Nyonya Winey mendengar teriakan sang suami. Ia lantas menarik selimut dan berpaling memunggungi Lucy yang masuk menemuinya di kamar. "Bu, lihat! Ini Lucy menengok. Dia bahkan membawa oleh-oleh untukmu. Kau membawa rantang, apakah kamu yang memasaknya, Nak?" ujar Tuan Rudy.Lucy menggeleng pelan. "Saat tahu ibu sakit, ibu mertuaku langsung memasakkan bubur dan sop untuk aku berikan ke ayah dan ibu. Beliau tidak bisa datang karena ada pekerjaan.""Pekerjaan?" Kening Tuan Rudy berkerut."Ya, ibunya Radit membuka jasa menerima jahitan baju di rumah sewaan kami. Beliau sangat hebat. Di usia senja, beliau memilih untuk mencari aktifitas yang bisa menghasilkan uang," jawab Lucy tanpa sengaja memuji sang ibu mertua.Tak senang hati, putrinya memuji ibu dari orang lain. Nyonya Winey memaksakan tubuhnya yang lemah itu untuk bangun. Semula ia tidak ingin bertemu putrinya, mendadak langsung menatap sinis saat berhadapan dengan Lucy.Nyonya Winey dengan kasar menepis rantang yang ditaruh Tuan Rud
Tuan Rudy dan Radit kembali bersama-sama. Meski begitu keduanya masih terlihat tidak akur. "Ah, kalian kembali bersama. Apakah kalian habis mengobrol di luar?" tebak Lucy."Ooo ... tidak. Ayah habis mengurus biaya rumah sakit ibu kamu di bagian administrasi. Kami bertemu di luar dan masuk bersama," sahut Tuan Rudy gugup."Ya, aku tadi hanya berkeliling mencari udara segar kemudian bertemu dengan ayah mertua di depan lalu kami masuk bersama," timpal Radit ikut-ikutan berbohong."Sayang, bagaimana dengan tagihan rumah sakit tadi? Semua aman?" tanya Nyonya Winey.Tuan Rudy tak langsung menjawabnya. Ia melirik ke arah Radit seperkian detik lalu kembali menatap istrinya lagi. "Tentu saja semua aman. Kamu sudah boleh pulang."Nyonya Winey menganggukkan kepalanya. Wajahnya mendadak sendu. Lucy yang melihat langsung mendekati ibunya."Ada apa, Bu?"Nyonya Winey menghela napas beratnya. "Tidak apa-apa. Ibu hanya memikirkan kalau ibu harus kembali ke rumah gubuk."Lucy memegang punggung tangan
Baru saja Tuan Rudy keluar dari kamarnya. Nyonya Winey membuka matanya perlahan. Rupanya ia dari tadi hanya berpura-pura tidur. Ia sengaja menunggu keadaan aman, lalu segera bangun dan menuju keranjang sampah lalu memungut kertas yang sudah lecek akibat tindakan sang suami."Untung saja tidak dirobek atau dibakar. Aku penasaran apa ini?" Mata Nyonya Winey bergerak-gerak, mulutnya berkomat-kamit membaca setiap huruf yang ada di sana. Matanya langsung terbelalak kaget."Astaga! Apakah ini surat wasiat yang asli? Sialan! Bella dan Shopia sudah memanipulasi semuanya. Mereka sungguh licik. Tapi, kenapa Rudy justru membuangnya? Ku rasa suamiku sudah hilang akal. Dia terlalu sayang kepada kedua adik-adiknya yang serakah itu. Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi!" ucap Nyonya Winey. Wanita itu buru-buru menyimpan kertas lecek itu kembali ke dalam tumpukan bajunya di lemari pakaian. Tak lama terdengar suara ketukan pintu. Nyonya Winey langsung pergi
Radit diam seribu bahasa tak lagi menentang ucapan sang ibu untuk membela dirinya. Ia tahu dirinya tidak salah, tapi jika dirinya menuruti ego dan melawan sang ibu, itu tentu lebih tidak baik baginya."Ibu melahirkanmu ke dunia bukan untuk melihat kamu berlaku kasar dan menyakiti perempuan lain selain ibu. Sekalipun Nyonya Winey salah, dia tetap ibu mertuamu. Hormati dia!" kecam Nyonya Yessi lalu bergegas meninggalkan Radit seorang diri di ruang makan. Rahang Radit mengeras. Hatinya mendidih sehingga dadanya terasa panas. Niat hati ingin membela ibunya sendiri, justru sang ibu murka kepadanya. Radit harus mengalah.Radit akhirnya berdiri meninggalkan meja makan untuk pergi menyusul orang-orang yang panik dengan keadaan Nyonya Winey.Baru ingin pergi beranjak, Lucy muncul."Lucy ....""Aku tahu ibuku selalu berbicara omong kosong. Tapi, mengusirnya dari sini sama saja kamu juga mengusirku," ucap Lucy dingin. Matanya merah, berkaca-kaca."Aku tidak bermaksud begitu. Aku minta maaf." R
Pengakuan yang Radit buat tentu saja membuat Nyonya Yessi panik. Ia tidak menyangka putranya terlalu polos untuk berkata jujur di waktu seperti itu kepada keluarga istrinya. "Radit, jangan konyol! Aku tahu belakangan ini pekerjaan di sana pasti membuatmu tertekan. Tapi mengaku kamu keturunan Keluarga Cakranomoto, itu sudah keterlaluan!" tegur Lucy."Ayah sudah tahu kalau kamu mendapatkan uang warisan dari mendiang kakeknya Lucy. Seperti halnya rumah ini. Jadi jangan mengarang bebas seperti itu," imbuh Tuan Rudy."Cih! Hampir saja aku tertipu sikap manismu. Ternyata ini uang dari ayah mertuaku? Kenapa kamu harus berbohong, hah? Kamu takut kalau mertuamu meminta bagian dari uang itu juga?" sindir Nyonya Winey.Radit dengan cepat bereaksi. Ia menggeleng dan menggerakkan tangannya."Tidak, ayah dan ibu mertua ... Lucy ... kalian harus mempercayaiku. Aku benar-benar keturunan konglomerat. Aku ....""Hentikan, Radit!" cegah Nyonya Yessi.Nyonya Yessi mencubit perut di sisi kiri putranya de
Radit menjadi korban keganasan tiga ekor singa betina yang mengamuk dan saling serang. Ancaman menelepon polisi tidak mampu menghentikan perkelahian itu. Raditpun akhirnya sedikit keras. Ia melepaskan Nyonya Winey yang dikeroyok oleh kedua iparnya dengan menarik sang mertua, dan mendorong Nyonya Shopia dan juga Nyonya Bella. Masing-masing mencoba mempertahankan diri agar tidak terjungkal."Apa Kak Winey takut sehingga membawa menantu tak tahu malu ini kemari?" sindir Nyonya Shopia."Aku tidak mengajaknya kemari. Aku tidak takut kepada kalian berdua!""Halaah! Buktinya mengapa dia datang bak pahlawan kesiangan. Berani-beraninya dia mendorongku!" seru Nyonya Bella. Nyonya Winey yang lengannya ditarik dan dipegang oleh Raditpun melotot ke arah menantunya. "Lepaskan aku!"Radit reflek melepaskan sang ibu mertua yang posisinya tidak stabil. Akhirnya Nyonya Winey terjungkal."RADITTTTTT!!!"Tentu saja adegan itu membuat Nyonya Bella dan Nyonya Shopia terpingkal-pingkal menertawakan iparny
Tuan Rudy bergegas pulang. Ia langsung menemui istrinya. "Sayang, apa yang sudah kamu lakukan tadi?"Nyonya Winey langsung menoleh. Ia duduk bersama Radit dan Lucy. Ia langsung berdiri lalu berkacak pinggang."Harusnya aku yang memberikanmu pertanyaan. Kenapa kamu menyembunyikan semuanya dariku dan sengaja membiarkan adik-adikmu menguasai semuanya?" cebik Nyonya Winey. Ia menepuk pundak menantunya. "Untung ada Radit. Dia menolongku. Dia membawakan banyak bukti kalau mereka telah berbuat curang," lanjut Nyonya Winey mencoba memuji Radit."Aku ... aku sengaja melakukannya karena apa yang ditinggalkan mendiang ayahku semua tidak ada artinya. Perusahaan itu akan bangkrut, rumah ayah pun pasti akan disita untuk menutupi sisa hutang di perusahaan, begitupun aset yang lainnya. Aku sangat tahu barang apa saja yang ayahku jaminkan untuk perusahaannya."Tuan Rudy menatap Radit. "Pasti kamu yang mengompor-ngompori istriku, kan? Dasar mental miskin. Kamu pasti mengincar harta warisan milik putri
Lucy menahan tawanya hanya karena kepolosan Radit."Aku hanya ingin minum. Apa kamu pikir aku ingin menyirammu dengan air ini?""Nggg ... Nggak, aku hanya–" Radit menutupi rasa malunya."Aku tidak seperti ayah atau ibuku yang jahat kepadamu. Aku memang kesal, tapi aku hanya perlu minum untuk menenangkan perasaanku," potong Lucy lalu meminum segelas air yang digenggam tangannya.****Keesokan harinya, sepulangnya Radit dari kantor. Radit berencana memberikan Lucy kejutan sederhana lagi. Entah mengapa, akhir-akhir ini dirinya merasa Lucy selalu menghiasi mimpinya dan pikirannya. Hatinya juga selalu berdebar bila di dekat istrinya itu.Apakah Radit mulai jatuh cinta?Radit akhirnya mampir ke sebuah toko bunga ternama. Radit masuk ke dalam toko itu lalu disambut seorang wanita yang Radit rasa adalah pemilik toko bunga itu."Selamat datang di kios bunga kami, ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanyanya dengan ramah.Baru kali ini Radit masuk di toko buka ternama, dan dihargai seperti itu. Bi
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri