"Cih. Mendengarnya saja aku sudah jijik. Dia mengatakan padaku kalau menyukaiku. Bukankah itu kata-kata yang menjijikan dari mulutnya bukan. Dengar ya, pria miskin dan Kotor! Jangan berharap kau bisa mendapatkan aku! Cih." Zora terus saja menghina Ben.
Semua orang tertawa kembali mendengar cacian dan hinaan yang keluar dari mulut Zora. Salah seorang dari mereka yang bernama Jasper, mulai memprovokasi keadaan. Pria berambut klimis itu mulai mengayunkan tangan kekarnya ke pipi mulus Ben dengan kencangnya, serta mengayunkan kepalan tangan kiri ke arah perutnya hingga Ben jatuh terduduk.Tak ingin tinggal diam, Elmo ikut serta menghadapi beberapa pria yang telah menahan mereka berdua. Elmo mengayunkan sikunya ke tubuh bagian bawah, dan menginjak kaki pria berbadan besar dengan penuh kekuatan.Beberapa pria yang menahan serta mengikat tangan Elmo berhasil dikalahkan dan berujung terkapar di tanah. Meskipun badan mereka besar, tetapi mereka tidak memiliki kekuatan untuk bertarung secara laki-laki. Melihat lawan meminta ampun, Elmo langsung menarik tangan Ben dan segera membantunya keluar dari kumpulan pria kaya yang menyerangnya.Lengan, perut, mata, bibir, serta dada Ben lecet, bengkak, dan terlihat biru Lebam. Dalam kondisi ini, sebenarnya Ben ingin melawan para pria yang menyerangnya. Akan tetapi, ia tidak memiliki kekuatan.Keluar dari kedai, mereka berdua berjalan dengan langkah begitu cepat menuju parkiran mobil. Merasa risih Karena kedua lengan Ben masih saja di pegang oleh kedua sahabatnya, dengan cepat pria bermata emerald itu melepaskan kedua tangan sahabatnya."Maaf hyung, tapi aku hanya ingin membawamu agar kau tak berkelahi dengan mereka. Kau tahu kan, kalau kita berkelahi dengan mereka, maka tamatlah riwayat kita," ucap Elmo. "Aku tak suka jika kau dipermalukan seperti itu oleh Zora. Ayo masuk ke dalam mobil. Akan aku antarkan kau pulang," lanjut Elmo.Ben menatap mata kedua sahabatnya lebih dalam, dan menelaah ucapannya dengan bijak. Beberapa menit kemudian, Ben membuka pintu belakang mobil sedan Peugeot keluaran terbaru milik Elmo."Kau tak ingin duduk di depan saja, Hyung?" tanya Elmo."Tidak," jawab Ben singkat. Elmo menyalakan mesin mobil dan memasukkan gigi satu. Sambil mengemudi, Elmo melihat kaca tengah, hanya untuk memastikan keadaan Ben baik-baik saja."Bisakah kita tidak terburu-buru untuk sampai di rumahku?" pinta Ben."Memangnya kau mau ke mana, Hyung?" tanya Elmo."Entahlah. Kemana pun itu, asalkan tidak kembali dalam keadaan seperti ini. Aku tidak ingin ayah khawatir melihatku dengan keadaan kacau seperti ini. Bagaimana kalau Kita jemput Lee dulu," jawabnya dengan suara sedih.Mengerti akan perasaan Benedict, Elmo pun membelokkan setirnya ke kanan. Ia tahu tempat yang bisa menenangkan sahabatnya itu. Sebuah tempat yang luas dan tenang.Ku Kan buktikan"Maaf ya Hyung, mereka memang selalu seperti itu. Tidak pernah menghargai orang lain selain dari lingkungan teman-teman yang Kaya! Karena itulah, aku tidak pernah mau bermain dan bergaul dengan mereka," ucap Elmo sambil membersihkan luka di wajah sahabatnya.Lee yang sejak tadi duduk menghadap kedua orang sahabatnya, berusaha memahami dan menyerap setiap perkataan dari sahabatnya Elmo. Pembicaraan sore ini terasa sedikit berat, yakni membahas mengenai apa yang telah terjadi pada kedua sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai kakak tertuanya-Ben.Semakin lama, ia melihat kondisi Benedict dengan wajah babak belur, tergelitik hati Lee untuk bertanya pada Elmo, “Ada apa dengan Hyung Ben, Elmo Hyung?”“Wajahnya babak belur seperti itu, karena dia sudah berani mengungkapkan perasaannya pada Zora,” bisik Elmo.Kedua netra Lee melotot, seolah tak percaya dengan apa yang sudah ia dengar, mulutnya terbuka membentuk huruf o. “Jadi dia babak belur karena diserang oleh Zora? Wah, ganas juga ya wanita itu,” tukas Lee.“Babak belurnya sih bukan karena diserang oleh Zora, tapi dia diserang sama teman-temannya yang lain. Sssh … sudah lebih baik, kau bantu kau memberi alkohol pada luka lebam di wajahnya,” jelas Elmo sambil memberikan selembar kapas yang sudah di tetesi dengan alkohol.Ben masih saja termenung, memikirkan bagaimana cara membuktikan pada Zora, memberikan hadiah yang tak ternilai untuk Zora. Setelah kejadian penyerangan yang dilakukan oleh Zora, tak ada rasa penyesalan ataupun kapok untuk bertemu dengan Zora. Justru dia sangat bersemangat untuk bertemu dengan Zora kembali."Hyung. Kenapa kau diam saja?" tanya Elmo penasaran melihat tak ada reaksi dari Ben.Dengan sengaja Elmo sedikit menekan kapas yang ditetesi oleh alcohol ke bagian bibir Ben, agar Ben mendengar apa yang dikatakan oleh para sahabatnya.“Ouch, hati-hati Elmo!" teriak Ben kesakitan saat Elmo sengaja menekan luka tepat di bibirnya."Maaf, Hyung. Aku pikir kau pingsan. Habisnya tidak ada reaksi apa pun darimu," balas Elmo diikuti dengan suara gelak tawanya yang menggelegar."Aku sedang berpikir," ucap Ben."Apa yang tengah kau pikirkan, Hyung?" sahut Lee.Ben menarik nafasnya dalam-dalam. Sambil mengatur emosi, ia berusaha menjawabnya dengan tenang. "Aku ingin membuktikan pada Zora, kalau aku bisa memberikan hadiah yang mahal untuknya," jawab Ben."Apa? Apa kau gila, Hyung?" tanya Lee dan Elmo terkejut mendengar jawaban Ben.Entah apa yang dipikirkan oleh Ben. Kali ini akal pikiran Ben telah hilang, pikiran menjadi tidak logis. Ben benar-benar di mabuk cinta. Mereka berpikir bahwa tonjokan serta tamparan dari teman-teman orang kaya Elmo, membuat otak Ben bergeser terlalu banyak."Hyung … kau bercanda kan dengan ucapanmu barusan?" sahut Elmo."Tidak. Aku bersungguh-sungguh, dan sangat serius," jawab Ben dengan mantap.Pria bertubuh 185 cm ini langsung berdiri, menatap deburan ombak serta merasakan kesejukan angin yang menyapu wajahnya. Sambil menatap kedua sahabatnya, Ben tersenyum merekah. Berusaha meyakinkan mereka bahwa dirinya ingin berjuang demi gadis pujaannya itu."Tapi Hyung, apa kau lupa, bagaimana Zora tadi sudah merendahkan dirimu, belum lagi teman-teman Elmo, Hyung," gerutu Lee."Tapi untukku, itu bukanlah sebuah hinaan. Akan tetapi sebuah semangat. Aku yakin, Zora telah memberikanku semangat untuk membuktikan padanya, bahwa aku bisa. Hmm … kira-kira hadiah apa ya, yang tak ternilai harganya, apa kau tahu Elmo?" lanjut Ben."Hyung, sudahlah kau jangan terlalu berharap terlalu tinggi. Nanti kalau jatuh, akan terasa sakit," timpal Elmo.Kali ini mimik muka yang diperlihatkan oleh Elmo sangat serius. Omongan Elmo, bukan hanya sekedar tong kosong nyaring bunyinya saja. Elmo sudah mengenal betul, siapa Zora Sang itu.Elmo tak ingin, pria yang begitu polos ini terluka hatinya hanya Karena ulah wanita yang tak pernah tulus mencintai laki-laki."Ayolah … kenapa mimik muka kalian seperti itu?" ledek Ben sambil memandangi wajah kedua sahabatnya. Merengut serta mengernyitkan keningnya. "Memangnya kalian tak pernah jatuh cinta ya? Sekarang aku bertanya pada kalian. Jika kalian jatuh cinta, pasti kalian akan melakukan apa pun demi gadis pujaan, bukan?" lanjutnya."Tentu saja. Tapi Hyung, seharusnya kau juga harus bisa melihat kesungguhan hati seorang gadis. Jika seorang gadis hanya melihat dan menilai pria dari material saja, maka bisa dikatakan gadis itu sangat matre!" bentak Elmo.Hati Ben merasa kesal, lantaran Elmo secara tidak langsung menghina gadis pujaannya dengan sebutan gadis matre. "Apa maksudmu? Kau telah menghina gadisku, Elmo. Aku tidak suka itu!" pekik Ben."Hyung. Maaf, bukan maksudku menghina gadis pujaanmu. Tapi, aku tahu betul siapa, dan bagaimana sifat Zora," balas Elmo, dengan suara sedikit mengecil. Benedict melihat kedua netra Elmo dengan seksama. Ia tidak menyangka, pria yang ia kenal selama belasan tahun lamanya, menghina gadis pujaannya. Hatinya terbakar api emosi. Ingin rasanya ia memberi tanda merah lima jari di pipi Elmo, tetapi ia urungkan, lantaran ada perasaan persahabatan."Ah sudahlah. Mau kalian suka atau tidak, bagaimanapun juga aku akan tetap mencintai Zora. Dan aku akan membuktikan padanya bahwa aku mencintainya," sanggah Benedict.Benedict masih saja bersikeras atas pendapatnya. Baginya tidak ada gadis lain selain Zora. Dan apa pun akan dilakukan oleh Benedict, meski kedua sahabatnya menentang dirinya untuk terus maju berjuang mendapatkan cinta Zora."Oh ya? Lalu dengan cara apa kau akan membuktikannya? Dengan membelikan barang-barang mahal? Begitukah, Hyung?" sambung Lee."Kalau iya. Lalu kenapa? Aku akan mencar
Tiga hari kemudianSelama tiga hari, baik Benedict maupun kedua adik kembarnya, masih menyimpan permasalahannya masing masing. Mereka masih belum mau mengutarakan pada sang Ayah.Hingga sore hari ini, Oase dan Osaze masih mengatakan bahwa mereka tidak sekolah karena libur. Bukan libur nasional, melainkan karena para guru sedang rapat.sudah tiga hari ini, Oase dan Osaze memutuskan untuk membantu kakak tertua mereka untuk bekerja di kebun. Sepulang dari berkebun, mereka mendapati sang Ayah sudah berada di depan pintu dengan wajah bermuram durja."Kami pulang," sapa ketiga putra Tuan Alexi.Mata Tuan Alexi bak kilat yang menyambar. Tak sedikitpun ia berkedip, memandang penuh amarah pada kedua anak kembarnya."Kalian berdua, berhenti! Tetap di sini. Ada yang ingin aku tanyakan pada kalian!" murka Tuan Alexi.Kedua anak kembar itu mematuhi perintah ayahnya. Tak Ada niatan dari mereka untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam."Ada apa ini, Yah?" tanya Benedict penuh curiga melihat reaksi
Rasa takut muncul melihat kemarahan sang Ayah. Saat pria paruh baya itu sudah mulai melempar barang, artinya masalah ini sungguh serius. Dalam benak Benedict muncul begitu banyak pertanyaan. Salah satunya adalah kenapa ayahnya tidak langsung saja mengungkapkan alasan di balik tidak boleh bekerja di luar perkebunan.Benedict mendengus kesal,dan meninggalkan ayahnya di ruang tengah, seorang diri. Tanpa merasakan nikmatnya makan malam, yang sudah disajikan dengan rapih di tempat yang terbuat dari batu kali berbentuk bulat."Kau tidak bisa pergi begitu saja tanpa mendengarkan aku anak muda! Cepat kembali!" Murka Tuan Alexi melemparkan barang-barang yang ada di hadapannya ke arah pintu yang terbuat dari bambu kuning serta dipadupadankan dengan berbagai ornamen kaca di tengah.Keadaan rumah kacau balau. Lantai rumah berserakan akan pecahan kepingan mulai dari sebuah tempat berbentuk segitiga sebagai tempat untuk meletakkan abu tembakau. Kemudian sebuah tempat berbentuk silinder, tingginya
“Jangan pernah berdiri di depan meja kasir, dengan penampilan kumuhmu itu! Kau akan membuat semua tamuku kabur!” hardik wanita pemilik kedai makanan dan minuman tradisional korea.“Ma … maafkan aku, aku ….” belum sempat Ben meneruskan kembali, wanita paruh baya itu sudah memotong pembicaraannya.“Aish … sudah! Aku tidak ingin mendengar semua alasanmu itu. Sebaiknya kau tunggu di sini, sampai aku kembali,” titah wanita berbaju hanbok.Ben tidak menjawab dengan perkataan, hanya memberikan sebuah tanda bahwa ia mengerti akan ucapan wanita yang ada di hadapannya, yakni sebuah anggukan kepala.Wanita paruh baya itu mengangkat kepalanya ke atas sesaat kemudian keluar dari ruangan untuk menyelesaikan pekerjaannya, yakni mengantarkan beberapa makanan dan minuman ke meja tamu.Sambil menunggu wanita paruh baya, Ben mulai memberanikan diri untuk melihat-lihat apa isi dalam ruangan tersebut. Sebuah ruangan yang bisa dikatakan cukup luas, yang dipenuhi oleh berbagai bahan baku, seperti gandum, te
“Ben ….” teriak Tuan Alexi saat kedua matanya masih terpejam dalam mimpi buruknya.Tak lama kedua netra Tuan Alexi terbuka lebar. tubuhnya berkeringat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia pun menoleh ke arah sekitar, mencoba memahami dimana dirinya berada saat ini.Dipandanginya warna cat dinding, letak meja, lemari, hingga tempat dirinya berada saat ini, yakni sebuah tempat yang empuk, dan tak lain adalah ranjang tempat tidurnya.Tuan Alexi mulai merunutkan kejadian yang ia alami semalam, mulai dari bertengkar dengan putrinya hingga menunggu putra sulungnya di halaman depan dan tertidur pulas di atas benda yang sudah menemani hidupnya selama dua belas tahun.Setelah mengingat kejadian semalam, Tuan Alexi bergegas melihat waktu di ponselnya, dan langsung menarik kursi rodanya. Diangkatnya perlahan tubuh lemahnya dengan bertumpu pada meja kecil di samping ranjangnya.Berhasil duduk di atas kursi roda, kini tujuan pertamanya adalah menuju kamar putra sulungnya. Ada hal yang harus ia
“Kalau boleh tahu, memangnya apa yang membuat kalian berdua bertengkar?” tanya Tuan Kim, sambil meneguk air bening yang sejuk pada benda yang terbuat dari tanah liat.Tuan Alexi menundukkan wajahnya kembali. Rasa malu menghinggapi dirinya, ketika Tuan Kim mempertanyakan mengenai permasalahan yang membuat mereka berdua bertengkar hebat. Ingin sekali mengatakan permasalahan utamanya, hanya saja, seperti ada yang menahan suara Tuan Alexi untuk berbicara.Tuan Kim menunggu jawaban pasti dari Tuan Alexi. Namun, ia pun mengurungkan untuk mengetahui permasalahan mereka berdua saat melihat raut wajah memerah, dari pria yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya ini.“Baiklah, jika kau tidak ingin memberitahukan padaku. Tidak apa. Apapun itu permasalahannya, bagiku ….” belum sempat Tuan Kim melanjutkan pembicaraannya, Tuan Alexi sudah memotongnya dan memberitahukan permasalahan utamanya. “Masalahnya adalah soal keuangan.”Tuan Kim terkejut mendengar jawaban dari pria yang duduk di sebelah kiriny
“Cepat bunuh orang tua itu. Jika dia mati, maka seluruh kekayaannya tentu saja akan jatuh ke tanganku dan anak-anakkku,” titah seorang pria paruh baya pada seorang dokter yang usianya tak jauh darinya.“Tapi tuan. Bagaimana kalau sampai pihak rumah sakit mencurigaiku? Apakah aku akan mendapat keuntungan, jika aku berhasil membunuh ayah kandungmu?” tanya dokter spesialis jantung yang namanya tersohor di Brooklyn.“Keuntungan? Maksudmu bayaran mahal dariku?” Pria berjanggut tipis itu memicingkan kedua matanya. Salah satu jari dari tangan kanannya menempel pada dagunya. Pikiran pria itu adalah hanyalah kelicikan saja. Memberikan keuntungan pada dokter itu, hanya akan mengurangi hartanya saja. Pria itu menarik nafas dan tersenyum smirk. Iblis dalam dirinya memerintahkannya untuk mengiyakan permintaan sang dokter. Namun, bukanlah uang yang akan ia berikan, melainkan akan membunuh sang dokter dan menghilangkan jejak.“Baiklah. Berapapun kau minta, akan ku berikan,” ucap pria bermanik emera
“Aku ingin kau selalu mengikuti Dokter sialan itu. Dokter yang ku perintahkan untuk segera membunuh orang tua payah itu. Segera laporkan padaku, apakah dia berhasil menyuntik mati ayahku atau tidak!” perintah Tuan Connan dalam hubungan komunikasinya dengan seseorang di seberang sana.Tuan Cana begitu terkejut saat mendengar bahwa putra kesayangan berusaha membunuhnya dengan cara menyuntik mati melalui tangan seorang dokter.Geram dan murka seorang ayah pada putranya. Dalam hatinya hanya berbisik sumpah serapah dan merutuki setiap rencana jahatnya.Tak lama, ia mendengar kembali, suara putra bungsunya yang memerintahkan anak buahnya untuk segera ke lantai tempat dirinya dirawat. “Cepat naik ke lantai 7. Pastikan dokter itu sudah melaksanakan keinginanku. Jangan lupa ketika dokter Jarl sudah menyuntik mati ayahku, bunuh dia, dan ingat … jangan sampai ada jejak, kalau kita membunuh dokter sialan itu.”Bagai tersambar petir di kala musim panas, saat mendengar Tuan Connan telah merencanaka
“Tidaaakkk!” seru Ben dengan suara yang begitu menggelegar hingga membuat beberapa warga desa langsung berlari mendekat ke arahnya, mencari tahu apa yang telah terjadi.Suara teriakan Ben diikuti oleh suara letusan peluru yang keluar dari mulut Pistol FN Five-seveN. Dan hanya hitungan detik saja, terlihat aliran darah kental sekaligus bau anyir menyeruak.Emosi dan luapan amarah Ben semakin tak tertahankan, baginya sudah tak peduli lagi yang ada di hadapannya kali ini laki-laki atau wanita atau bahkan setan sekalipun. Tangan kirinya langsung saja mencengkeram leher gadis yang pernah ia cintai. Kekuatan tangan kekar Ben semakin kuat mencengkram leher Zora, hingga kali ini Zora benar-benar kesulitan bernafas.Melihat Ben yang sudah dikuasai amarah, Elmo segera berlari dan menarik tubuh hyungnya itu sekuat tenaganya. Kekuatan Ben pun semakin melemah sesaat setelah Elmo berhasil membawanya pergi sejauh dua meter dari Zora. Tangisan pun pecah dari suara maskulin Ben. Hancur berkeping lanta
“Tapi sebelum kau pergi jangan lupa kau bawa mereka pergi dari sini,” imbuh Tuan Song sembari menarik tubuh Tuan Alexi yang sudah tak berdaya menuju Ben berdiri.Pria dengan banyak tattoo itu tak peduli bagaimana perasaan Ben saat melihat tubuh ayahnya di seret seperti layaknya sebuah benda usang yang hendak di buang ke tempat pembuangan sampah terakhir. Tubuh tua renta Tuan Alexi semakin melemah dan semakin banyak luka baru yang menganga di setiap bagian sudut tubuhnya.Seperti mendapat kekuatan, dengan cepat Ben melangkahkan kedua kakinya menuju Tuan Song dengan kedua tangan mengepal seperti sedang menahan kekuatannya. Wajah putih Ben kini berganti menjadi warna merah maroon, dan kini tangan kanan Ben sudah melayangkan tinjunya tepat di bagian perut hingga wajah sangar Tuan Song.Kedua netra Zora melihat jijik tatkala tak menyangka bahwa Ben memiliki kekuatan yang begitu besar dan begitu berani melawan Tuan Song, putri tunggal penguasa desa Cheong Sam itu segera memerintahkan anak b
Goodbye XaelDua menit setelah Nyonya Jang Geum membujuk Ben untuk segera pulang, menemui ayahnya, tiba-tiba saja dering telfon berbunyi dari meja bundar. Terlihat dari layar datar tulisan my lovly father.“Xael, aku rasa ayahmu menelfonmu,” ucap Elmo.Bergegeas saja, tangan kanan gadis bermata biru itu menyambar benda berukuran delapan inch tepat di atas kasur empuk. Gadis itu sengaja pergi ke balkon, untuk menjawab panggilan jarak jauhnya.Sementara itu, Ben masih belum bisa memutuskan apakah akan pulang dengan membawa berita buruk untuk ayahnya ataukah harus bertahan di tempat ini dan terdiam dalam pikirannya tak dapat melakukan apapun. Elmo menyadari akan kebingungan hyungnya itu, pemuda yang jarak usianya dua tahun di bawah Ben mendekati secara perlahan, dan duduk di sampingnya.“Aku rasa jujur itu lebih baik hyung daripada kau terus sembunyikan permasalahan ini. Aku takut, kelak jika ayahmu tahu dari mulut orang lain yang mengatakan peristiwa ini dengan menambahkan banyak bumbu
“Halo Xael, apakah kamu saat ini sedang bersama dengan Ben?” tanya Tuan Billie dalam sambungan komunikasi jarak jauhnya.“Tentu saja. Saat ini aku malah sedang bersama dengan Nyonya Jang Geum juga,” jawab Xael.Tuan Billie terdiam sesaat saat Xael mengatakan ada boss dari tempat Ben bekerja. Sebenarnya, Tuan Billie ingin meminta Xael untuk mengatakan pada Ben agar segera pulang dan meminta Ben serta keluarganya segera berkemas dari sana. Tapi, jika tidak ada alasan yang tepat maka sudah pasti Ben akan menolak mentah-mentah. Tuan Billie pun merubah pikirannya untuk tidak mengatakan rencana agar Ben segera pulang pada gadis yang diam-diam menyukai cucu boss besarnya itu.“Kalau begitu, apa aku boleh berbincang dengan Nyonya Jang Geum,” pinta Tuan Billie.“Oh, oke. Sebentar,” ucap Xael.Benda berukuran delapan inch itu pun segera diberikan oleh Xael kepada Nyonya Jang Geum. Seraya menekan tombol membisukan suara, Xael mengatakan, “Nyonya Jang Geum … Tuan Billie ingin berbicara padamu.”“
LACAK DAN HANCURKAN“Billie, apa kau sudah mencari informasi mengenai siapa gadis keparat itu?” tanya Tuan Cana dalam sambungan jarak jauhnya dari mobil ambulance.“Sudah, tuan. Gadis ini diketahui adalah anak tunggal dari kepala desa Cheong Sam. Ayahnya bernama Tuan Hyun Min, selain bekerja sebagai kepala desa, dia juga memiliki usaha,” jawab Tuan Billie.“Hmm … cepat lacak rumahnya. Hancurkan masa depan anak gadis keparat itu serta hancurkan juga karir ayahnya!” titah Tuan Cana.“Siap, laksanakan tuan,” balas Tuan Billie.Tuan Cana pun menutup sambungan telekomunikasinya pada Tuan Billie. Tatapannya kini beralih pada wajah polos seorang gadis yang seharusnya saat ia bertemu, dalam keadaan senang, dan bukanlah dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Pria tua itu yakin kalau batin dari cucunya ini begitu terkoyak. Khawatir kalau jiwa cucunya menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa, Tuan Cana pun memerintahkan Tuan Billie untuk mencari dokter psikologi yang bagus di Negara ginseng ini.
CHAPTER 48Beberapa jam setelah Zora mengarak Ben ke tanah perbatasan“Tuan Cana, coba lihat ini … kedua cucu anda direndahkan oleh seorang gadis manja yang mungkin tak pernah diajarkan sopan santun serta menghargai terhadap orang lain oleh kedua orang tuanya,” lapor Tuan Billie seraya memperlihatkan panggilan video dari Xael.Kedua pria tua itu melihat bagaimana teganya seorang gadis memperlakukan kedua cucunya, direndahkan, bahkan tak tanggung-tanggung saat melihat keadaan Brie yang begitu kacau dengan cairan putih lengket berwarna susu, cukup membuat Tuan Cana murka. Bahkan, cucu laki-lakinya yang begitu ia banggakan pun juga turut dilecehkan dengan mengambil sebuah ponsel dari lumpur.Usai sambungan panggil video dari Xael, Tuan Cana mengambil ponsel, dompet serta jas panjang berwarna coklat muda. Pria tua ini benar-benar merasa bersalah, lantaran sudah menelantarkan kedua cucunya dengan keadaan seperti ini. Air mata membasahi kedua pipinya yang masih saja kencang diumurnya tak la
"Tidak. Jangan lakukan kau turuti perintah Zora, Ben," teriak Xael.Bak memakan buah simalakama, Ben harus memilih. Melihat gadis yang sungguh teramat baik padanya mati di tangan gadis yang jahat, atau menyelamatkan nyawa gadis itu dengan mempermalukan dirinya sendiri dengan mengambil ponsel miliknya dengan mulutnya."Kau tak ingin teman spesialmu mati dengan sia-sia, bukan?" ancam Zora seraya menarik pelatuk pistol.Tanpa berpikir panjang, Ben segera menuruti keinginan picik Zora. "Baiklah, aku akan menuruti keinginanmu. Tapi, lepaskan Xael terlebih dahulu," pinta Ben.Gadis berwajah Korea itu tersenyum smirk dan puas, mendengar ucapan pria miskin itu. Di lepaskannya cengkraman kuat dan senjata apinya sudah tak lagi ada di kepala Xael. "Kalau begitu, ayo … cepat ambil ponsel itu dengan mulutmu. Lalu bawa kesini," titah Zora.Sebelum mengambil ponsel, kedua netra Ben sempat melirik ke arah Xael berdiri. Tatapan permohonan maaf, karena harus merendahkan harga dirinya demi menyelamatka
Xael terus melangkahkan kedua kakinya dengan tergesa seraya ibu jarinya berusaha menekan layar ponsel, mencari orang yang bisa menolongnya saat ini. Pandangan Xael terbagi, antara melihat kemana Zora akan membawa Ben pergi, serta daftar nama dalam layar ponselnya.Karena pandangannya terbagi, sehingga Xael tak sadar, jika dirinya menekan nomor ponsel klien Jewel in the Palace-Tuan Billie. Xael sengaja melakukan panggilan video, agar orang yang ia hubungi dapat melihat sendiri bagaimana perlakuan Zora serta orang-orangnya telah menyiksa Ben."Hallo," jawab Tuan Billie"Hentikan kegilaanmu, Zora!" teriak Xael dengan lantang dan gagah berani seraya berlari kecil menghampiri Zora dengan tangan kirinya memegang ponsel pintar."Hallo, ada apa ini Xael?" tanya Tuan Billie kembali.Tuan Billie melihat bagaimana Zora menarik dengan kasar lengan Ben, hingga Ben terjatuh. Pria paruh baya itu mencoba untuk diam sejenak, serta mencerna apa yang sedang terjadi disana. Merasa ada Yang tak beres deng
Sebelum Brie menjawab, Ben sudah tiba dengan nafas tersengal. Pria muda itu tak peduli dengan penampilannya yang hanya menggunakan selimut tebal sebagai penutup tubuhnya yang vital. Tak hanya itu, Xael pun juga bergegas melangkahkan kakinya menuju asal teriakan seraya memakai pakaiannya kembali."Brie … kamu kenapa disini? Lalu siapa para laki-laki ini?" tanya Ben seraya memeluk tubuh adiknya yang menggigil ketakutan.Gadis yang hanya terpaut usianya lima tahun dari Ben, tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Brie hanya bisa menatap dalam kedua netra kakak kesayangannya. Ben melihat pada tubuh adiknya yang begitu lengket dengan cairan kental berwarna putih susu. Tak hanya itu ada cairan berwarna merah pekat dengan bau anyir amis keluar dari bagian vital tepat diantara bawah pinggang."Apa yang kalian lakukan terhadap adikku!" murka Ben.Kedua netra Ben menatap tajam pada para pria yang ada disana, kedua tangannya mengepal siap untuk meninju wajah mereka. "Cepat katakan padaku, apa