tenang saja, kau tak perlu khawatir. Justru aku ingin m

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-04

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Tanya hatimu

    “Tidaaakkk!” seru Ben dengan suara yang begitu menggelegar hingga membuat beberapa warga desa langsung berlari mendekat ke arahnya, mencari tahu apa yang telah terjadi.Suara teriakan Ben diikuti oleh suara letusan peluru yang keluar dari mulut Pistol FN Five-seveN. Dan hanya hitungan detik saja, terlihat aliran darah kental sekaligus bau anyir menyeruak.Emosi dan luapan amarah Ben semakin tak tertahankan, baginya sudah tak peduli lagi yang ada di hadapannya kali ini laki-laki atau wanita atau bahkan setan sekalipun. Tangan kirinya langsung saja mencengkeram leher gadis yang pernah ia cintai. Kekuatan tangan kekar Ben semakin kuat mencengkram leher Zora, hingga kali ini Zora benar-benar kesulitan bernafas.Melihat Ben yang sudah dikuasai amarah, Elmo segera berlari dan menarik tubuh hyungnya itu sekuat tenaganya. Kekuatan Ben pun semakin melemah sesaat setelah Elmo berhasil membawanya pergi sejauh dua meter dari Zora. Tangisan pun pecah dari suara maskulin Ben. Hancur berkeping lanta

  • Kembalinya sang Ahli Waris   neraka untuk Ben

    “Tapi sebelum kau pergi jangan lupa kau bawa mereka pergi dari sini,” imbuh Tuan Song sembari menarik tubuh Tuan Alexi yang sudah tak berdaya menuju Ben berdiri.Pria dengan banyak tattoo itu tak peduli bagaimana perasaan Ben saat melihat tubuh ayahnya di seret seperti layaknya sebuah benda usang yang hendak di buang ke tempat pembuangan sampah terakhir. Tubuh tua renta Tuan Alexi semakin melemah dan semakin banyak luka baru yang menganga di setiap bagian sudut tubuhnya.Seperti mendapat kekuatan, dengan cepat Ben melangkahkan kedua kakinya menuju Tuan Song dengan kedua tangan mengepal seperti sedang menahan kekuatannya. Wajah putih Ben kini berganti menjadi warna merah maroon, dan kini tangan kanan Ben sudah melayangkan tinjunya tepat di bagian perut hingga wajah sangar Tuan Song.Kedua netra Zora melihat jijik tatkala tak menyangka bahwa Ben memiliki kekuatan yang begitu besar dan begitu berani melawan Tuan Song, putri tunggal penguasa desa Cheong Sam itu segera memerintahkan anak b

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Goodbye

    Goodbye XaelDua menit setelah Nyonya Jang Geum membujuk Ben untuk segera pulang, menemui ayahnya, tiba-tiba saja dering telfon berbunyi dari meja bundar. Terlihat dari layar datar tulisan my lovly father.“Xael, aku rasa ayahmu menelfonmu,” ucap Elmo.Bergegeas saja, tangan kanan gadis bermata biru itu menyambar benda berukuran delapan inch tepat di atas kasur empuk. Gadis itu sengaja pergi ke balkon, untuk menjawab panggilan jarak jauhnya.Sementara itu, Ben masih belum bisa memutuskan apakah akan pulang dengan membawa berita buruk untuk ayahnya ataukah harus bertahan di tempat ini dan terdiam dalam pikirannya tak dapat melakukan apapun. Elmo menyadari akan kebingungan hyungnya itu, pemuda yang jarak usianya dua tahun di bawah Ben mendekati secara perlahan, dan duduk di sampingnya.“Aku rasa jujur itu lebih baik hyung daripada kau terus sembunyikan permasalahan ini. Aku takut, kelak jika ayahmu tahu dari mulut orang lain yang mengatakan peristiwa ini dengan menambahkan banyak bumbu

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Burn or Left

    “Halo Xael, apakah kamu saat ini sedang bersama dengan Ben?” tanya Tuan Billie dalam sambungan komunikasi jarak jauhnya.“Tentu saja. Saat ini aku malah sedang bersama dengan Nyonya Jang Geum juga,” jawab Xael.Tuan Billie terdiam sesaat saat Xael mengatakan ada boss dari tempat Ben bekerja. Sebenarnya, Tuan Billie ingin meminta Xael untuk mengatakan pada Ben agar segera pulang dan meminta Ben serta keluarganya segera berkemas dari sana. Tapi, jika tidak ada alasan yang tepat maka sudah pasti Ben akan menolak mentah-mentah. Tuan Billie pun merubah pikirannya untuk tidak mengatakan rencana agar Ben segera pulang pada gadis yang diam-diam menyukai cucu boss besarnya itu.“Kalau begitu, apa aku boleh berbincang dengan Nyonya Jang Geum,” pinta Tuan Billie.“Oh, oke. Sebentar,” ucap Xael.Benda berukuran delapan inch itu pun segera diberikan oleh Xael kepada Nyonya Jang Geum. Seraya menekan tombol membisukan suara, Xael mengatakan, “Nyonya Jang Geum … Tuan Billie ingin berbicara padamu.”“

  • Kembalinya sang Ahli Waris   siasat

    LACAK DAN HANCURKAN“Billie, apa kau sudah mencari informasi mengenai siapa gadis keparat itu?” tanya Tuan Cana dalam sambungan jarak jauhnya dari mobil ambulance.“Sudah, tuan. Gadis ini diketahui adalah anak tunggal dari kepala desa Cheong Sam. Ayahnya bernama Tuan Hyun Min, selain bekerja sebagai kepala desa, dia juga memiliki usaha,” jawab Tuan Billie.“Hmm … cepat lacak rumahnya. Hancurkan masa depan anak gadis keparat itu serta hancurkan juga karir ayahnya!” titah Tuan Cana.“Siap, laksanakan tuan,” balas Tuan Billie.Tuan Cana pun menutup sambungan telekomunikasinya pada Tuan Billie. Tatapannya kini beralih pada wajah polos seorang gadis yang seharusnya saat ia bertemu, dalam keadaan senang, dan bukanlah dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Pria tua itu yakin kalau batin dari cucunya ini begitu terkoyak. Khawatir kalau jiwa cucunya menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa, Tuan Cana pun memerintahkan Tuan Billie untuk mencari dokter psikologi yang bagus di Negara ginseng ini.

  • Kembalinya sang Ahli Waris   dia cucuku

    CHAPTER 48Beberapa jam setelah Zora mengarak Ben ke tanah perbatasan“Tuan Cana, coba lihat ini … kedua cucu anda direndahkan oleh seorang gadis manja yang mungkin tak pernah diajarkan sopan santun serta menghargai terhadap orang lain oleh kedua orang tuanya,” lapor Tuan Billie seraya memperlihatkan panggilan video dari Xael.Kedua pria tua itu melihat bagaimana teganya seorang gadis memperlakukan kedua cucunya, direndahkan, bahkan tak tanggung-tanggung saat melihat keadaan Brie yang begitu kacau dengan cairan putih lengket berwarna susu, cukup membuat Tuan Cana murka. Bahkan, cucu laki-lakinya yang begitu ia banggakan pun juga turut dilecehkan dengan mengambil sebuah ponsel dari lumpur.Usai sambungan panggil video dari Xael, Tuan Cana mengambil ponsel, dompet serta jas panjang berwarna coklat muda. Pria tua ini benar-benar merasa bersalah, lantaran sudah menelantarkan kedua cucunya dengan keadaan seperti ini. Air mata membasahi kedua pipinya yang masih saja kencang diumurnya tak la

  • Kembalinya sang Ahli Waris   perasaan Yang sebenarnya

    "Tidak. Jangan lakukan kau turuti perintah Zora, Ben," teriak Xael.Bak memakan buah simalakama, Ben harus memilih. Melihat gadis yang sungguh teramat baik padanya mati di tangan gadis yang jahat, atau menyelamatkan nyawa gadis itu dengan mempermalukan dirinya sendiri dengan mengambil ponsel miliknya dengan mulutnya."Kau tak ingin teman spesialmu mati dengan sia-sia, bukan?" ancam Zora seraya menarik pelatuk pistol.Tanpa berpikir panjang, Ben segera menuruti keinginan picik Zora. "Baiklah, aku akan menuruti keinginanmu. Tapi, lepaskan Xael terlebih dahulu," pinta Ben.Gadis berwajah Korea itu tersenyum smirk dan puas, mendengar ucapan pria miskin itu. Di lepaskannya cengkraman kuat dan senjata apinya sudah tak lagi ada di kepala Xael. "Kalau begitu, ayo … cepat ambil ponsel itu dengan mulutmu. Lalu bawa kesini," titah Zora.Sebelum mengambil ponsel, kedua netra Ben sempat melirik ke arah Xael berdiri. Tatapan permohonan maaf, karena harus merendahkan harga dirinya demi menyelamatka

  • Kembalinya sang Ahli Waris   ARTI SEBUAH kepantasan (2)

    Xael terus melangkahkan kedua kakinya dengan tergesa seraya ibu jarinya berusaha menekan layar ponsel, mencari orang yang bisa menolongnya saat ini. Pandangan Xael terbagi, antara melihat kemana Zora akan membawa Ben pergi, serta daftar nama dalam layar ponselnya.Karena pandangannya terbagi, sehingga Xael tak sadar, jika dirinya menekan nomor ponsel klien Jewel in the Palace-Tuan Billie. Xael sengaja melakukan panggilan video, agar orang yang ia hubungi dapat melihat sendiri bagaimana perlakuan Zora serta orang-orangnya telah menyiksa Ben."Hallo," jawab Tuan Billie"Hentikan kegilaanmu, Zora!" teriak Xael dengan lantang dan gagah berani seraya berlari kecil menghampiri Zora dengan tangan kirinya memegang ponsel pintar."Hallo, ada apa ini Xael?" tanya Tuan Billie kembali.Tuan Billie melihat bagaimana Zora menarik dengan kasar lengan Ben, hingga Ben terjatuh. Pria paruh baya itu mencoba untuk diam sejenak, serta mencerna apa yang sedang terjadi disana. Merasa ada Yang tak beres deng

  • Kembalinya sang Ahli Waris   Arti sebuah kepantasan (1)

    Sebelum Brie menjawab, Ben sudah tiba dengan nafas tersengal. Pria muda itu tak peduli dengan penampilannya yang hanya menggunakan selimut tebal sebagai penutup tubuhnya yang vital. Tak hanya itu, Xael pun juga bergegas melangkahkan kakinya menuju asal teriakan seraya memakai pakaiannya kembali."Brie … kamu kenapa disini? Lalu siapa para laki-laki ini?" tanya Ben seraya memeluk tubuh adiknya yang menggigil ketakutan.Gadis yang hanya terpaut usianya lima tahun dari Ben, tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Brie hanya bisa menatap dalam kedua netra kakak kesayangannya. Ben melihat pada tubuh adiknya yang begitu lengket dengan cairan kental berwarna putih susu. Tak hanya itu ada cairan berwarna merah pekat dengan bau anyir amis keluar dari bagian vital tepat diantara bawah pinggang."Apa yang kalian lakukan terhadap adikku!" murka Ben.Kedua netra Ben menatap tajam pada para pria yang ada disana, kedua tangannya mengepal siap untuk meninju wajah mereka. "Cepat katakan padaku, apa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status