Wanita itu menatap kelu, rasa sakit setelah melahirkan kedua putranya bahkan masih terasa. Tubuhnya lemah, namun ia sudah dihadapkan pada pilihan yang begitu sulit. Tak pernah terbayang di benak Nares jika ia harus memilih satu diantara kedua bayi kembarnya itu.
Nares menggeleng pelan, seolah menolak perintah suaminya. "Aku tidak bisa, Megan." Ucap Nares lirih. Kebahagiaan yang seharusnya Nares dapatkan justru berubah menjadi duka yang dalam. "Aku tidak pernah memintamu untuk melahirkan bayi kembar, Nares. Karena aku hanya membutuhkan satu putra untuk menjadi penerusku. Pewaris De Aluna Company!" Megan mengatakan itu dengan tegas, tak sedikitpun ada rasa belas kasihan di dalam dirinya. "Tapi mereka adalah putramu, Megan. Tidak bisakah kau berubah pikiran?" Nares menitikkan air matanya, suaranya begitu serak saat ia memohon kepada Megan. "Peraturan ini sudah ada sejak dulu, Nares. Tak seorangpun boleh mengabaikannya. Kau tidak berhak untuk memberi pertimbangan!" Lelaki tampan dengan rahang yang tegas itu berjalan mendekati kedua bayinya, tangannya yang tampak kekar terulur untuk menyentuh mereka. "Kau tega, Megan!" Megan tersenyum tipis, ia lantas menatap Nares dengan dingin, "Jangan berbantah denganku, aku benci itu!" "Lalu? Kau akan membuang salah satunya?" Nares bergerak, dahinya berkerut menahan sakit di tubuhnya. Wanita itu menatap ke dua bayi lelaki yang tertidur pulas di dalam sebuah box bayi, wajah keduanya begitu teduh dan tenang. "Bukan membuangnya, hanya menjauhkan satu diantara mereka. Sebentar lagi mereka akan datang, Nares." Nares terkejut, "Siapa?" "Orang yang akan membawa salah satu diantara mereka. Mereka akan membesarkan putramu dengan baik. Kau tidak perlu cemas, Nares." Megan kembali menatap kedua bayi itu. Bayi - bayi tampan yang lahir identik. "Lagipula mereka begitu mirip, Nares. Kau tidak akan merasa kehilangan." Nares menatap Megan tak percaya, ia bahkan belum menyentuh kedua putranya itu. "Megan, setidaknya beri aku waktu untuk bersama mereka, aku mohon padamu." "Tidak, Sayang. Salah satu diantaranya tidak boleh berada di sini terlalu lama. Tak seorangpun boleh tahu kalau kau melahirkan bayi kembar!" Nares memalingkan wajahnya, ia tak ingin melihat lelaki itu lebih lama lagi. Saat ini, Nares merasa jika dirinya sedang berhadapan dengan pria asing. Ia sama sekali tak mampu memahami Megan. "Mereka sudah datang, Tuan." Wanita paruh baya yang membantu Nares melahirkan itu berkata lirih kepada Megan seraya membuka pintu. "Megan, aku tidak bisa menyerahkan putraku kepada orang asing!" Kata Nares nyaring dan berusaha untuk bangun, tapi Nares kembali terduduk dan menahan sakit yang masih mendera tubuhnya itu. "Nares, kau harus menjaga dirimu itu. Tetaplah berada di tempat tidurmu!" Gertak Megan dan meminta wanita paruh baya itu untuk menyerahkan salah satu dari bayinya. "Tidak! Aku mohon, jangan lakukan itu!" Nares menangis, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terlalu sakit dan lemah untuk dapat membawa putranya kembali. Ia hanya bisa menatap kepergian putranya yang bahkan belum sempat ia sentuh. ... Megan mengecup pipi Nares, membuat wanita muda itu membuka matanya. Entah sudah berapa lama Nares tertidur di dalam tangisnya, matanya berkantung karena air mata yang tak bisa berhenti mengalir itu. "Apa kau merasa lebih baik, Sayang?" Megan bertanya lembut, bola matanya menyapu wajah pucat Nares. "Aku ingin putraku, Megan." Nares berkata serak, ditatapnya ruangan kamar yang terasa begitu sepi dan dingin. Sedingin hati wanita itu. "Pengasuh bersama Thanos, kau akan bertemu dengannya setelah tubuhmu kembali pulih, Sayang." "Thanos?" Nares menautkan keningnya. "Nama putra tunggal kita, Nares. Kuharap kau menyukai nama yang kuberikan padanya." Nares menggeleng tak percaya. Ia bahkan menyebut Thanos sebagai putra tunggalnya. "Lalu, bagaimana dengan dia? Dia juga putramu. Kau pasti memberinya nama, kan, Megan?" Megan mengusap kepala Nares, ia menatap istrinya tajam, "Kau harus melupakan dia. Thanos adalah putra pilihanku, Nares. Tidak ada bayi lain yang lahir di rumah ini selain Thanos. Kau mengerti?" Nares menutup mulutnya, sekali lagi air mata itu mengalir dan Megan tak menyukainya. "Berhenti menangis! Aku benci melihatnya, Nares!" Megan beranjak dari sisi wanita itu, meninggalkan Nares begitu saja. Tidak ada rasa belas kasih di dalam diri Megan, lelaki tampan itu kini menunjukkan siapa dirinya.... "Kau mendapat kabar, Sera?" Nares menatap pelayan pribadinya itu dengan penuh harap, tapi lagi - lagi ia kembali kecewa saat melihat raut sedih di wajah gadis itu. "Saya sudah berusaha, tapi tak seorangpun pernah melihat anak itu. Mereka bahkan menertawakan saya karena terus mencari Tuan muda yang sebenarnya berada di rumah ini, Nyonya." Nares memejamkan matanya sesaat, berulang kali terdengar tarikan napas berat dari mulutnya. "Ini sudah lima tahun, kenapa tak seorangpun di kota ini yang melihatnya? Sera, aku takut kalau putraku..." "Jangan katakan apapun, dia pasti baik-baik saja. Mungkinkah dia tidak berada di kota ini, Nyonya?" Nares membuka mulutnya, kenapa ia tak pernah memikirkan itu. Sera benar, mereka pasti membawa putranya ke tempat yang cukup jauh. Anak itu pasti tidak berada di kota Valencia ini. Hati Nares semakin pedih dengan hal itu, hubungannya dengan Megan juga tak berjalan dengan baik. Rasanya Nares telah kehilangan rasa cintanya untuk Megan, ia bahkan tak mampu lagi merasakan sentuhan - sentuhan yang diberikan lelaki itu padanya. "Sepertinya aku benar - benar kehilangan dia. Aku bahkan tidak tahu siapa nama anak itu, Sera. Apakah dia masih hidup atau..." "Nyonya, aku yakin dia baik - baik saja. Jangan berkecil hati karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Saya tahu anda begitu menderita, namun jangan mengabaikan Tuan muda Thanos." Sera mengingatkan. "Megan sangat mencintai Thanos. Aku merasa kalau anak itu kerap melakukan hal yang tidak benar, dia seolah mewarisi sifat ayahnya. Tapi Megan selalu melarangku, Sera, setiap kali aku ingin mendidik anak itu dengan benar. Aku takut dia akan tumbuh seperti ayahnya." Nares menatap ke luar jendela, di mana Thanos sedang berlarian di halaman rumah yang sangat luas itu. Thanos bahkan tertawa saat melihat pengasuhnya mulai kelelahan saat mengejar dirinya. "Mungkinkah Tuan Megan sengaja melakukan itu?" Nares kembali menatap Sera, wajah gadis itu terlihat serius saat mengatakannya, "Sepertinya kita memiliki pikiran yang sama, Sera. Dan, aku tidak rela kalau itu terjadi kepada putraku. Dia sudah memisahkan aku dengan putraku yang lain dan sekarang dia ingin menjadikan Thanos seperti dirinya? Aku tidak pernah rela." "Masih ada waktu, Nyonya. Saya harap Tuan muda mendengarkan anda." Nares mengangguk dan Sera meninggalkan dia karena melihat Megan datang untuk mendekati istrinya itu.Megan tersenyum saat melihat Nares yang begitu cantik dengan gaun putih tulang itu. Rasanya ia tak sabar untuk kembali menyentuh istrinya. Lelaki itu memeluk Nares, mengecup leher jenjang wanita muda itu. Nares berpaling seakan ingin memberitahu Megan jika ia tak ingin. Tapi Megan bukanlah lelaki yang bisa ditolak begitu saja. "Sudah lama, Nares. Aku sangat rindu padamu." Megan berbisik di sisi telinga Nares, mengecup daun telinga wanita itu. Nares tidak menjawab, hatinya telah pahit karena perlakuan Megan lima tahun lalu kepada salah satu putranya. Ia bahkan tak memberi reaksi kepada Megan. "Bagaimana kalau kita pergi ke sebuah tempat, Sayang. Kita habiskan malam berdua di tempat itu. Kau sangat menyukai laut, bukan? Aku bisa menyewa villa di sana kalau kau mau." tawar Megan sembari mengusap kedua lengan terbuka wanita itu. "Aku tidak ingin pergi, Megan." Nares menjawab lirih, ia bahkan tak ingin menatap wajah lelaki itu. "Mau sampai kapan kau begini, Nares? Kau tidak peduli pada
28 tahun kemudian"Kenapa kau tidak berhati - hati, Thanos? Siapa lagi wanita ini?" Cal menunjukkan sebuah laman di salah satu situs yang memuat berita tentang dirinya dan seorang wanita di sebuah klub malam. Lelaki tampan yang dipanggil Thanos itu hanya melihat dari sudut matanya, rasanya ia sudah bosan melihat berita seperti itu. "Bersihkan saja seperti biasanya." Thanos mengatakan itu dengan wajah datar. Ia memang tak pernah peduli dengan hal seperti itu. "Tapi sampai kapan, Thanos? Seorang CEO harus menjaga kehormatannya. Saham perusahaan bisa jatuh kalau mereka sampai melihat ini," tegur Cal, lelaki yang sudah lama mendampingi Thanos di perusahaan itu. "Kalau begitu jangan sampai mereka melihatnya. Urus paparazzi itu sekarang juga! Dalam hitungan detik berita itu harus sudah lenyap!" Thanos melempar ponselnya ke atas meja dan menatap Cal dengan tajam. "Oke, aku akan melakukannya. Tapi entah sampai kapan aku bisa melindungimu, Thanos." Cal beranjak dari sana, dan Thanos hanya
Cal berlari menghampiri Thanos, lelaki itu baru saja turun dari mobil mewahnya, tepat di depan gedung perusahaan mereka. "Ada apa lagi, Cal? Apa yang ingin kau tunjukkan padaku?" tanya Thanos malas. "Lihat ini, wanita itu ditemukan tewas, Thanos. Kau sudah tahu?" Cal mengatakan itu dengan tergesa, sembari berjalan di sisi Thanos. Mendengar itu, langkah kaki Thanos terhenti. Diraihnya tablet dari tangan Cal dan seketika itu pula ia benar - benar terkejut. "Dia adalah wanita yang bersamamu di kafe itu, kan? Kau mengenalnya, bukan?" Cal terus bertanya, tapi Thanos justru berjalan lebih cepat, meninggalkan Cal yang mengikutinya dari belakang. "Wanita itu diduga mengalami pendarahan hebat, dan di tubuhnya ditemukan..." Ucapan Cal terhenti saat Thanos tiba - tiba berbalik ke arahnya. "Aku akan membacanya nanti, Cal. Berhenti mengikutiku." Kata Thanos dan kembali berjalan ke ruang kerjanya sendiri. "O..oke, aku hanya memberitahumu." Gumam Cal setelah Thanos menjauh darinya beberapa la
"Aku menemukannya, Thanos. Kau ada di sana saat peristiwa itu terjadi." Cal menatap Thanos setelah memberikan rekaman CCTV di hotel itu."Kau menghapus rekaman aslinya, kan?" Thanos menggenggam flashdisk yang diberikan padanya. "Aku tidak membunuhnya," kata Thanos lagi seakan menjawab tatapan mata Cal."Lalu, kenapa kau ada di sana? Tepat di depan pintu kamar hotel wanita itu? Apa yang kau lakukan?" Cal kembali menatap Thanos lurus, lelaki itu terlihat menyelidik.Thanos menyandarkan tubuhnya, bibirnya mengulaskan senyum tipis. "Aku akan memberitahumu, Cal. Tapi semuanya tak seperti yang kau pikirkan." Cal memiringkan kepalanya, mencoba untuk memahami sahabatnya itu. "Jadi, apa hubunganmu dengan wanita itu?" "Aku hanya berenang - senang dengannya, Cal. Tentu saja aku membuat perjanjian. Kau pasti mengerti, bukan? Aku tak mengizinkan lelaki lain hadir selama ia terikat denganku. Dan dia melanggarnya." "Kau tidak waras, Thanos. Tidak ada hubungan seperti itu. Lalu apa yang kau lakuka
Athena berhenti sejenak saat langkah kakinya berhenti tepat di ruang kerja lelaki itu. Lelaki yang katanya adalah CEO di sini, lelaki yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Athena menarik napas panjang, jantungnya berdegup kencang karena ini adalah pertama kalinya sang CEO memanggil. Wanita itu terus bertanya - tanya apakah ia telah melakukan kesalahan besar sehingga pemilik perusahaan sampai turun tangan dengan sendirinya. Tangan ramping itu mengetuk pintu perlahan, berharap sang CEO salah memanggil dirinya. "Masuk!" Suara tegas nan dalam terdengar dari sana, dengan langkah ragu Athena pun memberanikan diri untuk memasuki ruangan itu. Ruangan yang cukup besar dan paling mewah diantara semua ruangan di gedung ini. Thanos memperhatikan kedatangan wanita itu, tatapan matanya terlihat begitu menyelidik. "Anda memanggil saya?" Athena bertanya lirih, ia cukup terkejut saat mengetahui bahwa CEO tempatnya bekerja ternyata adalah lelaki muda yang sangat tampan. Terlihat jauh dari kata menye
"Aku senang kau mau ikut denganku, Athena. Kau suka tempat ini?" Thanos menunjukkan wajah gembira seraya melihat ke sekeliling restoran. "Aku memesan semua meja di sini, Athena." "Tapi untuk apa? Kita hanya butuh satu meja, kan?" tanya Athena heran. Thanos mencondongkan tubuhnya, lebih mendekat ke arah Athena, lelaki itu lalu berkata pelan. "Karena tak seorangpun boleh melihatku bersama seorang wanita. Jika bertemu klien tentu saja aku akan membawa Cal atau yang lain, Athena." Athena menarik napas panjang saat mendengar itu, entah kenapa bayangan menakutkan tentang semua yang dikatakan Jane tadi muncul memenuhi kepalanya. Memangnya kenapa? Pertanyaan itu hanya berada di ujung bibir Athena tanpa berani ia ucapkan. Bagaimanapun juga lelaki yang sekarang berada di depannya adalah CEO di mana ia bekerja, sesuatu yang tak pernah Athena sangka sebelumnya. Dirinya akan duduk satu meja dan hanya berdua dengan Thanos. Thanos tersenyum lagi saat melihat Athena hanya diam saat mendengar ala
"Aku tak menyangka kau yang bersama Thanos, Athena." Cal membuka suara saat mereka telah meninggalkan restoran itu. "Ya, dia mengundangku. Dan aku tidak bisa menolaknya." Athena mengatakan itu dengan lirih, jelas terlihat kalau wanita itu cukup tertekan. "Ah, kau terlihat sangat tidak nyaman dengan Thanos, ya? Dia memang begitu." Cal tertawa kecil mencoba untuk bersikap lebih tenang. Athena menoleh, menatap Cal sesaat. "Apakah dia kerap meminta pegawainya untuk menemani makan malam, Cal? Tapi kenapa aku merasa ini sangat aneh.""Aneh? Kenapa?" Cal berpaling menatap Athena di sisinya. "Karena aku bukan pegawai yang memiliki jabatan khusus, kan? Kenapa dia memintaku? Cal, kau sangat dekat dengannya. Kau tahu sesuatu?" Cal menautkan alisnya, "Tahu tentang apa?" "Rumor itu. Seseorang mengatakannya padaku." Cal terhenyak, lelaki itu dengan cepat kembali berpaling ke arah Athena, "Rumor... Tentang apa?" "Sebenarnya, aku juga tidak percaya tapi aku hanya ingin tahu. Erica, kau pasti
"Kau mendekati Athena sekarang?" Cal menatap lurus ke arah Thanos, saat lelaki itu sedang menikmati minumannya di sebuah bar. Thanos menoleh, merasa pertanyaan itu tak menyenangkan bagi telinganya. "Apa maksudmu? Seolah aku terlalu sering bermain dengan wanita?" Cal tersenyum tipis, "Apa aku salah? Athena berbeda, Thanos. Dia bukan seperti wanita yang kau kenal selama ini."Thanos menjilat giginya, menunjukkan wajah kesal dengan ucapan Cal yang seperti itu. "Memangnya apa yang akan kulakukan kepada Athena, hah? Jangan katakan kalau kau menyukai dia." "Aku hanya memberitahumu, jangan sampai kau memperlakukan Athena seperti yang sebelum - belumnya. Athena tahu tentang berita itu, Thanos." Cal menatap sayu, membuat Thanos terkejut. "Berita itu? Maksudmu?" Lelaki itu menautkan keningnya, menatap Cal dengan matanya yang tajam. "Soal Erica. Seseorang Memberitahunya. Dan, dia bertanya padaku apakah itu benar?" "Siapa yang mengatakan itu? Dia belum masuk ke perusahaan saat peristiwa itu
BAB 51 THANOS“Kau sudah mencari tahu siapa wanita itu, Cal?” Thanos menatap Cal lekat, jemarinya tak henti memutar – mutar ponsel di tangannya.Cal menghela napas panjang, sepertinya ia sedikit menyesal karenanya. “Wanita itu bukan perempuan sembarangan, dia berasal dari keluarga kaya dan memiliki cukup pengaruh.”“Dia mengancamku!” Thanos mengatakan itu dengan kesal.Cal tersenyum tipis, sebelah alisnya terangkat ke atas, “Perempuan itu mengancammu? Memangnya, apa yang terjadi? Sampai dia bisa melakukan ini padamu?”Thanos meletakkan ponselnya, lelaki itu berdiri dan menuang segelas wine untuk dirinya sendiri, “Dia kekasih laki – laki yang bersama Erica hari itu. Bagaimana caramu membereskan ini? Kenapa dia memiliki videonya? Kau benar – benar menghapusnya?” Thanos menatap Cal dengan pandangan marah, bagaimana lelaki itu bisa begitu teledor.“Kau tidak percaya padaku, Thanos? Untuk apa aku berbohong padamu. Aku benar – benar sudah menghapusnya,” kata Cal yang juga tak terima dengan
“Aku sudah berusaha. Dia terlihat gugup saat aku membicarakan tentang Erica.” Fine kembali menemui Brian di sebuah restoran berkelas, tak semua orang bisa masuk ke tempat itu.“Memang dia pelakunya. Aku tak rela lelaki itu masih bisa menikmati kemewahan, sementara Erica tewas dengan cara seperti itu,” sahut Brian dengan matanya yang memerah.“Tapi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Fine.Brian menggeleng, “Setidaknya, hari-hari ini dia tidak akan tenang karena kau sudah mengatakan itu padanya. Kau harus berhati-hati mulai sekarang, Fine. Dia bisa melakukan apa saja.”“Dia tahu di mana aku tinggal, tapi apartemenku memiliki sistem keamanan yang kuat. Tak semua orang bisa masuk dengan mudah. Jadi, jangan cemaskan itu.” Fine tersenyum, menatap Brian yang terlihat sedikit kecewa di sana.“Ya, tapi tetap saja. Di luar kau tak memiliki seseorang yang menjagamu. Aku hanya takut kalau Thanos akan melakukan hal yang buruk padamu,Fine.”Fine tersenyum tipis, matanya lekat tertuju kepa
“Aku senang kau menemuiku lagi, Thanos.” Wanita itu menyilangkan kakinya, membuat rok pendeknya terangkat ke atas.“Kau tinggal di sini?” Thanos melayangkan matanya ke seluruh ruangan. Apartemen bergaya eropa memang selalu terlihat menarik.“Ya, seperti yang kau lihat. Apakah aku terkesan seperti wanita yang membutuhkan uang?” Wanita itu tersenyum, kilau di bibirnya menarik perhatian Thanos.“Fine, namamu sangat unik.” Thanos kembali menatap wanita bernama Fine itu, nama yang baru ia ketahui sehari sebelum pertemuan mereka malam ini.Fine mengangguk, matanya lurus menatap Thanos seakan sedang berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan menyerangnya.“Kalau bukan karena uang, lantas karena apa? Semua wanita yang datang padaku, hanya membutuhkan uangku,” ucap Thanos menyeringai.Fine menatap lelaki itu sedalam mungkin, hanya dengan mendengar perkataannya, Fine bisa menduga orang seperti apa Thanos ini.“Kau pasti seseorang yang sangat kesepian dan terluka, Thanos.”Perkataan Fine membuat le
BAB 48“Thanos bukanlah seseorang yang mudah untuk ditaklukkan. Dia selalu menghindar untuk membicarakan adikmu itu.” Wanita bertubuh sintal itu menatap Brian, bibirnya lantas menyunggingkan senyum tipis.“Lalu, kau ingin menyerah begitu saja?” Brian membalas tatapan wanita itu, sesekali terlihat mengusap dagunya yang kasar.“Aku tidak mengatakan itu,” sahutnya dingin. Wanita itu meletakkan wine di tangannya, lalu berjalan ke arah jendela besar yang ada di apartemen itu. Ditatapnya dari sana keindahan kota dengan lampunya yang berkelap-kelip. Jalanan masih begitu ramai di tengah malam seperti ini.Brian berdiri, menghampiri wanita itu di sana. Menatap tubuh rampingnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. “Kau tidak boleh melepaskan dia begitu saja,” bisik Brian di sisi leher wanita itu.“Jangan memerintahku, aku juga tak menyukai adikmu itu.” Wanita itu menolehkan sedikit kepalanya, menatap Brian dari sudut matanya yang tajam.Brian tertawa kecil, sedikit menjauhkan tubuhnya dari
Thanos menyeka sudut bibirnya yang terluka dengan air hangat, ditatapnya wajah itu dari pantulan cermin. Sesaat ia tak terima, kenapa dirinya begitu mirip dengan Megan? Guratan wajah serta rahang yang tegas...semua itu milik Megan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dihantamnya cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu. Sesuatu yang tak pernah ia harapkan.Thanos menatap ponselnya, sebuah pesan yang berasal dari seorang wanita. Wanita yang belum lama ia kenal dari sebuah klub malam. Ingin bertemu lagi malam ini? Thanos hanya tersenyum kecut membaca pesan itu. Wanita ini terlihat begitu berani. Dia memang cantik, juga sangat seksi tapi lagi - lagi Thanos tak pernah ingin menjalin hubungan yang serius. Tantangannya saat ini adalah Athena, wanita yang cukup sulit untuk ia dapatkan. Sementara wanita - wanita lain hanyalah pelampiasan akan rasa marahnya itu. Kau begitu berani mengirim pesan padaku. Kau tidak tahu siapa aku? Balas Thanos angkuh.Tentu saja aku tahu, Thanos. Kau putra D
"Apa yang kau lakukan, Ayah? Semua itu karenamu?" Thanos mendatangi Megan, lelaki itu terlihat berdiri di taman rumahnya yang luas. Megan berbalik begitu mendengar suara putranya itu."Melakukan apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Thanos. Apa yang kau lakukan kepada wanita itu?"Thanos menautkan alisnya, menatap lelaki paruh baya itu dengan terkejut. "Kau mengawasi aku, Ayah?""Salahkah? Kau adalah pewaris perusahaan besar, Thanos. Aku mendirikan perusahaan itu dengan susah payah, dan kau mau menghancurkannya begitu saja? Kau ingin perusahaanku jatuh karena perbuatan burukmu itu?""Perbuatan burukku? Lalu bagaimana denganmu, Ayah? Bukankah kau memiliki wanita lain selain ibuku?""Thanos!" Megan membentak Thanos, mata lelaki itu terbuka lebar. Tubuhnya goyang namun ia segera menahannya dengan tongkat yang selalu berada di tangannya itu."Kenapa? Ayah pikir selama ini aku tidak tahu apa - apa? Wanita - wanita itu, membuat ibuku menderita.""Kau tidak tahu apa - apa, Thanos! Semua
Brian memukul meja itu dengan marah, ditatapnya Zen yang duduk di sana dengan tak percaya. "Kasusnya ditutup? Bagaimana mungkin?""Sepertinya pelakunya memang tak bisa ditemukan, Brian. Lelaki itu bukan pelakunya.""Tapi kau lihat sendiri, kan? Ada luka di tubuh Erica! Polisi juga mengatakan itu pembunuhan!" tukas Brian tak terima."Kau benar, tapi ini sudah lewat dari delapan bulan semenjak kematian Erica. Dan mereka tak memiliki petunjuk. Lelaki itu sudah dibebaskan. Karena memang tak ada bukti yang memberatkan dia.""Sudah kubilang sejak awal, bukan dia pelakunya. Tapi Thanos!"Zen menatap Brian seksama, "Tak ada bukti yang merujuk padanya. Wartawan bahkan mendatangi dia karena foto yang beredar itu, tapi Thanos mengatakan pertemuan mereka di tempat itu hanya semata hubungan bisnis, ia tidak tahu menahu soal Erica. Thanos...lelaki sekelas dia? Mana mungkin, Brian. Untuk apa ia melakukan itu? Tidak ada untungnya bagi Thanos, kan?""Sekarang kau membela dia?""Aku tidak membela dia,
Sean duduk di sana, menunggu Ansel meracik kopi untuk mereka. Tak butuh waktu lama bagi Ansel, lelaki itu kini kembali dengan dua gelas kopi di tangannya. Memberikan satu kepada Sean.Sean tersenyum saat aroma kopi yang terlihat nikmat berpindah ke hidungnya, aroma yang memang tak biasa. "Aku ingin mencobanya," ucap Sean yang mencicipi kopi itu dengan sebuah sendok kecil."Kau menyukainya?""Ini nikmat, tak seperti kopi yang pernah kuminum. Kau hebat, ya? Ehm, tapi kau bilang ingin mengatakan sesuatu tentang Ciara. Tentang apa itu?"Ansel menatap Sean yang terlihat tak sabar dengan ucapannya tadi, lelaki itu tersenyum kecil. "Ciara adalah gadis yang manja, dan aku adalah salah satu orang yang memanjakan dia. Yah, dia satu - satunya adikku. Mungkin karena ini sikapnya terkadang sedikit menjengkelkan. Dia memang tidak suka basa - basi. Sebenarnya itu cukup bagus, dia tegas dan tahu apa yang dikatakannya. Hanya saja, dia lupa kalau kata - katanya terkadang melukai orang lain. Tapi, Sean,
Ciara menatap pemuda yang duduk berhadapan dengan dirinya itu, sementara Ansel memilih untuk duduk di sisi adiknya. Wanita paruh baya itu tersenyum, ia tak menyangka kalau bocah lelaki yang dulu dilihatnya tumbuh menjadi lelaki tampan nan mapan. Kabarnya lelaki itu seorang dokter muda di sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal. "Apa kabarmu, Amira? Sudah lama kita tak bertemu." Kata wanita paruh baya itu kepada sahabat kecilnya dulu. Amira meraih tangan Kane, menyentuhnya lembut. "Aku sangat gembira mendengar kau mengundang kami ke rumah ini, Kane. Setelah sekian tahun lamanya, kau membesarkan Ciara dengan baik." Senyumnya mengembang dan menatap Ciara dengan mata teduhnya itu. Kane tertawa, membalas tangan Amira di yang berada di punggung tangannya itu. "Kau juga, Sean terlihat begitu gagah dengan kemeja itu."Amira tersenyum, "Ciara pasti menyukai Sean, kan?"Ciara seketika menatap Ansel, ia tak tahu menahu soal pertemuan ini. Ibunya hanya mengatakan akan ada tamu dari jauh