Cal berlari menghampiri Thanos, lelaki itu baru saja turun dari mobil mewahnya, tepat di depan gedung perusahaan mereka.
"Ada apa lagi, Cal? Apa yang ingin kau tunjukkan padaku?" tanya Thanos malas. "Lihat ini, wanita itu ditemukan tewas, Thanos. Kau sudah tahu?" Cal mengatakan itu dengan tergesa, sembari berjalan di sisi Thanos. Mendengar itu, langkah kaki Thanos terhenti. Diraihnya tablet dari tangan Cal dan seketika itu pula ia benar - benar terkejut. "Dia adalah wanita yang bersamamu di kafe itu, kan? Kau mengenalnya, bukan?" Cal terus bertanya, tapi Thanos justru berjalan lebih cepat, meninggalkan Cal yang mengikutinya dari belakang. "Wanita itu diduga mengalami pendarahan hebat, dan di tubuhnya ditemukan..." Ucapan Cal terhenti saat Thanos tiba - tiba berbalik ke arahnya. "Aku akan membacanya nanti, Cal. Berhenti mengikutiku." Kata Thanos dan kembali berjalan ke ruang kerjanya sendiri. "O..oke, aku hanya memberitahumu." Gumam Cal setelah Thanos menjauh darinya beberapa langkah. Lelaki dengan kemeja biru tua itu duduk di belakang meja kerjanya, dibukanya tablet itu kembali, dan Thanos menelusuri setiap kata dengan begitu teliti. "Jadi, mereka hanya menduga kalau lelaki yang masuk bersama Erica adalah pelakunya. Mereka tidak melihatku. Tapi kenapa Erica tewas? Aku meninggalkannya dalam kondisi hidup. Aku yakin itu." Kata Thanos kepada dirinya sendiri. Thanos meraih ponselnya dan meminta Cal untuk datang. Tak membutuhkan waktu lama untuk lelaki itu muncul di hadapan Thanos. Ditatapnya Thanos yang terlihat gelisah, dan juga tablet yang masih berada di tangan lelaki itu. "Kau pasti sudah membaca beritanya, kan? Dia wanita yang bersamamu di kafe itu. Kau pasti sangat mengenal dia, Thanos." Ucapan Cal membuat Thanos mendongak. Seperti biasa Thanos tak pernah bisa menipu sahabatnya itu. "Ya, kau benar," jawab Thanos sembari membalas tatapan Cal. Cal mencondongkan tubuhnya, tampaknya ia terkejut dengan pengakuan Thanos. "Tunggu, jangan katakan kau terlibat dengan tewasnya wanita itu, Thanos." Thanos menghela napas, lelaki itu menautkan keningnya, "Dengarkan aku, Cal. Wanita itu memiliki hubungan denganku selama beberapa bulan ini, tapi aku bukan pelakunya. Aku memang menemui dia di hotel itu, tapi sebelumnya dia bersama laki - laki lain. Saat aku pergi, dia masih hidup. Cal, kali ini bantu aku." pinta Thanos, sesuatu yang tak pernah Thanos lakukan sebelumnya. "Kau tidak pernah mengatakan ini padaku sebelumnya, Thanos. Sungguh, aku benar - benar terkejut. Kalau mereka tahu kau juga bersama wanita itu saat kejadian, kau bisa saja menjadi..." "Aku tahu, karena itu hanya kau yang bisa menolongku. Pergilah ke sana secepat mungkin dan hapus rekaman CCTV itu. Tempat di mana aku melewatinya. Sekitar pukul 11 malam, kau bisa melakukannya, bukan?" Permintaan Thanos membuat Cal semakin terkejut. Ia bukan hanya mengaku memiliki hubungan dengan wanita itu, tapi juga terlibat dengan peristiwa itu. "Memangnya apa yang kau lakukan padanya, Thanos? Kenapa kau terlihat begitu cemas?" tanya Cal lagi. "Aku hanya memberinya peringatan, dia tidur dengan pria lain sementara menjalin hubungan denganku juga. Aku tidak suka itu," jelas Thanos. "Tapi kau juga tidak akan menikahi dia, kan? Seperti yang sudah - sudah. Kau hanya menjadikan para wanita itu pelampiasan. Tapi kenapa kau sangat marah, Thanos. Jangan katakan kalau kau sudah jatuh cinta dengan wanita itu. Kabarnya, dia cukup dikenal. Aku melihat akun media sosialnya dan wow... ""Cal, aku tidak memiliki banyak waktu untuk itu. Kita bisa bicara lagi setelah kau menyelesaikan tugasmu. Aku akan membayarmu untuk itu." Thanos mengembalikan tablet itu kepada Cal. "Oke, semoga mereka belum mengambilnya." Cal bergegas pergi setelah mengatakan itu, dan kali ini Thanos hanya bisa mengharapkan lelaki tersebut.Thanos kembali menatap ponselnya, berita tewasnya Erica masih menjadi topik utama di setiap situs kabar online. Ketika lelaki itu sedang terpaku di depan layar ponselnya, ia dikejutkan dengan suara ketukan pintu, seorang wanita muda yang merupakan sekretaris Thanos pun muncul dari balik pintu itu. "Beberapa orang wartawan ada di luar, apa yang harus saya lakukan?" Wanita itu bertanya lembut, menatap Thanos yang terdiam."Untuk apa mereka ada di sini?" tanya Thanos beberapa saat kemudian."Mereka ingin bertemu anda," sahutnya."Bertemu denganku? Baiklah, aku akan keluar." Thanos berdiri, menemui para wartawan itu adalah keputusan yang tepat. Ia yakin kalau mereka tidak tahu menahu soal kedatangannya di hotel itu. Karena menghindar hanya akan membuat mereka curiga...."Itu dia!" Teriak seorang wartawan saat melihat kedatangan Thanos. Tanpa menunggu lama mereka bergegas mendatangi lelaki itu dan mengajukan banyak pertanyaan."Kau pasti sudah tahu kabar kematian wanita itu, bukan? Dia Erica, wanita yang bersamamu di kafe beberapa waktu yang lalu." kata seorang wartawan sembari mendekatkan ponselnya ke arah Thanos.Thanos menatap wartawan itu satu demi satu, bola matanya bergerak lalu berhenti kembali untuk menatap lelaki yang masih mendekatkan ponselnya itu, "Kau adalah orang yang diam - diam mengabarkan berita palsu itu, bukan? Kau bahkan tak melihat wajahnya dengan jelas, bagaimana kau bisa mengatakan kalau wanita yang bersamaku di kafe itu adalah Erica?"Wartawan itu seketika menarik lagi ponselnya dari sana, begitu juga dengan yang lain. Thanos tersenyum saat melihat perubahan mimik wajah lelaki itu."Jadi benar, itu adalah kau. Aku bisa saja menuntutmu, dan kedatanganmu kali ini bisa saja membuat orang lain salah paham." Ucapan Thanos itu membuat beberapa orang diantara mereka mundur, dan perlahan halaman De Aluna pun mulai kembali sepi. "Ada apa, Thanos? Apakah terjadi sesuatu di sini?" Micel menghampiri Thanos yang masih berdiri di sana sembari menatap kepergian para wartawan itu. Wanita cantik yang mengelola keuangan perusahaan itu bertanya. "Tidak, mereka salah telah menemuiku." Thanos tersenyum dan meninggalkan Micel begitu saja. Wanita yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Thanos.Lelaki itu berjalan tegap, namun hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan, kenapa Erica bisa tewas begitu saja, dan benarkah dirinya yang menyebabkan kematian wanita itu atau karena orang lain? Bagaimana dengan lelaki yang bersamanya sesaat sebelum ia datang? Kalaupun bukan, Thanos berharap lelaki itulah yang menjadi tersangka utamanya."Aku tidak boleh terlibat, sial! Kenapa dia harus tewas di sana? Aku tidak membunuhnya, aku yakin itu." Thanos terus bergumam, sesekali ia meraih ponselnya dan menghubungi Cal, namun Cal tak juga menjawab panggilan darinya. "Cal, jawab aku!" Thanos mengatakan itu dengan nyaring, ia tak memiliki banyak kesabaran untuk menanti. Jantung di dalam dadanya berdetak cepat, sekarang keselamatan dirinya bergantung kepada Cal."Perusahaanku tidak boleh jatuh hanya karena wanita itu. Dia membuatku tidak waras!" Cal memukul meja di hadapannya, napasnya terdengar tak beraturan. "Apa yang kau cemaskan, Thanos? Bukankah kau memiliki segalanya?Apa yang tak bisa kau lakukan dengan kekuasaanmu itu?"Thanos terdiam saat suara itu memenuhi hatinya. Sesaat kemudian ia tersenyum, selama ini tak ada yang membuatnya takut, bukan? Lantas kenapa ia begitu mencemaskan kematian Erica? Selama tidak ada bukti maka semua akan baik - baik saja. Wanita itu hanya boneka, sebentar lagi ia akan lenyap dari kehidupan di dunia maya."Aku menemukannya, Thanos. Kau ada di sana saat peristiwa itu terjadi." Cal menatap Thanos setelah memberikan rekaman CCTV di hotel itu."Kau menghapus rekaman aslinya, kan?" Thanos menggenggam flashdisk yang diberikan padanya. "Aku tidak membunuhnya," kata Thanos lagi seakan menjawab tatapan mata Cal."Lalu, kenapa kau ada di sana? Tepat di depan pintu kamar hotel wanita itu? Apa yang kau lakukan?" Cal kembali menatap Thanos lurus, lelaki itu terlihat menyelidik.Thanos menyandarkan tubuhnya, bibirnya mengulaskan senyum tipis. "Aku akan memberitahumu, Cal. Tapi semuanya tak seperti yang kau pikirkan." Cal memiringkan kepalanya, mencoba untuk memahami sahabatnya itu. "Jadi, apa hubunganmu dengan wanita itu?" "Aku hanya berenang - senang dengannya, Cal. Tentu saja aku membuat perjanjian. Kau pasti mengerti, bukan? Aku tak mengizinkan lelaki lain hadir selama ia terikat denganku. Dan dia melanggarnya." "Kau tidak waras, Thanos. Tidak ada hubungan seperti itu. Lalu apa yang kau lakuka
Athena berhenti sejenak saat langkah kakinya berhenti tepat di ruang kerja lelaki itu. Lelaki yang katanya adalah CEO di sini, lelaki yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Athena menarik napas panjang, jantungnya berdegup kencang karena ini adalah pertama kalinya sang CEO memanggil. Wanita itu terus bertanya - tanya apakah ia telah melakukan kesalahan besar sehingga pemilik perusahaan sampai turun tangan dengan sendirinya. Tangan ramping itu mengetuk pintu perlahan, berharap sang CEO salah memanggil dirinya. "Masuk!" Suara tegas nan dalam terdengar dari sana, dengan langkah ragu Athena pun memberanikan diri untuk memasuki ruangan itu. Ruangan yang cukup besar dan paling mewah diantara semua ruangan di gedung ini. Thanos memperhatikan kedatangan wanita itu, tatapan matanya terlihat begitu menyelidik. "Anda memanggil saya?" Athena bertanya lirih, ia cukup terkejut saat mengetahui bahwa CEO tempatnya bekerja ternyata adalah lelaki muda yang sangat tampan. Terlihat jauh dari kata menye
"Aku senang kau mau ikut denganku, Athena. Kau suka tempat ini?" Thanos menunjukkan wajah gembira seraya melihat ke sekeliling restoran. "Aku memesan semua meja di sini, Athena." "Tapi untuk apa? Kita hanya butuh satu meja, kan?" tanya Athena heran. Thanos mencondongkan tubuhnya, lebih mendekat ke arah Athena, lelaki itu lalu berkata pelan. "Karena tak seorangpun boleh melihatku bersama seorang wanita. Jika bertemu klien tentu saja aku akan membawa Cal atau yang lain, Athena." Athena menarik napas panjang saat mendengar itu, entah kenapa bayangan menakutkan tentang semua yang dikatakan Jane tadi muncul memenuhi kepalanya. Memangnya kenapa? Pertanyaan itu hanya berada di ujung bibir Athena tanpa berani ia ucapkan. Bagaimanapun juga lelaki yang sekarang berada di depannya adalah CEO di mana ia bekerja, sesuatu yang tak pernah Athena sangka sebelumnya. Dirinya akan duduk satu meja dan hanya berdua dengan Thanos. Thanos tersenyum lagi saat melihat Athena hanya diam saat mendengar ala
"Aku tak menyangka kau yang bersama Thanos, Athena." Cal membuka suara saat mereka telah meninggalkan restoran itu. "Ya, dia mengundangku. Dan aku tidak bisa menolaknya." Athena mengatakan itu dengan lirih, jelas terlihat kalau wanita itu cukup tertekan. "Ah, kau terlihat sangat tidak nyaman dengan Thanos, ya? Dia memang begitu." Cal tertawa kecil mencoba untuk bersikap lebih tenang. Athena menoleh, menatap Cal sesaat. "Apakah dia kerap meminta pegawainya untuk menemani makan malam, Cal? Tapi kenapa aku merasa ini sangat aneh.""Aneh? Kenapa?" Cal berpaling menatap Athena di sisinya. "Karena aku bukan pegawai yang memiliki jabatan khusus, kan? Kenapa dia memintaku? Cal, kau sangat dekat dengannya. Kau tahu sesuatu?" Cal menautkan alisnya, "Tahu tentang apa?" "Rumor itu. Seseorang mengatakannya padaku." Cal terhenyak, lelaki itu dengan cepat kembali berpaling ke arah Athena, "Rumor... Tentang apa?" "Sebenarnya, aku juga tidak percaya tapi aku hanya ingin tahu. Erica, kau pasti
"Kau mendekati Athena sekarang?" Cal menatap lurus ke arah Thanos, saat lelaki itu sedang menikmati minumannya di sebuah bar. Thanos menoleh, merasa pertanyaan itu tak menyenangkan bagi telinganya. "Apa maksudmu? Seolah aku terlalu sering bermain dengan wanita?" Cal tersenyum tipis, "Apa aku salah? Athena berbeda, Thanos. Dia bukan seperti wanita yang kau kenal selama ini."Thanos menjilat giginya, menunjukkan wajah kesal dengan ucapan Cal yang seperti itu. "Memangnya apa yang akan kulakukan kepada Athena, hah? Jangan katakan kalau kau menyukai dia." "Aku hanya memberitahumu, jangan sampai kau memperlakukan Athena seperti yang sebelum - belumnya. Athena tahu tentang berita itu, Thanos." Cal menatap sayu, membuat Thanos terkejut. "Berita itu? Maksudmu?" Lelaki itu menautkan keningnya, menatap Cal dengan matanya yang tajam. "Soal Erica. Seseorang Memberitahunya. Dan, dia bertanya padaku apakah itu benar?" "Siapa yang mengatakan itu? Dia belum masuk ke perusahaan saat peristiwa itu
Brian meremas kertas di tangannya, lelaki itu terlihat begitu kesal. Bagaimana tidak, kalau mereka tak kunjung menemukan pelaku yang diduga terlibat dengan kematian Erica, adiknya itu. "Apakah begitu sulit untuk menangkap pelakunya,hah?!" Mata Brian menyipit saat tatapannya beradu pandang dengan Zen, kawan lamanya itu. "Karena pelakunya tidak terlihat jelas, Brian. Selain itu...Erica...bukankah dia memiliki hubungan dengan beberapa lelaki?""Maksudmu, Erica mengandung dari banyak pria?Begitu?" Brian terlihat marah saat mengatakan itu. Ditatapnya Zen dengan mata membesar. "Bukan begitu, tapi menemukan pelakunya memang tidak mudah. Mungkinkah Erica pernah menceritakan sesuatu padamu, Brian?"Brian menggeleng kesal, lelaki itu menghantam dinding dengan tinjunya. "Kurasa dia tidak ingin membuatmu cemas,Brian." Tukas Zen yang tahu benar bagaimana perasaan Brian di sana. "Aku gagal menjadi kakak yang baik, Zen. Aku bahkan tidak tahu kalau Erica mengandung. Aku benar-benar tidak berguna
"Sudah lama kau tidak ke mari, Thanos. Apakah kau sesibuk itu?" Wanita berbaju seksi itu duduk di sisi Thanos, bibirnya terus mengulaskan senyuman. "Kenapa? Kau mencariku?" Thanos membalas dengan seringainya, lelaki itu kembali menyesap wine yang telah diisi kembali."Tentu saja, kau klien yang selalu kunantikan. Kau suka dengan penampilanku malam ini?" Wanita itu mencondongkan tubuhnya ke depan, memperlihatkan sebagian tubuhnya yang terbuka. "Entahlah, tapi kurasa aku mulai bosan denganmu, Emyl. Tak adakah orang baru malam ini?"Wanita yang dipanggil Emyl itu tersenyum. Tampaknya ia tak peduli dengan kata-kata Thanos yang menyinggung itu. "Orang baru tak memiliki pengalaman sepertiku. Kau tak akan puas dengannya. Lagipula hanya aku yang bisa menjaga rahasiamu, kan?""Sial! Kau mulai mengancamku?"Emyl tertawa, memperlihatkan deretan gigi putih di balik bibir merahnya itu. "Ayolah, apa yang tak bisa kulakukan? Semua permainan yang kau suka, aku sanggup memerankannya."Thanos meraih
Lelaki paruh baya itu berjalan dengan tongkat di tangannya. Penampilannya yang bisa dibilang maskulin, serta guratan ketampanan seolah mengaburkan usia senja lelaki itu. Di belakangnya berjalan dua lelaki muda bertubuh tegap, mereka begitu setia mengawal tuannya. Tak sepasang matapun berani menatap, kecuali mereka yang dianggap memiliki jabatan di sini."Anda sudah datang, Tuan." Cal adalah orang pertama yang menyambut kedatangan Megan di De Aluna. "Di mana putraku, Cal?" Megan menatap Cal dengan tajam, persis seperti tatapan Thanos ketika harapannya tak terpenuhi. "Dia belum datang, Tuan. Bagaimana kalau menunggu sebentar di ruangannya? Saya akan menghubungi dia." Kata Cal dengan begitu sopan. Megan menghela napas panjang, ia merasa kesal karena Thanos mengabaikan kedatangannya hari ini. "Baiklah, katakan padanya untuk segera datang." Megan kembali berjalan dan masuk ke dalam ruangan Thanos. ...Cukup lama Megan menunggu, rasanya ia mulai tak sabar dengan perilaku putranya itu.
BAB 51 THANOS“Kau sudah mencari tahu siapa wanita itu, Cal?” Thanos menatap Cal lekat, jemarinya tak henti memutar – mutar ponsel di tangannya.Cal menghela napas panjang, sepertinya ia sedikit menyesal karenanya. “Wanita itu bukan perempuan sembarangan, dia berasal dari keluarga kaya dan memiliki cukup pengaruh.”“Dia mengancamku!” Thanos mengatakan itu dengan kesal.Cal tersenyum tipis, sebelah alisnya terangkat ke atas, “Perempuan itu mengancammu? Memangnya, apa yang terjadi? Sampai dia bisa melakukan ini padamu?”Thanos meletakkan ponselnya, lelaki itu berdiri dan menuang segelas wine untuk dirinya sendiri, “Dia kekasih laki – laki yang bersama Erica hari itu. Bagaimana caramu membereskan ini? Kenapa dia memiliki videonya? Kau benar – benar menghapusnya?” Thanos menatap Cal dengan pandangan marah, bagaimana lelaki itu bisa begitu teledor.“Kau tidak percaya padaku, Thanos? Untuk apa aku berbohong padamu. Aku benar – benar sudah menghapusnya,” kata Cal yang juga tak terima dengan
“Aku sudah berusaha. Dia terlihat gugup saat aku membicarakan tentang Erica.” Fine kembali menemui Brian di sebuah restoran berkelas, tak semua orang bisa masuk ke tempat itu.“Memang dia pelakunya. Aku tak rela lelaki itu masih bisa menikmati kemewahan, sementara Erica tewas dengan cara seperti itu,” sahut Brian dengan matanya yang memerah.“Tapi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Fine.Brian menggeleng, “Setidaknya, hari-hari ini dia tidak akan tenang karena kau sudah mengatakan itu padanya. Kau harus berhati-hati mulai sekarang, Fine. Dia bisa melakukan apa saja.”“Dia tahu di mana aku tinggal, tapi apartemenku memiliki sistem keamanan yang kuat. Tak semua orang bisa masuk dengan mudah. Jadi, jangan cemaskan itu.” Fine tersenyum, menatap Brian yang terlihat sedikit kecewa di sana.“Ya, tapi tetap saja. Di luar kau tak memiliki seseorang yang menjagamu. Aku hanya takut kalau Thanos akan melakukan hal yang buruk padamu,Fine.”Fine tersenyum tipis, matanya lekat tertuju kepa
“Aku senang kau menemuiku lagi, Thanos.” Wanita itu menyilangkan kakinya, membuat rok pendeknya terangkat ke atas.“Kau tinggal di sini?” Thanos melayangkan matanya ke seluruh ruangan. Apartemen bergaya eropa memang selalu terlihat menarik.“Ya, seperti yang kau lihat. Apakah aku terkesan seperti wanita yang membutuhkan uang?” Wanita itu tersenyum, kilau di bibirnya menarik perhatian Thanos.“Fine, namamu sangat unik.” Thanos kembali menatap wanita bernama Fine itu, nama yang baru ia ketahui sehari sebelum pertemuan mereka malam ini.Fine mengangguk, matanya lurus menatap Thanos seakan sedang berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan menyerangnya.“Kalau bukan karena uang, lantas karena apa? Semua wanita yang datang padaku, hanya membutuhkan uangku,” ucap Thanos menyeringai.Fine menatap lelaki itu sedalam mungkin, hanya dengan mendengar perkataannya, Fine bisa menduga orang seperti apa Thanos ini.“Kau pasti seseorang yang sangat kesepian dan terluka, Thanos.”Perkataan Fine membuat le
BAB 48“Thanos bukanlah seseorang yang mudah untuk ditaklukkan. Dia selalu menghindar untuk membicarakan adikmu itu.” Wanita bertubuh sintal itu menatap Brian, bibirnya lantas menyunggingkan senyum tipis.“Lalu, kau ingin menyerah begitu saja?” Brian membalas tatapan wanita itu, sesekali terlihat mengusap dagunya yang kasar.“Aku tidak mengatakan itu,” sahutnya dingin. Wanita itu meletakkan wine di tangannya, lalu berjalan ke arah jendela besar yang ada di apartemen itu. Ditatapnya dari sana keindahan kota dengan lampunya yang berkelap-kelip. Jalanan masih begitu ramai di tengah malam seperti ini.Brian berdiri, menghampiri wanita itu di sana. Menatap tubuh rampingnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. “Kau tidak boleh melepaskan dia begitu saja,” bisik Brian di sisi leher wanita itu.“Jangan memerintahku, aku juga tak menyukai adikmu itu.” Wanita itu menolehkan sedikit kepalanya, menatap Brian dari sudut matanya yang tajam.Brian tertawa kecil, sedikit menjauhkan tubuhnya dari
Thanos menyeka sudut bibirnya yang terluka dengan air hangat, ditatapnya wajah itu dari pantulan cermin. Sesaat ia tak terima, kenapa dirinya begitu mirip dengan Megan? Guratan wajah serta rahang yang tegas...semua itu milik Megan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dihantamnya cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu. Sesuatu yang tak pernah ia harapkan.Thanos menatap ponselnya, sebuah pesan yang berasal dari seorang wanita. Wanita yang belum lama ia kenal dari sebuah klub malam. Ingin bertemu lagi malam ini? Thanos hanya tersenyum kecut membaca pesan itu. Wanita ini terlihat begitu berani. Dia memang cantik, juga sangat seksi tapi lagi - lagi Thanos tak pernah ingin menjalin hubungan yang serius. Tantangannya saat ini adalah Athena, wanita yang cukup sulit untuk ia dapatkan. Sementara wanita - wanita lain hanyalah pelampiasan akan rasa marahnya itu. Kau begitu berani mengirim pesan padaku. Kau tidak tahu siapa aku? Balas Thanos angkuh.Tentu saja aku tahu, Thanos. Kau putra D
"Apa yang kau lakukan, Ayah? Semua itu karenamu?" Thanos mendatangi Megan, lelaki itu terlihat berdiri di taman rumahnya yang luas. Megan berbalik begitu mendengar suara putranya itu."Melakukan apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Thanos. Apa yang kau lakukan kepada wanita itu?"Thanos menautkan alisnya, menatap lelaki paruh baya itu dengan terkejut. "Kau mengawasi aku, Ayah?""Salahkah? Kau adalah pewaris perusahaan besar, Thanos. Aku mendirikan perusahaan itu dengan susah payah, dan kau mau menghancurkannya begitu saja? Kau ingin perusahaanku jatuh karena perbuatan burukmu itu?""Perbuatan burukku? Lalu bagaimana denganmu, Ayah? Bukankah kau memiliki wanita lain selain ibuku?""Thanos!" Megan membentak Thanos, mata lelaki itu terbuka lebar. Tubuhnya goyang namun ia segera menahannya dengan tongkat yang selalu berada di tangannya itu."Kenapa? Ayah pikir selama ini aku tidak tahu apa - apa? Wanita - wanita itu, membuat ibuku menderita.""Kau tidak tahu apa - apa, Thanos! Semua
Brian memukul meja itu dengan marah, ditatapnya Zen yang duduk di sana dengan tak percaya. "Kasusnya ditutup? Bagaimana mungkin?""Sepertinya pelakunya memang tak bisa ditemukan, Brian. Lelaki itu bukan pelakunya.""Tapi kau lihat sendiri, kan? Ada luka di tubuh Erica! Polisi juga mengatakan itu pembunuhan!" tukas Brian tak terima."Kau benar, tapi ini sudah lewat dari delapan bulan semenjak kematian Erica. Dan mereka tak memiliki petunjuk. Lelaki itu sudah dibebaskan. Karena memang tak ada bukti yang memberatkan dia.""Sudah kubilang sejak awal, bukan dia pelakunya. Tapi Thanos!"Zen menatap Brian seksama, "Tak ada bukti yang merujuk padanya. Wartawan bahkan mendatangi dia karena foto yang beredar itu, tapi Thanos mengatakan pertemuan mereka di tempat itu hanya semata hubungan bisnis, ia tidak tahu menahu soal Erica. Thanos...lelaki sekelas dia? Mana mungkin, Brian. Untuk apa ia melakukan itu? Tidak ada untungnya bagi Thanos, kan?""Sekarang kau membela dia?""Aku tidak membela dia,
Sean duduk di sana, menunggu Ansel meracik kopi untuk mereka. Tak butuh waktu lama bagi Ansel, lelaki itu kini kembali dengan dua gelas kopi di tangannya. Memberikan satu kepada Sean.Sean tersenyum saat aroma kopi yang terlihat nikmat berpindah ke hidungnya, aroma yang memang tak biasa. "Aku ingin mencobanya," ucap Sean yang mencicipi kopi itu dengan sebuah sendok kecil."Kau menyukainya?""Ini nikmat, tak seperti kopi yang pernah kuminum. Kau hebat, ya? Ehm, tapi kau bilang ingin mengatakan sesuatu tentang Ciara. Tentang apa itu?"Ansel menatap Sean yang terlihat tak sabar dengan ucapannya tadi, lelaki itu tersenyum kecil. "Ciara adalah gadis yang manja, dan aku adalah salah satu orang yang memanjakan dia. Yah, dia satu - satunya adikku. Mungkin karena ini sikapnya terkadang sedikit menjengkelkan. Dia memang tidak suka basa - basi. Sebenarnya itu cukup bagus, dia tegas dan tahu apa yang dikatakannya. Hanya saja, dia lupa kalau kata - katanya terkadang melukai orang lain. Tapi, Sean,
Ciara menatap pemuda yang duduk berhadapan dengan dirinya itu, sementara Ansel memilih untuk duduk di sisi adiknya. Wanita paruh baya itu tersenyum, ia tak menyangka kalau bocah lelaki yang dulu dilihatnya tumbuh menjadi lelaki tampan nan mapan. Kabarnya lelaki itu seorang dokter muda di sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal. "Apa kabarmu, Amira? Sudah lama kita tak bertemu." Kata wanita paruh baya itu kepada sahabat kecilnya dulu. Amira meraih tangan Kane, menyentuhnya lembut. "Aku sangat gembira mendengar kau mengundang kami ke rumah ini, Kane. Setelah sekian tahun lamanya, kau membesarkan Ciara dengan baik." Senyumnya mengembang dan menatap Ciara dengan mata teduhnya itu. Kane tertawa, membalas tangan Amira di yang berada di punggung tangannya itu. "Kau juga, Sean terlihat begitu gagah dengan kemeja itu."Amira tersenyum, "Ciara pasti menyukai Sean, kan?"Ciara seketika menatap Ansel, ia tak tahu menahu soal pertemuan ini. Ibunya hanya mengatakan akan ada tamu dari jauh